Sekitar pukul delapan malam, dua sahabat ini pun akhirnya sampai ke rumah setelah puas menghabiskan waktu dengan berbelanja. Siska langsung mengajak makan malam Angel. Sewaktu di jalan pulang ke rumah, Siska mampir ke tempat penjual sate kambing langganannya.
“Ayoo Angel, kita makan dulu, perutku sudah teriak-teriak ini, sate di tempat langgananku enak sekali,” ujar Siska.Angel yang mendengar celoteh Siska hanya tersenyum. Dilihat asisten rumah tangganya, menyiapkan wadah tempat sate dan gulai. Mbok Yem, menyiapkan hidangan di meja makan. Lalu mereka pun makan malam bersama. Disela-sela makan malam, mereka bercakap-cakap.“Terima kasih yaa...Sis, banyak sekali aku dapat barang gratis dan ber’merek pula.”Siska menjawab dengan tersenyum dan memegang pundak Angel yang berada di sampingnya, dan berkata,” Angel, aku juga Terima kasih sudah ditemani berbelanja, dan tadi suamiku titip salam,” ujar Siska.“Suamimu tahu yaa.. aku nginap di rumahmu?”“Sudah tahu, malah dia senang karena aku ada temannya, biasanya kalau suamiku di rumah, ia yang selalu mengantar aku berbelanja, ke salon dan terkadang hangout malam-malam dengannya,” jawab Siska.“Suamiku lebih banyak di rumah ini, dibandingkan di tempat istri yang pertama atau kedua,” kembali Siska menjelaskan rumah tangganya.“Ooh begitu, memang tidak complain istri pertama dan kedua? Kenapa suamimu betah di rumah ini?”“Enggak.... karena kan istri pertamanya sudah malas melayani kebutuhan biologis suamiku, padahal hmmmm, suami masih garang kalau diranjang, aku bisa melayani dia sampai dua, tiga kali dalam sehari. paling dikit dua kali Angel!” setengah berbisik Siska berkata kepadanya, karena ada asisten rumah tangga di sekitar mereka.“Kata suami, istri keduanya itu, katanya sih....hmmm, aku enggak tau juga yaa Angel, hanya saja suamiku sempat bicara sama aku, kalau...itu nya... ngerti kan maksudku, enggak enak, becek, bau dan entah apalah, yang pasti suamiku lebih memilih tidur disini.”Angel pun tersenyum melihat Siska bercerita tentang rumah tangganya. Dalam pikirannya, betapa bahagianya Siska mempunyai suami yang bisa memenuhi kebutuhan hidup dan batinnya. Lalu mereka pun melanjutkan makan malamnya.Setelah selesai, Siska meminta asisten rumah tangganya untuk membuatkan air lemon hangat. Dan minta dibawakan ke teras depan. Kemudian, Siska mengajak Angel untuk duduk di teras depan sambil memandangi langit, dengan kerlip bintang-bintang yang gemerlap.“Terima kasih mbok Yem,” ucap Siska ketika asisten rumah tangga meletakan dua gelas air jeruk lemon hangat di meja.Angel dan Siska duduk di kursi yang di batasi oleh meja yang berisi dua gelas air jeruk lemon hangat. Mereka bercakap-cakap tentang masa sekolah hingga masa kuliah. Siska juga bercerita tentang bagaimana, penolakan dari mamanya ketika ia akan menikah dengan suami. Dan juga, bagaimana anak-anak istri pertama yang meneror dirinya.Tapi karena kesabaran dan keikhlasan, akhirnya semua bisa ia lalui dan mereka semua menerimanya, malah mereka saat ini sering berkunjung ke rumahnya. Mendengarkan perjuangan Siska, membuat Angel mempunyai semangat, atas hidup yang harus dilaluinya. Tanpa terasa malam semakin larut. mereka akhirnya memutuskan untuk ke kamar masing-masing.Di dalam kamar, Angel termenung, dalam hati yang terdalam, ingin rasanya Angel menjerit, menangisi segala penyesalan hatinya. Ia yang selama ini yang menyesali keputusan Siska, menikah dengan lelaki tua untuk menjadi istri ketiga, malah merasa