"Maaf, mau coba yang mana dulu?" tawar laki-laki itu kepada Milova. Gaun pengantin yang terpajang sekitar 10 gaun. Belum lagi berbagai kosmetik yang ikut memenuhi ruang kerja Osa. Namun, yang mencengangkan bagi Milova justru semua periasnya didominasi oleh laki-laki. Bagaimana bisa berganti pakaian di ruang terbuka dan ada laki-laki di dalam sana. Yang benar saja. "Kenapa masih diam disitu?" Osa mulai mengoreksi sikap Milova. Milova masih berpikir, ia juga bingung bagaimana cara menjelaskannya. Masa iya, harus dijelaskan sedetail itu? "Coba deh kamu pikir, masa iya aku harus ganti baju di depan semua laki-laki ini?" Milova tak lagi ingin basa-basi. Toh percuma saja, lelaki itu tak akan paham. "aku gak mau ganti baju disini!" Milova bersikeras. Ya, meskipun lelaki yang ada di ruang Osa tak sepenuhnya bermental laki-laki. Tetap saja, Milova tak mungkin ganti baju di depan mereka. "Kamu tetap harus ganti baju di ruang ini!" Osa membalas suara lantang wanita itu. "Udah gak
Dengan kesal, Milova mengikuti perintah lelaki yang menyebalkan itu. Lagi pula ia ingin tahu apa yang telah dilakukan Osa sehingga menurutnya Milova sudah pantas mencoba 10 gaun yang ia pilihkan di ruang kerjanya. "Wah," Husna kaget. Husna memang diminta Osa menemani Milova, kebetulan juga lelaki itu menemukan Husna bersama calon istrinya. Betapa terkejutnya mereka ketika melihat ruang kerja Osa yang telah disulap menjadi ruang ganti. Mereka meletakkan kerangka besi yang melingkar kemudian menutupinya dengan tirai yang tingginya hampir tiga meter. Di balik tirai tersebut, terpatri juga sebuah cermin yang tinggi dan lebar untuk Milova melihat sendiri penampilannya. "Gimana?" lelaki itu menantang. "Nah, dari tadi seharusnya kamu kepikiran seperti ini" Milova menunjuk ke arah tirai tersebut. Sebenarnya tak masalah bagi Milova jika harus mencoba 10 gaun pengantin itu. Yang jadi masalah justru pemikiran lelaki itu yang menurutnya terlalu mesum. "Pikiran itu dijaga, jangan s
"Gila kali ya tu orang, masa iya aku harus diet hanya untuk memuaskan keinginannya" gerutu Milova saat kembali ke ruang kerjanya. Sepanjang perjalanan kembali ke sekolah, ia sama sekali tak bicara. Hanya menyimak semua perintah dan aturan lelaki aneh itu. "Jam enam pagi, itu jadwal kamu olahraga. Mulai sekarang kamu dilarang makan makanan cepat saji. Semuanya sudah aku atur, kamu hanya perlu menjalankannya saja." kenang Milova saat mengingat kembali ocehan Osa di mobil tadi. "Saja?" monolognya. Milova menghela napas, ia sudah muak dengan semua ide gila Osa. Bagaimana tidak, bisa-bisanya ia meminta Milova menurunkan berat badannya selama satu Minggu. Ya, meskipun hanya 5 kg, tapi tetap saja sebuah pemaksaan jika ia membatasinya hanya untuk satu Minggu. Lelaki pelik, pikirnya. Benar seperti apa yang dikatakan Husna, Milova akan sangat menderita jika menikah dengan lelaki yang belum selesai dengan masa lalunya. Sampai detik ini Osa masih sangat mencintai Lusi. Meski ia tak pe
Betapa terkejutnya Milova ketika melihat dokumen perjanjian kontraknya dengan Osa ada di tangan wanita paruh baya itu. Perlahan ia membukanya, memastikan berkas yang dilempar Ratna ke atas meja adalah benar seperti dugaannya. "Kenapa? Gak nyangka saya bisa menemukan semua itu?" tanya Ratna dengan senyum jahat terpatri di bibir manisnya. Meski usianya sudah lebih dari lima dekade, tapi dari perawakannya bisa dilihat bahwa Ratna adalah wanita yang sangat cantik di masa mudanya. Sekarang saja, wajahnya masih terlihat manis dan memesona. Ya, semua itu juga tak luput dari dukungan perawatan yang memakan biaya yang tak sedikit. Ratna diketahui rutin memanjakan dirinya ke salon. Biaya yang dikeluarkan per bulannya bisa mencapai seratus juta rupiah. Milova tahu semua itu dari rincian pengeluaran Osa dalam buku dokumen pentingnya, di sana tertulis jelas. Bukan hanya itu, Ratna ikut memanjakan tubuhnya dengan menyewa jasa pijat profesional. Setiap bulannya mereka akan datang ke rumah Ra
