Sean kembali ke rumah orang tuanya ketika dia mendapat jam istirahat. Sebenarnya dia merasa malu karena saat itu dia sudah sangat yakin untuk hidup mandiri. Namun karena kejadian tak terduga dia tak memiliki uang sepeserpun saat ini. Dia juga belum mendapatkan gaji dari pekerjaannya. Sean menekan bel rumah orang tuanya sebelum akhirnya pintu itu dibuka oleh ibunya sendiri.“Sean? Kenapa kamu menekan bel? Apa ini sudah bukan rumahmu?” tanya ibunya yang heran dengan kedatangan anaknya yang tiba-tiba.“Sean takut membuat orang rumah terkejut bu,” jawan laki-laki sambil menyengir.“Masuklah. Apa kamu tidak bekerja?”“Bekerja bu, sekarang sedang jam istirahat Sean.”“Oh, kamu mau makan?”“Boleh.” Setelah itu Sean mengikuti ibunya ke dapur dan menunggu di depan meja makan. Ibunya mengambilkan makan untuknya seperti yang selalu dilakukannya selama ini, sebelum akhirnya Sean memutuskan untuk hidup mandiri karena tak ingin merepotkan orang tuanya lagi.“Terima kasih makanannya bu,” ucap laki-l
Sean akhirnya menerima jabatan tangan Vanya setelah ia terdiam cukup lama.“Sean,” sahutnya.“Aku tahu. Dan aku juga tahu kalau akhir-akhir ini kamu dekat dengan Aliya.”“Huh? Tidak kok! Kami sama sekali tidak dekat!” sanggah Sean secepatnya.“Tidak dekat tapi kalian sudah berbagi rahasia. Apa itu masuk akal?” Vanya mendekatkan wajahnya menatap tajam ke arah Sean yang saat ini gugup.“Maaf, aku harus kembali kerja.” Sean melihat jam tangannya kemudian segera melarikan diri dari pantry. Sementara Vanya hanya bisa menatap kepergian laki-laki itu.“Hmm, mencurigakan,” gumam wanita tersebut.***Sekitar pukul lima lewat Aliya akhirnya pulang dari kantornya. Dia berjalan menuju pintu keluar sembari mengirim pesan pada Sean. Dia berniat untuk pergi ke kost laki-laki itu untuk mengembalikan hutangnya pada Joni dan meminta maaf karena kejadian malam itu.Aliya : Aku tunggu di mobil, aku akan mengantarmu sekalian untuk pulang.Pesan terkirim. Dan tak lama balasan dari Sean pun masuk.Sean : Ke
Satria menyeret tubuh Ruby menjauh dari jendela. Dia lalu melemparnya ke atas tempat tidurnya dan mengintimidasinya. Membuat Ruby ketakutan dan perlahan mundur sampai tubunya sudah berada di ujung.“Aku akan membunuhmu jika kamu berteriak,” ancam Satria yang bukanlah isapan jempol. Ruby tahu sendiri laki-laki itu sudah bolak-balik masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya termasuk membunuh orang.“Apa yang kamu inginkan?” tanya Ruby masih dengan rasa takut yang menguasainya.“Aku bilang aku akan memberimu hadiah pernikahanmu.” Satria membuka ikat pinggangnya dan mencambukknya di atas tempat tidur tepat di sebelah Ruby, dan membuat wanita itu hampir memekik.“Berteriak sekali lagi atau aku akan mencekikmu dengan ini.”Ruby sontak mengatupkan mulutnya lagi. Sementara Satria sudah mulai mendekatinya dan menyentuh pipi Ruby dan turun ke bahu wanita itu.“Bukankah seharusnya kamu meninggalkan kenang-kenangan sebelum laki-laki itu memilikimu? Bagaimanapun juga kamu pernah menjadi mil
