Prang!Sebuah gelas jatuh dari tangan, menyebabkan pecahan tak beraturan di bawahnya. Sawatari, wanita yang sudah meletakkan gelar permaisuri saat Pangeran Yuasa dinobatkan menjadi raja menjatuhkan gelas yang baru akan dia isi dengan air. Suaranya terdengar hingga pria yang dulu dipanggil raja muncul dengan wajah cemas. Dia dan Yuichi kini hidup bersama di Kota Naga, di puncak Pegunungan Jade.“Ada apa!?” Yuichi dengan cepat menghampiri istrinya dan melihat pecahan gelas yang ada di lantai. Dia meraih tangan lembut Sawatari dan memeriksanya dengan seksama. “Apa kau terluka?” Wajah cemas terlihat jelas, sepasang mata jamrud yang menatap wanita itu lekat-lekat.“Yuan, aku ...” Sawatari kebingungan menjelaskan, dalam hatinya dia merasakan sebuah firasat, firasat dari seorang ibu jarang meleset.“Tenanglah dulu,” ucap lembut Yuichi, memapah istri tercintanya menjauh dari pecahan kaca, mereka duduk di kursi panjang ruang tamu. Tempat itu rapi, indah dipenuhi barang-barang antik yang bercah
Yui memeluk erat Yuan, tubuhnya semakin lemah. Dia tidak berhasil mengejar Darren, dia juga tidak tahu bagaimana menyelamatkan Yuan saat ini. Satu hal yang pasti, nyawa kembarannya terancam saat ini.“Putri, bagaimana kalau pangeran beristirahat di dalam,” usul Ratu Fey Varsha dengan lembut, dia duduk di sebelah Yui dan memeriksa pergelangan tangan Yuan.Yui mengangkat wajahnya, melihat wajah cantik sang ratu es yang mirip dengan Eirlys. Dia menatap sepasang mata biru di hadapannya lalu bertanya dengan lembut, “Apa Anda memiliki ranjang es atau semacamnya?”Sebuah anggukan lembut membuat senyum tipis Yui terlihat. Melihat sang putri sedang berusaha memindahkan kembarannya, Yoru dengan sigap menggantikannya. Dia mengangkat tubuh sang pangeran dengan mudah.“Biar saya, saja,” ucap lembut Yoru saat sepasang mata hitam itu menatapnya. Senyuman kecil terlihat di wajah sang putri.“Terima kasihm Yoru,” ucap Yui. Suaranya lembut terdengar dan terngiang di kepala Yoru. Senyuman tipis terlihat
“Apa yang kau lakukan Sawatari?” Yuichi melihat istrinya mengepak barang-barangnya menjadi satu.“Tidak banyak yang kubawa, hanya seperlunya untuk perjalanan. Bukankah kita harus ke Ergions sekarang?” balas Sawatari. Dia menatap mata Yuichi yang memandangnya dengan tatapan aneh.“Ke Ergions?” ulang Yuichi. Dia pun memeluk erat istri tercintanya. “Kau begitu panik hingga lupa siapa suamimu. Ergions dekat dengan Woodclift, kita bisa ke sana melalui gerbang dimensi, tak perlu membawa semua ini,” lanjut Yuichi menghentikan Sawatari mengepak barang-barangnya.“Cepatlah, setiap detik sangat berharga untuk Yuan,” Suara Sawatari bergetar, dia sangat khawatir dengan kondisi Yuan saat ini.Yuichi mengangguk, “Kita temui Raja Yuasa, bagaimanapun perlu izinnya untuk membuka gerbang.”Yuichi berjalan cepat menemui tiga orang pemilik naga dan meminta mereka mengantarkannya ke istana. menaiki naga jauh lebih efisien dibandingkan berkuda. Setelah mendengar permasalahannya, mereka bergegas dan mengant
