"Aku selalu mencari mu, Lov" panggilan mesra Rama kembali terdengar oleh Milova setelah satu tahun lamanya mereka terpisah. Seketika wajah Milova memerah. Ia tak menyangka Rama masih ingat bagaimana caranya memanggil Milova, sangat unik bahkan Milova rasanya ingin terbang. Milova sama sekali tak peduli lagi dengan Osa, yang ia tinggalkan begitu saja saat lari pagi. Entah di mana sekarang lelaki itu atau mungkin ia sudah pulang ke rumahnya. Lagi pula lelaki itu sudah dewasa, bukan anak-anak lagi, jadi Milova merasa tidak perlu cemas dengan Osa. Rama mengajak Milova untuk duduk di sebuah cafe yang tak jauh dari rumah Milova, dengan tujuan ia ingin bicara 4 mata dengan wanita itu, untuk memperjelas apa yang tidak pernah diketahui oleh Milova. Tidak ada kata lain yang bisa diungkapkan Milova selain ia sangat bahagia bisa menemukan kembali Rama meski tanpa sengaja. "Bagaimana kabarmu selama ini, Mas?" bagaimana pun, Milova tak bisa menutupi bahwa ia sangat khawatir dengan keadaa
"Kemana saja kamu? Aku itu cari kamu dari tadi pagi" kesal Osa, menarik lengan Milova masuk ke ruang kerjanya. Padahal Milova sudah tergesa-gesa untuk menuju ke laboratorium komputer, di sana ia sudah menjadwalkan bahwa pukul 10.00 WIB adalah kegiatan pengisian sulingjar dan ia sebagai koordinatornya. Namun sekarang sudah pukul 11.00 WIB, para guru sudah 1 jam menunggu Milova. Saat di mobil, Milova sempat mengecek ponsel pintarnya dan mendapati 20 panggilan dari Osa. Bahkan Husna pun ikut menghubunginya berkali-kali. Kekesalan Osa terlihat jelas dari raut wajahnya yang masam. Bagaimana tidak, ia sudah kehilangan jejak Milova sejak tadi pagi. Apalagi wanita itu meninggalkannya tanpa memberi kabar, bahkan dihubungi melalui seluler pun tidak ada jawaban. "Tenang, selama satu Minggu ini aku akan turunkan berat badan sesuai keinginanmu" Milova ingin segera menyudahi pertanyaan lelaki itu. Lagi pula guru-guru sudah menunggu sejak tadi, seharusnya Osa tak menghalangi Milova. Toh
"Ia memintaku untuk kembali menjadi istrinya" jelas Milova. Osa terlihat mondar-mandir beberapa langkah sambil memijat keningnya. Ada kekhawatiran di hati Osa, karena semua persiapan untuk pernikahannya bersama Milova hampir saja rampung. Mulai dari catering, dekorasi, penghulu dan berbagai acara adat lainnya. Bahkan Osa juga sudah menyebar undangan kepada beberapa koleganya, juga rekan bisnis almarhum Pak Seno. Ia sangat kebingungan. Jika Milova membatalkan semuanya, mau dibawa kemana muka Osa di depan banyak orang? Apalagi sebagai seorang kepala sekolah, ia akan menjadi buah bibir para guru, terutama di SMAS Tunas Bangsa. "Kamu ini keterlaluan, ya?" pekik Osa. Bukan tanpa alasan Osa marah seperti itu. Meskipun Milova belum menjawab apapun dari pertanyaan Rama, tapi lelaki itu sudah curiga bahwa wanita yang akan dijadikannya istri itu justru menerima Rama menjadi suaminya lagi. Semua dugaannya itu berawal dari bagaimana cara Milova memperlakukan Rama. Bahkan pernah terang
Milova tak berhenti menangis di dalam mobil. dia sendiri tak tahu harus ke mana, yang jelas untuk saat ini ia hanya ingin menyendiri. "Dokter sendiri yang mengatakan bahwa kamu tidak lagi memiliki rahim" Milova kembali mengenang apa yang dikatakan Osa tadi. Ia tak lagi berpikir tentang betapa teganya lelaki itu mengatakan semua kebenarannya. Tapi yang terpikir oleh Milova adalah bagaimana semua kejadian itu bisa terjadi. Bahkan ia sama sekali tidak menyadarinya. Kapan dan di mana semua itu terjadi? Terpukulnya Milova tak lagi bisa digambarkan. Ia sangat hancur. Bahkan beberapa kali ia menghentikan laju mobilnya, tangisnya tak bisa ia tahan. Ia juga ikut berteriak di dalam mobil untuk melepas semua ketidak percayaannya. Bagaimana bisa semua itu dapat terjadi padanya? Ia sama sekali tak mengerti. Berkali-kali juga panggilan dari Rama tak digubrisnya, ia tak lagi peduli dengan ponsel pintarnya yang berdering. Sepertinya ia juga lupa tentang janjinya pada Rama. Sebelum berp