Ruby duduk di ruang tamu sementara Reza mengambilkan minum cokelat hangat untuknya. Setelah memberikan minumannya Reza duduk di sofa lain untuk menanyakan kejadian lebih jelasnya pada wanita itu.“Bagaimana bisa orang jahat itu ada di dekat rumahmu?” tanya Reza penasaran.“Aku tidak tahu,” jawab Ruby singkat. Dia harus berhati-hati agar Reza tak curiga dengannya.“Kalau begitu sekarang istirahatlah di kamar tamu. Besok kita bisa melaporkan hal itu ke kantor polisi agar rumahmu aman lagi.”Ruby mengangguk mengiyakannya. Meski dia harus mencari alasan lagi besok agar Reza tak benar-benar melaporkan hal itu ke polisi. Meski polisi akan menangkap Satria, namun rahasia besarnya akan dipertaruhkan.Setelah menghabiskan minumannya, Ruby masuk ke dalam kamar tamu yang sudah disiapkan oleh Reza. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi besok jika Aliya sampai melihatnya ada di rumahnya malam ini. Namun yang jelas Ruby masih bisa sedikit tenang karena ibu Reza pasti akan membelanya besok.Sementar
Akhirnya tiba hari H pernikahan Reza dan Ruby. Pernikahan dilangsungkan cukup sederhana, karena ini adalah pernikahan kedua yang direncanakan dengan sangat mendadak. Meski tak banyak mengundang tamu, namun berita mengenai pernikahan itu menyebar cukup cepat. Banyak yang tidak menyangka karena selama ini pernikahan Reza dan Aliya tampak baik-baik saja. Mereka semakin terkejut ketika mendengar jika Aliya lah yang mencarikan sosok istri kedua untuk suaminya saat ini.Awalnya Reza berpendapat jika pernikahan itu harus tertutup dan tak boleh ada orang luar yang tahu. Karena ia pikir mungkin pernikahannya dengan Ruby tak akan lama jika tujuan mereka hanyalah ingin memiliki anak kandung darinya dan juga Ruby. Namun ibu Reza menolak, dia ingin orang-orang mengenal Ruby sebagai menantunya juga. Dia ingin membanggakannya karena baginya Aliya sudah tak menjadi menantu idamannya lagi.Aliya menerima keputusan itu. Dia bahkan membantu semua persiapan acara. Dan saat ini dia sedang membantu Ruby ke
Yulia menatap tajam anaknya dari tempatnya duduk. Dengan gesture tubuhnya, ia meminta Reza untuk duduk dan melanjutkan semuanya seolah tak terjadi apa-apa saat ini. Dan saat itu pula Sean melihat keadaan itu. Dia merasa kasihan pada Aliya, wanita itu memiliki mertua yang tak lagi menginginkannya. Reza kembali duduk. Dia melanjutkan acara seperti apa yang diinginkan oleh ibunya.Sementara itu Joni yang mengejar Aliya akhirnya mendapatkan wanita itu.“Hei! Kenapa kamu kabur?” tanya Joni tak mengerti. Padahal dia hanya ingin dompetnya kembali. Itu saja.Aliya akhirnya berhenti dan menghadapi Joni. Ia sendiri juga heran mengapa dia harus kabur sejauh ini. Padahal dia hanya ingin menghindar agar mertuanya tak tahu masalahnnya dengan Joni.“Oke, maaf. Kita bicara di sini. Aku akan mengembalikannya besok setelah aku masuk kerja. Aku akan menitipkannya pada Sean.”“Kamu tidak berbohong kan?”“Tentu saja tidak. Aku masih menyimpan dompetmu baik-baik.”“Baiklah kalau begitu. Oh ya, untuk uangny
“Kenapa?” tanya Aliya tak mengerti. “Bukankah kamu mengatakan ingin menanyakan soal pekerjaan?” lanjutnya lagi.Lidah Sean tiba-tiba menjadi kelu. Mendadak situasi menjadi sangat canggung. Tidak mungkin juga dia dengan terang-terangan mengatakan jika ia sebenarnya mengkhawatirkan Aliya saat ini.“Sean?” panggil Aliya ketika Sean tak juga mengatakan apa-apa.“Kenapa kamu belum tidur? Apa ada yang sedang kamu pikirkan?” tanya Sean mengubah topik pembicaraan.“Tidak. Aku hanya tidak bisa tidur di tempat baru.”“Kamu masih ada di hotel?”“Hmm.”“Bolehkan aku menanyakan hal yang sedikit pribadi?”“Tidak.”Untuk sesaat keduanya lalu terdiam. Tidak ada yang saling mengatakan, namun mereka cukup tahu perasaan masing-masing.“Haruskah aku ke sana?” tanya Sean tiba-tiba.***Beberapa jam yang lalu, setelah acara pernikahan selesai.Reza dan Ruby masuk ke dalam kamar hotel yang sudah disiapkan khusus untuk mereka. Keduanya tampak canggung hingga tak ada kata yang terucap di antara mereka berdua.
