Melihat Widia menutup teleponnya, Tobi pun tidak meneleponnya lagi. Lagi pula, masalah ini tidak bisa dijelaskan lewat telepon.Di saat itu juga, ponselnya berdering. Ternyata panggilan dari Leo."Kak Tobi!""Ada apa?""Ada tagihan sebesar 20 miliar yang telah jatuh tempo lebih dari setengah tahun. Aku sudah membuat janji untukmu sore ini," ucap Leo."Kamu mewakiliku pergi saja!""Sepertinya nggak bisa. Pihak sana hanya ingin membahas masalah ini dengan Pak Tobi. Kalau nggak, mereka nggak akan membayarnya.""Masih ada hal seperti itu?"Tobi menggelengkan kepalanya dan berkata, "Ya sudah, kebetulan aku juga mau kembali ke kantor. Nanti baru kita bicarakan lagi.""Baik!"Leo pun menutup telepon.Satu jam kemudian, Tobi pun muncul di lantai bawah perusahaan. Hanya saja, dia tidak langsung menuju ke departemen penjualan, melainkan pergi ke ruangan direktur.Sesampainya di sana, dia langsung mengetuk pintu."Silakan masuk!"Suara merdu milik Widia terdengar dari dalam, tetapi nadanya agak d
Hanya saja, wanita itu sering sekali mengungkit masalah perceraian, yang membuat Tobi merasa tidak nyaman.'Lupakan saja, biarlah semua berjalan sebagaimana mestinya.'Tobi tidak berkomentar lagi. Pria itu pun berbalik dan hendak berjalan keluar.Widia agak kaget. Dia samar-samar merasa dirinya telah mengatakan hal yang salah. Melihat punggung Tobi yang tampak putus asa itu, dia pun berkata, "Tobi. jangan terlalu banyak berpikir. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya.""Ya, aku tahu."Setelah mengatakan itu, Tobi pun keluar dari ruangan itu.Wajah Widia juga terlihat murung. Hatinya juga tiba-tiba merasa tidak nyaman. Ada apa dengan dirinya? Padahal, dia tidak mengatakan sesuatu yang salah. Mengapa bisa seperti ini?Jangan-jangan dia sudah jatuh cinta kepada pria itu?Namun, dirinya sama sekali tidak berada pada level yang sama dengan pria itu.Jika perbedaan mereka terlalu jauh, akankah mereka bahagia jika bersama?Setelah keluar dari sana, Tobi pun pergi ke departemen penjualan.Saat
"Tapi dia nggak terlihat seperti itu." Susan telah mengamati Tobi dengan cermat. Walaupun Tobi terlihat agak mesum, tetapi yang pria itu katakan dan yang janjikan cukup baik.Setidaknya, mereka bisa melihat situasinya terlebih dahulu untuk mengetahui masalah itu lebih lanjut.Mendengar itu, Yuli langsung marah dan berkata, "Orang jahat nggak akan terlihat dari tampang mereka. Kamu baru mengenalnya berapa lama? Jangan-jangan kamu sudah dicuci otak oleh bualannya itu?""Apa kamu bahkan nggak percaya pada Kak Mia yang membawamu ke sini dan membimbingmu hingga posisimu sekarang ini?""Tentu saja nggak. Kak Mia itu guruku dan juga penyelamat hidupku. Mana mungkin aku nggak percaya kepadanya?""Bagus. Penyelamat kita sudah dikeluarkan dari perusahaan gara-gara dia, jadi apa kamu masih membela pria itu seperti ini?" tanya Yuli terdengar kesal.Mendengar itu, Susan langsung mengangguk dan berkata, "Kak Yuli, ini salahku.""Baguslah kalau kamu tahu kesalahanmu. Oh ya, jangan sampai Tobi tahu ma
Setelah mengambil kembali kunci dari Widia, Tobi pun tiba di garasi dan masuk ke mobilnya.Susan juga masuk ke dalam mobil, tetapi dia langsung duduk di kursi belakang.Tobi tertegun sejenak, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Mungkin gadis kecil itu mengira dia ingin memanfaatkannya.Awalnya, Susan mengira Tobi pasti akan menyuruhnya duduk di kursi depan, tetapi tak disangka, Tobi bukan hanya tidak memintanya, bahkan pria itu juga tidak mengucapkan sepatah kata pun sepanjang perjalanan.Sepertinya mereka sudah hampir tiba di tempat tujuan.Susan pun tidak tahan lagi dan membuka mulut terlebih dahulu, "Pak Tobi, apa kamu nggak punya sesuatu untuk disampaikan?""Nggak, aku sendiri masih bingung. Aku nggak tahu apa-apa, mana mungkin aku bisa menyampaikan sesuatu kepadamu?""Apa kamu nggak memahami latar belakang pihak sana? Apa kamu sudah memikirkan cara untuk bernegosiasi?""Nggak, seharusnya nggak butuh, 'kan? Bukankah tadi hanya ingin kita mendiskusikan metode pembayaran dan memilah
