Yuan menoleh ke arah Lixue, mereka berdua saling mengangguk tanda mengerti satu sama lain. Lixue berlari kecil ke salah satu pola yang terukir di sekeliling danau dia meletakkan liontinnya di sana. Sebuah tempat yang pas dengan liontinnya. Lixue memutar liontin itu searah jarum jam lalu pendaran cahaya mulai terlihat dari liontin tersebut. Satu per satu lingkaran yang mengelilingi danau menyala. Satu persatu cahaya-cahaya menyilaukan tersebut membentuk aurora indah di langit.“Indahnya!” Yui memuji keindahan langit akibat dari cahaya yang dikeluarkan lingkaran sihir. Dia berfokus pada danau yang kini mulai mencair lapisan esnya. “Aku tidak sabar melihat istana es muncul!” serunya begitu girang.Mereka semua memandang ke arah danau. Sedetik, dua detik kemudian menit demi menit berlalu hingga hampir satu jam lamanya menunggu, tetapi tidak ada tanda-tanda ada istana es yang akan naik ke permukaan.“Ini tidak benar, pasti ada yang salah.” Lixue memeriksa kembali liontin dan memutarnya ke
Langkah kaki pria yang disebut jenderal zombie oleh Leiz terhenti saat beberapa orang tiba-tiba memaksa masuk menemui sang raja. Beberapa penjaga yang melarang mereka masuk seakan tidak dihiraukan, mereka tetap memaksa bahkan mendobrak pintu dari luar.“Wah, ada apa ini para jenderal datang bersama-sama, apa ada laporan genting?”Leiz tersenyum, dia melihat ada Razen di antara para jenderal. Senyuman itu langsung luntur saat dia melihat satu jenderal yang baru saja dia angkat karena berhasil membawakan Yuan ke hadapannya.“Julian, sudah kuberikan jabatan dan sekarang kau berkhianat untuk menentangku,” batin Leiz mengepalkan tangannya dengan mata tajam mengarah pada pria itu.Suasana ruangan menjadi memanas, para jenderal berdiri berjajar dan mulai memberikan argumennya satu per satu menyanggah kedudukan raja dan menginginkan sang raja mundur. Sebelum Razen mulai membuka mulutnya sang raja pun menyela mereka.“Tidak nyaman berbicara seperti ini, bagaimana kalau kita ke ruang pertemuan
Malam di Benua Utara selalu dipenuhi dengan suara-suara yang mencekam. Suara angin yang terus mengamuk terdengar mengetuk-ngetuk jendela dan pintu. Suara binatang malam turut menambah mencekam malam di benua yang serba putih tersebut.“Yuan, bernyanyilah, setidaknya itu bisa menghibur,” bisik Yui yang bergelung di balik selimut, dia menutupi dirinya dengan selimut tebal. Suara di luar sana membuat gadis itu takut.“Baiklah, nyanyian nina bobo sepertinya akan lebih cepat membawamu ke dunia mimpi,” balas Yuan yang duduk di sebelah Yui. Dia mulai bernyanyi, suaranya terdengar sampai ke ruangan lain tempat Lixue duduk bersandar.“Siapa yang bernyanyi?” tanya Lixue yang berada di sebelah ruangan Yui. Lixue duduk di ruang tamu bersama Yoru dan juga Xavier.Xavier yang berada di samping Lixue mendongak teringat dengan suara yang baru saja dia dengar, tak salah lagi jika itu adalah suara dari Yuan. Dia pernah mendengar pangeran itu bernyanyi sebelumnya.“Pangeran Yuan,” jawab Xavier dan Yoru
