Tobi yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya dan berkata dengan suara datar, "Jangan senang terlalu cepat. Kita masih belum tahu hasilnya.""Apa yang kamu katakan? Apa kamu sedang mengutuk putriku? Dia jelas jauh lebih baik sekarang.""Pak Markus itu dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit. Aku percaya dengan ilmu medisnya. Memangnya kamu tahu ilmu medis?" semprot Mega dengan ketus. Padahal Markus telah membantunya, tetapi pria di sebelah yang tidak mengerti ilmu medis ini malah sembarangan membuat kesimpulan."Dia tahu apaan? Kurasa dia bahkan nggak sertifikat medis. Bocah, apa kamu punya sertifikat medis?" ucap Markus sambil meledeknya."Memang benar aku nggak punya sertifikat medis, tapi bukan berarti perkataanmu benar. Masih ada lima detik," kata Tobi dengan ringan."Omong kosong ...."Markus hendak membalas, tetapi suhu tubuh gadis kecil itu tiba-tiba meningkat tajam, bahkan seluruh anggota tubuhnya mulai kejang-kejang dan mulutnya berbusa.Kondisinya tampak begitu
Apalagi, mereka sendiri telah melihat betapa kritisnya kondisi gadis kecil itu tadi. Dia bahkan bisa mati kapan saja.Kenapa kejang-kejangnya bisa hilang begitu saja?Markus bahkan mencurigai penglihatannya sendiri. Kini, dia mulai percaya Tobi benar-benar punya kemampuan, setidaknya dia ahli dalam pengobatan tradisional.Namun, dia merasa pengobatan tradisional tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Bocah ini berhasil mengatasinya dua kali hanya karena kebetulan saja.Mata perawat lainnya tampak berbinar-binar memandang Tobi. Pria ini tidak hanya tampan, ilmu medisnya juga begitu luar biasa. Beberapa di antara mereka bahkan mulai mengkhayal yang tidak-tidak.Mega tampak kebingungan. Dia tidak menyangka Tobi begitu hebat dan bisa menghentikan gejala putrinya hanya dengan satu tindakan. Dia pun buru-buru bertanya, "Bagaimana kondisi Cecilia sekarang? Apa yang terjadi padanya?""Jangan khawatir. Setelah aku turun tangan, dia akan baik-baik saja.""Dia memang terinfeksi virus langka, bukan flu
Saat Mega hendak mengucapkan terima kasih kepada Tobi, ponselnya tiba-tiba berdering. Setelah selesai menjawab telepon itu, dia pun berkata, "Tuan Tobi, terima kasih banyak atas bantuanmu kali ini. Kebetulan aku hanya bawa uang tunai sebanyak 100 juta. Anggap ini sebagai biaya pengobatan.""Ini kartu namaku. Andai kelak kamu butuh sesuatu, segera hubungi aku. Selama aku mampu, aku akan membantumu."Sembari berbicara, dia pun menyerahkan uang dan kartu nama itu kepada Tobi, "Aku masih punya urusan penting yang harus diselesaikan, jadi aku pamit dulu.""Oke!"Tobi tidak berpura-pura munafik dan langsung menerima uang itu. Lagi pula, wanita ini terlihat sangat kaya. Baginya, seratus juta ini bukanlah apa-apa.Namun, nyawa putrinya adalah harta yang tak ternilai harganya.Mata Markus memerah melihat uang di tangan Tobi. Sayang sekali, dia melewatkan kesempatan itu.Saking irinya, Markus langsung mencari ide dan berkata, "Tobi, ini adalah rumah sakit, jadi biaya pengobatan nggak boleh diber