Awalnya Milova tak bisa menerjemahkan maksud Ratna. Namun setelah wanita paruh baya itu menjelaskannya dengan rinci, Milova akhirnya paham apa keinginan Ratna. "Gimana?" tanya Ratna, setelah bicaranya yang panjang. Ya, lumayan kaget sih. Bagaimana tidak, Milova diminta melanjutkan semua isi perjanjian kontraknya dengan Osa, namun di sisi lain Milova justru harus menandatangi perjanjian lain dengan Ratna. Ratna memintanya untuk mengalihkan semua warisan peninggalan Pak Seno atas namanya. Alasannya simpel, Ratna tidak ingin wanita yang kelak menjadi istri sah Osa menguasai semua aset keluarga mereka. Sesuatu yang tidak masuk akal menurut Milova. Ia mencoba mencerna setiap poin yang dijelaskan Ratna. Tapi, tak menemukan satu alasan yang membuatnya setuju. "Aku hanya ingin melindungi Osa," jelas Ratna lagi. Ratna begitu yakin, apa yang ia lakukan adalah yang terbaik untuk putranya. Ia tidak ingin siapa pun pendamping Osa nantinya, justru memanfaatkan harta yang dimiliki lelaki
"Aku akan mengatas namakan perkebunan sawit milik almarhum suamiku atas nama kamu" jelas Ratna. Milova sedikit terperanjat mendengar pernyataan Ratna. Karena sedikit banyak ia tahu seberapa luas perkebunan yang dimiliki oleh Osa dan jika dijual harganya tak kalah fantastis dengan beberapa aset besar lainnya. Meskipun menimbulkan sedikit keanehan mengapa Ratna akan menyerahkan perkebunan tersebut tapi Milova juga bisa mencerna bahwa perkebunan tersebut adalah sebagian kecil dari harta yang dimiliki oleh Osa. Tentu saja ia tak merasa berat memberikannya kepada Milova. "Belum cukup?" tanya Ratna sambil melejitkan alisnya. Ia kembali menyeruput teh manis yang sudah tidak hangat lagi. Ratna kembali bertanya karena melihat wanita itu yang hanya diam mendengar apa yang ia ucapkan. "Bagaimana dengan satu unit jet pribadi?" tawarnya lagi. Milova belum menanggapi apapun, tapi Ratna terus menyodorkan tawarannya yang tak masuk akal bagi Milova. Bagaimana mungkin ia menawarkan sebuah pe
"Apa-apaan ini?" pekik Milova. Pagi ini jadwal Milova lari pagi. Mulai sekarang dan sampai satu Minggu ke depan, kegiatan Milova dipantau langsung oleh Osa. Demi menurunkan berat badan calon istrinya itu, ia rela subuh-subuh ke rumah Milova. "Ini aturan yang berlaku sampai satu Minggu ke depan, kamu harus patuh!" perintah Osa sambil menempelkan satu lembar peraturan yang telah diketik rapi. Lembarannya hampir menempel di setiap sudut ruangan yang ada di rumah mewah Milova. Membuat pemandangan rumah menjadi tak lagi indah menurut wanita itu Lelaki pelik itu memaksakan kehendaknya. "Lelah sekali hidup ini, kemarin diteror ibunya, hari ini giliran anaknya" gumam Milova. "Apa?" Osa teralihkan. Meskipun Milova mengecilkan suaranya, Osa sudah terlanjur mendengar. "Iya, selama seminggu kamu depresi, aku harus menahan diri atas perlakuan ibumu di sekolah. Sekarang giliran kamu yang mengusik hidupku, kalau tau begitu mending kamu depresi aja seumur hidup!" pekik Milova, mencoba me
