Jadi, Tania tidak mungkin bisa terlepas dari masalah ini."Baiklah, sekarang tinggal satu pertanyaan terakhir. Pasha, tahukah kamu siapa yang menyuruhmu melakukan hal-hal ini?" tanya Tobi.Pasha mengangguk dan menjawab, "Awalnya aku masih nggak begitu yakin, apalagi wanita itu memakai masker dan kacamata hitam saat bernegosiasi kepadaku. Lantaran dia langsung memberikan setengah dari deposit, aku pun nggak menanyakan identitasnya.""Jadi, kamu sudah memastikannya sekarang?""Ya, aku sudah memastikannya!""Siapa?""Dia!"Pasha langsung menunjuk ke arah Tania sambil berkata, "Meski saat itu aku nggak bisa melihat penampilannya dengan jelas, figur tubuh, suara dan keseluruhan wajahnya telah membuktikan segalanya."Mendengar itu, ekspresi Widia seketika berubah.Apa pun yang terjadi, dia tidak percaya Tania akan menyakitinyaMustahil, tetapi sekarang kenyataan telah terpampang jelas.Tania makin panik dan berkata dengan marah, "Nggak masuk akal. Padahal kamu belum pernah melihat wajah wani
Tobi menggelengkan kepalanya dan menghela napas, "Tania, lihat bagaimana perlakuan Widia kepadamu? Apa kamu pantas mendapatkan kepercayaan Widia dengan melakukan hal itu di belakangnya?"Makin mendengar itu, Tania makin yakin Tobi tidak memiliki bukti.Barusan Tania sempat berpikir, seandainya Tobi memiliki bukti, dia pasti sudah mengeluarkannya dari tadi.Jika Tania mengaku, Tobi bahkan mengatakan akan melepaskan dirinya. Mana mungkin ada orang yang begitu baik hati di dunia ini?Sekarang dia hanya bisa menggunakan perasaan untuk mengelabui sahabatnya. Tania mulai memperlihatkan raut wajah sedih sambil berkata, "Tobi, aku tahu aku sudah melakukan banyak kesalahan sebelumnya dan menyinggung perasaanmu.""Tapi kamu juga nggak boleh menjebakku seperti ini."Meski Tania takut dengan kekuatan Tobi, dia sadar pria itu bukanlah orang yang kejam, apalagi setelah memantaunya selama beberapa saat ini.Ditambah lagi, ada Widia yang melindunginya. Tobi tidak akan berani bertindak kepadanya.Tinda
Tania berkata dengan lantang, "Sampai sekarang, apa kamu masih nggak tahu Tobi itu orang seperti apa? Kalau kamu bersamanya, apa kamu akan memiliki masa depan?""Aku nggak bilang aku harus bersamanya," balas Widia."Tapi kamu sudah mulai menyukainya. Aku nggak mungkin membiarkan sahabat yang paling kusayangi jatuh cinta pada pria udik dan nggak ada masa depan seperti itu sekalipun aku harus melakukan kesalahan besar," seru Tania dengan dingin."Widia, aku tahu mungkin perbuatanku ini nggak benar, tapi asalkan bisa memisahkan kalian, sekalipun aku diberi kesempatan lagi, aku juga akan tetap melakukannya.""Karena dia nggak pantas untukmu!""Kalian sama sekali nggak berasal dari dunia yang sama. Kebersamaan kalian hanya akan menambah penderitaanmu, membuat orang tuamu kecewa dan membuat Keluarga Lianto terpuruk."Makin Tania berbicara, suaranya makin keras dan juga bertambah emosi. Bahkan dia sendiri mulai menganggap dirinya melakukan ini semua demi Widia.Wajah Widia menjadi pucat. Tida
Tobi tampak tak berdaya. Dia bahkan sempat berpikir menangani seorang gadis kecil seperti Tania itu adalah hal yang mudah.Awalnya, memang sangat lancar dan kebenarannya juga ditemukan.Hanya saja, dia tidak menyangka Tania akan berhasil membalikkan situasi.Walaupun hubungannya dengan Widia rusak, tetapi dia masih berhasil lolos dengan mudah.Setelah Tania pergi, tubuh Widia langsung terkulai lemas di sofa. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita itu.Sekarang masalahnya telah diklarifikasi, jadi Tobi pun menyuruh Latif dan yang lainnya pergi. Tobi juga tidak berniat melanjutkan permasalahan Pasha lagi.Setelah Latif keluar, dia mengikuti Tania dari belakang. Sampai wanita itu hendak memanggil taksi, Latif langsung menghentikannya dengan cepat.Melihat Latif mendekat, wajah Tania langsung berubah. Dia bertanya dengan gugup, "Apa, apa yang ingin kamu lakukan?"Latif tampak galak dan mencibir, "Apa yang mau aku lakukan? Tuan berjanji nggak akan menyentuhmu, tapi aku nggak.""Coba saja k
