Rasa penasaran membuat Pangeran Lou terus mencari informasi tentang celah dimensi. Dia berkeliling kota Avari untuk mendapatkan informasi. Sesekali dia mengagumi arsitektor kota yang menyatu dengan alam, sangat indah. Pohon-pohon besar dengan rumah yang menempel di pohon tersebut, juga keindahan rumah pohon yang benar-benar rumah pohon dengan pohon yang masih hidup.“Aku benar-benar iri,” gumam Pangeran Lou melihat semua yang dia lihat di Kota Avari.“Apa yang membuatmu iri, Pangeran?” Seorang wanita dengan gaun sewarna daun mint berada di sebelahnya. Gaun indah dengan butiran kemilau intan membuat gaun itu terlihat mewah, begitu pula sebuah mahkota yang bertengger di atas kepalanya.“Ratu Esmeralda!” seru Pangeran Lou yang kemudian membungkuk memberi salam. “Maafkan atas kelancangan saya,” lanjut Pangeran Lou.“Ada yang ingin Pangeran tanyakan?” tanya Ratu Esmeralda, seakan bisa membaca pikiran sang ratu berjalan dengan anggun dan mempersilakan sang pangeran untuk duduk dalam jamuann
Lou Sherwood mulai membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat sebuah langit-langit kamar yang tinggi. Ornamen serba putih yang terlihat elegant. Lalu hawa dingin yang menyentuh kulitnya terasa begitu nyata.“Aku masih hidup,” gumamnya.Dia menoleh ke samping, pemandangan yang tak kalah elok terlihat jelas. Seorang wanita dengan rambut putih sepih salju mengenakan gaun tebal dengan bulu-bulu binatang di bagian leher. Dia terlihat begitu anggun saat berjalan dengan rambut panjang yang terjalin begitu rapi dan indah. Mata biru sapphire menatap dirinya, kedua pasang mata itu terkunci dalam satu tatapan yang sama.“Kau sudah siuman, syukurlah,” ucap wanita itu mendekati Lou“Apa ini di surga?” tanya Lou yang hanya terpikir satu tempat indah dengan bidadari.“Ini Istana Es, Anda ditemukan terluka dan tabib sudah mengobati luka-luka Anda,” jawab wanita itu dengan suara lembut yang indah. Seakan sebuah lonceng berbunyi, berdentang begitu merdu mengalunkan nada-nada yang disebut cinta. Gelora
Lixue berdiri menghadap danau yang telah beku, jika saja dia tidak hafal tempat itu mungkin saja dirinya akan menginjak lapisan tipis es di permukaan danau dan berakhir tenggelam.“Bagaimana mengeluarkan Eirlys,” gumam Lixue. Dia teringat dengan percakapan yang dilakuannya dengan Yuan semalam.“Apa kau sudah baik-baik saja? Aku ingin bicara.” Lixue menatap Yuan secara langsung setelah mereka semua selesai makan malam. Semua mata memandang mereka.Yuan mengangguk, lalu mereka berdua berjalan menjauh dari yang lain. Rachel memanggil keduanya lalu memberikan sebuah tempat untuk mereka berdua berbicara, kamar yang terlihat seperti ruang kerja. Terdapat satu meja besar dengan tumpukan buku lalu beberapa kursi, rak yang dipenuhi buku-buku tersusun rapi. Beberapa benda-benda yang terlihat kuno tertata rapi di rak lain. Rachel membawakan minuman hangat lalu keluar dan mempersilakan mereka berdua berbincang di ruang itu.“Dia cukup baik,” ucap Lixue mengambil cangkir yang berisi minuman hangat