"Aku selalu mencari mu, Lov" panggilan mesra Rama kembali terdengar oleh Milova setelah satu tahun lamanya mereka terpisah. Seketika wajah Milova memerah. Ia tak menyangka Rama masih ingat bagaimana caranya memanggil Milova, sangat unik bahkan Milova rasanya ingin terbang. Milova sama sekali tak peduli lagi dengan Osa, yang ia tinggalkan begitu saja saat lari pagi. Entah di mana sekarang lelaki itu atau mungkin ia sudah pulang ke rumahnya. Lagi pula lelaki itu sudah dewasa, bukan anak-anak lagi, jadi Milova merasa tidak perlu cemas dengan Osa. Rama mengajak Milova untuk duduk di sebuah cafe yang tak jauh dari rumah Milova, dengan tujuan ia ingin bicara 4 mata dengan wanita itu, untuk memperjelas apa yang tidak pernah diketahui oleh Milova. Tidak ada kata lain yang bisa diungkapkan Milova selain ia sangat bahagia bisa menemukan kembali Rama meski tanpa sengaja. "Bagaimana kabarmu selama ini, Mas?" bagaimana pun, Milova tak bisa menutupi bahwa ia sangat khawatir dengan keadaa
Milova memeluk tubuh Osa dengan deraian air mata. Osa yang masih lemah bisa menyadari kehadiran wanita yang dicintainya. "Kamu tidak perlu mencari keberadaan bayi mu lagi," ucap Osa dengan nada suaranya yang masih terbata-bata. Milova mengerutkan keningnya. Sedikit kekecewaan menyelinap dari tatapannya pada Osa. Ia pikir, dengan melihat wajah lelaki kekar itu, ia akan sedikit tenang. Ternyata Osa justru membuatnya semakin kalut. "Bayi mu sudah meninggal satu tahun yang lalu, bersama istri pertama suami mu dan juga mertua mu." jelas Osa. Entah dari mana ia tahu segalanya. Milova berpikir bahwa suaminya sedang bermimpi. Atau mungkin alam mimpi membawanya menerjemahkan banyak hal selama ia koma. "Kamu bermimpi, ya?" tanya Milova, mencoba membenarkan isi pikirannya. "Aku tidak sedang bermimpi, ini benar adanya." sahut Osa, meyakinkan Milova. Pikiran Milova begitu kacau ketika mendengar apa yang dikisahkan suaminya, tepat sebelum kecelakaan itu terjadi. Osa sudah tahu tentang
Raju melaju dengan kecepatan tinggi. Pajero sport yang ia kendarai adalah milik Osa. Demi mengejar seseorang yang ia curigai sebagai salah satu tokoh penculikan bayi Milova, ia hampir saja mempertaruhkan nyawanya sendiri. "Hati-hati Raju!" pekik Milova yang duduk di sebelahnya. Milova yang trauma dengan kecepatan tinggi memaksa diri untuk ikut bersama Raju. Ia tak ingin lagi kehilangan jejak bayinya. Ternyata, orang-orang yang membawa bayi Milova, tepat di hari Osa mengalami kecelakaan, sengaja mengecoh Raju dengan mengarahkan kemudian mereka menuju bandara. Padahal, sebagian dari mereka berputar arah dan terbagi menjadi dua kelompok, salah satunya menuju tujuan yang lain. Licik sekali mereka, pikir Milova. Tapi, jika tidak licik, tak mungkin Rama mempercayai para preman suruhannya. "Bagaimana Rama bisa mengendalikan semua ini, sedangkan ia sedang mendekam di penjara?" Milova tak habis pikir dengan kelakuan mantan suaminya itu yang sudah sangat keterlaluan. Dan bayi yang seda
Milova terlihat lunglai di sebuah sofa empuk, tepat di kamar mewah dimana Osa dirawat. Ia sama sekali tidak tidur dan hanya sekadar minum dan makan beberapa suap. Kekhawatirannya semakin memuncak ketika melihat kondisi suaminya yang sama sekali tak menunjukkan perubahan. Osa masih koma dengan semua alat medis yang melekat pada tubuh kekarnya. "Kamu gak pulang saja dulu? Ya, istirahat sehari. Lagi pula, di sini ada Raju dan Raka yang menjaga Pak Osa." Husna memberi saran. Benar apa yang dikatakan Husna. Milova butuh waktu untuk istirahat dan menenangkan dirinya. Lagi pula, jika pun ia memaksa untuk menjaga Osa, dikhawatirkan justru kondisinya sendiri yang memburuk dan tentunya akan menjadi masalah baru. "Aku ingin menemaninya sampai ia sadar." sahut Milova. Husna dapat melihat betapa sedihnya perasaan Milova. Wajah cantiknya sudah berubah pucat, tubuhnya pun terlihat sangat lemah karena kekurangan energi. Jarang makan dan tidak tidur menjadi penyebabnya. "Kalau kamu mau te