Ergions, negeri para elf. Sebuah tempat terindah di bawah naungan pohon besar yang begitu rindang. Moura menghela napasnya berat seakan beban dunia ada di pundaknya. Semilir angin menerbangkan rambut panjang yang sewarna dengan madu, lembut dan indah.“Apa yang harus kulakukan,” gumamnya seorang diri. Ingatannya kembali pada beberapa menit yang lalu saat dua orang dari dunia kristal datang menemuinya.Seorang pria dengan wajah yang tampan namun cantik dengan mata sewarna jamrud berkilau bersama dengan istrinya yang tak kalah memikat, wanita cantik dengan rambut hitam sekelam malam, mata yang indah dengan bulu mata lentik. Mereka berdua menceritakan tentang putranya, Pangeran Yuan yang saat ini sedang terancam nyawanya. Permintaan lembut tersirat dalam kisah pilu yang mereka ceritakan.Moura bimbang, meskipun tidak secara langsung keduanya meminta dengan terang-terangan, dia merasakan perih dalam dada saat mendengar Pangeran Yuan terbaring menunggu akhir hidupnya. Hati dan pikirannya t
Celah dimensi, sebuah ruang yang tidak memiliki kepastian, di mana atas dan bawah menjadi tidak jelas saat tubuh memasukinya. Kaki dapat menapak, namun bukan pada tanah, dan rasa perih seperti ditusuk terasa setiap kali kaki melangkah. Memasuki ruang yang tidak memiliki kepastian ini, Lou Sherwood berpacu dengan waktu. Celah dimensi ini bagaikan pedang bermata dua, dapat mengantarkan ke mana pun yang diinginkan, tetapi tubuh bisa terkoyak dan belum tentu selamat hingga akhir.“Moura, bagaimana keadaannya?” gumam Lou. Sebuah guncangan terjadi karena pikiran Lou teralihkan. Jalan di depannya berubah arah dan dia merasa bingung sejenak. Secepat kilat, dia kembali memikirkan Fay Varsha, kekasih hatinya, ibu dari anak-anaknya. Guncangan kembali terjadi dan jalan di depannya berubah arah. Jalan menuju ke dunia bawah, Benua Utara.“Fokus, harus fokus atau aku akan terjebak di sini selamanya,” batin Lou. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari bahwa sedikit saja dia teralih, jalan di depan
Suara rintihan menahan sakit terdengar jelas. Beberapa kali Yuan mengeluh dan mengerang kesakitan. Tubuhnya mulai dingin, wajahnya memucat dengan cepat.“Yuan!” Yui berteriak dengan keras. Berharap suaranya mendapatkan mampu mencapai telinga mereka yang ada dan datang membantu. Dia menggerakkan tubuh Yuan, mengguncangnya.“Yuan, bangun! Buka matamu.” Yui sudah mulai panik, dia menyentuh pergelangan tangan Yuan dan merasakan nadi kembarannya mulai melemah.“Tidak, Yuan, kamu harus bertahan.” Tangis pecah seketika. Saat itulah ratu pemilik istana masu ke dalam kamar.Gaun biru menjuntai hingga ke lantai sedikit diangkat saat dia berlari kerena teriakan Yui. Di belakangnya kedua putri dan pangeran juga menghampiri. Sang ratu memeriksa Yuan dengan seksama lalu menggelengkan kepalanya.“Dia tidak memiliki kristal, sepertinya Pangeran Yuan tidak akan bisa bertahan. Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia bertahan dengan sesuatu seperti kenangan yang sekarang sudah pudar dan menghilang,
“Yuan!”Sayup-sayup suara Yui terdengar di telinga Yuan. Perlahan mata keperakan itu terbuka. Kesadarannya belum seratus persen berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Namun, pandangannya masih kabur. Yuan merasakan sesuatu yang berat di kedua kaki dan tangannya seperti terikat dengan sesuatu.“Di mana ini? Ini bukan Benua Utara,” gumam Yuan.Dia masih berusaha membuka matanya, rasanya begitu berat hanya untuk membuka mata saja. Yuan kembali memejamkan matanya. Ingatan beberapa hari yang lalu masih segar dalam kepalanya.Darren membuka kotak hitam kecil lalu sesuatu keluar seperti kabut asap hitam yang langsung menyerang. Yuan merasakan tekanan yang sangat besar, dia yang tidak memiliki kristal tak sanggup menghalau kabut hitam tersebut.“Harusnya bisa kumurnikan, harusnya ....” Yuan bergumam tidak jelas, kepalanya terasa sakit. Bagaikan tersihir, Yuan kembali tertidur. Dunia itu begitu tenang, tidur terasa begitu nyaman.Sosok lain dalam diri Yuan berteriak dengan keras, “Ban
