Hai pembaca yang baik hati🙋❤️ Terima kasih 🙏🙏telah setia menunggu kelanjutan dari RWP🌺 Mohon komentarnya yaa✍️ Bantu untuk love nya ❤️❤️❤️❤️❤️ Untuk vote nya 💎💎💎💎💎 Untuk bintangnya juga ⭐⭐⭐⭐⭐ Jaga kesehatan selalu yaa 💪🙏🙏
Mobil yang membawa Yuni dan Andini melesat di jalan yang sedikit padat. Kebisuan Andini membuat Yuni sahabat karibnya yakin, kalau ada sesuatu hal yang terjadi dalam kehidupan sahabatnya. Yang di lakukan oleh Yuni adalah menggenggam tangan Andini. Hari ini Yuni membuat pertemuan kecil dengan teman-teman masa Sekolah Menengah Atas dulu. Oleh karena itu, ia menjemput Andini. Mobil yang membawa mereka, berhenti pada sebuah restaurant, dengan menu makanan tradisional. Mereka keluar dari mobil dan berjalan menuju restaurant itu. Seorang lelaki yang berjaga di depan pintu kaca membukakan pintu. Setelah masuk kedalam, seorang pramusaji langsung bertanya, dan memberikan daftar menu. “Maaf ibu...apakah sudah memesan bangku sebelumnya?” tanya pramusaji. “Saya sudah pesan lewat telepon tiga hari lalu dan konfirmasi table nomor delapan,” jawab Yuni. Setelah itu pramusaji mengantar Yuni dan Andini ke meja nomor delapan. Sesampai di meja besar yang memuat sepuluh orang itu, Yuni duduk di samping
Pagi sekali Angel telah terbangun dari tidurnya, ia langsung membantu mama yang di lihat sedang berada di dapur. Terlihat mama sedang memasak beberapa hidangan. Angel yang melihat hal itu, bertanya pada mama,” Maa...koq banyak sekali menu yang di masak hari ini, apa akan ada acara arisan di rumah?” “ Tidak Angel, mama membuat makanan banyak untuk dirimu,” jawab mama Mendengar jawaban mama membuat Angel tertawa. Dan berkata, “Lucu sekali mama ini, apa mama kira Angel bisa menghabiskan ini semua? Atau memang mama ingin Angel gendut yaa?” Mama tertawa mendengar celoteh putri cantiknya, setelah itu ia meminta beberapa wadah untuk tempat makanan yang telah matang. Angel teringat, aturan kantor yang mewajibkan ia menggunakan pakaian batik ketika Jumat, sebagai pakaian kerja. “Maa..., apa mama punya pakaian batik?” tanya Angel setelah menaruh makanan pada wadah. “Batik....hmmmm coba saja kamu lihat di lemari pakaian mama.” ujar mama. Setelah itu, Angel berjalan menuju kamar mama, untuk
Perjalanan yang di tempuh dari Jakarta ke Semarang membutuhkan waktu sekitar enam jam, dan pada saat mobil mereka sampai Rest-Area, mereka pun beristirahat disana. Yuni dan Andini keluar dari mobil untuk ke kamar kecil, begitu pun dengan pak Raka, ia menuju kamar kecil. Setelah itu, mereka mencari tempat duduk untuk beristirahat dan makan siang setelah empat jam perjalanan. Andini membagikan nasi yang telah ditempatkan pada Styrofoam, dan membuka rantang susun empat di meja yang mereka tempati. “Kalau kurang nasinya, pak Raka bisa ambil satu kotak lagi, soalnya saya enggak tau porsi makan pak Raka,” ucap Andini ketika memberikan satu kotak nasi. “Iyaa Bu, terima kasih.” “Yun, ini nasinya moga-moga enggak kebanyakan yaa.” “Kamu harus banyak makan Din, biar berisi badan mu,” ucap Yuni dengan memperlihatkan tangannya yang lebih besar dari Andini. “Iyaa, aku pasti akan makan banyak, biar bisa mengalahkan berat badan kamu,” senyum Andini menimpali ucapan sahabatnya. Mereka pun makan
Hari ini Angel pulang jam enam sore, karena harus membantu Cindy membuat laporan rugi laba. Ketika ia baru saja sampai di lobby gedung, seorang lelaki dengan intonasi berat memanggil namanya. “Angel...tunggu.” Seketika ia menoleh ke arah suara itu, namun ia tidak mengenal, lelaki dengan setelan batik berwarna dasar coklat muda bergambar tokoh pewayangan, dan terlihat seumuran dengannya. “Hai! kamu Angel kan, bagian accounting yang baru masuk kerja?” tanya lelaki itu tanpa tedeng aling-aling. Angel yang disebut namanya hanya menyengir kuda, memperlihatkan giginya yang tersusun rapi dan berwarna putih. Bagi Angel sangat aneh saja, ada orang yang SKSD (sok kenal sok dekat) padahal ia sama sekali tidak mengenal lelaki itu. Yang ada di bagian otak dari Angel adalah, pikiran negatif. Bisa jadi, lelaki ini cuma ingin mendekati Angel dan memanfaatkan kemolekan tubuhnya. Sambil memperhatikan gerak-gerik lelaki itu, dalam hati Angel membatin,’ Dia pikir bisa menjaring aku dengan mudah, dasa
