Elvaro tak tinggal di suit yang dikhususkan untuknya sejak Mahreen pergi. Ia menelpon seseorang untuk mencari tau lebih banyak informasi mengenai Dimitri Ryuu.
“Ada apa tiba-tiba kau ingin mengetahui tentang orang ini?” tanya seseorang yang berada di ujung sambungannya.
“Aku belum bisa mengatakannya. Ada hal-hal lain yang harus kau lakukan. Untuk sesuatu yang ku minta minggu lalu, apakah sudah siap?”
Lawan bicaranya berdeham. “Sudah. Apa kau ingin aku membawanya ke hotel atau bagaimana?”
Elvaro tersenyum puas. “Biarkan saja dulu. Aku pikir Mahreen akan menyukainya. Apa kau tau kami bertemu hari ini?”
Elvaro berniat menyombongkan diri karena ia rasa ia berhasil membuat Mahreen percaya kepadanya.
“Apa ia setuju?”
Elvaro memutar bola matanya. “Aku tak sempat bertanya. Ia membahas hal lain. Aku pikir selain keinginan kakeknya, ia tak punya hal lain untuk menikah denganku. Tapi ternyata, ia memiliki semangat yang besar.” Elvaro tertawa puas.
“Kesan yang bagus.”
Elvaro mengangguk seolah lawan bicaranya bisa melihatnya anggukannya dan raut wajahnya. Ia takkan mengatakan apapun mengenai donor jantung yang dibutuhkan Mahreen. Yang ada dipikirannya saat ini adalah apa yang harus dilakukannya terhadap Dimitri Ryuu?
“Hei, menurutmu apa pernikahanku dengan Mahreen akan langgeng dan awet atau akan berakhir begitu saja setelah beberapa tahun?”
Elvaro kesal ketika mendengar suara tawa terbahak-bahak tepat di telinganya. Ia juga merasa aneh mengapa bertanya seperti itu.
Ayolah! Aku tak punya motif apapun untuk menikahi Mahreen selain menjadikannya sebagai jembatan yang menghubungkan dua perusahaan keluarga kami. Terlebih dengan firma hukum yang mungkin akan diwariskan kepada Mahreen, Elvaro bisa menutupi segala yang terjadi di keluarganya.
Permasalahan yang melibatkan kedua orangtuanya dan paman serta tantenya.
Bukankah akan sangat buruk jika ayahnya yang menjadi salah satu kandidat menteri sosial kemudian gagal karena skandal internal keluarga?
“Rasanya aneh aku bertanya seperti itu.”
Pernyataan itu dibenarkan oleh lawan bicaranya yang saat ini mengusapi airmatanya yang keluar begitu saja ketika ia menertawakan pertanyaan Elvaro.
“Apa kau peduli dengan pernikahan kalian sebagai urusan personal? Kau menyukai Mahreen? Aku rasa kau menyukainya jika sampai mengeluarkan pertanyaan seperti tadi.”
Elvaro menertawakan dirinya. “Aku menyukai Mahreen? In general, aku memang menyukainya karena ia terlihat sangat menantang. Kau tau, ia bahkan menyinggung hal-hal yang berhubungan dengan gaya hidup bebasku.”
“Benarkah?”
“Apa ia menertawakanmu ketika kau mengatakan akan menghentikan gaya hidupmu yang sekarang ketika kalian sudah menikah?”
Elvaro tertawa ketika mengingatnya. Ia merasa lega tak ada pembahasan kea rah sana. Karena itu akan membuat Mahreen menertawakannya secara bebas.
“Mahreen akan sangat terkejut jika aku mengatakannya.”
“Tentu saja! Apa kau gila? Ia bukan hanya akan terkejut. Ia akan menertawakanmu seperti aku menertawakanmu sekarang!” Lagi dan lagi lawan bicaranya itu tertawa.
“Jika kau ingin merubah gaya hidupmu, ubahlah untuk dirimu sendiri.” Teman bicara Elvaro menambahkan.
“Aku senang kau bisa merendahkanku seperti ini sebelum kau sibuk dengan tugas yang ku berikan, Jean.”
Jean perlahan mengingat apa yang ditugaskan kepadanya. “Itu hal yang cukup mudah, kecuali jika kau ingin aku menambahkan list wanita yang juga ditiduri oleh Dimitri.”
