Menyebalkan sekali, aku lagi-lagi mendengar keributan.Aku membuka mata dengan susah payah, lalu melihat dua pria tampan berdebat di depanku. Wajah keduanya terluka. Satpam berusaha melerai dan membujuk, "Tenangkan diri kalian. Bicara baik-baik kalau ada masalah."Aku bangkit dan duduk di ranjang. Aku menatap pria berjas putih, lalu melambaikan tangan untuk memanggilnya. Namun, pria bersetelan di sampingnya malah terlihat lebih tergesa-gesa.Pria itu sontak berlutut di depan ranjangku, lalu bertanya dengan wajah berlinang air mata, "Nana, kamu masih ingat aku?"Nana? Kenapa ada orang yang memanggilku dengan panggilan seperti itu? Aku mengernyit sambil menarik tanganku dari genggamannya."Siapa kamu? Aku mengenalmu? Kak Erick, dia temanmu?" tanyaku dengan kebingungan.Erick bergegas menghampiri, lalu bertanya dengan wajah agak pucat, "Elena, kamu bilang apa tadi? Kamu sudah lupa siapa dia?"Aku mengejapkan mataku sambil berpikir dengan cermat. Namun, aku yakin tidak mengenalnya.Arhan s
Aku hamil. Setelah mengetahui kabar ini, aku hampir jatuh pingsan. Aku tidak punya pacar. Kok malah hamil?Erick membawaku melakukan pemeriksaan dengan cemas. Arhan juga tampak tidak senang. Dia menatapku dengan tatapan tidak karuan, seolah-olah bisa menangis kapan saja."Kok aku bisa hamil? Kamu tahu ini anak siapa?" tanyaku. Aku cuma percaya pada Erick, tetapi Erick tidak mau memberitahuku apa-apa.Erick hanya bilang kesehatanku kurang baik, jadi anak ini tidak bisa dipertahankan. Aku tidak peduli. Lagi pula, aku tidak bisa menjaga anak ini setelah melahirkannya nanti.Setiap hari, kerjaanku hanya makan dan tidur. Meskipun selalu lupa, kehidupanku sangat bahagia. Sampai suatu hari, seorang wanita muncul di hadapanku."Elena, kamu sengaja menggunakan anak untuk mengikat pria, 'kan? Dasar tercela," ejek wanita itu.Paras wanita ini sangat cantik, tetapi sikapnya padaku tidak baik. Aku tidak ingin menghiraukannya, tetapi dia terus menggangguku."Hei, bicara! Nggak ada gunanya pura-pura
Ketika aku siuman, Arhan dan Nikita telah pergi. Sebelum Arhan pergi, dia sempat menjanjikanku sesuatu. "Nana, tunggu aku kembali. Aku akan memberimu penjelasan. Jangan lupakan aku. Masalah ini nggak seperti yang dia katakan."Ingat atau tidak, aku tidak peduli. Selama tiga hari berikutnya, Arhan tidak datang mencariku. Aku keguguran, tetapi aku tidak sedih. Aku menerima kenyataan ini dengan cepat.Erick beberapa kali ingin membahas tentang Arhan denganku, tetapi aku selalu melarang. Mentalku akhirnya pulih. Aku tidak ingin mendengar tentang pembuat onar.Jadi, Erick membahas tentang sanatorium di Negara Darsha, "Lingkungan di sana sangat bagus. Ada chinese food dan western food. Setiap hari ada dokter yang berkunjung, bahkan mereka mengatur tamasya setiap tiga bulan sekali. Nanti kubawa kamu jalan-jalan. Kita bakal main sampai puas."Aku mencebik dan tidak peduli. "Terserah. Lagian, ujung-ujungnya aku bakal lupa."Aku menyadari diriku salah bicara. Aku meneruskan, "Tapi, aku senang ka
Tahun keempat aku dikekang Arhan, dia tiba-tiba punya calon istri. Dengar-dengar, wanita itu adalah putri pemilik Grup Ecostar, Nikita. Nikita adalah wanita yang cantik dan lembut sehingga sangat serasi dengan Arhan.Keduanya berhubungan sekitar setengah tahun, tetapi sudah membahas pernikahan. Beberapa tahun ini, Arhan mempunyai hubungan dengan banyak wanita, tetapi hubungannya tidak ada yang berhasil. Aku tidak pernah melihatnya serius terhadap para wanita itu.Temanku meneleponku untuk memperingatkan, "Sepertinya Arhan serius kali ini. Ceweknya bukan cuma cantik, tapi identitasnya bisa membantu karier Arhan."Aku sudah mendengar tentang wanita itu. Siapa sangka, aku malah bertemu Nikita untuk pertama kalinya di perusahaan Arhan.Pagi ini, aku pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan. Dokter penanggung jawabku adalah kakak kelasku. Dia bilang penyakitku berkembang dengan sangat cepat. Mungkin dalam waktu tiga bulan, aku akan melupakan semuanya."Kamu benaran nggak mau kasih ta
"Aku kenal Arhan sejak usia 15 tahun. Aku wanita yang bersamanya paling lama. Bisa dibilang aku lebih senior darimu. Selain itu, kamu cuma dirumorkan sebagai calon istrinya. Arhan nggak pernah mengakui hubungan kalian di depan umum."Nikita tentu terprovokasi dengan ucapanku ini. Dia tidak lagi pura-pura bersikap lembut, melainkan memekik, "Cepat atau lambat, kami bakal nikah! Arhan sudah bosan denganmu! Dia kasihan padamu, makanya nggak mengusirmu! Sebaiknya jangan keterlaluan ya!""Selain itu, selama kamu hilang dua tahun, mungkin saja kamu sudah ditiduri pria lain! Masih ingin berebutan denganku? Cih!"Sambil bicara, Nikita melirik ke arah pintu. Tiba-tiba, dia mengambil air di meja dan menyiram wajah sendiri."Dingin sekali ...." Wajah cantik Nikita basah. Alas bedak yang luntur membuatnya terlihat seperti ditindas.Di sisi lain, Arhan kebetulan melihat semua ini dari jendela ruang rapat. Pria itu bergegas keluar, lalu meraih tangan Nikita dan bertanya, "Siapa yang melakukan ini?"
