Shinta melihat ke arah Tobi yang duduk di bagian bawah. Pria itu terlihat tenang, seolah-olah masalah itu tidak ada hubungannya dengannya dan tidak gugup sama sekali.Padahal, pria itu termasuk peserta taruhan kali ini.Itu sebabnya Mia menyuruhnya untuk mengajak Tobi ke sini.Saat itu juga, Mia pun angkat bicara."Bu Widia, Bu Helen, para eksekutif semuanya, maaf, aku rasa ada yang salah dengan data ini."Semua orang tampak kaget. Ekspresi Widia juga berubah, seakan menyadari ada sesuatu yang tidak beres, tetapi dia segera bersikap normal dan berkata dengan tenang, "Apa masalahnya?""Data penjualan kami salah. Ada satu penjualan sebesar 60 miliar nggak dimasukkan tepat waktu," kata Mia seraya menyerahkan sebuah kontrak baru.Hati Shinta tenggelam. Dia teringat dengan ucapan Tobi.Jika mereka terlalu cepat bertindak, lawan mungkin akan mengatur langkah cadangan. Akibat ditekan oleh dirinya, Tobi pun menyuruhnya pergi ke Grup Transera.Shinta menoleh ke arah Tobi lagi. Pria itu masih ta
"Lagi-lagi. Apa kamu punya bukti kalau itu bukan tindakanku? Kalau nggak ada, itu berarti kamu memfitnahku. Kamu harus minta maaf kepadaku," kata Tobi sambil mendengus dingin."Kamu!""Kamu paling jelas itu fitnah atau bukan! Tapi aku malas berdebat denganmu. Hari ini kita hanya akan membahas masalah taruhan," kata Mia sambil mencibir."Mau bahas soal taruhan? Boleh, tapi kamu harus minta maaf kepadaku dulu atau nggak, keluarkan bukti aku mengambil jasa orang lain," kata Tobi dengan dingin.Mia sangat emosi, tetapi dia telah disuruh untuk tidak merusak situasi saat ini apalagi mengakui penyadapan. Dia pun terpaksa berkata, "Oke, aku minta maaf kepadamu atas ucapanku barusan.""Permintaan maaf darimu nggak jelas dan nggak terdengar tulus sama sekali," ucap Tobi seraya tidak menerimanya."Kamu! Oke, aku ulang! Aku minta maaf karena barusan memfitnahmu, maafkan aku!" kata Mia dengan enggan."Bagus. Kalau begitu, aku akan memaafkanmu," seru Tobi seraya tersenyum tipis.Mia tampak marah, la
Mata Widia langsung bersinar. Wanita itu buru-buru meminta Tobi menyerahkan kontrak itu kepadanya.Beberapa eksekutif lainnya mengedarkan kontrak itu sambil membacanya sekilas. Ternyata isi kontrak itu mirip dengan milik Mia. Saat ini, mereka hanya perlu memeriksa apa transferan uang itu sudah diterima atau belum.Tobi tersenyum tipis dan berkata, "Bu Mia, bagaimanapun juga, kamu dan Bu Shinta termasuk karyawan hebat. Andai salah satu dari kalian mengundurkan diri, itu akan menjadi kerugian besar bagi perusahaan.""Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Mia dengan nada dingin."Maksudku, bagaimana kalau kita buat seri saja? Dengan begitu, nggak ada seorang pun yang harus pergi dan kita semua akan tetap menjadi rekan kerja yang saling toleran," ucap Tobi sambil tersenyum.Semua orang tertegun sejenak. Tidak ada yang menyangka Tobi akan mengatakan hal seperti itu.Widia juga agak terkejut, tetapi dia diam-diam tersenyum pahit. Tobi pasti sedang menyembunyikan kelemahannya sendiri.Sepertiny
Lagi pula, posisi Almer di perusahaan tidak tergoyahkan dan Widia juga tidak punya cara untuk menggantikannya.Beberapa di antara mereka pun mulai menanggapi ucapan Almer. "Benar, jangan habiskan waktu hanya dengan omong kosong. Tobi, kalau kamu punya bukti transfer, tunjukkan secepat mungkin. Kalau nggak ada, akui saja kekalahanmu."Melihat semua orang mendukungnya, Mia tampak bangga. Dia memandang Tobi dengan tatapan arogan, seolah-olah dialah pemenang taruhan itu.Arvin juga sangat bersemangat. Akhirnya, dia mengikuti orang yang tepat. Sesaat lagi, dia sudah bisa menggantikan Shinta dan menjadi ketua tim.Dibandingkan yang lainnya, Widia, Helen dan Shinta sudah hampir menyerah. Mereka sudah putus asa.Namun, di saat itu juga, Tobi pun berkata dengan nada datar, "Karena semua orang merasa pemenangnya harus ditentukan, nggak perlu mengutamakan perasaan dan harus ada orang yang dikeluarkan, kalau begitu, ayo kita putuskan pemenangnya.""Bu Nadia, tolong umumkan hasilnya kepada semua or