Yuan memandangi danau bersama dengan Xavier. Mereka berkeliling dan mencari sesuatu yang mungkin memiliki petunjuk. Apapun yang menarik dan terlihat aneh tidak luput dari perhatian mereka.“Bagaimana bisa Lixue tidak tahu caranya,” ucap Xavier sembari melempar kerikil yang dia temukan ke arah danau. Kerikil tersebut tidak tenggelam karena lapisan tipis es di atas permukaan danau.“Esnya tidak tebal, bukankah seharusnya es di danau cukup tepal selama waktu yang begitu lama?” gumam Yuan. dia merasa aneh dengan permukaan es yang tipis di atas danau.Bayangan yang muncul dari balik pohon menyita perhatian Xavier dan juga Yuan, seorang wanita dengan keranjang penuh tanaman tiba-tiba muncul dan bergabung dengan mereka.“Itu karena beberapa waktu lalu musim berganti, kau tahu meskipun selalu tertutup es ada kalanya tempat ini sedikit hangat dan air danau mencair. Kami bahkan pernah menyelam sampai ke dasar danau,” sahut Rachel menyambung pembicaraan mereka.“Tidak ada istana di bawah?” Yuan
Yuan menoleh ke arah Lixue, mereka berdua saling mengangguk tanda mengerti satu sama lain. Lixue berlari kecil ke salah satu pola yang terukir di sekeliling danau dia meletakkan liontinnya di sana. Sebuah tempat yang pas dengan liontinnya. Lixue memutar liontin itu searah jarum jam lalu pendaran cahaya mulai terlihat dari liontin tersebut. Satu per satu lingkaran yang mengelilingi danau menyala. Satu persatu cahaya-cahaya menyilaukan tersebut membentuk aurora indah di langit.“Indahnya!” Yui memuji keindahan langit akibat dari cahaya yang dikeluarkan lingkaran sihir. Dia berfokus pada danau yang kini mulai mencair lapisan esnya. “Aku tidak sabar melihat istana es muncul!” serunya begitu girang.Mereka semua memandang ke arah danau. Sedetik, dua detik kemudian menit demi menit berlalu hingga hampir satu jam lamanya menunggu, tetapi tidak ada tanda-tanda ada istana es yang akan naik ke permukaan.“Ini tidak benar, pasti ada yang salah.” Lixue memeriksa kembali liontin dan memutarnya ke
Langkah kaki pria yang disebut jenderal zombie oleh Leiz terhenti saat beberapa orang tiba-tiba memaksa masuk menemui sang raja. Beberapa penjaga yang melarang mereka masuk seakan tidak dihiraukan, mereka tetap memaksa bahkan mendobrak pintu dari luar.“Wah, ada apa ini para jenderal datang bersama-sama, apa ada laporan genting?”Leiz tersenyum, dia melihat ada Razen di antara para jenderal. Senyuman itu langsung luntur saat dia melihat satu jenderal yang baru saja dia angkat karena berhasil membawakan Yuan ke hadapannya.“Julian, sudah kuberikan jabatan dan sekarang kau berkhianat untuk menentangku,” batin Leiz mengepalkan tangannya dengan mata tajam mengarah pada pria itu.Suasana ruangan menjadi memanas, para jenderal berdiri berjajar dan mulai memberikan argumennya satu per satu menyanggah kedudukan raja dan menginginkan sang raja mundur. Sebelum Razen mulai membuka mulutnya sang raja pun menyela mereka.“Tidak nyaman berbicara seperti ini, bagaimana kalau kita ke ruang pertemuan
Malam di Benua Utara selalu dipenuhi dengan suara-suara yang mencekam. Suara angin yang terus mengamuk terdengar mengetuk-ngetuk jendela dan pintu. Suara binatang malam turut menambah mencekam malam di benua yang serba putih tersebut.“Yuan, bernyanyilah, setidaknya itu bisa menghibur,” bisik Yui yang bergelung di balik selimut, dia menutupi dirinya dengan selimut tebal. Suara di luar sana membuat gadis itu takut.“Baiklah, nyanyian nina bobo sepertinya akan lebih cepat membawamu ke dunia mimpi,” balas Yuan yang duduk di sebelah Yui. Dia mulai bernyanyi, suaranya terdengar sampai ke ruangan lain tempat Lixue duduk bersandar.“Siapa yang bernyanyi?” tanya Lixue yang berada di sebelah ruangan Yui. Lixue duduk di ruang tamu bersama Yoru dan juga Xavier.Xavier yang berada di samping Lixue mendongak teringat dengan suara yang baru saja dia dengar, tak salah lagi jika itu adalah suara dari Yuan. Dia pernah mendengar pangeran itu bernyanyi sebelumnya.“Pangeran Yuan,” jawab Xavier dan Yoru
