“Sean!” Aliya membuka tirai dari bilik Sean namun tak menemukan laki-laki itu di sana.“Ke mana dia?” gumam Aliya heran. Dia pun memanggil perawat yang lewat dan menanyakan keberadaan Sean yang tadinya masih berbaring di sana.“Pasien yang ada di sini di mana ya sus?” “Sudah pulang bu. Beberapa menit yang lalu,” jawab sang perawat kemudian berlalu meninggalkan Aliya yang masih membatu.“Sudah pulang? Bagaimana dengan tas dan ponselku.” Selain dompet, dia juga meninggalkan kunci mobilnya di dalam tas karena ia hanya pergi untuk membeli makanan di warung nasi yang berada tak jauh dari rumah sakit itu. Sekarang dia bingung bagaimana ia bisa bertemu dengan Sean setelah ini.“Ah, lupakan sajalah. Biar aku temui dia besok di kantor,” pikir Aliya. Dia sudah tak mau tahu tentang Sean saat ini. Ada hal lain yang harus dia khawatirkan yaitu Ruby yang sebentar lagi datang ke rumahnya.“Aliya? Kamu kenapa ada di sini? Aku mencarimu di depan toilet wanita tapi kamu tak kunjung keluar. Ternyata ka
“Hah?!” Joni yang tiba-tiba mendengar permintaan dari Sean pun terkejut. Dia bahkan lebih terkejut melihat laki-laki itu sudah pulang ke kost padahal sebelumnya masih tak sadarkan diri dan dibawa ke rumah sakit.“Cepat! Aku harus ke rumah sakit sekarang juga.” Sean terus mendesak Joni karena dia khawatir Aliya mungkin akan kebingungan mencarinya di rumah sakit.“Kenapa kamu mau kembali lagi ke rumah sakit?”“Nanti aku jelaskan, sekarang tolong pinjami aku seratus ribu.”“Ya… Ya.” Joni akhirnya mengambilkan selembar uang seratus ribuan dan memberikannya pada Sean.“Terima kasih Jon!” seru Sean kemudian bergegas meninggalkan kost nya dan mencari ojek untuk bisa sampai di rumah sakit dengan cepat. Dia benar-benar takut jika Aliya masih berada di rumah sakit dan sedang kebingungan mencarinya.***Setelah beberapa menit, Sean akhirnya sampai di rumah sakit yang tadi. Dia langsung mencari-cari sosok Aliya di sekitar ruang UGD dan beberapa tempat umum di rumah sakit itu. Namun sekeras mungki
Aliya membuka matanya setelah pingsan beberapa saat lalu. Dia tak melihat siapa-siapa di dalam kamarnya, hingga ia berpikir bagaimana bisa mereka meninggalkannya di kamar sendirian dalam keadaan seperti ini? Apa dirinya memang benar-benar sudah tak dibutuhkan lagi di rumah itu hingga ia diperlakukan seperti itu? Pikirnya sambil mengurut pelipisnya yang masih terasa pusing.Aliya pun beranjak sendiri dari tempat tidurnya untuk mencari orang-orang. Dia yakin mereka masih berada di dalam rumah, namun tak ada yang cukup peduli padanya.“Pernikahan kalian tiga hari lagi. Bukankah sebaiknya Ruby tinggal di sini?” usul Yulia pada anaknya. Di ruang tamu saat ini sudah ada Reza, Ruby, serta Yulia yang sedang berdiskusi. Sementara Aliya yang tadinya ingin pergi ke dapur untuk mengambil minum mengurungkan niatnya dan mendengar pembicaraan mereka.Aliya mengepalkan kedua tangannya, merasa terkhianati karena Reza dan ibunya tak menyertakan dirinya dalam pembicaraan serius itu. Padahal dirinya lah
“Bagaimana ini bu? Apa kita harus mencari Aliya juga?” tanya Ruby yang merasa jika semua ini adalah salahnya.“Tidak usah. Biar saja Reza yang bodoh itu mencari istrinya yang tidak berguna.” Yulia masih tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Aliya. Wanita yang selama ini terlihat cerdas dan menawan sudah berubah menjadi istri yang gila. Dan semua kegilaannya itu adalah akibat dari ulahnya sendiri.“Tapi ini semua karena Ruby bu,” kata Ruby yang merasa bersalah.“Ini bukan salah kamu. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah sama sekali. Ayo, kita ke kamar ibu. Ibu akan ceritakan apapun tentang Reza yang ingin kamu ketahui.”Ruby mengangguk. Saat ini tak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain menuruti apapun yang iby Reza katakan. Karena nasibnya di rumah itu ada di tangan wanita itu saat ini.***Aliya turun dari taksi dan bergegas menghampiri rumah kost Sean. Kedatangannya ke sana bukan karena alasan spesial, tak lain itu hanya karena tas dan dompetnya ada di tangan Sean saat ini.