“Ada apa?” Xavier mendekati Yuan yang berdiri mematung dan menggenggam tangannya. Dia terlihat tidak baik-baik saja. Wajah putihnya terlihat pucat bukan karena dingin.“Tidak bisa, kekuatan pemurnianku hilang,” jawab Yuan menatap xavier dengan mata berkaca-kaca. Dia menbuang muka kemudian mundur beberapa langkah dan duduk bersimpuh di depan para zombie yang sudah berada dalam kurungan.Xavier memeriksa tangan Yuan yang sedari tadi digengganya erat-erat. Tidak ada yang salah dengan tangan itu, tidak ada luka atau hal lain yang terlihat ganjil. “Pangeran yakin?”Yuan mengangguk pelan, dia menatap Xavier sebelum akhirnya berkata, “Aku tidak memiliki kristal. Saat ini aku tidak memiliki satu pun kristal, baik kristal hitam maupun perak.”Yuan berdiri dan berjalan dengan perlahan tanpa arah, pikirannya kacau saat menyadari dirinya saat ini. Bangsa kristal tanpa kristal hanyalah sampah tidak berguna. Dia tidak memiliki apapun saat ini, tidak ada.“Yuan, bagaimana kau mengendalikan para zomb
Yuan membeku saat sepasang mata biru yang dia lihat dalam mimpi kini ada di hadapannya. Wajah cantik yang selalu menghantui hari-harinya berdiri nyata di depannya. Rambut seputih salju yang terlihat lebih indah dibandingkan gambaran mimpi yang memenuhi benaknya.“Yuan, Ryuichi Yuan,” ucap Yuan mengulurkan tangan ke arah gadis di depannya.Bibir gadis itu ditarik dan membentuk lengkungan indah bersamaan dengan tangan dinginnya yang membalas tangan Yuan, “Eirlys, Eirlys Varsha,” balas gadis tersebut.“Rambutmu?”Yuan menarik tangannya dan mundur beberapa langkah. Dia merapikan rambutnya yang sudah rapi. Dia terlihat salah tingkah di depan gadis cantik bermata biru tersebut.“Ini ... ceritanya panjang,” balas Yuan memegang rambut peraknya. Ada rasa bergemuruh dalam dada setiap melihat gadis cantik yang saat ini berdiri di depannya.Eirlys mengangguk pelan, dia tidak ingin bertanya lebih jauh lagi saat melihat Yuan menghindar. Senyuman kembali menghias wajah sang putri es dia mendekat ke
“Yuan,” ucap lirih Eirlys menyentuh lembut pergelangan tangan Yuan yang tidak bertenaga. Dia terisak saat menyadari keadaan Yuan.“Eirlys, bantu aku memindahkan Yuan.” Yui mengalungkan lengan Yuan ke lehernya dan Eirlys melakukan hal yang sama. Kedua gadis itu memindahkan Yuan menjauh dari pertempuran. Yuan disandarkan pada sebuah pohon besar dengan daun rindang. Suara harpa telah mengubah Benua Utara menjadi benua yang penuh dengan tanaman hijau, tidak terlihat tumpukan salju saat ini.“Apa dia baik-baik saja?” Eirlys berharap gadis yang memiliki wajah yang sama dengan Yuan mengatakan hal baik saat ini.“Kau sudah tahu, dia sekarat,” balas Yui. Gadis itu berdiri dan melangkah, baru saja dua langkah dia menoleh ke arah Eirlys. “Jaga dia, Eirlys, aku akan bertarung dengan pria itu.”Yui tanpa menunggu jawaban dari Eirlys, berlari dengan kencang, kakinya melayang beberapa senti dari permukaan tanah dan terbang dengan sepasang sayap yang muncul di punggungnya. Rambut hitam panjang Yui ki
Darren berlari sekuat tenaga, rasa nyeri di bahunya semakin menjadi di setiap kali dia melangkah. Darah terus mengalir menandai setiap langkahnya. Dalam suasana gelap pergantian malam menuju pagi hari, dia berlari menuju ke dermaga, berharap ada kapal melintas untuk membawanya pergi dari benua ini.Sebuah kapal nelayan melintas, kerlip lampu kapal menuntun Darren segera bertindak. Dia melambaikan tangan dan berteriak dengan sisa tenaga yang ada kepada nelayan tua yang berdiri di atas kapal. Suaranya timbul tenggelam dengan deru ombak yang memecah bibir pantai. Nelayan tua samar-samar mendengar suara dan melihat Darren yang melambaikan tangan segera menepikan kapalnya.“Butuh tumpangan?” Suara parau dan kasar terdengar dari pria tua itu. Namun, nada kepedulian juga tersirat dalam wajah yang memandang Darren dengan iba. Dia memperhatikan luka di bahu Darren dan tanpa ragu segera membantu pria itu naik ke atas kapalnya.Di atas kapal, Darren merasakan dunianya berputar. Luka akibat anak