Deg!
Mahreen.
Apa akan aneh jika Elvaro tak meminta informasi tambahan seperti itu?
Untuk saat ini yang paling ia ingin ketahui hanyalah bagaimana Dimitri Ryuu menjalani kehidupannya. Ia tak ingin mengetahui hal yang begitu detail hingga akan membuat hal-hal yang bersangkutan dengan Mahreen terbuka sekarang.
Jean bisa dipercaya.
Itu tentu.
Tapi Jean akan melihat Mahreen dengan pandangan yang berbeda jika ia mengetahui bahwa Mahreen memiliki kehidupan yang berbeda seratus delapan puluh derajat seperti yang mereka berdua duga.
“Kau bisa mencari tau apapun. Tapi pastikan tak mungkin ada yang mengetahuinya selain aku.”
Jean mengangkat alis kirinya. “Memangnya aku pernah melapor kepada siapa selain kau?”
“Bukan begitu. Cukup pastikan tak ada orang yang tau bahwa aku sedang mengorek kehidupan seseorang.”
Jean terkekeh karena merasa Elvaro mulai gugup. Pertemanan mereka yang sudah berlangsung selama sepuluh tahun jauh lebih berharga dibandingkan posisinya sebagai asisten pribadi Elvaro. Sehingga, Jean akan melakukannya sebaik mungkin atas nama pertemanan mereka, bukan karena ia takut mengecewakan orang yang mempekerjakannya.
“Tenang saja, El. Akan aku pastikan kau mendapat informasi luar biasa. Mungkin seperti beberapa kali selama seminggu ini mobilnya terparkir di sebuah toko perhiasan.”
Toko perhiasan?
Ia tak datang kemari untuk berburu perhiasan, kan?
Tiba-tiba Elvaro mengerutkan keningnya karena mulai muncul pertanyaan di kepalanya.
“Astaga! Belum apa-apa kau sudah memberikanku informasi! Bukan main!” ujar Elvaro keras-keras memuji temannya ketika ia justru merasa tak nyaman dengan pertanyaan yang muncul di kepalanya.
“Mungkin ia memiliki seseorang yang penting di sini.”
Elvaro mengangguk. Pikirannya langsung mengarah kepada Mahreen.
Di saat seperti ini, ketika mereka dipertemukan kembali setelah sekian lama, Mahreen mungkin menjadi sosok yang paling cocok dilabeli sebagai seseorang yang begitu penting bagi Dimitri.
“Cuti yang berniat kau ambil besok, apakah bisa ditunda?”
“Apa kau gila? Aku bekerja dua puluh empat jam dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu, dan kau masih mau mengganggu pengajuan cutiku yang hanya tiga hari itu?”
Tanpa sadar Jean setengah berteriak kepada bos sekaligus temannya itu. Ini yang ke sekian kalinya Elvaro menanyakan apakah ia bisa membatalkan keinginan cutinya.
“Memangnya ada sesuatu yang begitu penting hingga membutuhkanku?”
“Sejauh ini belum ada.”
Jean menghembuskan napas dengan kasar. “Lalu untuk apa cutiku dibatalkan kalau tak ada alasan yang jelas? Aku butuh liburan, El. Terus bertemu denganmu bisa membuatku gila!”
Elvaro terkekeh. “Apa nenek mengatakan sesuatu?”
“Tentu saja! Aku harus bertemu dengannya dan menceritakan langsung bahwa kau akan menikah. Dengan begitu, ia akan berhenti berpikir bahwa kedekatakan kita lebih dari sekedar partner kerja dan pertemanan.”
Kali ini Elvaro yang tertawa terbahak-bahak mendengarkan penuturan yang diungkapkan Jean.
Neneknya yang berusia lebih dari sembilan puluh tahun, yang kini tinggal dengan teman-teman semasa mudanya saat menjadi perawat untuk para anggota militer itu berpikir bahwa cucunya ini memiliki orientasi yang tak sesuai dengan lelaki pada umumnya.
“Kau harus mengatakan bahwa calon pengantinku sangat cantik. Dan katakan padanya, bahwa meskipun aku dan kau memiliki sesuatu yang mengarah pada romantisme, aku tetap takkan pernah menikahimu. Karena aku tak mendapatkan keuntungan apapun.” Ujar Elvaro sambil kembali tertawa.
