"Apa?"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Shinta dan Leo tampak tercengang.Pak Lintang memang lagi menunggu mereka berdua.Ini benar-benar di luar dugaan mereka. Bagaimana mungkin hal yang begitu hebat itu menimpa diri mereka?Saat melihat ekspresi kaget di wajah mereka berdua, Lintang hanya bisa menahan senyum pahit. Sepertinya Tuan terlalu merendah dan tidak ingin memberi tahu mereka tentang kekuatannya sendiri.Setelah beberapa saat, Shinta baru tersadar dan segera bertanya, "Pak Lintang, saya ingin bertanya, apa Anda kenal Tobi?""Kenal. Dia yang menyuruhku untuk menyambut kalian," jawab Lintang dengan tegas. Lagi pula, Tuan tidak memintanya untuk menyembunyikan masalah itu. Siapa tahu hal ini bisa meninggalkan kesan baik kepada wanita cantik itu dan mungkin saja Tuan akan memujinya nanti.'Lintang mengenalnya!''Apalagi Tobi-lah yang menyuruh Lintang untuk menyambut mereka berdua.'Mereka berdua seakan-akan sulit menerima kenyataan itu. Namun, tak lama kemudian, mereka tersadar ke
Tobi tertegun sejenak. Pria itu diam-diam menggelengkan kepalanya. Apa yang dilakukan Lintang? Mengapa dia menyebutnya Tuan di hadapan Shinta?Tobi tidak suka menghadapi sanjungan dari orang lain. Jadi, dia pun menjawab, "Kamu nggak perlu khawatir tentang masalah itu. Oh ya, jangan beri tahu orang lain mengenai masalah hari ini."Shinta tertegun sejenak, lalu bertanya, "Kalau aku nggak bilang, siapa yang tahu ini semua kontribusimu?""Aku nggak butuh," kata Tobi sambil menggelengkan kepalanya."Oh, baiklah."Usai menutup telepon, Shinta langsung teringat Tobi mengatakan bahwa dialah yang menagih pembayaran sebesar 60 miliar itu.Tobi bahkan tidak mau mengambil kontribusi kontrak 100 miliar seperti ini, jadi mana mungkin pria seperti itu mengambil jasa orang lain.Apalagi, Tobi bisa memerintah Pak Lintang sesuka hatinya. Baginya, menagih utang pasti bukanlah apa-apa. Dia tidak mungkin mengambil jasa orang lain begitu saja.Bisa dikatakan, Tobi-lah yang berhasil menagih tiga pembayaran i
"Tobi, aku tanya sekali lagi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Widia dengan kesal.Tobi tampak tidak berdaya Padahal, pria itu sudah mengatakan yang sebenarnya, tetapi Widia tidak memercayainya. Tobi pun terpaksa berkata, "Dia hanya ingin membalas budi kepadaku."Mendengar kalimat itu, Widia langsung memercayainya. Ternyata, Lintang membalas budi. Widia pun buru-buru bertanya, "Kapan kamu membantunya?""Saat Keluarga Hutama menjadi sasaran, bukankah aku memiliki konflik dengan mereka? Lintang merasa ini sangat berguna baginya, jadi demi berterima kasih kepadaku, dia bersedia memberikan bantuan kepadaku," kata Tobi sembarangan mencari alasan."Jadi, kamu menggunakan kesempatan itu untuk bernegosiasi dengannya?" tanya Widia terdengar agak kesal. Bukankah ini termasuk menyia-nyiakan kesempatan?Belakangan ini, Lintang sering dibicarakan. Apalagi, pria itu sangat misterius. Kebanyakan orang tidak bisa memahaminya dan tidak bisa berteman dengannya.Awalnya, ini termasuk kesempatan emas.