Mata Yuan mulai terbuka. Dia menyesuaikan cahaya dengan mengedipkan matanya beberapa kali. Pemandangan serba putih hamparan es beku memenuhi ruangan.“Istana es,” gumam Yuan.Dinding yang mengkilap persis seperti kristal es, bening dan kebiruan bagai batu shappire. Hawa dingin menyentuh kulitnya, dia meraba ranjang padat yang dingin, ranjang es abadi yang terkenal mampu mempercepat proses penyembuhan segala penyakit.“Yuan!”Pelukan hangat yang terasa dikulit Yuan, tubuh Yui begitu hangat dibandingkan dengan dinginnya ruangan. Yuan mengeratkan pelukannya pada sodari kembarnya.“Yui, aku masih hidup?” Yuan memegang tangan Yui lalu meletakkannya di pipi. Yui mencubit pipi Yuan hingga dia mengaduh.“Sudah yakin masih hidup?” Yui terlihat gemas, dia begitu cemas dengan kondisi Yuan, tapi saat kembarannya bangun malah terlihat santai seakan tidak mengalami hal berbahaya seperti hidup dan mati.“Kau tahu aku sungguh takut di dunia orang mati, aku memanggilmu tapi kau tidak datang,” balas Yu
Yuasa dengan telaten memisahkan racun dari aliran darah Yui. Tidak seperti luka fisik yang bisa dengan mudah disembuhkan. Racun duri tanaman rambat ini telah menyusup ke dalam inti kehidupan Yui, bercampur dalam setiap nadinya. Dengan kemampuannya yang bagai mata air jernih, Yuasa menyelami setiap aliran darah Yui, memisahkan racun yang mengancam jiwa. Waktu merayap perlahan, detik demi detik terasa bagai siksaan bagi mereka yang menunggu.Rafael mondar-mandir bagai singa yang terkurung dalam sangkar, hatinya dipenuhi kecemasan yang menggerogoti. Penjelasan Rosaline bagai angin lalu, tak mampu meredakan badai keraguan dalam dirinya. Ia masih meragukan kemampuan Yuasa, meskipun secerca harapan telah menyala kembali. Sesekali, ia melirik Yui yang terbaring lemah, wajahnya pucat pasi bagai rembulan yang tertutup awan.“Paman, percayalah pada Kakak,” ucap Yuan, suaranya lembut namun penuh keyakinan. Meskipun Yuan masih belum yakin, dia percaya dengan instingnya. Aura Yuasa berbeda dari bi
Yuasa dengan hati-hati mengeluarkan kunci rune, ukiran kuno yang berdenyut dengan energi mistis, dan mengarahkannya ke ruang kosong di depannya. Udara berdesir dan bergelombang, seperti kain sutra yang ditiup angin, membentuk pusaran energi yang semakin lama semakin pekat. Gerbang dimensi ke dunia bawah, sebuah portal yang menghubungkan dunia kristal dengan alam kegelapan mulai terbuka. Aurum, dengan wujud manusianya yang gagah, berdiri di samping Yuasa, siap untuk melangkah melintasi gerbang dimensi. Sementara itu, Rosaline dengan cekatan menciptakan lapisan-lapisan barrier pelindung di sekitar Yuasa. Tangannya bergerak lincah, menenun barrier pelindung yang tampak seperti kubah transparan dengan rona kemerahan, melindungi Yuasa dari bahaya yang mungkin mengintai.“Cukup Rosaline,” ucap Yuasa dengan lembut. Dia menyentuh tangan Rosaline untuk menghentikan pekerjaannya. “Ini gerbang dimensi, bukan celah dimensi. Kita sudah pernah memasukinya, meskipun ada tekanan, tetapi barrier yan
