Alexander menatap Sarah tajam, ucapan sebelumnya seolah tak cukup untuk menggambarkan kekesalannya terhadap wanita itu.
“Apa kau tahu betapa memuakannya wanita-wanita sepertimu, Sarah?” Mendengar itu, Sarah pun mengepalkan tangannya, ada rasa kecewa dan marah yang luar biasa dirasakannya. Padahal, dia sendiri enggan sekali merendahkan dirinya sampai seperti itu. Namun, Sarah harus menjadi unggul dalam segala hal. Menjadi pewaris utama keluarga Wijaya, menjadi desainer ternama, dan menjadi istri dari pria yang menonjol dalam segala aspek. Sarah mengepalkan tangannya, berusaha untuk tetap menguasai dirinya dalam ketenangan. “Kak Alexander, bukankah cukup menguntungkan jika menjadikan aku istrimu?” Senyum penuh rasa muak tergambar je“Odette Angeline Beauvoir, bagaimana dengan nama itu?” tanya Tuan besar Beauvoir, meminta pendapat tentang nama yang diberikan untuk cucu pertamanya. Helena tersenyum lemah, nama Odette adalah milik Ibunya, tentu tidak ada rasa keberatan sama sekali. “Baiklah, mari kita panggil dia Angel!” seru Helena. Helios dan Hendrick menganggukkan kepalanya, setuju. Akhirnya, nama Angel digunakan untuk memanggil bayi kecil yang sangat cantik itu. Selama dua hari berada di rumah sakit, Tuan Beauvoir tidak pernah meninggalkan Helena. Helios dan Hendrick akan bergantian datang untuk bantu menjaga Helena dan Angel. Dengan cara itulah mereka pun tidak perlu mengabaikan pekerjaan mereka. Pulang dari rumah sakit, Helena dibuat terkejut, penuh kebahagiaan. Kepulangannya disambut oleh para pelayan rumah. Kamar khusus untuk Angel sudah didesain serba merah muda, dan sangat cantik
Alexander terpaksa menahan amarahnya, seperti yang diinginkan Han. Setelah memikirkannya kembali, semua rencana yang sudah dia susun bersama dengan Han selama bertahun-tahun jelas akan menjadi hancur jika Alexander kehilangan kesabaran dan juga konsentrasinya. Mencari keberadaan Helena akan terus ia lakukan tidak peduli berapa lama waktu yang diperlukan. Namun, tetap mempertahankan posisi dan juga menguasai keluarga Smith adalah tujuan yang juga sangat penting untuk Alexander. Seperti Helena yang sedang berjuang dengan caranya sendiri, melakukan yang terbaik yang bisa ia lakukan demi kebahagiaannya dan orang-orang yang dia sayangi. 2 tahun pun berlalu, keluarga Beauvoir kini tengah berbahagia karena ulang tahun Angel tengah di gelar. Helena dengan hati yang meluap-luap memperhatikan setiap detail untuk perayaan ulang tahun keduan
Makan malam keluarga Beauvoir tidak seperti biasanya, ada sosok baru yang datang khusus untuk Helena. “Hecel, pria ini namanya Benjamin.” ucap Tuan besar Beauvoir sambil memegang lengan pria itu. “Dia adalah anak dari teman baik Ayah, meskipun kami tidak sedekat itu, Ayah yakin dia pria yang berkomitmen dan setia.” Helena berusaha untuk tersenyum, menganggukkan kepalanya. “Hai, aku Heceline, senang bertemu dengan mu, Tuan Benjamin.” Pria itu pun tersenyum, mereka berjabat tangan. Makan malam dimulai, beberapa kali Benjamin mencuri pandang kepada Helena. Pria itu tersenyum, merasa senang karena ternyata Helena jauh lebih cantik dibanding foto yang ditunjukkan padanya. Helios dan Hendrick menatap dingin, merasa terancam karena bisa saja pria itu akan merebut Helena dari mereka. Denting sendok dan garpu sudah tak lagi terdengar, makan malam te
“Tuan, undangan untuk pesta besar sudah sampai. Acara lelang juga akan digelar seperti tahun sebelumnya.” ucap Han sambil menyodorkan undangan itu kepada Alexander. Sebentar melihat undangan dengan desain mewah itu, Alexander pun menganggukkan kepalanya. “Aku akan datang bersama denganmu, bilang saja kalau kita ini gay.” ucap Alexander, masa bodoh saja. Han memaksakan senyumnya, mendengar itu rasanya merinding sekali. Lima tahun yang lalu alasannya pun sama, sekarang alasan gila itu lagi? ‘Tuan Alexander, Saya yang belum menikah sampai detik ini apa alasannya sudah digambar jelas oleh anda,’ batin Han. “Saya akan mengkonfirmasi kepada pihak yang bertanggung jawab, Tuan.” jawab Han, pasrah. Alexander mengangguk, menggerakkan tangannya membuat Han meninggalkan tempatnya.