Aliya lantas mengambil tasnya dari tangan Sean dan memeluknya dengan senang.“Apa yang kamu katakan?” desis wanita itu pada Sean kemudian ia kembali menatap tasnya dengan suka cita.“Aku merindukanmu,” kata Aliya pada tasnya.Sean yang melihat hal itu pun bernapas lega dan terkekeh menyadari kesalah pahamannya.“Ah, ternyata tasmu yang kamu rindukan.”“Tentu saja. Memangnya siapa lagi?” Tanpa berlama-lama Aliya mengecek barang-barang yang ada di dalam tasnya. Semua masih ada lengkap di dalam sana. Membuat Aliya berpikir jika ia akan selamat malam ini. Namun semua kelegaanya berkahir ketika ia membuka dompetnya.“Di mana uang cash ku?” tanya Aliya sambil melirik Sean yang langsung meringis menampakkan semua gigi rapinya.“Aku memakainya untuk membayar biaya pengobatanku dan ongkos pulang.”“Apa? Beraninya kamu melakukan hal itu pada seniormu di tempat kerja?!”“Aku terpaksa melakukannya, kamu yang membawaku ke rumah sakit tanpa seizinku. Dan kamu tahu kan, kalau aku baru saja kehilanga
“Diam. Kamu tidak akan pernah mengerti,” ucap Aliya. Dia akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap kurus ke depan. Tangan dan kakinya menolak untuk mengemudikan mobilnya pergi dari sana.“Bisakah kamu mengemudi untukku?” tanya Aliya kemudian. Dia menoleh menatap Sean dengan mata sembabnya.“Ke mana?”“Entahlah. Aku tidak ada tujuan.”Mendengar hal itu langsung membuat Sean berpikir jika apa yang dialami oleh Aliya pasti masalah tentang rumah tangga. Karena itulah wanita itu mengatakan jika Sean tak akan pernah mengerti. Tentu saja, lagipula ia belum pernah menikah.“Baiklah.” Sean membuka pintu mobil di sebelahnya untuk berganti posisi dengan Aliya. Meski ia tak perlu melakukan hal sejauh ini, namun ia merasa iba pada Aliya. Wanita itu sepertinya lebih lemah dari kelihatannya. Dia menyimpan luka yang hanya dia sendiri yang tahu.“Aku akan menyetir mengikuti jalan. Jadi jangan mengeluh ke manapun tujuan kita nanti, karena aku sendiri tidak merencanakannya,” kata Sean sebelum ia memulai
“Kenapa?” tanya Sean tak mengerti. Untuk apa Aliya melakukan hal seperti itu. Hal itu hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Dan orang lain tidak akan tahu apa yang sebenarnya dia rasakan atau hadapi.“Aku tidak tahu.”Sean hanya bisa menatap Aliya dari samping. Tangannya mengambang di udara ketika ia sangat ingin menghibur dengan usapan lembut dan berkata, “Tidak apa-apa.” Namun Sean mengurungkannya dan menurunkan tangannya kembali.“Maaf, aku tidak bisa memberikan solusi untukmu. Kamu benar, aku tidak akan pernah tahu apa yang kamu rasakan.” Sean menunduk menyesal. Rasa penasarannya terjawab, namun dia sedih karena tak bisa menghibur atau memberi solusi untuk Aliya.Sebagai pihak luar, Sean tak berhak untuk memberikan saran pada rumah tangga orang. Karena itu bukan lagi masalah tentang satu orang saja. Banyak orang terlibat di dalamnya termasuk orang tua.Aliya tersenyum miring, “Aku juga tidak mengharapkan solusi apa-apa darimu. Aku hanya ingin mengeluarkan keluh kesahku saja.”“Tap