keputusan Siska ternyata, adalah keputusan yang terbaik bagi dirinya.Kalau tidak, mungkin nasibnya akan seperti dirinya yang terombang-ambing tanpa kejelasan atas status hubungannya selama ini. Sejenak Angel menghela napas panjang.terpikir dalam hatinya, ‘Dari pada menyesali semua yang telah terjadi, lebih baik, mencoba pakaian dan lingerie yang sudah dibelikan Siska tadi’ ucap batin Angel.Angel lalu membuka kantong belanja pakaian. Ia mulai mencoba dua setel pakaian, lalu ia pun mencoba pakaian dalam dan lingerie. Angel lalu berdiri di depan cermin, ia melihat keelokan bentuk tubuhnya, ketika ia mencoba lingerie. Ia merasa, sangat seksi setelah memakai lingerie yang sepadan dengan pakaian dalamnya.Bentuk dadanya yang proporsional, sedikit tumpah keluar. Sesaat ia kembali membayangkan Tito, lelaki yang selama ini telah dicintanya. Kembali ia terkenang, bagaimana hari-hari terasa begitu indah ketika bersama. Sampai-sampai ketika di depan cermin, Angel merasa Tito ada disana. Ia berputar di depan cermin, seolah-olah ia memperlihatkan lingerie yang baru saja di pakai.Lalu dorongan kerinduan atas kehangatan yang biasa dirasakan olehnya. Kembali Angel, melakukan rangsangan sendiri pada kedua payudaranya.Ia menikmati permainannya sendiri. Jemari lentiknya kini memilin kedua puting yang berwarna coklat muda kemerahan, dan ia melakukan seperti yang sering Tito lakukan padanya.Angel yang telah terbawa hawa nafsu, membuka pakaian dalam dan beranjak ke atas tempat tidur. Di atas tempat tidur itu, ia membuka kedua kakinya yang jenjang dan mulai memainkan bagian klitorisnya.Ia lalu mulai melakukan putaran lembut berulang kali, hingga ia kian menikmati area sensitif yang semakin panas. Ia mulai menggoyangkan bokongnya. Putaran pada area klitorisnya semakin dipercepat, hingga desahan pada bibirnya terdengar lembut.Karena ia menyadari, saat ini ia berada di rumah Siska, jadi ia menahan desahan dengan menggigit bantal, “Oouhhhh... nikmatnya...,” Angel kini menggigit bantal dengan keras, dibarengi dengan putaran yang semakin kencang pada klitoris, hingga membuat bokongnya, bergoyang naik dan turun. Seakan-akan ia sedang bercinta dengan seorang lelaki.Setelah semakin panas area sensitifnya dan rasa nikmat yang dirasakan semakin bertambah, Angel yang merasakan kurang puas dengan hanya memainkan area klitoris, kini memasukkan ke empat jemari lentiknya, kedalam area sensitif.Dengan menggila ia melakukan permainan dengan menggunakan ke empat jemarinya. Beberapa menit kemudian, ia merasakan puncak dari kenikmatan yang ia lakukan sendiri, dengan keluar cairan bening yang menempel pada jemari lentiknya.“Aaahhh... enaaknya,” Angel mengeluarkan jemari lentiknya dari area sensitif, dan melihat cairan bening, yang menempel pada jemari, dengan perasaan puas. Tetapi dalam hati ia bergumam, ‘Sialan, aku sampai melakukan hal seperti ini gara-gara lelaki brengsek itu!’Setelah selesai dengan hasrat sesaatnya, Angel ke kamar mandi membersihkan diri. Selesai membersihkan diri, ia lalu merapikan pakaiannya untuk di masukkan ke dalam koper. Karena besok pagi, ia akan pulang ke rumah mamanya. Akhirnya ia pun tertidur dengan lelap, setelah keletihan batinnya terobati.***Pagi sekali Angel telah terbangun dalam kantuknya. Ia langsung merapikan tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan itu. Ketika itu dilihatnya, jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia yang biasanya bermalas-malasan, kini ia bangun pagi agar ia bisa lebih pagi pulang ke rumahnya.Selesai mandi, ia berpakaian dan langsung keluar kamar. Ia lalu berjalan menuju dapur, karena biasanya Siska telah berada disana untuk memasak makanan untuk putranya.