Arhan menatapku, lalu bertanya dengan senyuman tipis, "Surat apa? Kamu mau uang atau rumah? Akhirnya kamu nggak tahan pura-pura suci lagi, 'kan?"Aku sudah terbiasa diejek oleh Arhan. Selain itu, yang dikatakannya juga tidak salah. Aku memang butuh uang."Nggak masalah. Aku bisa menyetujui semua permintaanmu. Tapi, kamu harus minta maaf pada Nikita dulu," tambah Arhan.Arhan sangat membenciku karena aku mencampakkannya dulu. Dia akhirnya mendapat kesempatan untuk mempermalukanku, jadi tidak mungkin melewatkannya begitu saja.Kedua tanganku perlahan-lahan terkepal erat. Aku bertanya, "Kamu percaya aku yang menindasnya?""Itu nggak penting. Sekarang aku mau kamu minta maaf. Kamu mau minta maaf atau nggak?" Arhan sengaja mempermalukanku untuk membuat Nikita senang.Hatiku terasa getir. Seketika, sebuah momen saat SMA berkelebat di benakku. Saat itu, Arhan membelaku dan memberi pelajaran kepada murid yang menindasku.Arhan yang dulu tidak seperti sekarang. Arhan yang remaja dipukul oleh li
Aku menyusuri jalanan tanpa tujuan. Tubuhku sakit. Samar-samar, aku seperti melihat Arhan yang berusia 16 tahun berdiri di depanku.Tahun itu, aku baru masuk SMA. Orang tuaku tiba-tiba meninggal karena kecelakaan mobil, jadi aku menjadi penyendiri dan kehilangan arah.Arhan adalah tetangga baruku yang tinggal di sebelah. Keadaan ekonomi keluarganya kurang bagus. Ayahnya kawin lari dengan wanita lain. Ibunya menjadi petugas kebersihan untuk menghidupinya.Meskipun begitu, Arhan adalah anak yang periang. Setiap kali melihatku, dia akan tersenyum, tetapi aku selalu mengabaikannya.Satu-satunya hal yang bisa membuatku senang sedikit adalah saat memetik buah delima di gunung belakang sekolah. Di bawah sinar matahari, buah delima tampak merah dan besar.Aku masih ingat hari itu sudah sore. Aku memanjat pohon dengan susah payah, tetapi masih tidak bisa menjangkau buah delima dan akhirnya terjatuh. Akan tetapi, aku tidak merasakan sakit karena tubuhku menimpa Arhan. Saat itu, wajah Arhan sampa
Setelah berkeliling untuk waktu yang lama, aku menemukan sebuah alamat dari ponselku. Aku berjalan pulang dengan perlahan. Setibanya di rumah, aku melihat seseorang di dapur.Arhan pulang. Sejak bersama Nikita, Arhan tidak pernah pulang lagi. Suasana hatinya tidak baik. Dia memegang botol anggur, lalu menatap meja di belakangku. Ada dua buah delima yang merah dan besar di sana, persis dengan yang ada di gunung belakang sekolah."Makanlah," ujar Arhan dengan tidak acuh, tetapi juga tegas.Aku tidak menghiraukannya. Aku hendak berjalan melewatinya, tetapi Arhan tiba-tiba menarikku dengan kuat. Dengan tatapan suram, Arhan bertanya, "Kamu mengabaikanku? Kamu kira aku buta, nggak bisa lihat apa-apa?"Nada bicara yang tajam ini seolah-olah ingin mencabikku. Kebutaan Arhan adalah tabu bagi dirinya sendiri. Arhan tidak akan berinisiatif mengungkitnya, kecuali ada masalah yang membuatnya marah besar.Aku termangu, berusaha memikirkan kejadian pagi dan siang tadi. Namun, pikiranku kacau. Yang te