Season IIIKate bergantian menjaga Lily dengan Steven. Kate lega, karena ternyata Lily tidak mati. Hanya saja masih ada ganjalan dalam hatinya, kapan Lily bangun?Kate menggenggam tangan Lily, menangis, sahabatnya yang baik hati, mengapa sampai begini?Axel dan Nyonya Margot sepakat menyembunyikan Lily disuatu rumah yang di pedesaan jauh dari kota. Paling tidak perlu waktu sampai lima belas menit untuk ke kota.Harapannya, tidak ada yang tahu di mana Lily, hingga semua sandiwara ini berakhir.“Kapan kau akan membuka mata, Li?” suara Kate terdengar lirih, setelah menangis beberapa lama, Kate pikirakan mudah memanggil Lily untuk kembali sadar.Namun, siapa sangka jari Lily perlahan bergerak dan samar, Kate mendengar gumaman dari sahabatnya itu.Entah berapa kali mengerjap, rasanya Lily bisa merasakan hangatnya sinar matahari di sekujur tubuhnya—yang terasa lemas.Lily perlahan membuka matanya, yang dia lihat pertama kali adalah Kate.“K—Kate?” ucapnya terbata-bata.Kate menggerakkan kep
Season III“Aku juga lupa sampai dirawat karena apa?”Axel diam, memilih kata mana yang tepat untuk Lily. “Apa kau sama sekali tidak ingat? Hari terakhir sebelum kau dirawat bersama Meredith?”Lily termenung sejenak, Axel menggenggam jemari Lily.“Aku hanya ingat meninggalkan anak-anak di rumah, lalu ke rumah sakit, setelah itu aku tidak ingat lagi,” tambah Lily, lalu menatap Axel dalam. “Apa terjadi sesuatu?” tanyanya.Axel masih diam, hanya mengecup pungung tangan Lily “Aku hanya merindukanmu,” katanya lalu tersenyum.“Lily!”Suara itu terdengar jauh oleh Lily dan Axel“Lily!”“Itu pasti Mama,” kata Axel sambil tersenyum, Lily menyambut Nyonya Margot yang masuk ke dalam kamarnya.“Ah itu dia,” ucap Nyonya Margot sambil membuka kedua tangan untuk memeluk Lily dengan erat “Aku sangat mengkhawatirkanmu, Li. Syukur saat ini kau baik-baik saja,” ucapnya sambil mendekap Lily.Nyonya Margot, Meredith dan Lily mengobrol dengan akrab, mereka saing merindukan. Apalagi, Lily sangat merindukan
Season IIIMendengar pembelaan Eric, Axel menggaruk pelipisnya.“Kalau begitu, kita sudahi saja semua. Kumpulkan semua bukti, dan serahkan ke pihak berwajib. Untuk sementara juga, aku akan tetap di sini,” ujar Axel tegas.“Baik, aku akan membereskan semuanya,” sambar Steven—langsung mengubungi Tom agar menyelesaikan tugasnya.Sedangkan Axel, berkoordinasi dengan Pak Andes untuk urusan kantor. “Kau dan Kevin bisa mengkoordinasi semua yang berurusan dengan perusahaan.”Axel lalu memutus sambungan telepon, menatap Steven. “Apa yang sebaiknya kita lakukan untuk melindungi keadaan di sini. Menilik percobaan pembunuhan Lily, rasanya kalau Wanda sudah tertangkap basah, bukannya tidak mungkin dia akan melakukan hal seperti itu lagi.”“Aku akan mengawasi di sini. Aku akan minta Tom juga ada di sini untuk membantuku. Dan tadi … siapa itu,” Steven mengerutkan keningnya.“Pemuda tadi? Eric kalau tidak salah,” jawab Axel.“Dia akan menjaga rumah Nyonya Margot, bagaimana menurutmu?”“Baiklah. Kau a
Season III“Emily?”Beberapa saat Lily terpaku, tidak bergerak, menatap layar ponsel Axel menampilkan nama Emily.Namun, Axel yang masih tertidur mendengar suara Lily meski hanya berbisik. Matanya membuka, memaksa tubuhnya bangkit dari rebah dan mengambil ponsel itu dari tangan Lily.Mata Lily makin besar ketika melihat Axel merebut ponsel itu dari tangannya.“Kenapa dia meneleponmu pagi begini? Dan untuk apa pesan singkat yang bertubi-tubi yang dia kirim?” tanya Lily, suasana yang ada dalam kamar itu menjadi tegang.Axel tersenyum, “Mungkin dia hanya menanyakan keadaanku dan kamu. Aku belum memberitahu orang kantor kalau kau sudah siuman,” jelas Axel kebingungan.“Kenapa kau terlihat kebingungan?” tanya Lily. “Apa yang kau sembunyikan dariku, Axel?” pertanyaan Lily kali ini terdengar sangat mendesak Axel.“Tidak … aku hanya baru ingat hari ini ada rapat penting perusahaan. Kita akan membuka distribusi untuk Asia.”“Jadi, hari ini kau akan ke kantor?” tanya Lily penuh dengan selidik.