“Kamu yakin tidak ingin memakannya?” tanya Sean ketika ia melihat pertahanan Aliya mulai goyah.“Tidak akan!” jawab Aliya cepat. Namun perutnya berkata lain. Aroma mie cup itu terlalu enak untuk dilewatkan. Dan saat ini Aliya mulai gelisah karena dia sangat ingin mencicipinya dan membuktikan apa makanan itu benar-benar seenak itu.Tiba-tiba Sean berdiri dari duduknya setelah selesai menghabiskan makanannya.“Mau ke mana?” tanya Aliya penasaran.“Aku mau tidur sebentar di mobil, lumayan sebelum melanjutkan perjalanan.” Setelah itu Sean menuju ke mobil dan memejamkan matanya.Aliya yang melihatnya merasa heran sebab Sean sebelumnya terlihat sama sekali tak mengantuk dan masih banyak berbicara. Namun ia tak tahu juga, mungkin laki-laki itu menahannya tadi karena merasa tak enak padanya.Melihat kesempatan ini, Aliya yang tadinya merasa gengsi untuk memakan mie cup yang sudah diseduhkan oleh Sean akhirnya memakannya diam-diam. Dia menyingkir ke tempat yang sekiranya tak terlihat oleh Sean
Esok harinya, Sean baru saja sampai di kota K tempat kerja barunya selama satu tahun ke depan. Dia menatap pintu masuk studio yang tak begitu besar, namun tak juga terbilang kecil. Setelah menarik napas panjang, lelaki itu mendorong pintu berfilter hitam itu dan masuk untuk menyapa penyiar yang akan bekerja dengannya hari ini.Sean masuk dan melihat studio radio yang menyala. Seorang wanita duduk di sana dan sedang membicarakan sesuatu dengan salah satu staff. Rasanya tak percaya, Sean membeku di tempatnya dan menatap lama Aliya yang belum menyadari kehadiran Sean di sana. Aliya sendiri tidak tahu jika Sean lah yang akan menjadi kameramennya selama di sana.Aliya tanpa sengaja menatap ke depan dan melihat Sean yang masih berdiri di tempatnya. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya, membuat jantung Sean tiba-tiba berdesir. Dia salah tingkah hingga tak membalas sapaan dari Aliya.“Takdir macam apa ini?” gumam Sean seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Entah har
“Baiklah, aku akan mencarikan rumah sakit lain. Bagaimanapun juga kenyamanmu lebih penting dari apapun saat ini.” Untungnya jawaban dari Reza membuat Ruby bernapas lega. Dia sudah berpikir jika Reza akan berpikir yang tidak-tidak padanya. Yang terpenting dia bisa terbebas dari Satria untuk sementara waktu.Sesampainya di rumah Reza tak mendapati Aliya berada di rumah. Dia tak mengerti kenapa istrinya itu begitu sibuk dan semakin sulit untuk ditemui. Dan hal itu membuatnya sedikit kesal pada Aliya.“Ada apa?” tanya Ruby ketika dia melihat Reza yang terlihat gusar ketika baru sampai di rumah.“Aliya tidak ada di rumah. Dan dia sering begini sekarang. Pergi tanpa bilang, dan sekarang tidak jelas dia ada di mana.”“Mungkin masalah pekerjaan. Bukankah Aliya memang selalu sibuk?”“Tidak. Dia jadi semakin parah akhir-akhir ini.”Melihat Ruby yang tampak ikut cemas, membuat Reza tak tega. Sepertinya sudah cukup bagi Ruby dengan masalah kehamilannya. Reza tak ingin menambah beban wanita itu de
“Aku akan cepat kembali.” Setelah mengatakan itu, Ruby bergegas meninggalkan Reza yang masih membeku di tempatnya berdiri. Dia sangat penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh istri keduanya itu saat ini. Namun, ia kemudian langsung membuang jauh-jauh pikiran tak pentingnya tersebut. Lagipula, tak ada alasan juga untuk ia curiga terhadap Ruby.Sementara itu, Ruby mulai mencari sosok yang ia pikir sebagai Satria sebelumnya. Dia yakin jika laki-laki itu mengarah tangga menuju loby. Tanpa memedulikan hal lain, Ruby pun menuruni tangga yang menuju ke loby di lantai bawah tersebut.Dan benar saja, ketika ia baru menuruni beberapa anak tangga, dia melihat Satria yang berdiri bersandar pada tembok di dekat tangga yang dituruninya. Laki-laki itu menoleh saat ia menyadari kehadiran Ruby yang memang sudah ditunggunya sejak tadi. Dia tersenyum miring, seolah tahu apa maksud Ruby mengejarnya saat ini.