Share

Bab 2

"Aku kenal Arhan sejak usia 15 tahun. Aku wanita yang bersamanya paling lama. Bisa dibilang aku lebih senior darimu. Selain itu, kamu cuma dirumorkan sebagai calon istrinya. Arhan nggak pernah mengakui hubungan kalian di depan umum."

Nikita tentu terprovokasi dengan ucapanku ini. Dia tidak lagi pura-pura bersikap lembut, melainkan memekik, "Cepat atau lambat, kami bakal nikah! Arhan sudah bosan denganmu! Dia kasihan padamu, makanya nggak mengusirmu! Sebaiknya jangan keterlaluan ya!"

"Selain itu, selama kamu hilang dua tahun, mungkin saja kamu sudah ditiduri pria lain! Masih ingin berebutan denganku? Cih!"

Sambil bicara, Nikita melirik ke arah pintu. Tiba-tiba, dia mengambil air di meja dan menyiram wajah sendiri.

"Dingin sekali ...." Wajah cantik Nikita basah. Alas bedak yang luntur membuatnya terlihat seperti ditindas.

Di sisi lain, Arhan kebetulan melihat semua ini dari jendela ruang rapat. Pria itu bergegas keluar, lalu meraih tangan Nikita dan bertanya, "Siapa yang melakukan ini?"

Arhan terlihat sangat panik. Dia bahkan melemparkan dokumen di tangannya ke wajahku. Ujung dokumen yang runcing menggores wajahku. Tidak sakit, tetapi sangat perih.

Resepsionis itu ketakutan hingga tidak berani bicara. Aku melirik Arhan sekilas sambil menjelaskan, "Dia yang melakukannya sendiri."

Nikita menatapku dengan mata memerah. "Ya, aku yang melakukannya. Semua ini salahku. Kamu sudah puas, 'kan? Kamu mengejek Arhan buta. Aku menutup mulutmu, lalu kamu menyiramku. Memang aku yang mencari masalah sendiri."

Nada bicara Nikita jelas-jelas terdengar sedang menuduh, tetapi ekspresinya malah terlihat sangat menyedihkan.

Bagaimanapun, momen selama Arhan kehilangan penglihatannya adalah mimpi terburuk baginya. Arhan tidak suka ada yang mengungkitnya, terutama diungkit olehku.

Arhan menatap Nikita lekat-lekat. Dia mengangkat tangan untuk menyeka air matanya, lalu berujar, "Ada aku di sini. Jangan nangis lagi."

Kalimat ini terdengar sangat familier. Ketika orang tuaku meninggal karena kecelakaan dan rumahku direbut oleh kerabatku, Arhan juga mengucapkan kalimat ini saat menemaniku tidur di koridor.

Asalkan ada Arhan, aku bersedia melewati rintangan apa pun. Sayangnya, bertahun-tahun berlalu. Arhan masih mengucapkan kalimat itu, tetapi kepada wanita lain. Sepertinya, Arhan memang punya perasaan untuk Nikita.

Aku menyaksikan semuanya dari samping. Tidak ada gejolak emosi apa pun di hatiku. Aku berucap, "Aku kemari untuk memintamu tanda tangan surat."

"Surat?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status