Season III“Tapi kau merebut ponselmu, Axel! Itu mengatakan seolah kau tidak mempercayaiku!” Mata Lily berkaca-kaca menatap Axel.Axel diam tidak bisa membalas perkataan Lily, memang seharusnya bagaimana? Axel mendumel dalam hati. “Aku hanya pikir ada telepon yang penting dari Emily. Kau tahu, kan, dia ada di kantor saat ini.”“Apa kau ….” Lily tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Jadi, lebih baik dia pergi dari hadapan Axel.Kali ini, Axel tidak mencegah Lily. Mungkin dia perlu waktu untuk sendiri, pikir Axel.Saat menjauh dari Axel, Lily pikir bertanya kepada Kate lebih baik ketimbang dengan yang lain.“Sebenarnya, berapa lama aku tidak siuman, Kate?” tanya Lily. “Apa karena aku terlalu lama tidak banun, lantas Axel bermain cinta dengan yang lain?”Kate menatap Lily, “Dengan siapa?”“Dengan asistennya, contohnya. Aku tidak percaya suamiku lagi,” keluh Lily—gelas yang berisi jus jeruk dia sedot. Rasanya sudah lama sekali tenggorokannya tidak menenggak minuman segar seperti ini.“Apa
Season III“Memangnya kenapa kalau aku mengambil ponselnya?” tanya Axel pongah.Orang tempat dia bertanya adalah Kevin yang sore itu datang ke tempat Axel. Ada beberapa dokumen untuk ditanda tangan dan Kevin melaporkan pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya.“Mungkin masalahnya Nyonya Lily lihat itu telepon dari Emily, itu yang membuat dia kesal,” jawab Kevin, dia juga hanya bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi.“Kesal?” ulang Axel. Dulu Bree tidak sebegininya memperlihatkan emosi yang dia punya. Paling tidak, Bree tidak mudah ngambek seperti ini. “Lalu aku harus bagaimana? Dan bagaimana keadaan Emily?”“Emily, saya sudah menyerahkan semua berkas yang berkaitan dengannya ke kepolisian, termasuk hasil tes DNA. Jadi, kita tinggal tunggu kepolisian untuk menangkapnya.”“Bagus,” jawab Axel. “Aku akan beberapa hari ada di sini, setelah itu tolong persiapkan kami untuk pulang kembali ke rumah Mama.”“Baik, Pak. Apa ada lagi yang bapak perlukan?”Axel menggeleng, “Kau boleh pulang.”Setela
Season IIIBree memotret lelaki yang tidak dia kenal itu. Lalu mengirimnya ke Wanda.Wanda menerima foto yang dikirim Bree seraya memaki-maki. Tangannya gemetar karena kecewa, marah, kesal.“SIAL!” katanya, saking kesalnya, dia melempar beberapa barang yang ada di dekatnya.“Sial sekali,” kata Wanda entah berapa kali, berteriak, mendesis dan juga menggumam. Dia telah dimanfaatkan oleh Eric. Apa-apaan? Bisa-bisanya aku terjebak oleh lelaki ingusan macam Eric? Umpat Wanda lagi.“Kau juga yang bodoh,” sahut mamanya saat melintas di depan kamar Wanda dengan kursi rodanya. “Kenapa secepat itu percaya dengan seorang lelaki?”Wanda mendengus, kesal sekali dengan mamanya. Lebih parah lagi, Wanda tinggal bersama wanita tua menyebalkan itu. Mengurangi rasa kesal, Wanda menutup pintu kamarnya.Blam!Mamanya yang masih ada di depan pintu hampir melonjak. “Astaga! Dasar, anak kurang ajar!” umpatnya, aku tidak pernah membesarkan anak sepertimu. Hah!”Tidak kalah kesal, mama Wanda berlalu dari depan
Season IIIWanda sebenarnya menyesal akan keputusannya mengencani Eric. Andai saja instingnya lebih tajam. Nalurinya lebih kuat, pasti hal semacam ini tidak akan terjadi.Wanita itu berdiam di kamarnya, harusnya Bree lebih tahu di mana Axel saat ini. Dasar, wanita bodoh! Makinya dalam hati, mengapa juga tempo hari yang menolong dirinya dan mengeluarkannya dari situasi yang membosankan itu adalah Bree.Namun, setelah kenal lebih dekat, Wanda menilai Bree lebih menjengkelkan! Dia seperti putri raja yang tidak bisa melakukan apa-apa. Minta makanan langsung dihidangkan di meja makan. Tanpa mau membereskan atau juga mencuci piring.Atau juga baju yang bekas dipakai, Bree tidak mau mencucinya sama sekali.“Tapi aku melakukan semua pekerjaan rumah saat di apartemen Robert,” sentak Bree, saat Wanda menegurnya malam itu.Wanda mengulum senyuman, maunya tertawa dengan keras.“Kalau kau mau tinggal di sini, berarti, kau juga harus melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan di apartemen Rob