“Ternyata benar kamu Satria. Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu terus
“Jangan bertindak bodoh!” teriak Sean sembari membuka pintu atap gedung kantornya.Aliya yang sedang berdiri di atap tersebut menoleh ketika ia mendengar teriakan Sean. “Apa kamu bilang?” tanyanya sedikit bingung.Dengan langkah lebar-lebar, Sean berjalan menghampiri Aliya dan meraih tangan wanita itu. Membuat wajah Alia menjadi terlihat semakin bingung.“Kamu tidak sendirian. Masih ada aku di sini,” kata Sean kembali tanpa ragu. Dia tak peduli dengan apa kata Alia nanti. Yang Sean inginkan hanyalah Alia tidak bertindak bodoh dengan cara mengakhiri hidupnya seperti ini.Alia terdiam untuk beberapa saat. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi, karena sikap Sean saat ini sangatlah aneh.“Emm, baiklah aku tersanjung,” sahut wanita itu pada akhirnya. Membuat situasi mendadak menjadi canggung. Apalagi ketika Sean menyadari kesalahpahamannya.“Huh?”“Huh?”Melihat reaksi Alia yang kebingungan, dengan cepat Sean melepaskan tangan wanita itu. Dia lalu memalingkan wajahnya yang memerah karena
Hari minggu pagi.Aliya bangun dari tidurnya dan melihat selimut dan bantal yang berada di sisinya sudah rapi. Dia tak menemukan Reza berada di sebelahnya lagi. Entah sudah kesekian kalinya Reza melakukan hal ini padanya.Padahal semalam Aliya memastikan jika suaminya itu berada di dalam kamarnya. Namun sepertinya hal itu bahkan tak berlangsung sampai pagi datang. Reza sudah pergi ke kamar Ruby ketika Aliya sudah lelap dalam tidurnya.Dengan malas Aliya bangkit dari tempat tidurnya untuk menyiapkan sarapan untuk Reza. Setidaknya dia tak boleh membiarkan Ruby merebut rutinitasnya selama ia menjadi istri Reza selama ini. Namun ketika dia sampai di dapur, dia sudah melihat Ruby telah selesai melakukan semua hal yang biasa ia lakukan.“Eh, Alia. Aku sudah selesai menyiapkan sarapan. Kamu mau makan bersama? Reza sebentar lagi turun,” ucap wanita itu tanpa merasa bersalah sama sekali.“Tidak. Aku ada urusan pekerjaan,” jawab Aliya singkat.“Kenapa?”“Tidak apa-apa.” Aliya lantas kembali ma
“Haruskah kamu berkata seperti itu? Sekarang? Di depan Ruby?” Wajah Aliya tampak serius saat ini. Sepertinya dia lebih sensitif dari Ruby yang sedang hamil.“Aliya, aku tidak bermaksud begitu…”“Alah, kamu memang sengaja mau mempermalukan aku kan di depan Ruby?” Aliya yang merasa malu lantas keluar dari ruangan Reza saat itu juga. Dia mengabaikan beberapa karyawan yang dengan sopan menyapanya, membuat orang-orang itu semakin berbicara buruk di belakangnya.“Pantas saja pak Reza menikah lagi, ternyata sifat istri pertamanya memang buruk.” Samar terdengar ucapan seperti itu di belakangnya. Jika saja Aliya tak sedang merasa buruk hari ini, dia akan membuat para karyawan itu bungkam saat itu juga.“Menyebalkan!” Aliya memukul setir mobilnya setelah ia berhasil keluar dari kantor Reza. Dia lantas meninggalkan perusahaan itu dengan emosi yang ia tahan. Sampai sekarang dia tak habis pikir, mengapa Reza berkata seperti itu di hadapan Ruby.“Apa hanya Ruby istrinya? Apa hanya dia yang boleh ke