Milova sadar dan membuka kedua matanya. Ia melihat Raju yang terlihat panik dan memijat kepalanya. Samar-samar Milova bisa membaca raut wajah Raju. "Ibu sudah sadar?" tanya Raju. Milova baru sadar kalau ternyata sedari tadi ia pingsan. Ia memang tidak punya keberanian untuk mendonorkan darahnya, namun tetap ia lakukan demi menyelamatkan Osa. "Bagaimana keadaan Osa?" tanya Milova spontan. Yang ia khawatirkan bukan dirinya sendiri, tapi Osa. Milova khawatir jika terjadi sesuatu dengan lelaki yang dicintainya itu. "Aku harus melihatnya." Milova berusaha untuk beranjak dari salah satu ranjang rumah sakit, dimana para perawat menidurkannya yang pingsan di depan ruang operasi. Milova mengerang, kepalanya sangat sakit, membuatnya tak mampu bangkit, bahkan hanya untuk duduk. "Jangan dipaksakan, Bu." Raju memberi saran. "Bagaimana keadaan mu?" tanya Husna yang tiba-tiba datang bersama Raka. "Pak Osa bagaimana?" Raka yang baru saja datang menodong Raju dengan pertanyaannya.
Milova tergesa-gesa menyusuri setiap ranjang di ruang IGD rumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari SMAS Tunas Bangsa. Perasaannya sangat gundah. Ada ketakutan yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, tapi pastinya, ia sangat khawatir. Raka memberitahunya bahwa Osa mengalami kecelakaan dan mobilnya menabrak sebuah truk dari arah belakang. Saat ditemukan, kondisi Osa kritis dan mengalami pendarahan di otaknya. Milova sendiri tak tahu kemana Osa akan pergi, sampai pagi-pagi tadi ia sudah menghilang tanpa pamit. Menurut kabar yang beredar juga, Osa bertujuan ke bandara. Karena tempat dimana ia mengalami kecelakaan searah dengan arah bandara. Tapi, untuk apa ia ke bandara? Siapa yang ingin ia jemput?, pikiran Milova ikut bertanya-tanya. Tapi saat ini, yang terpenting baginya adalah keselamatan Osa, lelaki yang saat ini menjadi satu-satunya tempat ia berlabuh. "Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" tanya Milova pada seorang dokter yang sedang memeriksa kondisi Osa. Terlihat je
Matahari yang menghempas wajah Milova secara perkasa membangunkannya dari tidur panjangnya. Gorden yang sudah tersibak, membuatnya mencari-cari kemana Osa pergi. Padahal pagi ini, Milova sudah berjanji akan diantar oleh suaminya itu ke sekolah. Tapi pagi ini, sarapan yang sudah rapi di atas meja, hanya disantapnya sendirian. "Kamu tahu kemana Bapak?" tanya Milova pada Maya yang sedang meletakkan roti bakar di atas meja makan. "Tadi Bapak sudah pergi duluan, Bu. Katanya ada urusan mendadak." jelas Maya. Milova tahu apa yang menjadi alasan Osa pergi begitu saja, tak lain karena ia kecewa atas apa yang dilakukannya semalam. Tapi semua sudah terjadi, dan sebagai sepasang suami istri yang saling mencintai, Milova dan Osa sama sekali tak terpaksa melakukannya. Mengendarai mobilnya, Milova melaju menuju ke sekolah. Jam menunjukkan pukul 07.35 WIB. Cuaca pagi ini lumayan panas, terlihat jelas dari beberapa bunga di teras rumahnya yang sudah tak lagi berembun, tidak seperti biasanya.