Widia berusaha menyakinkan pria itu."Ya!"Tobi mengangguk."Tobi, kali ini aku salah paham lagi. Kamu pasti merasa aku bodoh karena begitu mudah ditipu, 'kan?" tanya Widia."Nggak, kok!""Tentu saja nggak. Kamu khawatir berlebihan, jadinya kamu bingung. Ditambah lagi, kamu terlalu percaya sama Tania.""Kalau ini masalah orang lain, kamu pasti bisa segera menemukan kelemahannya."Tobi bahkan tidak yakin dengan perkataannya sendiri."Benarkah? Kamu benar-benar nggak merasa aku bodoh?""Terkadang aku sendiri juga merasa sangat bodoh!" kata Widia dengan murung."Nggak, kok. Kamu itu wanita paling pintar di dunia ini. Kalau nggak, bagaimana kamu bisa mengamankan posisi direktur perusahaan milik Keluarga Lianto?" Kata-kata gombal yang diucapkan Tobi itu bahkan membuat dirinya sendiri menggelengkan kepalanya."Mengamankan posisi direktur?""Alangkah baiknya kalau aku benar-benar bisa mengamankannya!"Widia tersenyum pahit dan berkata, "Kalau saja kami nggak bergabung dengan Serikat Dagang La
"Kamu?"Widia menggelengkan kepalanya, "Lupakan saja. Meski perusahaan kami bukan perusahaan ternama, kami tetap membutuhkan ijazah dan pengalaman kerja.""Bukankah sebelumnya kamu menyuruhku bekerja di perusahaan?""Dulu aku ingin kamu bekerja sebagai satpam di perusahaan. Posisi ini nggak memerlukan ijazah, tapi dengan posisi ini, kamu nggak bisa berurusan dengan siapa pun.""..."Tobi tersenyum kecut dan berkata, "Dalam hatimu, apa aku hanya bisa menjadi seorang satpam?""Nggak juga!""Selain itu?""Petugas kebersihan.""Lebih baik jadi satpam saja, deh," kata Tobi tak berdaya. Walaupun dia tidak pernah kuliah, pengalaman hidup yang dia terima tidaklah rendah."Kamu sungguh mau bekerja di perusahaanku?" tanya Widia."Ya!""Menjadi satpam?""Terserah. Kamu atur saja. Lagian, itu nggak penting. Tujuan utamaku adalah membantumu mengatasi kekacauan, bukan, membantumu mengendalikan perusahaan," ucap Tobi acuh tak acuh."Manis sekali mulutmu, tapi sayangnya hanya bualan belaka. Ya sudah,
Melihat Widia menutup telepon, Tobi langsung bertanya, "Sepupu jauh?""Kalau nggak? Cepat atau lambat, kita akan bercerai. Kalau hubungan kita terungkap, itu juga nggak ada baiknya bagi kita," kata Widia."Nggak. Aku nggak keberatan.""Aku keberatan. Ya sudah, sebaiknya kamu pulang dan istirahatlah. Mulai besok, kamu sudah harus bekerja," ujar Widia dengan kesal."Baiklah!"Tobi pun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan pergi. Hanya saja, begitu sampai di depan pintu, dia berpapasan dengan Yesa dan suaminya yang barusan kembali. Mereka pun saling menatap satu sama lain.Setelah tersadar, Yesa langsung membentaknya, "Tobi, pembawa sial, bajingan, apa yang kamu lakukan pada putraku? Beraninya kamu datang ke rumah kami!"Tobi mengangkat bahu tak berdaya. Dia tidak berniat meladeninya, lalu berjalan dari samping dan menyelinap pergi.Tobi merasa dia tidak sanggup berkomunikasi dengan orang seperti ini.Namun, kali ini Yesa tidak membiarkannya pergi begitu saja. Wanita itu berniat untuk
Meskipun Grup Lianto bukan perusahaan besar, grup ini juga termasuk grup teratas dengan aset lebih dari dua triliunan dan terlibat dalam banyak industri.Terutama, industri yang berhubungan dengan real estat, seperti penjualan baja.Sekarang, Widia kembali berada di jalur transformasi. Bagaimanapun, industri real estat sudah ketinggalan zaman dan mulai mengalami kemunduran.Apalagi, kerja samanya dengan Keluarga Sunaldi dalam industri kosmetik saat ini termasuk arahan penting perusahaan dan dipromosikan oleh Widia sendiri.Keesokan paginya, Tobi menepati janjinya dan berangkat ke perusahaan lebih awal. Demi Widia, dia bahkan mengenakan kemeja dan celana yang bagus.Hal ini membuatnya terlihat tampan.Karena dia menelepon terlebih dahulu, Tobi pun sudah tiba di depan kantor direktur penjualan dan mengetuk pintu."Silakan masuk!"Terdengar suara wanita yang merdu dan menawan dari dalam.Saat pintu ruangan itu terdorong, Tobi pun masuk dan mendapati seorang wanita dengan fitur wajah yang