“Kau melakukan tugas dengan baik, Darren.” Suara seorang pria yang terdengar begitu berwibawa mengagetkan Darren. Jenderal zombie itu langsung berdiri, kemudian membungkuk memberi salam kepada pria tersebut. Jubah megah menjuntai hingga ke lantai, sebuah mahkota bertakhta di kepalanya.“Salam Yang Mulia, maafkan saya tidak mengetahui kedatangan Anda.” Darren masih menatap kakinya tidak berani mengangkat kepala.“Lukamu tampak parah, Darren, apa tabib sudah melihatnya?” Leiz duduk di kursi yang ada, dia masih memperhatikan Darren dari ujung kepala hingga ujung kaki. Luka di bahunya telah diperban dengan baik, tidak ada darah yang menembus perban putih. “Sepertinya lukamu sudah lebih baik. Aku masih banyak urusan jadi apa kau mendapatkannya?”Darren mendongak, ucapan Leiz yang terlihat sepele merupakan suatu bentuk perhatian yang berharga bagi Darren. Darren mengangguk lalu mengambil harpa yang dia dapatkan dengan susah payah. Harpa dengan warna keemasan dan ukiran khas kerajinan para e
Aula menjadi hening saat Erina masuk. Kedua ayah dan anak hanya memandang sosok yang baru saja melewati pintu aula.“Berikan undangan itu padaku!”Suara wanita itu terdengar jelas dan penuh penekanan. “Permaisuri Erina, Rains bilang dia setuju dengan perjodohan ini,” ucap Raja Edward saat wanita itu masih berjalan ke arahnya. “Benar, Ibunda, saya tidak menolaknya jadi….” Belum sempat Rainsword menyelesaikan ucapannya, wanita itu menatap tajam ke arahnya sehingga nyalinya menciut. “Berikan undangannya!” Erina mengulurkan tangan meminta undangan yang ada di dalam surat tersebut. “Ibunda?” Rainsword merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi ibunya. Dia tidak terlihat senang. “Rains, apa kau bisa membuat Putri Fiona menjadi permaisuri dan tinggal di Silverstone? Kau lupa dia putri satu-satunya Ratu Esmeralda? Dia calon ratu berikutnya.” Mata biru shapire itu menatap Rainsword begitu dalam. “Bukankah tidak masalah, Ibunda? Fiona bisa menjadi ratu meskipun sudah menikah
Kerajaan Silverstone. “Yang Mulia, ada surat untuk Anda.” Seorang pengawal masuk dan menyerahkan gulungan perkamen dengan segel di atasnya. “Terima kasih.” Raja Edward memperhatikan gulungan tersebut. Segel yang menutup surat tersebut terlihat tidak biasa. “Lambang Kota Avari!” Mata Raja Edward membelalak dan berseru keras hingga pengawal yang baru saja berbalik menoleh kembali. Sementara seorang pengawal lain baru saja datang memberi salam hormat dan melapor, “Lapor Yang Mulia, Pangeran Rainsword telah tiba di istana bersama dengan Penjaga Dunia Bawah Rafael Blackdragon dan Putri Yui.”Raja Edward kembali duduk dengan tenang. Dia berusaha terlihat biasa meskipun tangannya gemetar dengan surat dari Kota Avari. “Biarkan mereka masuk.” “Siap, Yang Mulia!” Pengawal itu memberi hormat dan berbalik kembali untuk menjemput Pangeran Rainsword dan yang lain. Aula kerajaan kembali sepi, Raja Edward membuka surat tersebut secara perlahan. Dia membaca isi surat tersebut dengan hati-hati. S