Ternyata bukan hanya Cecilia sendiri saja, tetapi tiga temannya juga mengalami gejala yang sama. Namun, rumah sakit yang mereka datangi tidak punya cara untuk menyelamatkan mereka.Markus langsung menjawab dengan penuh percaya diri, "Benar! Begitu melihat gejalanya, aku langsung tahu penyebab penyakitnya. Sekarang, dia sudah sembuh, jadi dia pulang untuk memulihkan diri.""Bagus. Bagus sekali." Wajah Pak Samuel tampak senang.Status anak-anak yang bermain dengan putrinya Mega semuanya hebat-hebat. Jika dia bisa mengobati semua anak-anak itu, kariernya pasti berjalan mulus.Terutama cucu Wibowo Cayapatra, Yoshua Cayapatra. Meski Wibowo kini sudah pensiun, dulu dia pernah menjabat sebagai wakil sekretaris daerah dan memegang posisi tinggi.Pak Hadi agak terkejut mendengarnya karena dia belum pernah melihat Markus sehebat ini sebelumnya. Jika benar seperti itu, ditambah dengan dukungan Murfan, dia mungkin telah dipromosikan menjadi direktur.Hanya melihat sekilas saja, dia sudah bisa meng
"Kak Tobi ...."Melihat pemandangan di depannya, Kristin sudah tidak sabar ingin mengatakan kebenarannya.Tobi menggelengkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum, "Jangan buru-buru, tunggu dan lihat saja."Jika tebakannya benar, si bodoh ini pasti akan turun tangan sendiri.Kristin menganggukkan kepalanya.Tiba-tiba muncul beberapa orang dari luar. Perawat yang memimpin di depan tampak menggendong seorang anak laki-laki, di sampingnya ada seorang lelaki tua berwibawa dan seorang wanita paruh baya."Pak Wibowo ...."Pak Samuel dan yang lainnya segera menghampiri lelaki tua tadi."Ya. Di mana Pak Markus? Tolong bantu periksa cucuku," kata Wibowo dengan cemas.Ibu anak itu yang berada di sampingnya juga tampak khawatir."Aku di sini!"Keringat dingin mengucur di dahi Pak Markus. Dia terlihat gugup, tapi sekaligus merasa ini kesempatan besar.Apalagi, saat melihat Pak Samuel dan yang lainnya begitu sopan kepada lelaki tua itu. Andai cucunya sembuh, perlukah dia mengkhawatirkan kesuksesan
Pak Hadi marah besar kepada Markus. Dia pun menoleh dan melihat ke arah Tobi, pria yang ditunjuk oleh Yuyun tadi, lalu buru-buru berkata dengan sopan, "Tuan, saya benar-benar minta maaf. Saya nggak tahu apa yang terjadi antara Anda dan Markus, tapi kalau Anda benar-benar punya cara, tolong bantu kami mengobatinya. Saya akan berterima kasih banyak.""Ya, ya, Tuan, tolong selamatkan putraku. Jangan khawatir, apa pun permintaanmu, aku akan memenuhinya."Wanita itu buru-buru memohon kepada Tobi."Namaku Wibowo Cayapatra dan aku punya banyak koneksi. Tuan, tolong selamatkan cucuku. Kelak, aku pasti akan membalas budi," ucap Wibowo ikut meminta pertolongan.Dia sangat sayang kepada cucu satu-satunya ini. Dulu, dia melewati hari-hari dengan rutinitas pekerjaan. Setelah pensiun, dia menghabiskan hari-hari penuh kegembiraan bersama cucunya.Walaupun mereka menjanjikan begitu banyak hal kepada Tobi, ekspresi pria itu masih terlihat datar. Pria itu hanya berkata dengan nada datar, "Minggir. Biar
Setelah semua orang keluar, Wibowo bertanya dengan heran, "Hendro, kamu kenal dokter ajaib itu?""Kenal. Dialah dokter ajaib yang menyembuhkan Ibu saya. Saat saya dengar kondisi cucu Anda, saya segera meneleponnya. Katanya dia ada di rumah sakit.""Ternyata dokter ajaib inilah yang mau kamu kenalkan kepadaku."Sebenarnya, Wibowo pernah mendengar Hendro bercerita tentang penyakit ibunya, tetapi menurutnya itu terlalu berlebihan, jadi dia sama sekali tidak memercayainya. Tak disangka, di dunia ini sungguh ada yang namanya dokter ajaib.Untung saja, Dokter Tobi ada di sini. Jika tidak, dia tidak berani membayangkan apa yanga akan terjadi pada cucunya.Tiba-tiba, matanya menangkap sosok Pak Markus, yang kini tampak pucat dan terpuruk di sampingnya. Dia langsung memakinya dengan kasar. Bajingan ini hampir membunuh cucunya.Setelah pengobatan selesai, kedua anak itu kini tampak penuh energik. Ditambah lagi, anak-anak ini biasanya aktif, jadi mereka pun mulai bangun dan bermain bersama.Adega