“Sial sekali! Jangan menyesal jika kau melihat surat pengunduran diriku besok pagi. Aku takkan berperan dalam pernikahan kontrakmu. Atau mungkin akan ku rebut calon pengantinmu yang sangat manis itu kurang dari tiga puluh hari!”
Ia mengingat Mahreen dan wajar ketusnya ketika pertama kali bertemu. Mahreen mungkin akan melemparkan tatapan yang lebih parah kepada Jean yang selalu bersikap sok kenal.
Pukul sebelas malam ketika Mahreen sudah siap untuk tidur, sebuah email masuk ke ponselnya. Tak pernah ada email yang berhubungan dengan pekerjaan masuk ke akunnya pada jam-jam seperti ini. Email-email yang berisi spam di akunnya pun sudah otomatis takkan muncul di notifikasi. Tangannya langsung meraih kembali ponsel meskipun matanya sudah tinggal sekian watt. Sebuah data P*F menjadi lampiran pada pesan itu. Mahreen mendengus kesal ketika ia sadar siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Elvaro. Laki-laki itu membuat surat kesepakatan yang dikirimkan kepadanya selarut ini dan orang itu menggunakan email kantornya. Pintar sekali, puji Mahreen dalam hatinya. Karena email itu belum dikirim dalam waktu yang lama, Mahreen langsung menelpon Elvaro. Selang dua dering, suara Elvaro terdengar. Dan Mahreen tak mengucapkan sapaan karena menurutnya hal seperti itu tak perlu lagi di waktu seperti ini. “Aku tak setuju jika kau ingin masuk ke firma hukum. Tapi aku bisa membuat firma hukum
Dimitri menghembuskan napasnya ketika ia mengetahui bahwa sudah beberapa rumah sakit mengatakan donor jantung yang tersedia tak cocok untuk Louis. Tak pernah mudah mencari donor jantung untuk seorang anak. Sekalinya ada donor, maka entah itu golongan darah yang tak cocok atau adanya perbedaan ukuran jantung yang sangat signifikan dengan jantung milik putranya. Ia mengingat Mahreen. Bagaimana wanita itu menangis di hadapannya dan meminta maaf. Dimitri hampir selalu marah dan bingung bagaimana menghadapi Mahreen dengan banyaknya cabang pikiran yang memenuhi urat-urat sarafnya yang terus menegang.Ia mengirim sebuah pesan kepada Mahreen. Sebagai wanita yang mengandung dan melahirkan Louis, jelas ia harus diberitahu mengenai kabar terbaru.Namun pesan yang dikirimkannya dua jam lalu tak mendapatkan respon.Dimitri mengacak-acak rambutnya. Ia membayangkan Louis yang terus bertanya kepadanya. “Ayah, mengapa aku begitu sering pergi ke rumah sakit?”“Ayah, mengapa suster-suster yang berad
Jean tak bisa mengatakan tidak ketika Elvaro memintanya menjadi best man untuk pernikahannya nanti. Meskipun menggunakan nada yang mengejek, di lubuk hatinya, ia merasa terharu teman dekatnya itu akan menikah dengan wanita yang sejauh ini tak memiliki cela.“Apa kau gak punya orang lain lagi untuk menjadi best man mu, huh?” tanya Jean sambil merapikan rambutnya ketika ia ditodong tiba-tiba oleh kedatangan Elvaro ke apartemennya pada pukul setengah dua pagi.“Aku merasa kau yang paling cocok nanti. Kau pun gak punya pasangan, jadi mungkin pernikahanku akan menjadi ajang pencarian pasangan yang paling bagus.” Elvaro terkekeh. Sebenarnya, Elvaro tak punya alasan penting untuk datang ke apartemen Jean. Ia hanya tak bisa tidur dan terus memikirkan Mahreen.Ia bingung bagaimana cara mengatakannya kepada Jean. Semuanya. Mengenai hubungan Mahreen dengan Dimitri yang ternyata lebih dari apa yang diketahui laki-laki itu.Jean mengambil remote pendingin ruangan, ia menaikkan suhu dari sembilan b