Tito menurunkan Angel di sebuah mini market yang dekat dengan rumahnya. Sebelum turun dari mobil, Tito memberikan selembar cek dengan nominal yang tertera disana, sebesar sepuluh juta rupiah. “Ini sayang... untuk beli keperluan kamu.” “Ooh...ya, apa kamu sudah terima sertifikat kepemilikan apartemen itu?” tanya Tito kembali pada Angel yang bersiap-siap keluar dari mobil. Sesaat Angel yang telah meraih handle pintu mobil untuk keluar, menahan diri dan menoleh ke arah Tito yang mengeluarkan selembar cek untuk nya. Angel pun berkata,” Terima kasih banyak yaa mas, dan untuk sertifikat kepemilikan apartemen sudah aku terima.” “Angel..., kapan lagi kita bisa menghabiskan waktu bersama?” tanya Tito dengan meraih bahu Angel untuk mendekat padanya. Angel yang merasa telah muak dengan cara Tito menggantung hubungan mereka, menarik tubuhnya, bersandar pada kursi mobil dan berkata, “Maaf mas, tidak enak kelihatan sama orang yang ada di parkiran.” “Tetapi Angel, aku ingin kita bertemu lagi, a
Mobil yang membawa Andini dan Yuni berhenti di sebuah rumah berbentuk joglo. Terlihat halaman luas yang berisi berbagai macam pohon dan bunga yang tertata rapi. Terlihat seorang lelaki muda membuka pintu pagar, dan menyalami Andini dan Yuni. Sedangkan pak Raka menunggu di mobil. Sore mbak Dini, apa kabar?” tanya lelaki bertubuh tinggi dan kerempeng. Kabar baik, bagaimana dengan kabarmu ?” “Baik mbak, ayo masuk.” Lelaki bertubuh kerempeng itu, mempersilakan mereka masuk. Lalu terlihat seorang wanita tua berusia sekitar tujuh puluh tahun, dengan tubuh yang masih terlihat sehat berdiri di teras melihat ke arah mereka berdua. Sesampai di depan teras, Andini langsung meraih tangan wanita tua itu dan mencium tangannya, begitu pun dengan Yuni, melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh Andini. “Kapan kamu datang, Din...?” tanya wanita tua itu, mempersilakan mereka masuk ke dalam rumah. Dini yang di tanya oleh ibu mertuanya, hanya terdiam tidak menjawab, seolah-olah ia tidak m
Tito sampai di rumah sekitar jam tiga sore. Kala itu, ia pulang ke rumah membawakan makanan kesukaan istri dan mainan kedua anaknya. Setelah pintu pagar dibuka oleh seorang tukang kebun, Tito langsung memarkirkan mobil dan masuk ke rumah. Ketika ia baru masuk pintu utama, Tito melihat dua koper miliknya berada di ruang keluarga. “Ijah!” teriak Tito memanggil pembantu rumah tangga di rumah itu. “Rini...!” seru Tito memanggil istrinya juga. Seorang wanita berkulit coklat matang, kira-kira berusia tiga puluh lima tahun, yang di panggil Ijah tergopoh-gopoh mendatangi Tito, di ruang keluarga. “Saya....pak,” ucap Ijah dengan wajah menunduk. “Ulah siapa ini?” tanya Tito sambil menunjuk koper miliknya. “Ibu Dimana?” tanyanya kembali. Ijah yang tahu akan begini jadinya, menjawab Tito dengan menundukkan kepala. “Saya yang mengeluarkan pak, atas perintah ibu.” “Ibu ada di kamar, tetapi anak-anak tadi dibawa sama mang Ujang, ke tempat bermain, di Timezone. Mendengar istrinya berada di ka
Andini kembali ke rumah, pada hari minggu sore, ia masuk kedalam rumah dengan pikiran yang kalut. Karena ia belum sanggup mengutarakan keputusan untuk bercerai dari Jodi, pada Angel dan kedua anak lelakinya yang telah berkeluarga. Memang pada saat di Semarang dan di jalan, semangat dirinya untuk bercerai sangat tinggi. Hanya saja saat ini, ia belum tahu bagaimana menjelaskan dan memberitahukan pada anak-anaknya. “Eh... Mama udah pulang, cape yaa maa...koq terlihat lesu seperti itu?” tanya Angel ketika dilihat mamanya telah berada diruang tamu. Mama hanya tersenyum melihat Angel yang menyapa, lalu mama masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Sementara itu, Angel segera merapikan rumah, yang sejak kemarin tidak dirapikan olehnya. Selesai membersihkan rumah dan menyiram tanaman, Angel mencari mama yang sejak masuk ke kamar untuk membersihkan diri, belum juga keluar dari kamarnya. Pada saat masuk ke kamar, dilihat mama sedang merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Kemudian, Angel m