Aliya membuka matanya setelah pingsan beberapa saat lalu. Dia tak melihat siapa-siapa di dalam kamarnya, hingga ia berpikir bagaimana bisa mereka meninggalkannya di kamar sendirian dalam keadaan seperti ini? Apa dirinya memang benar-benar sudah tak dibutuhkan lagi di rumah itu hingga ia diperlakukan seperti itu? Pikirnya sambil mengurut pelipisnya yang masih terasa pusing.Aliya pun beranjak sendiri dari tempat tidurnya untuk mencari orang-orang. Dia yakin mereka masih berada di dalam rumah, namun tak ada yang cukup peduli padanya.“Pernikahan kalian tiga hari lagi. Bukankah sebaiknya Ruby tinggal di sini?” usul Yulia pada anaknya. Di ruang tamu saat ini sudah ada Reza, Ruby, serta Yulia yang sedang berdiskusi. Sementara Aliya yang tadinya ingin pergi ke dapur untuk mengambil minum mengurungkan niatnya dan mendengar pembicaraan mereka.Aliya mengepalkan kedua tangannya, merasa terkhianati karena Reza dan ibunya tak menyertakan dirinya dalam pembicaraan serius itu. Padahal dirinya lah
“Bagaimana ini bu? Apa kita harus mencari Aliya juga?” tanya Ruby yang merasa jika semua ini adalah salahnya.“Tidak usah. Biar saja Reza yang bodoh itu mencari istrinya yang tidak berguna.” Yulia masih tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Aliya. Wanita yang selama ini terlihat cerdas dan menawan sudah berubah menjadi istri yang gila. Dan semua kegilaannya itu adalah akibat dari ulahnya sendiri.“Tapi ini semua karena Ruby bu,” kata Ruby yang merasa bersalah.“Ini bukan salah kamu. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah sama sekali. Ayo, kita ke kamar ibu. Ibu akan ceritakan apapun tentang Reza yang ingin kamu ketahui.”Ruby mengangguk. Saat ini tak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain menuruti apapun yang iby Reza katakan. Karena nasibnya di rumah itu ada di tangan wanita itu saat ini.***Aliya turun dari taksi dan bergegas menghampiri rumah kost Sean. Kedatangannya ke sana bukan karena alasan spesial, tak lain itu hanya karena tas dan dompetnya ada di tangan Sean saat ini.
Aliya lantas mengambil tasnya dari tangan Sean dan memeluknya dengan senang.“Apa yang kamu katakan?” desis wanita itu pada Sean kemudian ia kembali menatap tasnya dengan suka cita.“Aku merindukanmu,” kata Aliya pada tasnya.Sean yang melihat hal itu pun bernapas lega dan terkekeh menyadari kesalah pahamannya.“Ah, ternyata tasmu yang kamu rindukan.”“Tentu saja. Memangnya siapa lagi?” Tanpa berlama-lama Aliya mengecek barang-barang yang ada di dalam tasnya. Semua masih ada lengkap di dalam sana. Membuat Aliya berpikir jika ia akan selamat malam ini. Namun semua kelegaanya berkahir ketika ia membuka dompetnya.“Di mana uang cash ku?” tanya Aliya sambil melirik Sean yang langsung meringis menampakkan semua gigi rapinya.“Aku memakainya untuk membayar biaya pengobatanku dan ongkos pulang.”“Apa? Beraninya kamu melakukan hal itu pada seniormu di tempat kerja?!”“Aku terpaksa melakukannya, kamu yang membawaku ke rumah sakit tanpa seizinku. Dan kamu tahu kan, kalau aku baru saja kehilanga
“Diam. Kamu tidak akan pernah mengerti,” ucap Aliya. Dia akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap kurus ke depan. Tangan dan kakinya menolak untuk mengemudikan mobilnya pergi dari sana.“Bisakah kamu mengemudi untukku?” tanya Aliya kemudian. Dia menoleh menatap Sean dengan mata sembabnya.“Ke mana?”“Entahlah. Aku tidak ada tujuan.”Mendengar hal itu langsung membuat Sean berpikir jika apa yang dialami oleh Aliya pasti masalah tentang rumah tangga. Karena itulah wanita itu mengatakan jika Sean tak akan pernah mengerti. Tentu saja, lagipula ia belum pernah menikah.“Baiklah.” Sean membuka pintu mobil di sebelahnya untuk berganti posisi dengan Aliya. Meski ia tak perlu melakukan hal sejauh ini, namun ia merasa iba pada Aliya. Wanita itu sepertinya lebih lemah dari kelihatannya. Dia menyimpan luka yang hanya dia sendiri yang tahu.“Aku akan menyetir mengikuti jalan. Jadi jangan mengeluh ke manapun tujuan kita nanti, karena aku sendiri tidak merencanakannya,” kata Sean sebelum ia memulai