Rasa syukur dan kekaguman memancar dari wajah-wajah mereka yang telah disembuhkan Yuasa. Mereka menatap sang raja dengan tatapan penuh hormat, seolah melihat dewa yang turun dari langit. Para tabib dan tenaga medis pun tercengang, kekuatan ajaib Yuasa telah melampaui batas pengetahuan mereka, membuka cakrawala baru dalam dunia pengobatan.“Rosaline tidak perlu memapahku, aku tidak apa-apa,” ucap lembut Yuasa melepaskan tangan Rosaline yang mencoba membantunya berjalan. Dia sedikit tidak nyaman dengan penilaian berlebih dari orang-orang di sekitarnya. “Mulai sekarang kau tidak bisa lagi mengenakan gaun, aku akan selalu memerlukanmu untuk menjadi pelindungku.”Rosaline tersenyum, sebuah senyuman yang mengisyaratkan kesetiaan dan kebahagiaan. Ia tidak lagi memapahYuasa, tetapi melingkarkan tangannya dengan mesra di lengan sang raja. “Tidak masalah, Yang Mulia,” jawab Rosaline riang. “Saya akan senang bisa menjadi pengawal Anda lagi.” Balai Pengobatan kini dipenuhi oleh lautan manusia ya
Langkah kaki Yuasa, sang raja, memasuki Balai Pengobatan dengan tegap, seolah lantai marmer pun tunduk di bawahnya.. Semua mata di balai itu, yang tadinya sibuk dengan hiruk pikuk kepanikan dan kesedihan, serempak beralih padanya. Sejenak, waktu seakan berhenti, lalu kembali berdetak. kehidupan di balai kembali berdenyut. Mereka kembali menjalankan aktivitas, mungkin menduga sang raja hanya datang untuk menyampaikan belasungkawa, sebuah tindakan diplomatis yang biasa dilakukan para petinggi kerajaan. Tak ada sorak-sorai, tak ada sambutan meriah, hanya tatapan kosong dan bisu yang menyambut kedatangannya, seolah hati mereka telah membeku, tertutup bagi raja mereka.“Siapa penanggung jawab Balai Pengobatan?” tanya Yuasa, suaranya bergema bagai dentang lonceng di tengah keheningan.Segera seseorang dengan tubuh ramping dan wajah dipenuhi peluh berlari dan membungkuk dalam-dalam di hadapan Yuasa. “Sa … saya, Yang Mulia,” jawab pria tersebut dengan suara bergetar karena takut.“Pisahkan ko
Aurum terbang membelah langit menuju Balai Pengobatan. Gedung itu menggeliat dipenuhi sesak manusia hingga ke serambi dan selasar. Pasien terlalu banyak sementara tenaga medis tidak sesuai jumlahnya. Aroma darah anyir menyeruak di udara, bercampur dengan bau obat-obatan yang menusuk hidung. Di mana-mana, terlihat para penyembuh sibuk membalut luka-luka menganga, bak sayatan pedang tak kasat mata, yang diderita para korban akibat munculnya celah dimensi.“Yang Mulia?” Rosaline menyentuh lengan Yuasa, wajahnya dibayangi kecemasan saat melihat wajah pucat sang Raja. Dia tahu betul pemuda yang dicintainya itu memiliki hati selembut sutra. Melihat rakyatnya terluka parah, hatinya pasti tercabik-cabik, remuk redam bagai dihantam palu godam. “Yang Mulia, Anda harus kuat.”“Rosaline, andai saja,” ucap Yuasa tercekat, tertahan di ujung kerongkongan bagai duri yang menusuk. Kedua tangannya bergetar hebat, menahan gejolak rasa tidak berdaya yang menyesakkan dada. Kehilangan kemampuan penyembuhny
Ibukota Kerajaan Cahaya.Langit bagaikan terbelah, suara retakan terdengar bagaikan suara gaung raksasa. Semua mata menyaksikan bagaimana celah dimensi perlahan-lahan terbuka semakin besar.“Demi dewa, apa yang terjadi?”“Langit! Langit terbelah!”Jeritan panik bercampur dengan hirul pikuk langkah kaki yang kalang kabut. Retakan tersebut perlahan mencapai tanah, seakan membelah langit hingga ke tanahi. Kepanikan melihat fenomena tidak biasa itu terjadi, Ibukota Kerajaan Cahaya yang ramai kini menjadi sepi seketika.Di dalam istana, Raja Yuasa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Kabar tentang retakan dimensi terdengar ke telinganya, membawa angin dingin yang menusuk tulang.“Kerahkan pasukan, lindungi rakyatku!” titah sang raja suaranya bergema di aula istana. Yuasa berjalan keluar dan melihat dari dalam istana, langit terbelah dengan ratakan besar. “Celah dimensi,” gumamnya, hatinya dipenuhi firasat buruk.Seekor naga dengan sisik keemasan mendarat di halaman ist