Beberapa tahun ke belakang, ketika Mahreen menggendong Louis yang terus menangis, namun ia sama sekali tak bisa menyusui bayi yang sedang haus dan juga lapar dalam waktu bersamaan itu, seorang postman datang memberikan sebuah surat yang dialamatkan untuk dirinya.Sebuah surat yang tak ia kenali nama pengirimnya. Surat itu sampai di tangannya melalui pembimbingnya di Yayasan tersebut.“Apa pasanganmu gak datang hari ini? Sudah hampir pukul delapan malam namun aku tak melihatnya sama sekali dan tak ada namanya di buku tamu hari ini.”Mahreen berusaha menenangkan Louis yang masih merengek kencang. Ia hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh pembimbingnya.“Mungkin ia akan datang besok.” Sahutnya sambil kesulitan. Tangisan Louis yang baru berusia beberapa hari itu membuat Mahreen merasa takut. Ia takut bayi yang ada di tangannya merasakan sakit di bagian lagi di tubuhnya yang tak diketahuinya.Pembimbing wanita itu mengulurkan tangannya. “Kau butuh bantuan? Kau tamapk sed
Setelah Louis jauh lebih tenang, Mahreen memberikan susu formula tak lebih dari 40ml kepada bayinya. Dan bayi itu menghabiskannya dengan begitu cepat."Maaf, Louis. Aku akan berusaha lagi." Ujar Mahreen yang kemudian airmata menetes begitu saja. Ketika bayi itu tertidur dengan pulas, sebuah ketukan terdengar dari balik pintu kamarnya. Diiringi dengan panggilan halus agar ia segera membuka pintu.“Tunggu sebentar.”Mahreen mengambil cardigan biru tua yang berada pada triange stand miliknya. Ia merapikan rambunya. Melepaskan kunciran rambutnya yang sudah tak karuan kemudia mengikatnya lagi, menghabiskan semua poni yang tadi menutupi dahinya. Sekarang, hanya anak-anak rambut saja yang berada di dahinya.Dress tidurnya sedikit tipis, ia mengurungkan niatnya untuk mengizinkan Dimitri masuk dengan pakaian yang hampir bisa menerawag tubuh setelah melahirkannya itu.Mahreen berjalan ke pintu. “Dimitri, ap aitu kau?”“Iya. Aku terlambat, maaf. Aku ketiduran.” Jawab laki-lak itu di balik pintu
Kecanggungan yang terjadi tak dapat dihindari antara Mahreen dan Dimitri ketika laki-laki itu akhirnya menyadari bahwa ia bersikap melewati batas yang terus diingatkan oleh Mahreen. Namun, ketika ia sadar, Mahreen masih berada dalam pelukannya. Tak bergeming sedikitpun. Ia masih diam. Dimitri bisa merasakan hangat tubuh Mahreen. Panas yang dirasakannya berasal dari permukaan kulit Mahreen yang berada di bawah lapisa-lapisan pakaian yang ia kenakan.Dimitri juga bisa merasakan bahwa Mahreen menginginkan sentuhan dan kehadirannya. Sebisa mungkin, tanpa merusak suasana, Dimitri mulai melepaskan pelukannya. Mahreen mengikutinya dengan membalikkan tubuhnya perlahan.Kini mereka saling tatatp. Mahreen tak ingin mendengarkan kata maaf, begitupun Dimitri yang tak ingin meminta maaf. Mereka saling menunggu satu sama lain untuk mengatakan sesuatu. Tak ada yang terdengar di telinga keduanya selain detak ringan jarum jam yang berada di atas meja rias Mahreen. Pandangan mereka benar-benar saling
November 2017Hai, aku harap kau baik-baik saja ketika membaca surat ini. Aku mencari banyak hal mengenaimu karena aku tak bisa berpura-pura menjadi orang yang tak mengetahui apapun.Panggil saja aku Re. Surat ini mungkin sedikit aneh karena aku bukanlah seseorang yang kau kenal. Aku hanya seorang yang kebetulan melihat hal buruk terjadi padamu.Aku tau kau tak ingin diingatkan lagi mengenai itu semua. Aku berharap kau bisa baik-baik saja.Tapi, aku mengetahui kejadian malam itu. Ketika seorang laki-laki di sana melecehkanmu.Aku melihatnya. Aku merekam kalian, alam bawah sadarku menyuruhnya. Aku bukan perempuan mesum yang tak punya kerjaan ketika merekam kalian.Aku… aku baru saja bercinta dengan kekasihku di sana. Ia meninggalkanku begitu saja setelah selesai dan aku butuh waktu lebih lama untuk memperbaiki pakaian yang ku gunakan.Terkesan aneh. Tapi aku berani bersumpah di saat itu aku tak tau apa yang bisa ku lakukan untukmu. Aku tak bisa berteriak dan langsung menghajarnya. Aku