“Ada apa?” Xavier mendekati Yuan yang berdiri mematung dan menggenggam tangannya. Dia terlihat tidak baik-baik saja. Wajah putihnya terlihat pucat bukan karena dingin.“Tidak bisa, kekuatan pemurnianku hilang,” jawab Yuan menatap xavier dengan mata berkaca-kaca. Dia menbuang muka kemudian mundur beberapa langkah dan duduk bersimpuh di depan para zombie yang sudah berada dalam kurungan.Xavier memeriksa tangan Yuan yang sedari tadi digengganya erat-erat. Tidak ada yang salah dengan tangan itu, tidak ada luka atau hal lain yang terlihat ganjil. “Pangeran yakin?”Yuan mengangguk pelan, dia menatap Xavier sebelum akhirnya berkata, “Aku tidak memiliki kristal. Saat ini aku tidak memiliki satu pun kristal, baik kristal hitam maupun perak.”Yuan berdiri dan berjalan dengan perlahan tanpa arah, pikirannya kacau saat menyadari dirinya saat ini. Bangsa kristal tanpa kristal hanyalah sampah tidak berguna. Dia tidak memiliki apapun saat ini, tidak ada.“Yuan, bagaimana kau mengendalikan para zomb
Aula menjadi hening saat Erina masuk. Kedua ayah dan anak hanya memandang sosok yang baru saja melewati pintu aula.“Berikan undangan itu padaku!”Suara wanita itu terdengar jelas dan penuh penekanan. “Permaisuri Erina, Rains bilang dia setuju dengan perjodohan ini,” ucap Raja Edward saat wanita itu masih berjalan ke arahnya. “Benar, Ibunda, saya tidak menolaknya jadi….” Belum sempat Rainsword menyelesaikan ucapannya, wanita itu menatap tajam ke arahnya sehingga nyalinya menciut. “Berikan undangannya!” Erina mengulurkan tangan meminta undangan yang ada di dalam surat tersebut. “Ibunda?” Rainsword merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi ibunya. Dia tidak terlihat senang. “Rains, apa kau bisa membuat Putri Fiona menjadi permaisuri dan tinggal di Silverstone? Kau lupa dia putri satu-satunya Ratu Esmeralda? Dia calon ratu berikutnya.” Mata biru shapire itu menatap Rainsword begitu dalam. “Bukankah tidak masalah, Ibunda? Fiona bisa menjadi ratu meskipun sudah menikah
Kerajaan Silverstone. “Yang Mulia, ada surat untuk Anda.” Seorang pengawal masuk dan menyerahkan gulungan perkamen dengan segel di atasnya. “Terima kasih.” Raja Edward memperhatikan gulungan tersebut. Segel yang menutup surat tersebut terlihat tidak biasa. “Lambang Kota Avari!” Mata Raja Edward membelalak dan berseru keras hingga pengawal yang baru saja berbalik menoleh kembali. Sementara seorang pengawal lain baru saja datang memberi salam hormat dan melapor, “Lapor Yang Mulia, Pangeran Rainsword telah tiba di istana bersama dengan Penjaga Dunia Bawah Rafael Blackdragon dan Putri Yui.”Raja Edward kembali duduk dengan tenang. Dia berusaha terlihat biasa meskipun tangannya gemetar dengan surat dari Kota Avari. “Biarkan mereka masuk.” “Siap, Yang Mulia!” Pengawal itu memberi hormat dan berbalik kembali untuk menjemput Pangeran Rainsword dan yang lain. Aula kerajaan kembali sepi, Raja Edward membuka surat tersebut secara perlahan. Dia membaca isi surat tersebut dengan hati-hati. S