"Kompensasi?""Kamu bisa menebusku, terus apa kamu bisa menebus pasien-pasien malang itu?""Banyak dari mereka yang mengumpulkan uang untuk berobat dengan menjual rumah, tanah, bahkan darahnya! Tapi, lihat apa yang kamu lakukan? Kamu asal-asalan membuat tagihan dan merampas semua kerja keras mereka.""Kamu bahkan lebih menjijikkan dari perampok!"Makin Tobi berbicara, emosinya makin menjadi-jadi, apalagi teringat dengan kejadian yang menimpa Kristin, hatinya merasa sangat tidak nyaman.Mendengar ini, Markus terkulai lemas dan ambruk ke lantai.Karena dia tahu masalah ini tidak bisa disembunyikan lagi. Hidupnya telah berakhir, bahkan dia juga mungkin masuk penjara."Apa yang terjadi?" tanya Pak Hadi dengan heran.Tobi langsung mengeluarkan rincian tagihan, lalu menyerahkannya kepada Pak Hadi, sembari menjelaskan apa yang terjadi.Setelah mendengar ini, beberapa pemimpin itu langsung marah. Mereka tidak menyangka di Kota Tawuna ini masih ada orang yang berhati jahat, serakah dan kejam se
"Apa yang kamu lamunkan?""Ka ... kamu cantik sekali," seru Tobi."Apa-apaan? Ini bukan pertama kalinya kita bertemu. Mulutmu manis sekali. Pintar gombal.""Bagaimana kalau kamu bercermin dulu?" ucap Tobi."Kenapa harus bercermin? Memangnya aku nggak tahu penampilanku sendiri?" Berbicara sampai di sini, Widia tampak ragu-ragu. "Tobi, bisakah kamu membantuku berlatih kultivasi?""Membantumu berlatih kultivasi?"Tobi tertegun sejenak. Apa Widia tahu bahwa fisiknya telah berubah?"Ya, aku nggak ingin melihatmu bertarung sendirian seperti itu lagi. Apa nggak boleh?" Widia agak putus asa. Dia pernah menonton beberapa drama TV sebelumnya. Dikatakan bahwa meridian orang dewasa sudah terbentuk. Sekalipun berkultivasi, juga tidak akan ada hasilnya lagi."Bukan begitu. Kamu bisa berkultivasi. Mungkin kekuatanmu juga akan setara denganku dalam waktu singkat." Tobi tersenyum pahit. Benar saja, membandingkan diri sendiri dengan orang lain hanya akan membuat marah saja.Tobi berusaha keras selama be
"Nggak akan terjadi masalah, 'kan?" tanya Tobi dengan khawatir. Dia tidak peduli dengan kultivasi atau tidak. Yang paling penting, Widia baik-baik saja."Nggak akan."Yaldora ragu-ragu sejenak. Namun, dia tetap mengatakannya. Jika Tobi bertindak sembarangan, maka hanya akan merusak kebangkitan keturunan Foniks dan mencelakai Widia."Kalau begitu, kita tunggu lagi." Tobi mulanya kurang yakin, tetapi pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti perkataan Yaldora. Meski Yaldora itu muridnya biarawati tua, kepribadiannya sangat berbeda dari gurunya.Waktu berlalu begitu saja. Tobi terus menjaga Widia. Bahkan, menggunakan kekuatannya untuk mengisolasi segala yang ada di sini.Agar tidak menarik perhatian banyak orang.Sebenarnya, Yaldora yang berada di samping ingin menanyakan masalah gurunya. Namun, saat melihat Tobi begitu fokus pada Widia sepanjang waktu, bahkan mata pria itu tidak pernah berpaling sedetik pun.Dalam keputusasaan, dia terpaksa harus menahan diri kembali.Tak terasa, waktu te