“Pagi Sis..., apa yang bisa aku bantu di dapur ini?”“Eeehh... pagi Angel, enggak usah laah bantu-bantu apa pun, nanti mbok Yen marah nih, kalau pekerjaannya di ambil,” jawab Siska sambil menoleh ke arah Angel.“Iyaa... Non Angel, jangan ambil pekerjaan saya...,” ujar mbok Yem dengan polosnya menimpali ucapan dari Siska.Celoteh mbok Yem di pagi ini disambut gelak tawa mereka. Selesai Siska membuat makanan untuk putranya, ia pun mengajak Angel untuk sarapan pagi.“Sebelum kamu pulang ke rumah, kita sarapan dulu yaa...,” ujar Siska sambil membantu mbok Yem menata hidangan diatas meja makan.Setelah hidangan telah siap, mereka pun menikmati sarapan pagi dengan bercakap-cakap kecil tentang berbagai hal. Disela-sela sarapan pagi itu, Angel menanyakan sesuatu pada sahabatnya.“Sis, untuk makanan anakmu, kenapa harus kamu yang masak, bukannya sudah ada mbok Yem?”Siska yang mendengarkan pertanyaan sahabatnya tersenyum, dan ia pun menjawabnya.“Aku sengaja, sejak dini memasak untuk anakku, agar kelak ia terbiasa merasakan aroma masakanku, dan aku juga merasa yakin dengan kebersihan atas makanan yang aku buat.”Mendengar jawaban Siska yang sangat masuk akal, Angel tersenyum bangga mempunyai sahabat seperti Siska. Sejak menjadi seorang ibu, Siska tidak egois lagi seperti ketika mereka masih remaja. Ia saat ini sudah menjadi wanita dewasa. Seorang istri yang baik, seorang ibu yang bertanggung jawab serta seorang teman yang punya rasa solidaritas tinggi.“Aku bahagia melihat kamu menjadi wanita yang sempurna, Sis,” ujar Angel tersenyum memandang sahabatnya.“Angel..., aku masih Siska yang dulu, hanya saja saat ini aku punya tanggung jawab bagi keluarga, terutama bagi anakku...dan kelak, kamu juga akan merasakan, apa yang aku rasakan saat ini.”Mereka saling memuji satu sama lain. Selama dua hari di rumah Siska, ada beberapa pencerahan dalam kehidupannya. Banyak yang ia pelajari dari sebuah rumah tangga sahabatnya.Setidaknya, kesedihan yang dirasakan, sedikit berkurang, dan keputusannya untuk tinggal di rumah Siska selama dua hari adalah keputusan yang tepat. Dan hari ini, ia akan kembali ke rumah orang tuanya.Memulai hidup baru, dan berusaha melupakan penipuan cinta yang dilakukan oleh lelaki pujaan hatinya. Setelah selesai sarapan pagi, dan berbincang-bincang dengan Siska, ia pun minta izin ke kamar, untuk mengambil koper.Tidak berapa lama, Angel pun telah siap dengan koper dan tas yang akan di bawa pulang ke rumah orang tuanya. Sebuah taxi telah menunggu ia di depan halaman rumah Siska.Lalu ia pun berpamitan pada Siska, Mbok Yem yang selama ini sudah mengurus keperluannya.“Terima kasih banyak yaa Siska, semoga kelak aku bisa membalas kebaikan hatimu,” ucap Angel sambil memeluk sahabatnya dengan erat.Siska mengelus punggung Angel dan berkata,” Ingat, kamu yang sabar dan tetap semangat, jalan masih panjang.”Angel pun akhirnya masuk ke dalam taxi, dengan meninggalkan kesan indah pada sahabatnya. Selama dalam perjalanan, segala bentuk ketakutan dan kegelisahan hatinya kembali berkecamuk.Ia merasa tidak sanggup bertemu dengan mama yang dikasihinya, karena terlalu banyak dosa yang dilakukan pada mamanya. Selama ini, ia terus saja berdusta tentang segala hal, dan itu membuat ketakutan yang teramat sangat.Ia berharap, mamanya tidak bertanya kembali tentang apa pun, agar ia tidak berdusta kembali seperti kemarin. Akhirnya taxi yang membawa Angel sampai di depan rumah.Setelah membayar taxi, ia melangkah menuju pintu pagar dan membukanya. Dilihat suasana rumahnya sepi, walaupun dilihat, pintu samping dekat dapur terbuka.Setelah membuka pintu pagar, ia berjalan perlahan menuju pintu utama, seolah-olah ia adalah orang asing yang baru pertama kali ke rumah itu. Dan dengan perlahan ia memanggil mamanya.