“Kau bisa sebut nama wanita itu.” Mahreen mengatakannya dengan sedikit tergagap. Ia bisa mengatur bagaimana wajahnya, namun tidak dengan rasa panas di tenggorokannya. Rasanya ia ingin keluar dari ruangannya sendiri dan membiarkan Elvaro berada di ruangan ini sendirian sebelum ia mencekik laki-laki itu sampai tak bernyawa.“Mahreen?”Elvaro merasa ia mendapatkan sedikit kesenangan dari masalah ini. Ia bisa melihat Mahreen mulai berpikir. Ini pasti sulit. Ia baru berada di sini, di hadapkan dengan permasalahan calon suaminya yang berhubungan dengan pegawai di tempatnya sendiri. “Katakan siapa namanya? Aku akan menyelesaikannya.”Elvaro tersenyum lebar memamerkan giginya. “Kau merasa ini hal yang sulit, Mahreen? Apa aku salah lihat? Apa kau kecewa?”Mahreen menggelengkan kepalanya.“Bukankah aku memintamu untuk berhati-hati dengan kebiasaanmu itu, El? Aku memintamu untuk gak sembarangan mengeluarkan cairan itu dalam tubuh wanita lain dan membuatnya mengandung anakmu! Aku baru mengatakan
Setelah Elvaro keluar dari ruangannya, ia tak bisa benar tenang. Bagaimana seseornag yang berada di lingkungannya sendiri harus mengalami hal yang paling tak diinginkannya terjadi? Seseorang dengan title calon pengacara hebat dengan kemampuannya yang menakjubkan dalam memenangkan diskusi. Mengapa wanita itu harus jatuh seperti saat ini?Mahreen keluar ruangannya, ia pergi ke toilet umum wanita di lantainya. Rasanya, ia ingin mengurung diri di dalam bilik-bilik kamar mandi. Di bandingkan di ruangannya, Mahreen merasa butuh berada di luar ruangan karena dengan adanya orang lain, ia bisa menahan reaksi buruk di tubuhnya.Entah mengapa, tubuhnya mulai terasa gatal. Rasa gatal itu timbul dan muncul di tempat-tempat yang bisa dijangkau tangannya, namun, meskipun kuku-kuku tangannya menggaruk permukaan kulitnya yang cukup lembab, itu tak membantunya. Rasa gatal itu selalu muncul ketika merasa jijik dengan sesuatu.Dan sekarang, Elvaro sukses besar membuat setengah punggung Mahreen merasa ga
Dimitri mengirimi Mahreen pesan bahwa penerbangan agar delay beberapa waktu karena terpaksa harus transit di bandara karena cuaca yang benar-benar kurang bersahabat. Beberapa kali pesawat mengalami turbulensi yang cukup kuat, hingga akhirnya pilot memilih untuk menunggu badai mereda.Dimitri duduk jauh dari putranya yang berada dalam kondisi tak sadarkan diri. Louis diberikan obat tidur yang paling cepat ia akan bangun setelah dua belas jam obat itu disuntikkan ke dalam tubuhnya. Dimitri melengkapi pesannya dengan foto Louis ditemani oleh tiga perawat dan satu orang dokter di dekatnya.[Jangan khawatir, kami akan baik-baik saja.]Di akhir pesannya, ia menambahkan kalimat tersebut. Mahreen selalu mudah gusar jika dalam suasana yang dinantikannya. Ia ingat bagaimana Mahreen begitu panik ketika akan melahirkan Louis. Padahal wanita itu sudah melahirkan dengan metode yang sama. Tapi, seminggu terakhir sebelum melahirkan, Mahreen berpikir sangat banyak.Mahreen tak membalas pesannya dala
“Senang bertemu denganmu lagi, Mahreen. Sudah sangat lama ternyata." Uluran tangan di depan mata Mahreen tak disambut olehnya, ia hanya memandangi laki-laki dengan kemeja berwarna biru langit yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam. Tatanan rambutnya begitu rapi dan dari jarak satu meter, Mahreen bisa menebak parfum apa yang digunakan laki-laki yang ada di hadapannya.“Jadi kau tak suka bersalaman denganku?” tanyanya lagi dengan tangan yang digerakkan , berusaha menunjukkan bahwa ia masih menunggu wanita yang datang terlambat satu setengah jam itu untuk berjabat tangan dengannya.“Apa aku boleh duduk sekarang?” Mahreen tak menanggapi pertanyaan yang dilontarkan lawab bicaranya, ia justru melemparkan pertanyaan.“Oh tentu, kau boleh duduk. Untuk kedua pengawalmu, apa boleh aku meminta mereka pergi dari sini? Aku lebih suka membahas semuanya hanya berdua denganmu.” Jari telunjuk laki-laki terulur sedikit menunjuk pada kedua pengawal Mahreen yang mengantarnya hingga ke suit te