Ratu Esmeralda menopang dagu dengan satu tangan. Tangannya yang lain membolak-balik berkas yang tertumpuk rapi di depannya. Dia mendongak saat pintu ruang kerjanya diketuk. “Masuk dan tutup kembali pintunya!”Fiona berjalan perlahan setelah menutup pintu. Tamu mereka sudah pergi dua hari yang lalu. Mereka pergi setelah Pangeran Yuan siuman.“Salam, Ibunda Ratu,” ucap Fiona dengan penuh rasa hormat. “Duduklah Fiona,” perintah Ratu Esmeralda. Dia membalik berkas yang ada di depannya ke arah Fiona. “Pilih satu di antara mereka untuk menjadi calon pendampingmu.”Fiona terdiam di kursinya. Dia hanya menatap tumpukan berkas yang sudah terlihat dari sampul atasnya. Berkas biodata para pria bangsawan terbaik di Kota Avari. “Ibunda Ratu, bolehkah saya memilih pendamping sendiri.” Suara Fiona bergetar, dia sudah pernah bersitegang dengan ratu karena tidak mau berpaling dari Rafael.“Lupakan Rafael, aku tidak pernah mempermasalahkan siapa pilihanmu selama dia juga bersedia. Rafael tidak mengi
“Krisan, kumpulkan semua debu peri di sekitar sini!” perintah Yuan. Makhluk kecil dengan sayap berbentuk bulan sabit melayang dan berputar hingga membentuk pusaran angin. Angin yang berputar menghempaskan semua debu peri yang menempel pada dedaunan. Debu peri keemasan melayang-layang dan berkumpul dalam satu titik. Yuan mengambil sebuah kantong kecil dari cincin permata penyimpanan dimensinya. Krisan pun memasukkan debu peri ke dalam kantong tersebut. Yuan menutup kantong dan memasukkan kembali kantong yang berisi debu peri ke dalam cincin permata penyimpanan dimensi. Eirlys yang memperhatikan Yuan menghela napas dan terlihat murung. Dia begitu iri setiap kali melihat penyimpanan dimensi. Kota Naga memiliki semua benda yang dia inginkan, sayangnya dia sendiri tidak memiliki uang untuk membelinya. Status putri hanyalah status. Dia bahkan tidak memiliki benda berharga. Yuan melihat Eirlys yang murung mengambil inisiatif memperlihatkan kegunaan debu per untuk menghiburnya. “Eirlys,
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Yuan akan siuman. Eirlys merasa matanya sudah semakin berat. Dia mengeratkan jubah Lixue dan bersandar pada akar pohon peri yang menyembul ke permukaan tanah. Menarik tubuh Yuan supaya terlindung dari angin malam, setidaknya ceruk di antara akar pohon cukup nyaman untuk bermalam beratapkan bintang. “Selamat malam, Yuan.” Eirlys memejamkan matanya. Dunia peri terasa begitu damai. Semilir angin malam yang dingin pun terasa menentramkan hati. Perlahan-lahan debu peri bertebaran di sekitar mereka seakan memberikan perlindungan. Debu peri masuk ke dalam tubuh Yuan, memberinya energi hingga penuh. Tak hanya Yuan, debu peri juga masuk ke dalam tubuh Eirlys mengisi energinya yang habis. “Eirlys … Eirlys ….”Kedua mata Eirlys seperti diberi perekat, susah sekali terbuka meskipun ingin. “Eirlys bangunlah!” Suara lembut dan juga terasa sentuhan di bahu Eirlys, mengguncangnya perlahan. Eirlys menggunakan tangannya untuk mengusap kedua mata yang sulit
Eirlys dan Lixue sudah berada di sebelah Xavier. Pria jangkung itu menggendong Pangeran Yuan yang belum sadarkan diri. Sementara Ratu Esmeralda membubarkan semua peri yang ada di sana, hanya tersisa Fiona seorang. “Bagaimana kondisi Pangeran?” Sang ratu berjalan dengan anggun dan berhenti tepat di depan Xavier. Dia memeriksa pergelangan tangan Pangeran Yuan. “Yang Mulia, Pangeran hanya kelelahan. Energinya habis sehingga dia pingsan,” jawab Xavier dengan suara lembut penuh hormat. “Ibunda Ratu, bagaimana kalau Pangeran Yuan beristirahat di ranjang es, bukankah dia akan cepat sembuh?” Fiona teringat dengan Rafael saat itu, untuk mempertahankan hidupnya Rafael dibaringkan di ranjang es. Xavier menyela, “Putri Fiona, itu tidak perlu. Pangeran hanya butuh istirahat sejenak untuk memulihkan energinya.” “Kalau begitu biar ku mainkan harpa.” Eirlys mengeluarkan harpanya. Belum sempat tangannya menyentuh senar, tubuhnya limbung. “Eirlys!” Lixue dengan sigap menopang Eirlys yang hamp