“Kenapa kamu tidak bisa keluar?” tanya Sean penasaran.“Itu—ibu mertuaku mengunciku di kamar.”“Argh!” Hampir saja Sean mengumpat atas hal yang sebenarnya bukan masalahnya. Namun ibu mertuanya Aliya, benar-benar orang yang sangat buruk. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu pada menantunya sendiri?“Pergilah. Lagipula kita akan bertemu di kantor besok,” kata Aliya. Anehnya dia tak ingin menyusahkan Sean. Hal sama sekali bukan sifatnya selama ini.“Nomor berapa kamarmu?” tanya Sean tiba-tiba.“Apa yang mau kamu lakukan? Jangan berbuat hal yang tidak-tidak. Aku tidak apa-apa!”“Tidak, kamu tidak baik-baik saja Aliya.”Mendengar namanya disebut seperti itu membaut Aliya tersentak. Dia tidak percaya Sean mengatakan hal seperti itu padanya. Bahkan memanggil hanya dengan namanya. Yang seharusnya itu membuatnya marah, namun tidak untuk saat ini.“7014,” jawab Aliya singkat.“Baiklah, aku hanya akan menghiburmu sebentar.”“Untuk apa kamu menghiburku? Sudah aku bilang—“TUT TUT TUT…Telepon ter
Esok harinya, Sean baru saja sampai di kota K tempat kerja barunya selama satu tahun ke depan. Dia menatap pintu masuk studio yang tak begitu besar, namun tak juga terbilang kecil. Setelah menarik napas panjang, lelaki itu mendorong pintu berfilter hitam itu dan masuk untuk menyapa penyiar yang akan bekerja dengannya hari ini.Sean masuk dan melihat studio radio yang menyala. Seorang wanita duduk di sana dan sedang membicarakan sesuatu dengan salah satu staff. Rasanya tak percaya, Sean membeku di tempatnya dan menatap lama Aliya yang belum menyadari kehadiran Sean di sana. Aliya sendiri tidak tahu jika Sean lah yang akan menjadi kameramennya selama di sana.Aliya tanpa sengaja menatap ke depan dan melihat Sean yang masih berdiri di tempatnya. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya, membuat jantung Sean tiba-tiba berdesir. Dia salah tingkah hingga tak membalas sapaan dari Aliya.“Takdir macam apa ini?” gumam Sean seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Entah har
“Baiklah, aku akan mencarikan rumah sakit lain. Bagaimanapun juga kenyamanmu lebih penting dari apapun saat ini.” Untungnya jawaban dari Reza membuat Ruby bernapas lega. Dia sudah berpikir jika Reza akan berpikir yang tidak-tidak padanya. Yang terpenting dia bisa terbebas dari Satria untuk sementara waktu.Sesampainya di rumah Reza tak mendapati Aliya berada di rumah. Dia tak mengerti kenapa istrinya itu begitu sibuk dan semakin sulit untuk ditemui. Dan hal itu membuatnya sedikit kesal pada Aliya.“Ada apa?” tanya Ruby ketika dia melihat Reza yang terlihat gusar ketika baru sampai di rumah.“Aliya tidak ada di rumah. Dan dia sering begini sekarang. Pergi tanpa bilang, dan sekarang tidak jelas dia ada di mana.”“Mungkin masalah pekerjaan. Bukankah Aliya memang selalu sibuk?”“Tidak. Dia jadi semakin parah akhir-akhir ini.”Melihat Ruby yang tampak ikut cemas, membuat Reza tak tega. Sepertinya sudah cukup bagi Ruby dengan masalah kehamilannya. Reza tak ingin menambah beban wanita itu de