“Kenapa?” tanya Sean tak mengerti. Untuk apa Aliya melakukan hal seperti itu. Hal itu hanya akan menyakiti dirinya sendiri. Dan orang lain tidak akan tahu apa yang sebenarnya dia rasakan atau hadapi.“Aku tidak tahu.”Sean hanya bisa menatap Aliya dari samping. Tangannya mengambang di udara ketika ia sangat ingin menghibur dengan usapan lembut dan berkata, “Tidak apa-apa.” Namun Sean mengurungkannya dan menurunkan tangannya kembali.“Maaf, aku tidak bisa memberikan solusi untukmu. Kamu benar, aku tidak akan pernah tahu apa yang kamu rasakan.” Sean menunduk menyesal. Rasa penasarannya terjawab, namun dia sedih karena tak bisa menghibur atau memberi solusi untuk Aliya.Sebagai pihak luar, Sean tak berhak untuk memberikan saran pada rumah tangga orang. Karena itu bukan lagi masalah tentang satu orang saja. Banyak orang terlibat di dalamnya termasuk orang tua.Aliya tersenyum miring, “Aku juga tidak mengharapkan solusi apa-apa darimu. Aku hanya ingin mengeluarkan keluh kesahku saja.”“Tap
“Kamu yakin tidak ingin memakannya?” tanya Sean ketika ia melihat pertahanan Aliya mulai goyah.“Tidak akan!” jawab Aliya cepat. Namun perutnya berkata lain. Aroma mie cup itu terlalu enak untuk dilewatkan. Dan saat ini Aliya mulai gelisah karena dia sangat ingin mencicipinya dan membuktikan apa makanan itu benar-benar seenak itu.Tiba-tiba Sean berdiri dari duduknya setelah selesai menghabiskan makanannya.“Mau ke mana?” tanya Aliya penasaran.“Aku mau tidur sebentar di mobil, lumayan sebelum melanjutkan perjalanan.” Setelah itu Sean menuju ke mobil dan memejamkan matanya.Aliya yang melihatnya merasa heran sebab Sean sebelumnya terlihat sama sekali tak mengantuk dan masih banyak berbicara. Namun ia tak tahu juga, mungkin laki-laki itu menahannya tadi karena merasa tak enak padanya.Melihat kesempatan ini, Aliya yang tadinya merasa gengsi untuk memakan mie cup yang sudah diseduhkan oleh Sean akhirnya memakannya diam-diam. Dia menyingkir ke tempat yang sekiranya tak terlihat oleh Sean
Aliya akhirnya masuk ke dalam hotel setelah penghinaan yang dilakukan oleh suaminya sendiri. Lebih parahnya ketika Aliya menoleh, dia melihat Reza kembali masuk ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja.“Dia memang sudah benar-benar berubah,” desis Aliya tak mau peduli. Niatnya yang hanya ingin menginap satu hari saja di hotel urung karena masalah baru yang menimpa rumah tangganya saat ini. Saat ini tak ada pilihan lain selain tetap berada di hotel sampai kemarahan Reza mereda. Namun entah kapan hal itu akan terjadi mengingat dua hari lagi Reza akan menikah dengan Ruby.“Aku tak akan menampakkan diri di sana besok,” kata Aliya bertekad. Dia membawa kunci kamar hotel yang sudah dipesannya. Istirahat beberapa jam mungkin akan membuat pikirannya menjadi sedikit lebih tenang.***Reza kembali ke rumahnya dengan pikiran yang sangat kacau. Kondisi tubuhnya yang kelelahan membuatnya tak bisa mengontrol emosinya ketika ia bertemu Aliya tadi. Padahal sebenarnya bukan seperti ini akhir yang ia i
Sean kembali ke rumah orang tuanya ketika dia mendapat jam istirahat. Sebenarnya dia merasa malu karena saat itu dia sudah sangat yakin untuk hidup mandiri. Namun karena kejadian tak terduga dia tak memiliki uang sepeserpun saat ini. Dia juga belum mendapatkan gaji dari pekerjaannya. Sean menekan bel rumah orang tuanya sebelum akhirnya pintu itu dibuka oleh ibunya sendiri.“Sean? Kenapa kamu menekan bel? Apa ini sudah bukan rumahmu?” tanya ibunya yang heran dengan kedatangan anaknya yang tiba-tiba.“Sean takut membuat orang rumah terkejut bu,” jawan laki-laki sambil menyengir.“Masuklah. Apa kamu tidak bekerja?”“Bekerja bu, sekarang sedang jam istirahat Sean.”“Oh, kamu mau makan?”“Boleh.” Setelah itu Sean mengikuti ibunya ke dapur dan menunggu di depan meja makan. Ibunya mengambilkan makan untuknya seperti yang selalu dilakukannya selama ini, sebelum akhirnya Sean memutuskan untuk hidup mandiri karena tak ingin merepotkan orang tuanya lagi.“Terima kasih makanannya bu,” ucap laki-l