Ratu Esmeralda berdiri dengan anggun di bawah pohon peri. Langit terlihat masih biru dengan semburat jingga dari sang surya yang mulai bersembunyi ke peraduan. Angin yang bertiup membawa suara alunan harpa, menyentuh kesadaran hingga menjernihkan pikiran.“Apa yang ingin Pangeran katakan?” Yuan membungkuk memberi hormat sebelum kembali berdiri tegak. Dia menatap awan di langit. “Yang Mulia pasti sudah merasakannya, kekuatan harpa tersebut bukan harpa biasa.”Yuan terdiam, menunggu reaksi dari sang ratu peri.Wanita itu menoleh ke arah Yuan, mengibaskan jubahnya dengan anggun lalu mulai duduk di atas rumput. “Ya, kekuatan harpa ajaib, aku pernah mendengar harpa itu dimainkan oleh seorang elf yang sempat mampir ke istanaku. Kejadian itu sudah sangat lama, tak kusangka kudengar kembali dentingan senar dari harpa itu. Sayangnya, ilusi yang dia berikan terlalu kuat.”“Namanya Roya Ashlyn, dia bukan manusia juga bukan bangsa kristal. Saya belum tahu pasti makhluk seperti apa wanita ini seb
Eirlys menatap Xavier juga kakaknya yang terlihat canggung dengan aksesoris barunya. Kedua telinga yang berhias dandelion terlihat begitu manis, tidak cocok dengan tampang keduanya. Gadis itu berusaha tidak melihat dan menahan tawa, akan sangat memalukan bagi mereka jika sampai ditertawakan. Sementara Fiona telah sampai di depan celah dimensi bersama Eirlys. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan rambut kemerahan panjang hingga menyentuh tanah. Gaun dan jubahnya berwarna hijau dengan bordir dan salur warna merah muda. Sebuah mahkota besar menghiasi puncak kepalanya. “Fiona, siapa dia?” Suaranya terdengar mendominasi ada tekanan kuat dan menuntut jawaban saat itu juga. Tatapan wanita itu tajam, menatap dengan memicingkan mata. Tongkat di tangannya masih tegak berdiri dengan tekanan kekuatan yang tak biasa. Dia mengendalikan tanaman dan mengurung beberapa orang di depan celah dimensi. Wanita ini sedang mengendalikan orang-orang yang berusaha mendekati celah dimensi. “
Pohon besar itu seakan memicingkan matanya, menatap Yuan lekat-lekat. “Kau mirip dengan seseorang,” ucap peri pohon perlahan.“Kurasa yang kau temui itu Yui, saudara kembarku. Aroma kami sama,” jawab Yuan. Yuan menebak jika peri pohon lebih mengandalkan indra penciuman daripada penglihatannya.“Yui? Ya, aku ingat nama itu. Dia gadis kecil dengan aroma khas, seperti dirimu.” balas peri pohon dengan seutas senyum yang terlihat aneh di wajah pohonnya. Dia kemudian mengangkat Yuan ke atas pohon. “Berpeganglah erat, akan kuantar ke Avari.” “Tunggu!” seru Yuan dengan suara lantang. “Aku tidak sendiri, bisakah Anda juga mengantar teman-temanku?” Yuan menunjuk Eirlys dan yang lain. Peri pohon terdiam, tampak berpikir keras. “Aku akan bernyanyi untukmu jika Anda bersedia membawa mereka bersamaku,” tawar Yuan. Peri dikenal menyukai nyanyian.“Baiklah, bernyanyilah sampai batas terluar desa, kalau suaramu bagus baru akan kupertimbangankan membawa kalian ke Avari,” balas peri pohon tersebut.