“Maa, Angel pulang...,” ujar Angel sambil membuka pintu dan menyeret koper serta membawa tas di tangannya.Terlihat mamanya berjalan dari arah dapur menuju ruang tamu, dengan senyum kebahagiaan. Ia menyambut putrinya pulang ke rumah dengan bahagia.Karena sudah satu setengah tahun, Angel hidup mandiri, walaupun mereka tinggal satu daerah. Ada kebahagiaan yang terpancar dalam wajah mamanya. Dipeluk putrinya penuh dengan kasih sayang, karena ia tahu, putrinya sedang bersedih atas PHK yang telah menimpanya.“Maa...maafkan Angel, yang menyusahkan mama lagi, seharusnya Angel yang menanggung kehidupan mama, malah ini sebaliknya.”Isak Angel dalam pelukan mamanya.“Angel, mama bahagia kamu balik ke rumah, untuk pekerjaan nanti kamu bisa cari lagi, yang penting saat ini, kamu sehat, dan untuk yang lainnya, jangan kamu pikirkan, mama juga kesepian sendiri di rumah,” ujar mamanya.Mendengar perkataan mama yang kesepian sendiri, membuat hati Angel bertambah sedih.Karena selama ini, perhatiannya pada mama berkurang karena ia tergila-gila dengan suami orang lain. “Maa... apa papa sudah tahu, kalau Angel pulang ke rumah?”“Mama sudah menghubungi papa di kampung,” jawab mama.Angel mengetahui dari mamanya kalau beberapa bulan ini, papanya sibuk mengurusi ibunya yang sudah sepuh/tua sekali. Dan hal itu yang membuat mama sekarang tinggal sendiri.Mamanya juga bercerita, kalau kedua kakak lelaki Angel, sudah jarang ke rumah, selain mereka sudah tinggal di daerah lain, mereka juga disibukkan dengan anak-anak mereka yang masih kecil.Biasanya mereka komunikasi lewat vidio call saja. Mendengar keluh kesah mama, yang sudah beberapa bulan, membuat Angel berpikir, ‘Mungkin memang sudah jadi jalannya, ia harus pulang ke rumah agar bisa menemani mamanya.’Hai...pembaca yang baik hati🥰 Mohon bantuannya untuk komentar✍️ Dan bantu tanda lovenya yaaa❤️❤️❤️❤️❤️ Di tunggu terus kelanjutan dari RWP 🌺 Terima kasih banyak🙏🙏 Dan ingat jaga kesehatan selalu yaaa💪
Hari ini, untuk pertama kalinya, Angel kembali merasakan aroma kamar tidurnya, sejak ia tinggal di apartemen milik Tito. Ia melihat sekeliling kamar, yang masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah sama sekali. Hanya saja, terlihat mama mengecat ulang dinding kamar.Untuk barang-barang miliknya, dan letak penempatannya masih pada tempatnya. Seperti meja hias, meja belajar, rak sepatu, televisi yang di tempel pada dinding, dan boneka yang berjajar rapi di lemari kaca. Ketika ia melihat boneka yang berjajar rapi di lemari, ia teringat pada kedua kakak lelakinya. Karena ia selalu diberikan hadiah ketika berulang tahun. Ia masih ingat, momen ulang tahun ke lima belas. Saat ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Kakak pertama, menghadiahkan sebuah boneka yang besar. Dan kakak kedua, menghadiahkan buku novel. “Ini boneka untuk adikku yang cantik,” ujar Rama, kakak lelaki Angel nomor satu. “Ini buku novel terbaru untuk adikku yang manis,” ujar Rangga, kakak lelaki Angel nomor dua.