“Aku tidak bermaksud melakukannya,” sahut Aliya.“Kamu hanya ingin menyelamatkan hidupmu sendiri,” lanjut Ruby lagi. Jika ia mengingat saat itu, sungguh membuat hatinya kembali terluka. Padahal dulu ia sangat mempercayai Aliya lebih dari apapun. Namun wanita itu benar-benar tak datang untuknya. Bahkan rasa sakit Ruby semakin besar ketika ia melihat Aliya berada di layar televisi. Wanita itu berhasil sukses dengan mengorbakan sahabatnya sendiri.“Lalu apa lagi yang kamu inginkan? Aku membuat hidupmu lebih baik saat ini. Apa lagi yang kurang?”“Jadi menurutmu ini sudah cukup Al? Baiklah, anggap saja begitu.” Ruby berlalu meninggalkan Aliya. Dia tak ada niat untuk mengenang masa persahabatan mereka di sana. Baginya Aliya melakukan hal untuk menunjukkan padanya jika ia tak melupakannya.Ruby berjalan keluar untuk kembali ke mobil. Tak ada kenangan yang ingin ia ingat di sana. Ruby yang dulu bukanlah dirinya yang sekarang. Tempat itu dipenuhi dengan kenangannya dengan Aliya dulu. Dan itu m
“Tentu saja, aku selalu percaya padamu.” Ruby berdiri dan meraih kedua tangan Aliya. Berharap lebih pada sahabatnya yang telah lama dikenalnya itu.Aliya memperhatikan sekitar kamar itu. Dan jendela di sebelah kanannya sepertinya langsung mengarah ke halaman yang dekat dengan pintu mereka masuk tadi.“Kamu bertahanlah di sini, dan aku akan pergi lewat jendela untuk memanggil polisi atau bantuan siapapun.”Ruby diam untuk beberapa saat. Berada di tempat itu bersama dengan Aliya saja sudah terasa mengerikan, bagaimana bisa ia bertahan seorang diri?“Tapi Al… aku takut,” lirih Ruby. Dia semakin erat mengenggam kedua tangan Aliya.“Aku akan berlari secepatya. Kamu tahu kan? Aku ini jaura satu lomva lari marathon selama sekolah. Jadi aku akan segera menyelamatkanmu. Atau kalau tidak, kamu saja yang pergi. Panggil siapa saja untuk bantuan?”Ruby tampak ragu-ragu. Dia terlalu penakut untuk melakukan semua itu. Dan ia pun tahu sendiri jika Aliya orang yang sangat berani dan kuat. Dan mungkin
“Duduklah,” ucap Dani. Dia memberikan jalan untuk Aliya dan juga Ruby untuk duduk dan menunggu proses perekrutan.“Ini surat lamaran kami. Sudah ada berkas-berkasnya di dalam.” Aliya memberikan dua amplop cokelat berisi lamaran kerjanya dan juga Ruby pada Dani.“Oh iya.” Dani membukanya sekilas lalu menumpukknya bersama kertas-kertas lamaran lainnya.“Jadi pekerjaan macam apa yang akan kami berdua dapatkan?” tanya Aliya penasaran. Keduanya sama-sama masih polos dan tak tahu jika laki-laki yang ada di depannya adalah penipu yang sudah banyak menipu gadis-gadis yang baru lulus sekolah, dengan kedok penyalur kerja.“Ada berita bagus. Karena perusahaan ini sedang mencari karyawan baru yang mau cepat bekerja, jadi aku akan mengantar kalian langsung ke sana.”Senyum Aliya merekah mendengarnya. Dia berpikir jika inilah keberuntungan mereka saat ini.“Mari ikut denganku ke mobil.” Dani mengambil kunci mobilnya dan berjalan keluar. Aliya dengan perasaan yang baik bangkit dari duduknya untuk me