Dimitri tak melihat Mahreen ketika ia terbangun pukul setengah tiga pagi. Wanita itu tak ada di kasurnya, meninggalkan dirinya dan Louis di kamar pada jam segini adalah hal yang aneh menurutnya. Dimitri terbangun karena mendengar suara isak tangis, namun suara itu saat ini taka da. Tak ada suara apapun.“Apakah aku memimpikan seolah aku mendengar tangisan? Tapi tak ada siapapun di sini.” Tutur Dimitri yang mulai berjalan mendekati Louis yang benar-benar tidur nyenyak tanpa gangguan sedikit pun.Bayinya itu tak mudah terbangun jika sudah tidur, meski sesekali ia akan berpindah posisi dan membuka mata, namun Louis akan kembali memejamkan matanya segera setelah berhasil menggeser sedikit kepalanya.Dimitri menelpon Mahreen. Dering ponsel terdengar dan cahaya terang muncul dari atas nakas di sisi kanan ranjang tidur Mahreen. Ia keluar tanpa membawa ponsel? Begitulah yang dipikirkan Dimitri.Memilih untuk bangun, ia mencuci wajahnya di kamar mandi. Ia berpikir untuk tak keluar dari kamar
Dimitri mengirimi Mahreen pesan bahwa penerbangan agar delay beberapa waktu karena terpaksa harus transit di bandara karena cuaca yang benar-benar kurang bersahabat. Beberapa kali pesawat mengalami turbulensi yang cukup kuat, hingga akhirnya pilot memilih untuk menunggu badai mereda.Dimitri duduk jauh dari putranya yang berada dalam kondisi tak sadarkan diri. Louis diberikan obat tidur yang paling cepat ia akan bangun setelah dua belas jam obat itu disuntikkan ke dalam tubuhnya. Dimitri melengkapi pesannya dengan foto Louis ditemani oleh tiga perawat dan satu orang dokter di dekatnya.[Jangan khawatir, kami akan baik-baik saja.]Di akhir pesannya, ia menambahkan kalimat tersebut. Mahreen selalu mudah gusar jika dalam suasana yang dinantikannya. Ia ingat bagaimana Mahreen begitu panik ketika akan melahirkan Louis. Padahal wanita itu sudah melahirkan dengan metode yang sama. Tapi, seminggu terakhir sebelum melahirkan, Mahreen berpikir sangat banyak.Mahreen tak membalas pesannya dala
Setelah Elvaro keluar dari ruangannya, ia tak bisa benar tenang. Bagaimana seseornag yang berada di lingkungannya sendiri harus mengalami hal yang paling tak diinginkannya terjadi? Seseorang dengan title calon pengacara hebat dengan kemampuannya yang menakjubkan dalam memenangkan diskusi. Mengapa wanita itu harus jatuh seperti saat ini?Mahreen keluar ruangannya, ia pergi ke toilet umum wanita di lantainya. Rasanya, ia ingin mengurung diri di dalam bilik-bilik kamar mandi. Di bandingkan di ruangannya, Mahreen merasa butuh berada di luar ruangan karena dengan adanya orang lain, ia bisa menahan reaksi buruk di tubuhnya.Entah mengapa, tubuhnya mulai terasa gatal. Rasa gatal itu timbul dan muncul di tempat-tempat yang bisa dijangkau tangannya, namun, meskipun kuku-kuku tangannya menggaruk permukaan kulitnya yang cukup lembab, itu tak membantunya. Rasa gatal itu selalu muncul ketika merasa jijik dengan sesuatu.Dan sekarang, Elvaro sukses besar membuat setengah punggung Mahreen merasa ga