Helen juga tidak kalah kagetnya.Dia tidak menyangka kalau pria yang dia anggap remeh selama ini ternyata memiliki keterampilan seperti itu.Ini semua berkat Tobi.Di saat ini juga, Helen baru memahami pengaturan yang dibuat Bu Widia.Jika dugaannya benar, Tobi mungkin adalah orang yang diutus oleh Bu Widia untuk menangani Keluarga Priyadi. Jika tidak, kejadian akhir-akhir ini akan sulit dijelaskan.Padahal, pemikiran Helen salah. Widia hanya ingin melatih Tobi agar dia bisa bertahan hidup setelah mereka bercerai nanti, tetapi Tobi memang memiliki tujuan itu.Jadi, bisa dikatakan yang dipikirkan Helen ada benarnya.Karena Mia adalah orang kepercayaan Almer, pria itu pasti tidak akan berdiam diri dan berniat untuk membelanya.Tobi yang memperhatikan gerak-geriknya itu pun langsung berkata, "Baiklah, sekarang hasilnya sudah jelas. Padahal, tadi aku terus-terusan ingin membatalkan kompetisi, tapi sepertinya Bu Mia nggak setuju.""Apalagi, para atasan juga nggak setuju dan bersikeras harus
Mendengar itu, Almer mendengus dingin dan berkata, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Ketua tim departemen penjualan juga termasuk atasan perusahaan. Bagaimana bisa karyawan penjualan sepertimu memilih ketua tim sesuka hatimu? Kalau benar seperti itu, bukankah akan menjadi kekacauan?""Tapi ini sudah disepakati sebelumnya, apalagi kedua belah pihak sudah sepakat," kata Tobi ringan."Sepakat apanya? Sekalipun kalian sudah sepakat, apa kami sudah setuju? Kamu nggak bisa sembarangan memutuskan posisi ketua tim begitu saja," balas Almer.Shinta pun ikut membantunya, "Tapi barusan Tobi sudah menyebutkan permintaan ini dan para atasan juga nggak keberatan.""Benarkah? Aku nggak dengar tadi. Kalau nggak, aku pasti akan langsung membantahnya. Posisi ketua tim bukan main-main dan hanya bisa diputuskan setelah diskusi antara bagian administrasi dan bagian penjualan."Almer mendengus dingin dan berkata, "Berbicara tentang posisi ketua tim, ada satu hal lagi yang harus kita diskusikan. Namamu
Begitu kata-kata itu keluar, ekspresi Widia dan Helen langsung berubah.Apalagi, Widia tahu Tobi tidak memiliki kualifikasi akademis sama sekali. Dia hanyalah pria desa yang baru saja turun dari pegunungan. Bagaimana dia bisa memiliki kualifikasi akademis?Ketika Almer melihat ekspresi mereka berdua, dia langsung memperlihatkan tampang bangga. 'Beraninya kalian menyingkirkan orang kepercayaanku. Kalau begitu, aku juga nggak akan melepaskan Tobi,' pikirnya dalam hati.Pokoknya, dia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menyeret Helen sekaligus.Jika dia bisa meraih posisi direktur penjualan, maka kehilangan Mia bukanlah apa-apa.Saat ini, Mia dan Arvin masih belum pergi. Saat mendengar kalimat itu, mereka yang awalnya tampak putus asa itu tiba-tiba bersemangat kembali. Asalkan bisa melihat Tobi tertimpa masalah, mereka akan merasa jauh lebih senang."Bu Helen, kenapa kamu diam saja? Jangan-jangan dia nggak kuliah?" tanya Almer dengan sengaja.Begitu kata-kata itu dilontarkan, terdengar
Dari ucapan itu, dia jelas ingin menyeret Helen ke dalam masalah itu.Hal ini langsung membuat ekspresi Widia berubah. Helen adalah partnernya yang paling kuat di dalam perusahaan.Jika sesuatu terjadi pada Helen, itu pasti akan menjadi pukulan besar baginya.Shinta dan yang lainnya juga terlihat gugup.Tobi tersenyum geli dan berkata, "Pak Almer sangat hebat. Dalam sekejap, kamu bahkan memfitnah Bu Helen. Kenapa? Kamu begitu ingin menjatuhkan Bu Helen?""Jangan sembarangan. Bu Helen adalah pilar perusahaan kami. Dia juga telah memberikan banyak kontribusi kepada perusahaan. Bagaimana aku bisa memiliki pemikiran seperti itu?" kata Almer berusaha menyangkalnya."Oh, ternyata Bu Helen sangat berbakat. Kalau begitu, nggak peduli apa yang terjadi kepadaku nanti, kamu nggak akan melibatkan Bu Helen, 'kan?"Almer tertegun sejenak. Dia baru menyadari dirinya terjebak lagi. Dia pun berkata dengan nada dingin, "Jangan omong kosong lagi. Cepat jelaskan masalahmu.""Kalau tindakan Bu Helen benar-