Angel pun sampai di meja yang di duduki oleh Tito dengan langkah yang berat. Dan Tito yang melihat kedatangan Angel terlihat semeringah dari raut wajahnya. Sedangkan Angel terlihat masih berdiri disisi bangku yang di duduki oleh Tito.Melihat hal itu, Tito lalu berdiri dari tempat duduknya dan memegang tangan Angel, menuntun dirinya untuk duduk berhadapan dengannya. “Angel, duduk dulu sayang...,” Ucap Tito sambil membimbing tangannya. Terbersit dalam pikiran Angel untuk menendang lelaki itu, jika saja ia tidak mengontrol dirinya. Jelas terlihat ada kebencian dalam hatinya, mengingat lelaki itu telah membiarkan dirinya di hina oleh istri sahnya.Angel lalu mengingatkan dirinya sendiri, ‘Santai Angel, tahan amarahmu...kalau tidak semua rencana pembalasan ini akan berantakan... rilex...rilex...rilex,’ Setelah berperang dalam batin dan hatinya, Angel pun dapat menguasai diri dan duduk tertunduk di hadapan Tito. Melihat hal itu, Tito yang merasa bersalah langsung memegang jemari Angel la
Pagi sekali Angel telah bangun dari tidurnya. Sejenak ia termangu di tempat tidur, memikirkan kembali pertemuan dengan Tito kemarin sore. Teringat akan janji Tito yang akan mengajak pergi ke notaris, untuk melakukan perjanjian jual beli atas apartemen yang semalam ia lihat bersamanya. ‘Hmmmm, apa benar ia mau berkorban sebanyak itu?’ ucapnya dalam hati. Kini Angel sedang menimbang segala perkara yang kiranya akan timbul, jika ia kembali pada Tito. Rasa cinta yang tersisa di hatinya, masih dibaluri dengan dendam atas hinaan yang pernah ia terima dari istri sah Tito.Dan itu yang menjadi pertimbangannya untuk tidak menerima Tito, dalam kehidupannya. Tetapi transfer yang telah dilakukan dalam jumlah besar kemarin oleh Tito dan janji Tito untuk memberika ia sebuah apartemen pada hari ini, menjadi dilema bagi rasa cinta dan rasa sakit yang masih dirasakan batinnya. Tersirat dalam hati Angel untuk membalas dendam pada Tito apalagi pada istrinya. Angel tidak mudah melupakan kesalahan ora
Setelah urusan di kantor imigrasi selesai, Tito mengajak Angel untuk makan siang di sebuah warung sop kaki kambing. Di sana, Tito memilih beberapa bagian daging yang nanti akan di proses oleh penjualnya.Setelah memilih beberapa potong daging kambing mereka pun memesan minuman dan duduk berhadapan. “Angel...aku bahagia bisa memberikan apa yang seharusnya kamu terima selama ini,” ucap Tito memegang jemari Angel. Lalu kembali Tito berkata pada Angel,” Sayang...sekali lagi aku mohon maaf atas kejadian yang lalu, terus terang, aku benar-benar sayang kamu, dan suatu saat aku akan melamar kamu, aku mohon kesabaran kamu...” Mendengar kata-kata manis dari Tito, Angel pun menjawab,” Yaa...mas, aku mengerti dengan kondisi kamu, aku juga minta maaf, aku merasa kekanak-kanakan,” jawab Angel seolah ikut menyalahkan dirinya sendiri.. Semua yang dilakukan oleh Angel saat ini, untuk membangun rasa percaya Tito, kalau ia sudah tidak menyimpan bara amarah. Sehingga pembalasan pun dapat ia rencanakan
Setelah Tito dan Angel merengkuh kenikmatan sesaat, sekitar pukul empat sore, mereka bersiap pergi menemui Erwan sahabat Tito sewaktu mereka kuliah. Ketika di dalam mobil, Tito berkata pada Angel,” Sayang...ingat yaa nanti, kalau temanku bertanya bilang saja kamu keponakan aku.” Angel melihat ke arah Tito, dan ia langsung bertanya padanya,” Hmmm, berarti nanti aku harus memanggil mas, dengan sebutan om?” “Lalu...kalau aku ditanya keponakan dari mas, aku ini anaknya siapa? Kakak kandungnya mas? Atau kakak sepupunya mas?” “Harusnya, mas jelaskan ke aku, supaya pada saat bicara, teman mas itu tidak curiga, soalnya kalau sampai ketahuan kan jadi enggak enak, gimana sekarang mas?” tanya Angel dengan banyak pertanyaan. Mendengar pertanyaan Angel yang bertubi-tubi, Tito hanya mengernyitkan dahinya. Dan Angel mendengar helaan napas panjangnya, dengan pandangan tetap fokus ke jalan. “Angel, nanti bilang saja kamu anak dari saudara sepupuku mas Bimo,” ujar Tito. “Mas Bimo sepupuku itu pun
