Sudah satu Minggu Osa tidak hadir ke sekolah. Semua tugasnya digantikan oleh Ratna, ibunya. Untuk menandatangi semua berkas ia bisa menggunakan tanda tangan elektrik yang dimiliki Osa. Ratna hanya cukup memeriksa setiap berkas yang akan ditandatangani, agar tidak keliru. "Sampai kapan terus begini?" cetus Raka, saat sedang makan siang di kantin. "Sampai kamu ber-uban!" Husna mulai mengganggu Raka. Lalu ia tertawa terbahak-bahak. Memang, kehadiran Osa juga tak begitu menyenangkan, ia kerap dikenal sebagai sosok kepala sekolah yang arogan dan super tegas. "Tapi masih mendingan!" Raka mulai membela bosnya.Giliran di saat terjepit seperti sekarang, ia baru tahu sisi baik dari Osa. Biasanya, Raka juga selalu ada di garis depan untuk menolak setiap kebijakan Osa yang tak berkenan di hatinya. Setidaknya Osa masih lebih baik dari pada ibunya, pikir Raka. Selama satu Minggu ini, Raka hampir tidak bisa bekerja dengan tenang, selalu dikejar-kejar, nyaris seperti diteror. Pekerjaan ya
"Maaf, mau coba yang mana dulu?" tawar laki-laki itu kepada Milova. Gaun pengantin yang terpajang sekitar 10 gaun. Belum lagi berbagai kosmetik yang ikut memenuhi ruang kerja Osa. Namun, yang mencengangkan bagi Milova justru semua periasnya didominasi oleh laki-laki. Bagaimana bisa berganti pakaian di ruang terbuka dan ada laki-laki di dalam sana. Yang benar saja. "Kenapa masih diam disitu?" Osa mulai mengoreksi sikap Milova. Milova masih berpikir, ia juga bingung bagaimana cara menjelaskannya. Masa iya, harus dijelaskan sedetail itu? "Coba deh kamu pikir, masa iya aku harus ganti baju di depan semua laki-laki ini?" Milova tak lagi ingin basa-basi. Toh percuma saja, lelaki itu tak akan paham. "aku gak mau ganti baju disini!" Milova bersikeras. Ya, meskipun lelaki yang ada di ruang Osa tak sepenuhnya bermental laki-laki. Tetap saja, Milova tak mungkin ganti baju di depan mereka. "Kamu tetap harus ganti baju di ruang ini!" Osa membalas suara lantang wanita itu. "Udah gak
Dengan kesal, Milova mengikuti perintah lelaki yang menyebalkan itu. Lagi pula ia ingin tahu apa yang telah dilakukan Osa sehingga menurutnya Milova sudah pantas mencoba 10 gaun yang ia pilihkan di ruang kerjanya. "Wah," Husna kaget. Husna memang diminta Osa menemani Milova, kebetulan juga lelaki itu menemukan Husna bersama calon istrinya. Betapa terkejutnya mereka ketika melihat ruang kerja Osa yang telah disulap menjadi ruang ganti. Mereka meletakkan kerangka besi yang melingkar kemudian menutupinya dengan tirai yang tingginya hampir tiga meter. Di balik tirai tersebut, terpatri juga sebuah cermin yang tinggi dan lebar untuk Milova melihat sendiri penampilannya. "Gimana?" lelaki itu menantang. "Nah, dari tadi seharusnya kamu kepikiran seperti ini" Milova menunjuk ke arah tirai tersebut. Sebenarnya tak masalah bagi Milova jika harus mencoba 10 gaun pengantin itu. Yang jadi masalah justru pemikiran lelaki itu yang menurutnya terlalu mesum. "Pikiran itu dijaga, jangan s
"Gila kali ya tu orang, masa iya aku harus diet hanya untuk memuaskan keinginannya" gerutu Milova saat kembali ke ruang kerjanya. Sepanjang perjalanan kembali ke sekolah, ia sama sekali tak bicara. Hanya menyimak semua perintah dan aturan lelaki aneh itu. "Jam enam pagi, itu jadwal kamu olahraga. Mulai sekarang kamu dilarang makan makanan cepat saji. Semuanya sudah aku atur, kamu hanya perlu menjalankannya saja." kenang Milova saat mengingat kembali ocehan Osa di mobil tadi. "Saja?" monolognya. Milova menghela napas, ia sudah muak dengan semua ide gila Osa. Bagaimana tidak, bisa-bisanya ia meminta Milova menurunkan berat badannya selama satu Minggu. Ya, meskipun hanya 5 kg, tapi tetap saja sebuah pemaksaan jika ia membatasinya hanya untuk satu Minggu. Lelaki pelik, pikirnya. Benar seperti apa yang dikatakan Husna, Milova akan sangat menderita jika menikah dengan lelaki yang belum selesai dengan masa lalunya. Sampai detik ini Osa masih sangat mencintai Lusi. Meski ia tak pe