Ratu Esmeralda menopang dagu dengan satu tangan. Tangannya yang lain membolak-balik berkas yang tertumpuk rapi di depannya. Dia mendongak saat pintu ruang kerjanya diketuk. “Masuk dan tutup kembali pintunya!”Fiona berjalan perlahan setelah menutup pintu. Tamu mereka sudah pergi dua hari yang lalu. Mereka pergi setelah Pangeran Yuan siuman.“Salam, Ibunda Ratu,” ucap Fiona dengan penuh rasa hormat. “Duduklah Fiona,” perintah Ratu Esmeralda. Dia membalik berkas yang ada di depannya ke arah Fiona. “Pilih satu di antara mereka untuk menjadi calon pendampingmu.”Fiona terdiam di kursinya. Dia hanya menatap tumpukan berkas yang sudah terlihat dari sampul atasnya. Berkas biodata para pria bangsawan terbaik di Kota Avari. “Ibunda Ratu, bolehkah saya memilih pendamping sendiri.” Suara Fiona bergetar, dia sudah pernah bersitegang dengan ratu karena tidak mau berpaling dari Rafael.“Lupakan Rafael, aku tidak pernah mempermasalahkan siapa pilihanmu selama dia juga bersedia. Rafael tidak mengi
“Krisan, kumpulkan semua debu peri di sekitar sini!” perintah Yuan. Makhluk kecil dengan sayap berbentuk bulan sabit melayang dan berputar hingga membentuk pusaran angin. Angin yang berputar menghempaskan semua debu peri yang menempel pada dedaunan. Debu peri keemasan melayang-layang dan berkumpul dalam satu titik. Yuan mengambil sebuah kantong kecil dari cincin permata penyimpanan dimensinya. Krisan pun memasukkan debu peri ke dalam kantong tersebut. Yuan menutup kantong dan memasukkan kembali kantong yang berisi debu peri ke dalam cincin permata penyimpanan dimensi. Eirlys yang memperhatikan Yuan menghela napas dan terlihat murung. Dia begitu iri setiap kali melihat penyimpanan dimensi. Kota Naga memiliki semua benda yang dia inginkan, sayangnya dia sendiri tidak memiliki uang untuk membelinya. Status putri hanyalah status. Dia bahkan tidak memiliki benda berharga. Yuan melihat Eirlys yang murung mengambil inisiatif memperlihatkan kegunaan debu per untuk menghiburnya. “Eirlys,
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Yuan akan siuman. Eirlys merasa matanya sudah semakin berat. Dia mengeratkan jubah Lixue dan bersandar pada akar pohon peri yang menyembul ke permukaan tanah. Menarik tubuh Yuan supaya terlindung dari angin malam, setidaknya ceruk di antara akar pohon cukup nyaman untuk bermalam beratapkan bintang. “Selamat malam, Yuan.” Eirlys memejamkan matanya. Dunia peri terasa begitu damai. Semilir angin malam yang dingin pun terasa menentramkan hati. Perlahan-lahan debu peri bertebaran di sekitar mereka seakan memberikan perlindungan. Debu peri masuk ke dalam tubuh Yuan, memberinya energi hingga penuh. Tak hanya Yuan, debu peri juga masuk ke dalam tubuh Eirlys mengisi energinya yang habis. “Eirlys … Eirlys ….”Kedua mata Eirlys seperti diberi perekat, susah sekali terbuka meskipun ingin. “Eirlys bangunlah!” Suara lembut dan juga terasa sentuhan di bahu Eirlys, mengguncangnya perlahan. Eirlys menggunakan tangannya untuk mengusap kedua mata yang sulit
Eirlys dan Lixue sudah berada di sebelah Xavier. Pria jangkung itu menggendong Pangeran Yuan yang belum sadarkan diri. Sementara Ratu Esmeralda membubarkan semua peri yang ada di sana, hanya tersisa Fiona seorang. “Bagaimana kondisi Pangeran?” Sang ratu berjalan dengan anggun dan berhenti tepat di depan Xavier. Dia memeriksa pergelangan tangan Pangeran Yuan. “Yang Mulia, Pangeran hanya kelelahan. Energinya habis sehingga dia pingsan,” jawab Xavier dengan suara lembut penuh hormat. “Ibunda Ratu, bagaimana kalau Pangeran Yuan beristirahat di ranjang es, bukankah dia akan cepat sembuh?” Fiona teringat dengan Rafael saat itu, untuk mempertahankan hidupnya Rafael dibaringkan di ranjang es. Xavier menyela, “Putri Fiona, itu tidak perlu. Pangeran hanya butuh istirahat sejenak untuk memulihkan energinya.” “Kalau begitu biar ku mainkan harpa.” Eirlys mengeluarkan harpanya. Belum sempat tangannya menyentuh senar, tubuhnya limbung. “Eirlys!” Lixue dengan sigap menopang Eirlys yang hamp