Apa ini?Ekspresi Tobi berubah drastis karena kekuatan itu sangat menakutkan. Jika terjadi pada dirinya, Tobi masih sanggup menerimanya, tetapi bagaimana wanita biasa seperti Widia bisa menanggungnya?"Apa, apa yang terjadi denganku?" Wajah Widia memerah, tetapi kondisinya tidak terlihat baik. Sebaliknya, rasanya seperti terbakar.Tubuhnya juga terus gemetar hebat, bahkan bibirnya juga ikut bergetar, yang menunjukkan betapa tersiksanya dirinya."Nggak apa-apa. Semuanya akan membaik."Sembari menghibur Widia, Tobi juga segera mengedarkan energi sejatinya ke dalam tubuh Widia dan mulai membantunya melenyapkan kekuatan dalam tubuhnya.Efeknya ada, tetapi tidak terlihat jelas.Yaldora, yang tidak tahu kapan tersadar kembali, mendekati mereka berdua. Melihat pemandangan di depannya, terutama saat memperhatikan tanda samar di dahi Widia, dia pun berkata dengan wajah terkejut, "Apa ini kebangkitan garis keturunan Foniks?"Saat ini, Yaldora bahkan lupa bertanya pada Tobi, apa pria itu yang mem
Tobi mengerutkan keningnya. Dia tidak puas dengan jawaban seperti itu. Dia pun kembali bertanya, "Sejauh yang aku tahu, kamu pasti sangat tertarik dengan liontin giok, 'kan?"Vamil terkejut. Dia mengerti bahwa Tobi mungkin tidak memercayainya, jadi dia mengangguk dan berkata, "Tentu saja. Aku pernah melihat liontin giok itu, tapi setelah mempelajarinya sebentar, aku masih belum menemukan petunjuk apa pun.""Jadi, sekalipun kamu memberikannya padaku sekarang, juga nggak ada gunanya."Berbicara sampai di sini, Vamil melirik Yaldora yang terbaring di tanah. Tampaknya bulu mata gadis itu bergerak. Vamil pun kembali menambahkan. "Aku mengerti. Kamu sepertinya nggak percaya padaku."Tobi tidak membantah. Jika bukan karena masalah Bahtiar, dia mungkin tidak akan meragukannya. Namun, setelah serangkaian masalah ini terjadi, bagaimana dia bisa memercayai Vamil begitu saja?"Sudahlah. Nggak ada salahnya memberitahumu. Ada sebuah tempat warisan di Jatra, yang bisa membantumu memahami hukum langit
Tobi hanya mengujinya, tetapi dia tidak menyangka kalau tebakannya benar.Karena menurut pemahamannya, yang datang pasti salah satu dari empat orang tersebut. Hanya saja, dilihat dari postur dan gerakannya, seharusnya dia juga bukan si Beruang Kutub ataupun pemimpin Takhta Suci Barat.Jadi, yang tersisa hanyalah Tuan Vamil dan Hirawan dari Negara Melandia.Mulanya, Tobi mencurigai lawan adalah Hirawan, tetapi ada berbagai tanda jurus lawan. Apalagi, dia tidak menghentikan Widia dan juga tidak memberikan pukulan keras kepada Yaldora.Lawan juga tidak memiliki niat membunuh yang kuat terhadap dirinya.Jadi, hanya satu kemungkinan yang tersisa, yaitu orang itu adalah Master Vamil.Tobi tidak menjawab, tetapi malah bertanya dengan bingung, "Mengapa?""Sejauh yang aku tahu, saat ayahmu dalam bahaya, dia menerima bantuan dari liontin giok untuk meningkatkan kekuatannya waktu itu. Aku ingin membuatmu terjebak dalam situasi putus asa. Aku ingin tahu apa kamu bisa menggunakan liontin giok yang
Lelaki tua bertopeng itu sepertinya sama sekali tidak peduli dengan kepergian Widia. Dia tidak menghentikannya dan hanya tersenyum sinis. "Bisa memblokir 30 persen energiku hanya dengan satu telapak tangan, kamu hebat juga.""Tapi sebelum memahami hukum langit dan bumi, kamu masih bukan tandinganku."Begitu selesai berbicara, lelaki tua melambaikan tangan kanannya dan menyerang dengan telapak tangan lainnya.Serangan tapak tangan kali ini terlihat sedikit lebih ringan.Namun, Tobi malah merasa ngeri. Bahkan, seolah-olah kematian tengah menghampirinya. Ekspresinya berubah drastis. Dia bersiap untuk menghindar.Namun, dia merasa kakinya terasa kaku dan tidak bisa digerakkan sama sekali, seolah-olah ada kekuatan besar yang menekannya.Sialan! Taktik seperti apa ini!Bisa-bisanya membuatnya kesulitan untuk bergerak.Tobi menggertakkan gigi. Tiba-tiba, sebuah pedang panjang muncul dari udara tipis. Itu adalah Pedang Diraya.Dia mengepalkan tangannya dan mengumpulkan seluruh energi sejatinya
