"Kalau Bu Widia punya cara, dia pasti sudah membantunya dari awal. Jadi, ini tergantung kemampuan kalian sendiri," ujar Helen.Dari awal, seharusnya mereka tidak menyetujui taruhan itu.Hais! Ini semua gara-gara Tobi. Apalagi, mereka tidak bisa memarahinya.Shinta berjalan kembali dengan lemas. Anggota tim langsung menatapnya saat melihatnya kembali.Hanya melihat ekspresi kecewanya, mereka tahu mereka sudah tidak memiliki peluang sama sekali.Selanjutnya, semua orang memandang Tobi dengan marah.Namun, entah karena mereka telah belajar dari pengalaman sebelumnya atau bukan, kali ini semua orang tidak berani berkomentar dan hanya memandang Tobi dengan tatapan tidak puas."Tobi, kemarilah."Shinta memanggil Tobi ke samping."Tobi, apa kamu sedang mempermainkanku?" tanya Shinta langsung."Nggak. Kenapa kamu berpikiran seperti itu?""Lantas, kenapa kamu bilang uang miliaran itu bukan apa-apa? Padahal kamu sendiri nggak punya cara. Apa lagi namanya kalau kamu nggak mempermainkanku?" tanya
"Tunggu. Kamu bilang siapa?""Lintang, Grup Transera?""Bukankah itu pebisnis paling terkenal saat ini? Apa kamu pikir aku bodoh hingga bisa dipermainkan seperti ini?"Shinta tampak dipenuhi amarah.Jika Tobi ingin menipu orang, tidak bisakah dia menggunakan alasan yang lebih masuk akal? Tidak. Pria itu tidak bisa membodohi dirinya."Untuk apa aku membodohimu? Jangan lupa pergi ke Grup Transera. Setelah sampai di sana, temui Pak Lintang," kata Tobi tak berdaya."Tapi ....""Jangan tapi lagi. Aku sudah memberimu kesempatan. Kalau kamu masih nggak percaya, aku juga nggak berdaya lagi."Saat ini Shinta juga tidak menemukan cara lain lagi. Dia pun memutuskan untuk mengambil risiko itu, "Baiklah, aku akan ke sana, tapi kontrak seperti apa yang harus aku berikan?""Terserah kamu saja!""Maksudku, produk apa yang dijual dan berapa harganya? Kita bahkan belum bernegosiasi.""Nggak perlu bernegosiasi. Terserah kamu mau menjual produk apa. Kuserahkan semuanya kepadamu!""Selama Grup Transera mem
"Benar!"Shinta buru-buru mengangguk. Di kartu namanya tertulis jabatannya sebagai manajer."Kalau begitu, silakan lewat sini. Pak Lintang sedang menunggumu di atas," kata wanita cantik itu dengan sopan."Pak Lintang menungguku?"Shinta langsung tersanjung. Walaupun Pak Lintang sering dibicarakan akhir-akhir ini, tetapi kemampuannya sangat luar biasa. Tidak mudah bagi para pemimpin kota untuk bertemu dengannya.Wanita cantik itu kembali mengangguk.Detak jantung Shinta bertambah cepat. Dia makin merasa gugup.Mungkinkah ini pengaturan Tobi? Mana mungkin? Jika Tobi begitu hebat, kenapa dia bisa menjadi karyawan penjualan di perusahaan?Jangankan Tobi, bahkan Bu Widia pun tidak bisa memiliki kehebatan seperti ini.Mungkinkah Lintang salah mengenali orang?Ini alasan yang paling mungkin terjadi. Menghadapi ketidakpastian seperti ini, dia hanya bisa mengambil langkah demi langkah.Wanita cantik diam-diam juga merasa penasaran. Mengapa manajer kecil dari Grup Lianto seperti ini bisa membuat
"Apa?"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Shinta dan Leo tampak tercengang.Pak Lintang memang lagi menunggu mereka berdua.Ini benar-benar di luar dugaan mereka. Bagaimana mungkin hal yang begitu hebat itu menimpa diri mereka?Saat melihat ekspresi kaget di wajah mereka berdua, Lintang hanya bisa menahan senyum pahit. Sepertinya Tuan terlalu merendah dan tidak ingin memberi tahu mereka tentang kekuatannya sendiri.Setelah beberapa saat, Shinta baru tersadar dan segera bertanya, "Pak Lintang, saya ingin bertanya, apa Anda kenal Tobi?""Kenal. Dia yang menyuruhku untuk menyambut kalian," jawab Lintang dengan tegas. Lagi pula, Tuan tidak memintanya untuk menyembunyikan masalah itu. Siapa tahu hal ini bisa meninggalkan kesan baik kepada wanita cantik itu dan mungkin saja Tuan akan memujinya nanti.'Lintang mengenalnya!''Apalagi Tobi-lah yang menyuruh Lintang untuk menyambut mereka berdua.'Mereka berdua seakan-akan sulit menerima kenyataan itu. Namun, tak lama kemudian, mereka tersadar ke