"Terima kasih, ya?" ucap Osa pada Milova, sesaat setelah kedua guru itu pulang. Milova memberi pilihan jika Bu Sarah dan Bu Cantika masih ingin mengajar di SMAS Tunas Bangsa, maka mereka harus mencari peserta didik yang akan masuk ke SMAS Tunas Bangsa dengan jumlah yang sama dengan jumlah peserta didik yang sudah keluar dari sekolah tersebut. Milova juga memberi waktu selama tiga bulan untuk mereka menyelesaikan misi tersebut. Selama tiga bulan tersebut juga Milova masih mengizinkan kedua guru itu untuk bekerja di SMAS Tunas Bangsa. Syarat tersebut sengaja Milova berlakukan sebagai salah satu strategi untuk mengembalikan nama baik nama SMAS Tunas Bangsa. Dengan begitu, tanpa disadari, nama sekolah akan kembali membaik dengan sendirinya. Dan tentunya, Bu Sarah dan Bu Cantika akan mempelopori misi Milova demi terpenuhinya jumlah peserta didik yang diinginkan sebelum waktu tiga bulan tersebut berlalu. "Sama-sama." ucap Milova seraya menyentuh pipi kiri Osa. Tindakan wanita itu me
"Jadi itu tujuan Bu Cantikan dan Bu Sarah sampai harus datang ke rumah saya?" tanya Milova sesaat setelah menyeruput kopi khas Gayo. Kualitas Kopi Gayo (Aceh) sudah diakui oleh dunia sebagai kopi terbaik melalui sertifikat resmi akan kualitasnya yang keluar pada tahun 2010 lalu. Selain itu, sekarang ini juga para petani sedang mengembangkan tiga varietas Kopi Gayo yang sedang dibudidayakan, yaitu Gayo 1, Gayo 2, dan P88 yang juga sudah diakui oleh dunia sebagai kopi terbaik. Kenikmatan Kopi Gayo dimulai dari rasanya yang kuat dan berkarakter. Kopi Gayo memiliki rasa yang tidak pahit dan memiliki keasaman yang rendah, serta memiliki sedikit sentuhan rasa manis. Makanya, Kopi Gayo ini seringkali dijadikan sebagai bahan campuran berbagai house blend coffee. Kopi Gayo paling cocok ditanam di ketinggian 1000 mdpl. Namun, kopi Gayo ini juga memiliki keunikan tersendiri, yaitu ketinggian perkebunan yang menentukan cita rasanya. Perbedaan ketinggian perkebunan ini ternyata juga bisa mem
"Kok tiba-tiba rapat, sih?" para guru saling bertanya. Rapat ini tidak seperti biasanya, pemberitahuannya hanya satu jam sebelumnya. Sehingga menimbulkan banyak persepsi dari guru-guru. Apalagi, para internal SMAS Tunas Bangsa sedang dihebohkan dengan rencana Osa menjual sekolah ini. Dan kabar tersebut bukan lagi kabar burung, bahkan pembeli sekolah ini juga sudah bertemu langsung dengan Osa. "Acara serah terima, mungkin." tebak salah seorang guru. Osa dan Milova masuk dari pintu utama ruang guru. Berhubung dilakukan secara dadakan, maka saran dari Raka, rapat dilaksanakan di ruang guru saja. Lagi pula, ruang guru cukup luas dan nyaman, juga sejuk karena dilengkapi oleh pendingin ruangan. Dan yang terpenting, Raka sudah memastikan, semua guru mengikuti rapat ini, seperti perintah Osa. "Ada yang tahu, untuk apa rapat ini diadakan secara mendadak?" tanya Milova, membuka pembicaraan setelah Osa memberi sambutan dan mempersilakan Milova untuk bicara. "Untuk pengalihan kepal