Ratu Esmeralda berdiri dengan anggun di bawah pohon peri. Langit terlihat masih biru dengan semburat jingga dari sang surya yang mulai bersembunyi ke peraduan. Angin yang bertiup membawa suara alunan harpa, menyentuh kesadaran hingga menjernihkan pikiran.“Apa yang ingin Pangeran katakan?” Yuan membungkuk memberi hormat sebelum kembali berdiri tegak. Dia menatap awan di langit. “Yang Mulia pasti sudah merasakannya, kekuatan harpa tersebut bukan harpa biasa.”Yuan terdiam, menunggu reaksi dari sang ratu peri.Wanita itu menoleh ke arah Yuan, mengibaskan jubahnya dengan anggun lalu mulai duduk di atas rumput. “Ya, kekuatan harpa ajaib, aku pernah mendengar harpa itu dimainkan oleh seorang elf yang sempat mampir ke istanaku. Kejadian itu sudah sangat lama, tak kusangka kudengar kembali dentingan senar dari harpa itu. Sayangnya, ilusi yang dia berikan terlalu kuat.”“Namanya Roya Ashlyn, dia bukan manusia juga bukan bangsa kristal. Saya belum tahu pasti makhluk seperti apa wanita ini seb
Eirlys menatap Xavier juga kakaknya yang terlihat canggung dengan aksesoris barunya. Kedua telinga yang berhias dandelion terlihat begitu manis, tidak cocok dengan tampang keduanya. Gadis itu berusaha tidak melihat dan menahan tawa, akan sangat memalukan bagi mereka jika sampai ditertawakan. Sementara Fiona telah sampai di depan celah dimensi bersama Eirlys. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan rambut kemerahan panjang hingga menyentuh tanah. Gaun dan jubahnya berwarna hijau dengan bordir dan salur warna merah muda. Sebuah mahkota besar menghiasi puncak kepalanya. “Fiona, siapa dia?” Suaranya terdengar mendominasi ada tekanan kuat dan menuntut jawaban saat itu juga. Tatapan wanita itu tajam, menatap dengan memicingkan mata. Tongkat di tangannya masih tegak berdiri dengan tekanan kekuatan yang tak biasa. Dia mengendalikan tanaman dan mengurung beberapa orang di depan celah dimensi. Wanita ini sedang mengendalikan orang-orang yang berusaha mendekati celah dimensi. “
Pohon besar itu seakan memicingkan matanya, menatap Yuan lekat-lekat. “Kau mirip dengan seseorang,” ucap peri pohon perlahan.“Kurasa yang kau temui itu Yui, saudara kembarku. Aroma kami sama,” jawab Yuan. Yuan menebak jika peri pohon lebih mengandalkan indra penciuman daripada penglihatannya.“Yui? Ya, aku ingat nama itu. Dia gadis kecil dengan aroma khas, seperti dirimu.” balas peri pohon dengan seutas senyum yang terlihat aneh di wajah pohonnya. Dia kemudian mengangkat Yuan ke atas pohon. “Berpeganglah erat, akan kuantar ke Avari.” “Tunggu!” seru Yuan dengan suara lantang. “Aku tidak sendiri, bisakah Anda juga mengantar teman-temanku?” Yuan menunjuk Eirlys dan yang lain. Peri pohon terdiam, tampak berpikir keras. “Aku akan bernyanyi untukmu jika Anda bersedia membawa mereka bersamaku,” tawar Yuan. Peri dikenal menyukai nyanyian.“Baiklah, bernyanyilah sampai batas terluar desa, kalau suaramu bagus baru akan kupertimbangankan membawa kalian ke Avari,” balas peri pohon tersebut.