Tobi tertegun sejenak. Pria itu diam-diam menggelengkan kepalanya. Apa yang dilakukan Lintang? Mengapa dia menyebutnya Tuan di hadapan Shinta?Tobi tidak suka menghadapi sanjungan dari orang lain. Jadi, dia pun menjawab, "Kamu nggak perlu khawatir tentang masalah itu. Oh ya, jangan beri tahu orang lain mengenai masalah hari ini."Shinta tertegun sejenak, lalu bertanya, "Kalau aku nggak bilang, siapa yang tahu ini semua kontribusimu?""Aku nggak butuh," kata Tobi sambil menggelengkan kepalanya."Oh, baiklah."Usai menutup telepon, Shinta langsung teringat Tobi mengatakan bahwa dialah yang menagih pembayaran sebesar 60 miliar itu.Tobi bahkan tidak mau mengambil kontribusi kontrak 100 miliar seperti ini, jadi mana mungkin pria seperti itu mengambil jasa orang lain.Apalagi, Tobi bisa memerintah Pak Lintang sesuka hatinya. Baginya, menagih utang pasti bukanlah apa-apa. Dia tidak mungkin mengambil jasa orang lain begitu saja.Bisa dikatakan, Tobi-lah yang berhasil menagih tiga pembayaran i
"Tobi, aku tanya sekali lagi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Widia dengan kesal.Tobi tampak tidak berdaya Padahal, pria itu sudah mengatakan yang sebenarnya, tetapi Widia tidak memercayainya. Tobi pun terpaksa berkata, "Dia hanya ingin membalas budi kepadaku."Mendengar kalimat itu, Widia langsung memercayainya. Ternyata, Lintang membalas budi. Widia pun buru-buru bertanya, "Kapan kamu membantunya?""Saat Keluarga Hutama menjadi sasaran, bukankah aku memiliki konflik dengan mereka? Lintang merasa ini sangat berguna baginya, jadi demi berterima kasih kepadaku, dia bersedia memberikan bantuan kepadaku," kata Tobi sembarangan mencari alasan."Jadi, kamu menggunakan kesempatan itu untuk bernegosiasi dengannya?" tanya Widia terdengar agak kesal. Bukankah ini termasuk menyia-nyiakan kesempatan?Belakangan ini, Lintang sering dibicarakan. Apalagi, pria itu sangat misterius. Kebanyakan orang tidak bisa memahaminya dan tidak bisa berteman dengannya.Awalnya, ini termasuk kesempatan emas.
Apa?Tobi?Benarkah dia sudah mendapatkan kontrak besar?Bukankah penagihan 60 miliar sebelumnya itu bukan perbuatannya?Mata semua orang kini dipenuhi keraguan. Mereka tidak terlalu percaya kepada kemampuan Tobi."Kalian nggak perlu ragu. Lagian, aku sendiri yang melakukan ini. Pihak sana juga mengakui Tobi yang melakukan negosiasi dan yang paling penting, kontraknya sangat besar," kata Shinta sambil tersenyum."Se ... seberapa besar?" tanya yang lainnya dengan antusias.Shinta mengulurkan sepuluh jari."Sepuluh miliar?""Bukan, 10 miliar juga nggak cukup. Jangan-jangan 100 miliar?""Tapi mana mungkin!""Apanya yang nggak mungkin? Benar, 100 miliar!"Bahkan, setelah melewati waktu semalam, Shinta masih tampak bersemangat. Entah sudah berapa lama departemen penjualan mereka tidak memperoleh penjualan sebesar itu?Benar-benar 100 miliar!Astaga!Semua orang terlihat senang sekaligus terkejut!Tobi yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berkata, "Bu Shinta, mengapa kam
Shinta melihat ke arah Tobi yang duduk di bagian bawah. Pria itu terlihat tenang, seolah-olah masalah itu tidak ada hubungannya dengannya dan tidak gugup sama sekali.Padahal, pria itu termasuk peserta taruhan kali ini.Itu sebabnya Mia menyuruhnya untuk mengajak Tobi ke sini.Saat itu juga, Mia pun angkat bicara."Bu Widia, Bu Helen, para eksekutif semuanya, maaf, aku rasa ada yang salah dengan data ini."Semua orang tampak kaget. Ekspresi Widia juga berubah, seakan menyadari ada sesuatu yang tidak beres, tetapi dia segera bersikap normal dan berkata dengan tenang, "Apa masalahnya?""Data penjualan kami salah. Ada satu penjualan sebesar 60 miliar nggak dimasukkan tepat waktu," kata Mia seraya menyerahkan sebuah kontrak baru.Hati Shinta tenggelam. Dia teringat dengan ucapan Tobi.Jika mereka terlalu cepat bertindak, lawan mungkin akan mengatur langkah cadangan. Akibat ditekan oleh dirinya, Tobi pun menyuruhnya pergi ke Grup Transera.Shinta menoleh ke arah Tobi lagi. Pria itu masih ta