Sebaliknya, ekspresi Susan langsung berubah dan tampak gugup. Meskipun dia tahu Pak Almer telah memberitahunya bahwa dia tidak akan berbahaya, dia tetap takut.Dia pun memandang Tobi yang berada di sebelahnya itu, tetapi dia terkejut saat menyadari pria itu tidak gugup sama sekali dan benar-benar tenang.Jangan-jangan dia tidak sadar kalau orang-orang ini mengincarnya?Santo Gunawan, yang duduk di tengah yang memasang ekspresi seram itu juga sedikit terkejut. Dia pun berkata dengan dingin, "Kamu Tobi Yudistira, ketua tim baru dari Grup Lianto?""Ya!"Tobi tampak tenang dan bahkan duduk ke depan dengan santai. Dia pun berkata sambil tersenyum, "Pak Santo, aku sudah datang. Apa kamu sudah menyiapkan uangmu?"Begitu kata-kata itu keluar, semua orang langsung tertawa terbahak-bahak."Haha. Lucu sekali. Bocah ini benar-benar mengira dia datang untuk mengambil uang."Seorang pria berambut cepak juga ikut menimpali, "Benar. Aku belum pernah melihat orang sebodoh ini,"Bahkan Susan pun tampak
"Sudahlah. Sekalipun kamu menjerit, nggak ada yang akan peduli denganmu. Meski Pak Almer ada di sini hari ini, dia juga harus menyerahkan dirimu untuk menemaniku bermain," kata Santo sambil tersenyum sinis.Lagi pula, Pak Almer tidak mengungkit masalah ini, yang berarti dia tidak peduli dengan wanita ini.Selain itu, Santo juga bukan bawahan Pak Almer. Dia hanya memiliki hubungan kerja sama dan membantunya menangani Tobi.Jika memungkinkan, dia ingin Santo membuat Tobi lumpuh sepenuhnya agar dia menjadi bodoh. Jika tidak berhasil, setidaknya dia harus mematahkan kedua kaki Tobi.Hanya berdasarkan hal ini, buat apa dia peduli dengan Pak Almer?Begitu Santo mengucapkan kata-kata itu, Susan langsung ketakutan setengah mati. Saat ini, dia sangat menyesal. Andai dia tahu akan berakhir seperti ini, dia seharusnya tidak datang ke sini.Saking paniknya, dia pun berkata dengan suara keras, "Pak Tobi, bukankah kamu bilang kamu nggak akan membiarkan anggota timmu ditindas oleh orang lain? Apalagi
"Cari mati!"Semua orang merasa dihina. Satu per satu dari mereka pun maju ke depan dengan liar. Setiap serangan mereka sangat sengit, yang menunjukkan ini bukan pertama kalinya mereka melakukan hal semacam ini.Trang, trang ....Di mata Susan yang gugup dan kaget itu, dia hanya melihat para penjahat yang maju ke depan itu langsung berteriak kesakitan, kemudian terjatuh ke tanah satu per satu.Mereka tergeletak di tanah dan tidak sanggup berdiri lagi, termasuk Santo, pemimpin mereka.Meskipun Santo terlihat kekar dan serangannya kuat, dia tetap tidak bisa menghentikan gerakan Pak Tobi dan langsung dirobohkan.Saat itu juga, Susan tampak tercengang.Dia hanya melihat adegan seperti itu di televisi, tetapi dia tidak menyangka ada orang yang memiliki seni bela diri sehebat itu di dunia nyata. Dalam sekejap, dia langsung mengaguminya.Namun, dia juga terkejut menyadari hal itu.Santo dan yang lainnya memandang Tobi dengan tatapan kaget sekaligus takut. Dia pun bertanya dengan nada tidak pe
Tobi kemudian bertanya, "Terus, apa kamu punya bukti kerja sama dengan Pak Almer, seperti rekaman telepon atau yang lainnya?""Nggak ada!"Melihat sorot mata Tobi berubah dingin, dia langsung ketakutan dan memelas, "Aku sungguh nggak punya. Seandainya aku punya, aku pasti akan menyerahkannya kepadamu.""Sepertinya kamu benar-benar nggak punya. Kamu membuatku kesulitan," kata Tobi sambil menghela napas.Santo memohon dengan gemetar, "Ja ... jangan begitu. Pak Tobi, ini salahku. Aku sudah bersalah. Kamu boleh mengatakan permintaanmu. Apa pun itu, aku pasti akan mengabulkannya."Yang lainnya juga terlihat panik.Namun, Tobi juga tidak mempersulit mereka. Dia menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, "Lupakan saja. Siapa suruh aku begitu baik hati, jadi aku nggak akan menyakiti kalian.""Karena kamu sudah mengakui segalanya, aku akan memberimu kesempatan dan melepaskanmu kali ini.""Syukurlah. Terima kasih, terima kasih, Pak Tobi!"Mendengar itu, Santo sangat senang hingga tanpa sadar