Grep! Benjamin menahan tangan Helena, menggenggam tangan itu.. Helena tersentak kaget, sadar kalau baru saja ia hampir melakukan sebuah kesalahan. Benjamin menunduk sopan kepada pria tersebut yang tidak lain adalah Alexander. “Maaf, bisakah lepaskan wanita Saya?” Alexander mengerutkan dahinya, jelas tak ada yang melihat itu. “Heceline,” panggil Benjamin. Helena sontak menjauhkan tubuhnya dari Alexander. “Permisi...” ucap Helena, mengambil posisi untuk lebih dekat dengan Benjamin. Benjamin membawa Helena pergi, namun Alexander mulai merasakan dirinya terbakar. “Suara indah itu, bagaimana mungkin bisa sangat mirip dengan Helena? Bahkan, jika pemilik suara itu bukan Helena, aku tetap menginginkannya!” ucap Alexander tegas. Tidak ada Helena, wanita yang mirip juga boleh. Entahlah, Alexander sudah semakin gila sekarang. Acara lelang di mulai. Helena dengan mata berbinar mengamati setiap barang yang dilelang. Bibirnya tersungging kecil saat menemukan seb
Grep! Alexander mencengkram tangan Helena, matanya terus menatap dengan dalam sambil mengamati. ‘Tubuhnya sangat mirip, sorot matanya, bibirnya, dan suaranya. Apakah wanita ini benar-benar Helena?’ batin Alexander. Gagal bisa melihat wajah pria brengsek yang sudah melakukan sesuatu yang tidak sopan padanya, Helena pun menjadi kesal. Merasakan perasaan akrab namun membuat Helena merasakan kewaspadaan yang kuat, ia pun sekuat tenaga membuat gerakan yang pada akhirnya tubuhnya menjauh dari pria itu. Plak! Tak peduli siapa pria itu, Helena memberikan sebuah tamparan keras di wajahnya. Setelah tamparan itu terjadi, Helena mengepalkan tangannya erat, nyatanya yang dia pukul adalah topeng sehingga
“Hecel, aku sendiri tidak terlalu memahami benar apa yang terjadi denganmu di masa lalu. Ayah dan kedua kakakmu sudah memblokir semua informasi terkait dirimu. Tapi, pria tadi sepertinya seseorang yang mengenal mu, kan?” ucap Benjamin. Helena mencengkram tangannya sendiri, merasa begitu tertekan karena ucapan Benjamin terasa begitu nyata. Benjamin meraih tangan Helena, membuat tangan yang saling mencengkram itu terpisah. Seketika itu Benjamin langsung membuka kepalan tangan Helena, membuat jemari mereka saling bertautan. “Hecel, jika kau butuh teman untuk bercerita, aku bisa kau percaya dalam hal itu.” ucap Benjamin lembut. Masih jelas wajah Helena yang begitu tertekan saat keluar dari toilet, Benjamin benar-benar tidak akan melepaskan pria itu. “Aku akan berusaha yang terbaik untukmu, Hecel. Kedepannya, aku harap akan baik-baik sa
Helena kini tengah duduk di ruangan kerjanya, sambil menatap gelang giok merah itu. Tergeletak begitu saja di meja, Helena benar-benar bingung dengan keanehan itu. Gelang giok merah itu jelas asli! “Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pria itu, ya? Tiba-tiba saja berdansa denganku, berebut gelang ini denganku, mencium ku dengan brengseknya, lalu sekarang mengirimkan gelang ini untukku? Sial, apa dia sedang mempermainkan aku?” gumam Helena yang makin kebingungan sendiri. Mengeluarkan ponselnya, Helena memutuskan untuk meminta bantuan dari orang kepercayaan keluarga Beauvoir. “Pagi ini aku mendapatkan bingkisan yang tidak biasa, tolong lacak siapa pengirimnya. Kemungkinan besar mulanya adalah dari tempat pelelangan.” ungkap Helena. Setelah selesai, Helena memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Gelang g