“Aku akan cepat kembali.” Setelah mengatakan itu, Ruby bergegas meninggalkan Reza yang masih membeku di tempatnya berdiri. Dia sangat penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh istri keduanya itu saat ini. Namun, ia kemudian langsung membuang jauh-jauh pikiran tak pentingnya tersebut. Lagipula, tak ada alasan juga untuk ia curiga terhadap Ruby.Sementara itu, Ruby mulai mencari sosok yang ia pikir sebagai Satria sebelumnya. Dia yakin jika laki-laki itu mengarah tangga menuju loby. Tanpa memedulikan hal lain, Ruby pun menuruni tangga yang menuju ke loby di lantai bawah tersebut.Dan benar saja, ketika ia baru menuruni beberapa anak tangga, dia melihat Satria yang berdiri bersandar pada tembok di dekat tangga yang dituruninya. Laki-laki itu menoleh saat ia menyadari kehadiran Ruby yang memang sudah ditunggunya sejak tadi. Dia tersenyum miring, seolah tahu apa maksud Ruby mengejarnya saat ini.“Ternyata benar kamu Satria. Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu terus
“Jangan bertindak bodoh!” teriak Sean sembari membuka pintu atap gedung kantornya.Aliya yang sedang berdiri di atap tersebut menoleh ketika ia mendengar teriakan Sean. “Apa kamu bilang?” tanyanya sedikit bingung.Dengan langkah lebar-lebar, Sean berjalan menghampiri Aliya dan meraih tangan wanita itu. Membuat wajah Alia menjadi terlihat semakin bingung.“Kamu tidak sendirian. Masih ada aku di sini,” kata Sean kembali tanpa ragu. Dia tak peduli dengan apa kata Alia nanti. Yang Sean inginkan hanyalah Alia tidak bertindak bodoh dengan cara mengakhiri hidupnya seperti ini.Alia terdiam untuk beberapa saat. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi, karena sikap Sean saat ini sangatlah aneh.“Emm, baiklah aku tersanjung,” sahut wanita itu pada akhirnya. Membuat situasi mendadak menjadi canggung. Apalagi ketika Sean menyadari kesalahpahamannya.“Huh?”“Huh?”Melihat reaksi Alia yang kebingungan, dengan cepat Sean melepaskan tangan wanita itu. Dia lalu memalingkan wajahnya yang memerah karena
Hari minggu pagi.Aliya bangun dari tidurnya dan melihat selimut dan bantal yang berada di sisinya sudah rapi. Dia tak menemukan Reza berada di sebelahnya lagi. Entah sudah kesekian kalinya Reza melakukan hal ini padanya.Padahal semalam Aliya memastikan jika suaminya itu berada di dalam kamarnya. Namun sepertinya hal itu bahkan tak berlangsung sampai pagi datang. Reza sudah pergi ke kamar Ruby ketika Aliya sudah lelap dalam tidurnya.Dengan malas Aliya bangkit dari tempat tidurnya untuk menyiapkan sarapan untuk Reza. Setidaknya dia tak boleh membiarkan Ruby merebut rutinitasnya selama ia menjadi istri Reza selama ini. Namun ketika dia sampai di dapur, dia sudah melihat Ruby telah selesai melakukan semua hal yang biasa ia lakukan.“Eh, Alia. Aku sudah selesai menyiapkan sarapan. Kamu mau makan bersama? Reza sebentar lagi turun,” ucap wanita itu tanpa merasa bersalah sama sekali.“Tidak. Aku ada urusan pekerjaan,” jawab Aliya singkat.“Kenapa?”“Tidak apa-apa.” Aliya lantas kembali ma
“Haruskah kamu berkata seperti itu? Sekarang? Di depan Ruby?” Wajah Aliya tampak serius saat ini. Sepertinya dia lebih sensitif dari Ruby yang sedang hamil.“Aliya, aku tidak bermaksud begitu…”“Alah, kamu memang sengaja mau mempermalukan aku kan di depan Ruby?” Aliya yang merasa malu lantas keluar dari ruangan Reza saat itu juga. Dia mengabaikan beberapa karyawan yang dengan sopan menyapanya, membuat orang-orang itu semakin berbicara buruk di belakangnya.“Pantas saja pak Reza menikah lagi, ternyata sifat istri pertamanya memang buruk.” Samar terdengar ucapan seperti itu di belakangnya. Jika saja Aliya tak sedang merasa buruk hari ini, dia akan membuat para karyawan itu bungkam saat itu juga.“Menyebalkan!” Aliya memukul setir mobilnya setelah ia berhasil keluar dari kantor Reza. Dia lantas meninggalkan perusahaan itu dengan emosi yang ia tahan. Sampai sekarang dia tak habis pikir, mengapa Reza berkata seperti itu di hadapan Ruby.“Apa hanya Ruby istrinya? Apa hanya dia yang boleh ke