Pagi-pagi sekali, mama telah masak. Aroma masakan mama sampai masuk ke dalam kamar Angel, dan itu pula yang membuat dirinya terbangun di pagi ini. “Pagi Ma, tumben mama masak pagi sekali,” tanya Angel menghampiri mama yang sedang masak di dapur. Mama yang mendengar suara Angel, menoleh ke arahnya dengan dahi yang di kernyitkan dan mata yang di picingnya. “Kenapa mama mengernyitkan dahi?” Mama hanya terdiam, menyelesaikan masakannya. Lalu menyiapkan wadah untuk beberapa makanan yang telah selesai di masak. Setelah itu, Angel masuk ke dapur dan menempatkan wadah makanan itu di meja makan. Terlihat oleh Angel, mama membuat secangkir kopi. Dan mama menawarkan secangkir teh untuk Angel. “Apa kamu ingin minum teh?” Angel menggelengkan kepalanya. Kemudian, mereka duduk di meja makan. Ketika itu jam baru menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. “Ayoo... Angel, Sarapan dulu,” ajak mama. “Nanti saja maa, masih terlalu pagi,” ujar Angel. “Hmmmm, Angel, bukankah hari ini kamu beker
Angel berjalan menuju ruang accounting di antar oleh bapak Dendi. Ketika ia menyusuri jalan menuju ruang accounting, ia melewati beberapa ruangan yang disekat pada bagian lain. Beberapa pasang mata melihat ke arahnya. Ada yang mengangguk dan tersenyum tetapi ada juga yang terlihat cuek tidak bersahabat. Sesampai di ruang accounting, Angel di perkenalkan oleh pak Dendi, kepada kepala bagian accounting, dengan ibu Nelly. “Pagi ibu Nelly, ada staf baru yang di tempatkan di bagian accounting,” ucap pak Dendi. “Terima kasih pak Dendi, baru saja ibu Anita menghubungi saya,” ujar ibu Nelly melihat ke arah mereka. Kemudian, terlihat ibu Nelly beranjak dari tempat duduknya, menyambangi Angel dan pak Dendi yang masih berdiri di ruangan. Lalu ibu Nelly, bersalaman dengan Angel. “Saya dengan Angel, mohon bimbingan ibu, untuk pekerjaan baru yang akan saya lakukan di team ibu,” ujar Angel dengan menggenggam tangan ibu Nelly dengan erat. Sesaat ibu Nelly memperhatikan wajah Angel, dan tersenyum
Mobil yang membawa Yuni dan Andini melesat di jalan yang sedikit padat. Kebisuan Andini membuat Yuni sahabat karibnya yakin, kalau ada sesuatu hal yang terjadi dalam kehidupan sahabatnya. Yang di lakukan oleh Yuni adalah menggenggam tangan Andini. Hari ini Yuni membuat pertemuan kecil dengan teman-teman masa Sekolah Menengah Atas dulu. Oleh karena itu, ia menjemput Andini. Mobil yang membawa mereka, berhenti pada sebuah restaurant, dengan menu makanan tradisional. Mereka keluar dari mobil dan berjalan menuju restaurant itu. Seorang lelaki yang berjaga di depan pintu kaca membukakan pintu. Setelah masuk kedalam, seorang pramusaji langsung bertanya, dan memberikan daftar menu. “Maaf ibu...apakah sudah memesan bangku sebelumnya?” tanya pramusaji. “Saya sudah pesan lewat telepon tiga hari lalu dan konfirmasi table nomor delapan,” jawab Yuni. Setelah itu pramusaji mengantar Yuni dan Andini ke meja nomor delapan. Sesampai di meja besar yang memuat sepuluh orang itu, Yuni duduk di samping