“Kau perlu ingat bahwa aku tak suka kau menilaiku hanya sebagai teman tidur. Mungkin aku terdengar sedikit kuno, tapi aku mengharapkan lebih dari sekedar teman tidur dalam sebuah pernikahan.” Mahreen tersenyum.Ia mengangkat kedua alisnya sebagai gestur mempertanyakan apakah Elvaro bisa memberikan apa yang diinginkannya.“Memangnya apa yang kau harapkan dari pernikahan ini? Aku pikir, di antara kita berdua, hanya akulah yang benar-benar berorientasi untuk menikah dan membangun rumah tangga yang baik.” Pernyataan itu keluar begitu saja dari mulut Elvaro dan itu membuat Mahreen terkejut.“Kau ingin membangun rumah tangga yang baik? Apa kau yakin? Dengan wanita yang baru kau temui lagi setelah belasan tahun?” Elvaro mengangguk. “Apa kau punya syarat agar kita bisa membangun rumah tangga yang baik? Sebagian orang menikah kontrak, tapi saat aku diminta menikah denganmu, aku merasa aku tak punya alasan lain untuk menolaknya.” Entah itu pertanyaan yang tulus atau hanya basa-basi karena Elv
Di sisi lain, laki-laki yang menjadi bahan perbincangan sedang duduk nyaman di atas kasur sambil memilih film yang akan ditonton olehnya. Ini hari ketiga ia berada di apartemen miliknya yang begitu jarang ia kunjungi. Namun karena seminggu ke belakang ia sibuk melihat progress investasinya, ia memilih untuk tinggal lebih lama sembari menunggu jadwal rapat penunjukkan direktur pengembangan.Ia tak tau bahwa di tempat lain namanya disebut dan menjadi topik yang begitu mengejutkan. Saat menekan tombol play, mendadak ponsel yang berada sedikit jauh darinya berbunyi.“Apakah itu kau, anak manis?”Dengan semangat, ia melihat panggilan yang dikiranya berasal dari Louis. Namun yang muncul bukanlah nama orang yang begitu ingin ia lihat wajahnya. Melainkan Jayden, asisten pribadinya.“Halo,” sapa Dimitri.“Selamat siang. Seorang dokter torakoplastik dari Methodist Hospital menghubungi saya dan ingin bicara dengan Anda segera setidaknya dua jam dari sekarang. Apakah saya harus mengiyakan?”Dimit
Mahreen pulang setelah satu jam berada di suit tersebut bersama dengan Elvaro. Laki-laki itu mengizinkannya pulang karena bisa terlihat bahwa Elvaro masih sangat syok dengan semua yang keluar dari bibir Mahreen.Terutama ketika Mahreen bertanya,”Apa kau pikir kau akan menikahi wanita suci yang tak pernah disentuh oleh siapapun? Kau mungkin terbawa hal-hal fiksi yang dibaca oleh wanita yang kau tiduri.”Jelas sekali bagi Mahreen bahwa Elvaro sangat kecewa. Tapi, setelah Mahreen menawarkan untuk membatalkan saja perjodohan mereka jika Elvaro tak bisa menerima kondisinya, Elvaro mengatakan tidak.“Aku punya banyak rencana dan menikah denganmu adalah satu-satunya cara untuk memulainya. Jadi, jika sebelum kemari kau sudah berpiki menjadikan semua ini sebagai alasan untuk membatalkan pernikahan, kau salah besar.”Mahreen tertawa. Ia merasa aneh. Betapa pertemuan pertamanya dengan Elvaro adalah hal yang paling ditakutinya beberapa menit sebelum menginjakkan kaki ke hotel ini, namun setelah k
Elvaro tak tinggal di suit yang dikhususkan untuknya sejak Mahreen pergi. Ia menelpon seseorang untuk mencari tau lebih banyak informasi mengenai Dimitri Ryuu.“Ada apa tiba-tiba kau ingin mengetahui tentang orang ini?” tanya seseorang yang berada di ujung sambungannya.“Aku belum bisa mengatakannya. Ada hal-hal lain yang harus kau lakukan. Untuk sesuatu yang ku minta minggu lalu, apakah sudah siap?”Lawan bicaranya berdeham. “Sudah. Apa kau ingin aku membawanya ke hotel atau bagaimana?”Elvaro tersenyum puas. “Biarkan saja dulu. Aku pikir Mahreen akan menyukainya. Apa kau tau kami bertemu hari ini?”Elvaro berniat menyombongkan diri karena ia rasa ia berhasil membuat Mahreen percaya kepadanya.“Apa ia setuju?”Elvaro memutar bola matanya. “Aku tak sempat bertanya. Ia membahas hal lain. Aku pikir selain keinginan kakeknya, ia tak punya hal lain untuk menikah denganku. Tapi ternyata, ia memiliki semangat yang besar.” Elvaro tertawa puas. “Kesan yang bagus.”Elvaro mengangguk seolah la