“Kau bisa sebut nama wanita itu.” Mahreen mengatakannya dengan sedikit tergagap. Ia bisa mengatur bagaimana wajahnya, namun tidak dengan rasa panas di tenggorokannya. Rasanya ia ingin keluar dari ruangannya sendiri dan membiarkan Elvaro berada di ruangan ini sendirian sebelum ia mencekik laki-laki itu sampai tak bernyawa.“Mahreen?”Elvaro merasa ia mendapatkan sedikit kesenangan dari masalah ini. Ia bisa melihat Mahreen mulai berpikir. Ini pasti sulit. Ia baru berada di sini, di hadapkan dengan permasalahan calon suaminya yang berhubungan dengan pegawai di tempatnya sendiri. “Katakan siapa namanya? Aku akan menyelesaikannya.”Elvaro tersenyum lebar memamerkan giginya. “Kau merasa ini hal yang sulit, Mahreen? Apa aku salah lihat? Apa kau kecewa?”Mahreen menggelengkan kepalanya.“Bukankah aku memintamu untuk berhati-hati dengan kebiasaanmu itu, El? Aku memintamu untuk gak sembarangan mengeluarkan cairan itu dalam tubuh wanita lain dan membuatnya mengandung anakmu! Aku baru mengatakan
Mahreen melihat pergerakan yang Dimitri lakukan atas kabar yang ia sampaikan sangat cepat. Entah dari mana, Dimitri berhasil sepakat untuk memindahkan Louis kemari dalam hitungan menit. Enam jam ke depan, putranya akan berada di pesawat dan segera menuju kemari. Penerbangan yang akan dilakukan setidaknya membutuhkan waktu paling cepat sepuluh jam, dan itu membuat Mahreen merasa gelisah. Itu terlalu lama. Baginya begitu. Setelah ini, setelah Louis mendapatkan jantung yang sempurna, Mahreen akan menutup mata untuk segala skandal yang mungkin akan dilakukan oleh Elvaro. Bukan menutup mata, lebih tepatnya, ia akan berusaha mengubur dan membersihkannya. Itu imbalan atas semua usaha yang dilakukan Elvaro untuk putranya. Ia bahkan takkan peduli dengan main api yang dilakuka Elvaro dengan salah satu ‘teman’ nya yang merupakan salah satu putri konglomerat juga. Rebecca. Wanita itu sudah dua kali menemuinya. Yang pertama di firma hukumnya dan yang kedua ketika Mahreen sedang memiliki sou
“Bukankah seharusnya kau bicara saat ini, Elvaro?” tanya Rebecca dengan tangan yang dilipat di dadanya. Ia memandang Elvaro seolah ingin menelannya bulat-bulat. Bagaimana bisa ia tak mengetahui semua hal yang berhubungan dengan pernikahan itu dengan Mahreen.“Katakan apa tujuan dari semua ini!” Rebecca menaikka nadanya. Ia tak bisa menahan kekesalannya terutama ketika Elvaro semakin sibuk dengan ipad yang berada di genggamannya. Ia sedang melihat email dari sebuah biro perjalanan milik pamannya yang tiba-tiba menghubunginya dan mengatakan bahwa sudah menyiapkan perjalanan bulan madu selama dua minggu full ke Eropa Timur.[Mahreen menyukai Eropa Timur. Kau harus ke sana dengannya. Aku sudah menyediakan semuanya.]Adik bungsunya, hanya mengirim pesan itu dan tak mengangkat ponselnya ketika ia ingin mendengarkan penjelasan atas ide buruk yang pasti tak Mahreen inginkan pula.Tentu saja Mahreen menyukai Eropa Timur, itu zona nyamannya dengan Dimitri. Hanya itu satu-satunya alasan yang Elv
Ia tak terima ketika mendengar berita terbaru yang diucapkan oleh ayahnya bahwa Elvaro akan menikah dengan seorang wanita yang berasal dari masa lalunya. Sejauh ini, ia yang menemani Elvaro. Ia yang bersama dengan Elvaro bertahun-tahun. Namun dengan santainya alki-laki itu merencanakan pernikahan dengan wanita lain tanpa mengatakan apapun kepadanya?“Bukankah kau dekat dengannya? Seharusnya ia menceritakan sebagai seorang teman dekat kepadamu rencana pernikahannya yang sangat mendadak ini.” Nada menyindir mengiringi setiap kata yang dilontarkan oleh bibir ayahnya saat ini.“Apa mereka sudah mengumumkannya?” tanya Rebecca. Ia sendiri taky akin Elvaro akan menikah.Satu-satunya alasan mengapa dirinya dan Elvaro menjalani hubungan yang tak jelas arahnya ini adalah Elvaro yang sama sekali tak ingin terikat dengan seseorang.Elvaro memiliki masalah dengan komitmen. Laki-laki itu akan lebih cepat bosan jika sudah memiliki sesuatu di telapak tangannya.Dan menikah dengan seseorang yang perna