Betapa terkejutnya Milova ketika melihat dokumen perjanjian kontraknya dengan Osa ada di tangan wanita paruh baya itu. Perlahan ia membukanya, memastikan berkas yang dilempar Ratna ke atas meja adalah benar seperti dugaannya. "Kenapa? Gak nyangka saya bisa menemukan semua itu?" tanya Ratna dengan senyum jahat terpatri di bibir manisnya. Meski usianya sudah lebih dari lima dekade, tapi dari perawakannya bisa dilihat bahwa Ratna adalah wanita yang sangat cantik di masa mudanya. Sekarang saja, wajahnya masih terlihat manis dan memesona. Ya, semua itu juga tak luput dari dukungan perawatan yang memakan biaya yang tak sedikit. Ratna diketahui rutin memanjakan dirinya ke salon. Biaya yang dikeluarkan per bulannya bisa mencapai seratus juta rupiah. Milova tahu semua itu dari rincian pengeluaran Osa dalam buku dokumen pentingnya, di sana tertulis jelas. Bukan hanya itu, Ratna ikut memanjakan tubuhnya dengan menyewa jasa pijat profesional. Setiap bulannya mereka akan datang ke rumah Ra
“Aku akan membantumu membalas dendam!” Sontak Milova kaget. Ia tak percaya lelaki itu sudah tahu banyak tentangnya. Dari mana pria arogan itu mengetahui semuanya? Awalnya Milova mengira, ia dipanggil ke sebuah ruang bawah tanah untuk sekadar membersihkan ruangan kuno yang terlihat berdebu. Ternyata salah, lelaki yang ada di hadapannya justru melamarnya. Apa ia sudah tidak waras?, pikirnya. Bagaimana tidak, lelaki tampan dengan parasnya yang memesona, tinggi badan yang ideal untuk seorang pria bertubuh kekar, mustahil menyukainya yang memiliki wajah seperti monster. “Aku rasa tawaranku sudah lebih dari cukup untuk membayar upah atas pernikahan kontrak yang aku minta!” ia menyeruput secangkir kopi di hadapannya. “bahkan hidupmu akan lebih mudah jika menerimanya!” sambungnya. Ya, memang itu lebih dari cukup. Tapi Milova khawatir, ia curiga ada rencana lain yang terselubung. Apalagi masa lalu banyak mengajarinya untuk
“Gila! Aku harus menikahi seorang pengidap HIV?” hati Milova mulai tak bisa menerima kenyataan ini. Apa kali ini, lagi-lagi demi uang, ia harus mengorbankan hidupnya? Pikiran Milova semakin jauh, ia sedang berpikir sejauh mana kebebasan seksual yang dijalani Osa sampai ia harus mengidap penyakit mematikan itu. Atau mungkin ia adalah pecandu narkoba? Uang memang bisa mengubah segalanya, pikir Milova. Dengan uang, tentunya seorang Osa Mahendra dapat membeli apa yang ia inginkan dengan mudah. Apa lagi ia yang menjalani masa pendidikan pasca sarjana di Amerika, tentunya hidup glamor dan bebas. Kebebasan itu yang kini menjadi mala petaka berkepanjangan baginya, pikiran Milova mulai menerjemahkan semua tentang Osa tanpa tahu duduk perkaranya. Bahkan menurut info yang ia dapat, ia memutuskan hubungan sebelah pihak dengan gadis yang nyaris menjadi istrinya. Padahal kedua belah pihak keluarga sudah siap menuju panggung pelaminan. Tanpa
Dipisahkan oleh kematian, kini Bu Ratna hanya bisa menangisi liang lahat yang sedang terbuka di hadapannya. Sekuat apa pun ia meminta, suami yang sangat dicintainya tidak akan pernah kembali."Yang kuat ya Bu," seorang wanita memeluk dan menguatkannya. Cantik sekali parasnya. Rambutnya terurai lembut, warnanya sedikit pirang. Kulit wajahnya pun begitu mulus. Milova yakin perawatannya pasti mahal.Ia menyentuh wajahnya sendiri, sedikit menyayangkan tubuh sendiri. Kulit wajahnya yang cacat terkadang membuatnya cemburu, jujur ia ingin sekali kembali terlihat cantik.Milova juga ingin sekali menyambangi Bu Ratna dan mengucapkan ikut berbelasungkawa, namun ia tau diri, seorang tukang kebun sepertinya sebaiknya fokus mempersiapkan bunga-bunga yang nantinya akan ditaburkan.Dari kejauhan, terlihat sosok gagah, berkaca mata hitam, dengan kemeja sederhana dan sepatu mewahnya, memeluk erat tubuh Bu Ratna. 'tinggi sekali lelaki itu', gumam Milova dalam hati. Osa terlihat menyimpan air mata di bal