“Aku tidak bermaksud melakukannya,” sahut Aliya.“Kamu hanya ingin menyelamatkan hidupmu sendiri,” lanjut Ruby lagi. Jika ia mengingat saat itu, sungguh membuat hatinya kembali terluka. Padahal dulu ia sangat mempercayai Aliya lebih dari apapun. Namun wanita itu benar-benar tak datang untuknya. Bahkan rasa sakit Ruby semakin besar ketika ia melihat Aliya berada di layar televisi. Wanita itu berhasil sukses dengan mengorbakan sahabatnya sendiri.“Lalu apa lagi yang kamu inginkan? Aku membuat hidupmu lebih baik saat ini. Apa lagi yang kurang?”“Jadi menurutmu ini sudah cukup Al? Baiklah, anggap saja begitu.” Ruby berlalu meninggalkan Aliya. Dia tak ada niat untuk mengenang masa persahabatan mereka di sana. Baginya Aliya melakukan hal untuk menunjukkan padanya jika ia tak melupakannya.Ruby berjalan keluar untuk kembali ke mobil. Tak ada kenangan yang ingin ia ingat di sana. Ruby yang dulu bukanlah dirinya yang sekarang. Tempat itu dipenuhi dengan kenangannya dengan Aliya dulu. Dan itu m
“Tentu saja, aku selalu percaya padamu.” Ruby berdiri dan meraih kedua tangan Aliya. Berharap lebih pada sahabatnya yang telah lama dikenalnya itu.Aliya memperhatikan sekitar kamar itu. Dan jendela di sebelah kanannya sepertinya langsung mengarah ke halaman yang dekat dengan pintu mereka masuk tadi.“Kamu bertahanlah di sini, dan aku akan pergi lewat jendela untuk memanggil polisi atau bantuan siapapun.”Ruby diam untuk beberapa saat. Berada di tempat itu bersama dengan Aliya saja sudah terasa mengerikan, bagaimana bisa ia bertahan seorang diri?“Tapi Al… aku takut,” lirih Ruby. Dia semakin erat mengenggam kedua tangan Aliya.“Aku akan berlari secepatya. Kamu tahu kan? Aku ini jaura satu lomva lari marathon selama sekolah. Jadi aku akan segera menyelamatkanmu. Atau kalau tidak, kamu saja yang pergi. Panggil siapa saja untuk bantuan?”Ruby tampak ragu-ragu. Dia terlalu penakut untuk melakukan semua itu. Dan ia pun tahu sendiri jika Aliya orang yang sangat berani dan kuat. Dan mungkin
“Duduklah,” ucap Dani. Dia memberikan jalan untuk Aliya dan juga Ruby untuk duduk dan menunggu proses perekrutan.“Ini surat lamaran kami. Sudah ada berkas-berkasnya di dalam.” Aliya memberikan dua amplop cokelat berisi lamaran kerjanya dan juga Ruby pada Dani.“Oh iya.” Dani membukanya sekilas lalu menumpukknya bersama kertas-kertas lamaran lainnya.“Jadi pekerjaan macam apa yang akan kami berdua dapatkan?” tanya Aliya penasaran. Keduanya sama-sama masih polos dan tak tahu jika laki-laki yang ada di depannya adalah penipu yang sudah banyak menipu gadis-gadis yang baru lulus sekolah, dengan kedok penyalur kerja.“Ada berita bagus. Karena perusahaan ini sedang mencari karyawan baru yang mau cepat bekerja, jadi aku akan mengantar kalian langsung ke sana.”Senyum Aliya merekah mendengarnya. Dia berpikir jika inilah keberuntungan mereka saat ini.“Mari ikut denganku ke mobil.” Dani mengambil kunci mobilnya dan berjalan keluar. Aliya dengan perasaan yang baik bangkit dari duduknya untuk me