John menatap list tamunya. Semua yang diinginkannya sudah berada pada list teratas dengan kode biru. Ia sedikit memiliki berdebatan dengan Mahreen mengenai pernikahannya.Cucunya yang tak begitu mengetahui bagaimana kehidupannya terus berusaha membuat acara pernikahan itu sebagai sebenar-benarnya pernikahan. Bukan cara melobi yang paling mujarab sejagad.“Apa Eyang berpikir ini pernikahan bisnis?”John diam.Ia tak bisa mengatakan tidak, karena dengan pernikahan ini dua keluarga konglomerat akan Bersatu. Tapi ia juga tak bisa mengatakan iya, karena ia tak tau apa yang sebenarnya jawaban yang diinginkan Mahreen.“Jangan gunakan metode seperti ini. Aku ingin pernikahanku menyenangkan siapapun yang datang tanpa dibeda-bedakan. Bukankah semuanya sama-sama orang-orang terpandang dan memiliki kuasa? Meskipun di tahapan yang berbeda, aku hanya ingin menunjukkan bahwa semuanya diperlakukan sama.”Mahreen selalu sedikit lebih ketus ketika keinginannya tak dikabulkan.“Kau sudah memilihkan laki
Sebelum tidur, Mahrene membuka ponselnya lagi dan melihat pesan-pesan yang dikirimkan Dimitri untuknya melalui nomor yang hanya diketahui olehnya.Ini ide gilanya untuk memisahkan kehidupan mereka dan semua rahasia mereka. Jika ada sesuatu terjadi dengan ponsel milik mereka, setidaknya rahasia mereka takkan langsung terbongkar dan meminimalisir kecurigaan.Mahreen tersenyum ketika Dimitri mengirimkan beberapa video.“Tante Mahreen akan melihat video ini setelah ia pulang kerja.” Kalimat pembuka dalam video itu membuat Mahreen berterimakasih kepada Dimitri yang selalu mengerti dirinya.Setelah menghabiskan setidaknya sepuluh menit di ponselnya, Mahreen mendapat panggilan dari nomor yang dikenalinya.Enggan mengangkatnya, Mahreen hanya mendiamkannya saja.Jika orang itu memiliki kepentingan, ia pasti akan meninggalkan pesan, begitulah pikir Mahreen.Dan benar. Itu Jean. Laki-laki itu meninggalkan sebuah pesan suara untuknya.“Selamat malam, Mahreen. Aku harap kau belum tidur dan langsu
“Mahreen..” panggil John ketika cucu perempuan satu-satunya itu memasuki rumah mereka dengan wajah lelah.“Iya.. Eyang belum tidur lagi? Sekarang kayaknya eyang sering sekali begadang.” Ujar Mahreen sambil berjalan mendekati John yang sudah menggunakan piyama tidurnya dan dibalut dengan cardingan hangat berwarna dark maroon.“Karena kau pun selalu pulang larut malam.”Mahreen diam. Ia tak ingin mengatakan bahwa hari ini ia habis bertemu dengan terapisnya, ia juga tak ingin mengatakan bahwa ia baru saja bertemu dengan dokter kandungan yang menjadi rekomendasi dokter sebelumnya, ia tak ingin membuat John khawatir.“Janji dengan siapa sampai harus selarut ini, huh?” John melihat cucunya sudah jauh lebih nyaman tinggal bersama dengannya. Waktu-waktu yang tak mereka habiskan bersama sebagai keluarga nampaknya bisa diperbaiki untuk beberapa saat.“Aku tadi bertemu Elvaro. Kita membahas beberapa hal, lalu aku bertemu dengan teman lama..’John tersenyum. “Aku senang kau bertemu dengan teman-t