Tobi tersenyum pahit. Dia ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian berkata, "Widia, mungkin mereka bukan orang tuamu."Widia tertegun sejenak. Dia mengira Tobi sedang menghiburnya. Dia pun menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tobi, aku tahu kamu ingin menghiburku. Jangan khawatir, aku baik-baik saja.""Ya, ayo kita pergi."Terakhir, Tobi memutuskan untuk menunggu hasil penyelidikan lebih dulu. Jika tidak, Widia pasti akan merasa lebih sedih karena ditinggalkan oleh ibu kandungnya sendiri.Dalam dua hari berikutnya, Tobi juga menghabiskan waktu dengan menemani Widia berbelanja, berjalan-jalan, dan juga menyantap berbagai makanan lezat. Keduanya tampak menikmati dunia milik berdua.Pada jam sebelas malam, bulan purnama sudah terlihat di langit.Keduanya berdiri di tepi pantai. Rasanya begitu damai.Lantaran ditemani oleh Tobi, suasana hati Widia juga kian membaik. Dia kini telah merasa jauh lebih tenang.Namun, tepat di saat ini, Tobi tertegun. Wajahnya berubah muram. Dia segera berbalik dan
Begitu mendengar perkataan Yesa, Herman hanya tersenyum pahit dan tidak berbicara lagi.Saat Yesa terlibat dalam masalah terakhir kali, Herman mencari bantuan di mana-mana, tetapi tidak ada seorang pun yang berniat membantunya. Hanya Tobi yang bersedia memberikan bantuan.Di saat itu, Herman merasa bahwa yang dilakukan dirinya dan istrinya sudah salah.Oleh karena itu, kata-kata yang Herman ucapkan pada Widia dalam beberapa hari terakhir ini, semuanya berasal dari lubuk hatinya. Lain halnya dengan Yesa, yang berusaha menyenangkan Widia dengan tujuan tertentu.Hanya saja, di hadapan istrinya, dia selalu menuruti perkataannya dan tidak pernah berani membangkang.Selesai berbicara, tatapan tajam tiba-tiba muncul di mata Yesa. Dia pun berkata, "Karena mereka nggak ingin aku hidup dengan baik, aku juga nggak akan biarkan hidup mereka damai. Aku mau lapor polisi. Aku mau pembunuhan yang terjadi barusan dipublikasikan.""Sudah cukup!"Saat ini, akhirnya Herman angkat bicara."Apa ... apa yang
"Widia, kamu sudah salah paham sama ibumu." Herman juga ikut menimpali. Apa yang terjadi dengan Widia? Kenapa gadis ini tiba-tiba menjadi pintar dan tahu segalanya?"Ayah, Ibu, ini terakhir kalinya aku memanggil kalian! Putri kalian nggak bodoh. Bukannya aku nggak memahami semua ini. Hanya saja, aku nggak ingin menerima kenyataan ini dan lebih memilih terjebak dalam angan-anganku sendiri.""Tapi kalian berulang kali menunjukkan segalanya di hadapanku. Kalian membuatku kecewa lagi dan lagi. Sekarang kalian masih ingin membodohiku?"Yesa menitikkan air mata. Wajahnya masih terlihat sedih.Keduanya tertegun sejenak, terutama suara serak Widia, yang mengungkapkan kesedihan yang terpendam selama ini. Membuat keduanya tidak mampu berkata-kata."Maafkan aku. Kelak aku nggak bisa memenuhi kewajibanku sebagai putri kalian lagi." Nada bicara Widia begitu tegas, tapi mengandung rasa sakit yang mendalam."Mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun dengan kalian lagi.""Tobi, ayo kita pergi!"