Apa?Tobi?Benarkah dia sudah mendapatkan kontrak besar?Bukankah penagihan 60 miliar sebelumnya itu bukan perbuatannya?Mata semua orang kini dipenuhi keraguan. Mereka tidak terlalu percaya kepada kemampuan Tobi."Kalian nggak perlu ragu. Lagian, aku sendiri yang melakukan ini. Pihak sana juga mengakui Tobi yang melakukan negosiasi dan yang paling penting, kontraknya sangat besar," kata Shinta sambil tersenyum."Se ... seberapa besar?" tanya yang lainnya dengan antusias.Shinta mengulurkan sepuluh jari."Sepuluh miliar?""Bukan, 10 miliar juga nggak cukup. Jangan-jangan 100 miliar?""Tapi mana mungkin!""Apanya yang nggak mungkin? Benar, 100 miliar!"Bahkan, setelah melewati waktu semalam, Shinta masih tampak bersemangat. Entah sudah berapa lama departemen penjualan mereka tidak memperoleh penjualan sebesar itu?Benar-benar 100 miliar!Astaga!Semua orang terlihat senang sekaligus terkejut!Tobi yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berkata, "Bu Shinta, mengapa kam
Shinta melihat ke arah Tobi yang duduk di bagian bawah. Pria itu terlihat tenang, seolah-olah masalah itu tidak ada hubungannya dengannya dan tidak gugup sama sekali.Padahal, pria itu termasuk peserta taruhan kali ini.Itu sebabnya Mia menyuruhnya untuk mengajak Tobi ke sini.Saat itu juga, Mia pun angkat bicara."Bu Widia, Bu Helen, para eksekutif semuanya, maaf, aku rasa ada yang salah dengan data ini."Semua orang tampak kaget. Ekspresi Widia juga berubah, seakan menyadari ada sesuatu yang tidak beres, tetapi dia segera bersikap normal dan berkata dengan tenang, "Apa masalahnya?""Data penjualan kami salah. Ada satu penjualan sebesar 60 miliar nggak dimasukkan tepat waktu," kata Mia seraya menyerahkan sebuah kontrak baru.Hati Shinta tenggelam. Dia teringat dengan ucapan Tobi.Jika mereka terlalu cepat bertindak, lawan mungkin akan mengatur langkah cadangan. Akibat ditekan oleh dirinya, Tobi pun menyuruhnya pergi ke Grup Transera.Shinta menoleh ke arah Tobi lagi. Pria itu masih ta
"Lagi-lagi. Apa kamu punya bukti kalau itu bukan tindakanku? Kalau nggak ada, itu berarti kamu memfitnahku. Kamu harus minta maaf kepadaku," kata Tobi sambil mendengus dingin."Kamu!""Kamu paling jelas itu fitnah atau bukan! Tapi aku malas berdebat denganmu. Hari ini kita hanya akan membahas masalah taruhan," kata Mia sambil mencibir."Mau bahas soal taruhan? Boleh, tapi kamu harus minta maaf kepadaku dulu atau nggak, keluarkan bukti aku mengambil jasa orang lain," kata Tobi dengan dingin.Mia sangat emosi, tetapi dia telah disuruh untuk tidak merusak situasi saat ini apalagi mengakui penyadapan. Dia pun terpaksa berkata, "Oke, aku minta maaf kepadamu atas ucapanku barusan.""Permintaan maaf darimu nggak jelas dan nggak terdengar tulus sama sekali," ucap Tobi seraya tidak menerimanya."Kamu! Oke, aku ulang! Aku minta maaf karena barusan memfitnahmu, maafkan aku!" kata Mia dengan enggan."Bagus. Kalau begitu, aku akan memaafkanmu," seru Tobi seraya tersenyum tipis.Mia tampak marah, la
Mata Widia langsung bersinar. Wanita itu buru-buru meminta Tobi menyerahkan kontrak itu kepadanya.Beberapa eksekutif lainnya mengedarkan kontrak itu sambil membacanya sekilas. Ternyata isi kontrak itu mirip dengan milik Mia. Saat ini, mereka hanya perlu memeriksa apa transferan uang itu sudah diterima atau belum.Tobi tersenyum tipis dan berkata, "Bu Mia, bagaimanapun juga, kamu dan Bu Shinta termasuk karyawan hebat. Andai salah satu dari kalian mengundurkan diri, itu akan menjadi kerugian besar bagi perusahaan.""Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Mia dengan nada dingin."Maksudku, bagaimana kalau kita buat seri saja? Dengan begitu, nggak ada seorang pun yang harus pergi dan kita semua akan tetap menjadi rekan kerja yang saling toleran," ucap Tobi sambil tersenyum.Semua orang tertegun sejenak. Tidak ada yang menyangka Tobi akan mengatakan hal seperti itu.Widia juga agak terkejut, tetapi dia diam-diam tersenyum pahit. Tobi pasti sedang menyembunyikan kelemahannya sendiri.Sepertiny
Lagi pula, posisi Almer di perusahaan tidak tergoyahkan dan Widia juga tidak punya cara untuk menggantikannya.Beberapa di antara mereka pun mulai menanggapi ucapan Almer. "Benar, jangan habiskan waktu hanya dengan omong kosong. Tobi, kalau kamu punya bukti transfer, tunjukkan secepat mungkin. Kalau nggak ada, akui saja kekalahanmu."Melihat semua orang mendukungnya, Mia tampak bangga. Dia memandang Tobi dengan tatapan arogan, seolah-olah dialah pemenang taruhan itu.Arvin juga sangat bersemangat. Akhirnya, dia mengikuti orang yang tepat. Sesaat lagi, dia sudah bisa menggantikan Shinta dan menjadi ketua tim.Dibandingkan yang lainnya, Widia, Helen dan Shinta sudah hampir menyerah. Mereka sudah putus asa.Namun, di saat itu juga, Tobi pun berkata dengan nada datar, "Karena semua orang merasa pemenangnya harus ditentukan, nggak perlu mengutamakan perasaan dan harus ada orang yang dikeluarkan, kalau begitu, ayo kita putuskan pemenangnya.""Bu Nadia, tolong umumkan hasilnya kepada semua or