"Kamu siapa?" tanya Milova, menatap Rama yang tengah duduk di sebelahnya. Pertanyaan Milova membuat Rama terkejut. Ia lantas meminta Osa yang tengah duduk di sofa untuk memanggil dokter. Memang, dokter sempat mengatakan bahwa benturan di kepala Milova sangat kuat, sehingga membuat ia mengalami pendarahan yang hebat di otak. Milova juga sudah melakukan CT Scan. Benar adanya terdapat gumpalan darah yang membeku di pembuluh otak Milova. "Panggil saja sendiri!" sahut Osa. Osa tak suka disuruh-suruh seperti itu. Apalagi menurutnya, selama Rama hadir, hanya duduk menunggu Milova. Sedangkan Osa sudah melakukan banyak hal untuk wanita itu. Bahkan baju yang ia kenakan pun penuh dengan darah Milova dan ia belum membersihkannya. Dokter memeriksa dan membuka kedua kelopak mata Milova. Milova juga diminta membuka mulut untuk mengetahui cedera yang dialaminya. "Kemungkinan akibat cedera di otaknya, pasien mengalami amnesia" dokter menjelaskan. Rama menatap sedih wajah Milova yang te
"Aku maunya kamu urus semuanya, intinya tidak bulan ini!" pungkas Osa dari balik ponsel pintarnya. Osa menghubungi pihak WO untuk mengundur jadwal pernikahannya yang sudah diatur jauh-jauh hari. Jadwal pernikahan yang ditargetkan di bulan Agustus ini, harus undur karena kondisi Milova yang tidak memungkinkan. Milova sebenarnya sudah membaik apalagi setelah 7 hari mendapat perawatan intensif di rumah sakit yang tak kalah hebat. Ia hanya butuh istirahat dan menenangkan diri akibat shock yang dialaminya. Namun bukan itu yang Osa khawatirkan. Mungkin fisik Milova akan segera pulih, tapi tidak dengan mentalnya. Akibat kehilangan ingatannya, Osa kesulitan memberi pengertian kepada Milova tentang perjanjian kontrak mereka berdua. "Bagus, lelaki tengik itu tak akan menemukan di mana Milova" monolog Osa setelah membaca sebuah pesan singkat di ponsel pintar miliknya. Pesan itu sepertinya dari orang-orang suruhannya. Ya, Milova memang dipindahkan ke rumah sakit lain tanpa sepengetahu
"Siapa yang meletakkan dokumen perjanjian kontrak itu di dalam tas milikku?" tanya Milova. Raut wajah Osa berubah heran. Ia tak tahu siapa yang meletakkan dokumen perjanjian kontrak mereka di dalam tas milik Milova. Atau mungkin Milova sendiri yang meletakkannya sebelum kejadian kecelakaan itu terjadi?, duganya. "Jadi kamu sudah membaca isi dokumen itu?" tebak Osa. Milova pun mengangguk. Osa meraih tas sandang milik Milova yang ada di dalam lemari, lalu memeriksanya. Untuk memastikan bahwa apa yang dikatakan Milova benar adanya. Dan ucapan Milova pun terbukti. Lelaki itu meraih dokumen tersebut dan membawanya kepada Milova, sambil duduk di sebelahnya. Milova pun tak canggung lagi dengan sikap Osa yang memang ia kenali sebagai lelaki yang baik dan perhatian. Ia tak mengenali Osa yang dulu. Yang ia tahu saat ini adalah Osa memang lelaki yang pantas ia nikahi, meskipun hanya sebuah perjanjian kontrak di atas materai. "Kamu yakin akan melanjutkannya?" tanya Osa. tatapannya b
“Aku akan membantumu membalas dendam!” Sontak Milova kaget. Ia tak percaya lelaki itu sudah tahu banyak tentangnya. Dari mana pria arogan itu mengetahui semuanya? Awalnya Milova mengira, ia dipanggil ke sebuah ruang bawah tanah untuk sekadar membersihkan ruangan kuno yang terlihat berdebu. Ternyata salah, lelaki yang ada di hadapannya justru melamarnya. Apa ia sudah tidak waras?, pikirnya. Bagaimana tidak, lelaki tampan dengan parasnya yang memesona, tinggi badan yang ideal untuk seorang pria bertubuh kekar, mustahil menyukainya yang memiliki wajah seperti monster. “Aku rasa tawaranku sudah lebih dari cukup untuk membayar upah atas pernikahan kontrak yang aku minta!” ia menyeruput secangkir kopi di hadapannya. “bahkan hidupmu akan lebih mudah jika menerimanya!” sambungnya. Ya, memang itu lebih dari cukup. Tapi Milova khawatir, ia curiga ada rencana lain yang terselubung. Apalagi masa lalu banyak mengajarinya untuk