Langit sudah gelap saat Yuan mencapai batas terluar wilayah Blackdragon. Tenaganya bagai lilin yang hampir padam, nyaris tak tersisai. Sepasang sayap yang selama ini membawanya terbang kini lenyap tanpa jejak, begitu pula dengan tanduk hitam di kepalanya yang menghilang bagai ditelan bumi. Kegelapan menelan kesadaran Yuan. Dia jatuh bebas dari ketinggian, meluncur bagai batu yang terlempar dari langit, ditarik paksa oleh cengkraman gravitasi. Suara dentuman keras terdengar, tubuh Yuan dan Yui menghantam tanah di pinggir hutan perbatasan Blackdragon. Mereka berguling-guling beberapa kali sebelum terhenti tak jauh dari sebuah desa kecil. Keduanya terkapar tak berdaya, tubuh mereka dihiasi luka-luka yang menganga. Seorang kakek tua yang sedang mencari kayu bakar, dikejutkan oleh pemandangan dua remaja yang terbaring tak sadarkan diri di pinggir hutan. Dengan langkah gontai, ia memeriksa mereka, memeriksa denyut nadi keduanya dengan hati-hati. “Mereka masih hidup!”. Kakek itu berlari ke
Seiryu hitam menyadari kedatangan Yui. Asap dan debu tidak mengganngunya sedikitpun. Seiryu hitam dengan kegesitannya yang mengerikan menyambar Yui dengan ekornya. Tubuh Yui terpental bagai boneka kain, menghantam dinding aula istana dengan dentuman keras. “Yui!” teriak Yuan, jantungnya mencelos menyaksikan kembarannya terkapar tak berdaya. Dalam kepanikan, Yuan lengah. Cakar Seiryu menembus tubuhnya, meninggalkan luka menganga yang meneteskan darah. Tubuh ramping Yuan terlempar ke samping Yui, meringkuk kesakitan. Leiz, dengan kesombongannya yang memuakkan, berjalan mendekati kedua anak kembar tersebut. Dia menendang tubuh Yuan yang penuh luka-luka dengan kasar. “Ternyata mudah menghancurkan kalian,” ucap Leiz dengan nada penuh ejekan, “Terima kasih sudah menghilangkan pelindung tongkat kristalku!”Leiz merampas tongkat kristal dari tangan Yuan. Dia mengumpulkan kekuatan untuk membuka kembali celah dimensi. Dia menyimpan Seiryu dan Byakko hitam, yakin bahwa kedua anak kembar itu t
Yuan tidak tinggal diam melihat Yui kesakitan. Dia memanggil pedang es abadi dan menebas tanaman rambat tersebut. Aula istana menjadi dingin sedingin kutub.“Yui, kau tidak apa-apa?” tanya Yuan dengan cemas, suaranya bergetar.Darah terlihat mengalir dari luka di kaki Yui, meninggalkan jejak merah di lantai aula yang dingin. “Tidak apa-apa,” ucap Yui dengan suara tertahan,”Cepat pergi! Selamatkan dirimu!”Leiz yang gagal menghentikan Yui murka. Dia kembali memanggil kekuatan Seiryu hitam. Makhluk itu muncul dengan mengerikan, sisiknya sehitam malam, matanya menyala-nyala bagaikan bara api, menebarkan aura kekuatan yang menggetarkan aula.“Kalian pikir bisa kabur dariku!” Suara Leiz bergema di seluruh ruangan.Dengan gerakan tangan yang cepat, Leiz, yang mengenakan baju kebesaran seorang raja menutup semua pintu keluar dengan tanaman rambat berduri. Tidak ada lagi celah untuk mereka kabur saat ini.“Yuan, kau harus pergi dari sini, bawa kristalnya!” seru Yui memaksakan diri berdiri. Ia