Pratishta mengetuk pintu kamar Mahreen dan mendapati wanita itu masih tidur di atas kasurnya dan Louis sudah bersama dengan ayahnya. “Dia lagi kurang enak badan.” Ucap Louis untuk memangkas pertanyaan yang akan mengganggu Mahreen.Pratishta mengangguk dan ia pun meihat Louis dalam keranjangnya mengulik ke sana ke mari. Bayi itu membuka matanya dan tersenyum kepada Pratishta dan membuat hatinya jauh lebih hangat dibandingkan ketika ia belum masuk ke dalam ruangan itu.“Apa kau menginap?” tanya Pratishta yang kemudian langsung menggendong Louis setelah sebelumnya menggunakan kain di tubuhnya untuk menutupi pakaiannya.“Iya. Semalam di sini.” Pratishta kembali tersenyum. Senyuman yang Dimitri maknai sebagai rasa lega. Karena terlihat sekali bahwa wanita yang usianya hampir sama dengan ibunya itu menunjukkan bahwa dirinya langsung berada di level kesenangan yang lebih tinggi dari sekedar dapat menggendong Louis pagi ini.“Apa ia demam?” “Gak, dia hanya mengantuk dan lemas. Semalam ia g
Mahreen melihat banyak desain gaun untuk pernikahannya, saat ini ia tau yang terbaik yang harus dilakukannya adalah ikut berpartisipasi untuk mengurus pernikahannya. Ia tak akan menumpahkan semuanya kepada keluarga besannya.Elvaro memiliki dua adik yang sejauh ini sangat baik padanya. Mereka berdua bahkan membuat grup beranggota tiga orang dengan nama grup “Girls” yang membuat Mahreen hanya tersenyum.Terlebih ketika membaca berbagai pesan yang dikirimkan oleh mereka berdua. Mahreen menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi ketika membaca sebuha pertanyaan yang dikirimkan oleh salah satu calon adik iparnya.“Kita gak saling mengenal, aku harap kita benar-benar bisa menjadi keluarga dengan baik. Apa kau merasa kau memiliki masalah denganku sebelumnya?” Itu adalah pesan yang tak bisa Mahreen jawab. Pertanyaan itu jauh dari kata dangkal, ia bersyukur ada seseorang yang bertanya seperti itu kepadanya setelah banyaknya orang yang berlaku semena-mena dalam hidupnya.Aku membenci kakakmu,
Elvaro tak bisa menyembunyikan apapun dari Jean, karena bagaimana pun, laki-laki itu bukanlah sebatas asisten pribadinya, Jean pun seorang teman yang bahkan kauh lebih dekat dibandingkan seluruh saudaranya.“Jean, aku dan Mahreen punya sebuah kesepakatan untuk pernikahan ini.” Elvaro seenaknya mengatakan hal yang teramat rahasia itu kepada Jean.Jean yang sedang menikmati kopi paginya langsung mengerutkan kening. “Perceraian dalam waktu beberapa tahun?”Elvaro buru-buru menggeleng.Lagi dan lagi Jena membahas hal yang sama. Temannya itu ternyata tak mempercayai pernikahannya dengan Mahreen akan berjalan lancar dan sempurna.“Heh, sepertinya kau terlalu banyak mendengar cerita-cerita fiksi seperti itu.” Keluh Elvaro sambil mengerucutkan keningnya.“Lalu apa? Kesepakatannya melibatkan apa?”Elvaro memutar bola matanya. “Kau tau ia bersama dengan Dimitri?” Jean mengangguk.“Sepertinya, ia masih mencintai laki-laki itu.” Tutur Elvaro.Jean membalikkan tubuhnya dan melihat temannya yang t
Media sudah mulai mengetahui pernikahan yang akan diselenggarakan oleh dua keluarga besar dalam hitungan kurang dari dua bulan. Mereka menyorot gaya hidup dua sejoli yang begitu bersebrangan. Memberikan banyak sekali opini keras mengenai pernikahan yang diadakan adalah sebuah cara untuk melanggengkan kekuasaan mereka.Ayah Elvaro menjadi orang pertama yang menerima sorotan karena dengan kehadiran keluarga calon besannya, elektabilitasnya untuk menjadi menteri kesehatan semakin meningkat.Bukan hanya karena ia berada di bidang kesehatan dengan perusahaan serta yayasannya yang sudah berdiri lebih dari tiga perempat abad, tapi kemampuan laki-laki itu memengaruhi segelintir masyarakat benar-benar di luar batas pikiran.Hari ini, ketika istri tercintanya hendak menghabiskan waktu bersama dengan calon menantu mereka, ia harus bertemu dengan wartawan dan media yang berasal dari salah satu perusahaan media besar yang sedikit tak cocok dengannya.“Apa kau sudah bertemu dengan Mahreen?” tanyany
John datang menemui Yoseph ketika laki-laki itu sedang melakukan wawancara. Dengan santai, John dan asisten pribadinya menunggu Yoseph selesai setelah diberitahu bahwa waktu wawancara hanya tersisa kurang dari lima belas menit. Ia merasa tenang ketika mengetahui bahwa Mahreen sudah mulai ikut mempersiapkan pernikahannya dengan Elvaro. Pertanyaan terakhir dalam wawancara itu berkaitan dengan hubungan Zaire dan keluarga John, jika media mengetahui kedatangannya saat ini, mungkin akan memberikan kesan positif juga terkait ikatan antar dua keluarga konglomerat."Aapakah pernikahan tersebut berkaitan dengan isu bahwa Anda dicalonkan sebagai mentri kesehatan? Apakah ini adalah bentuk perluasan kekuasaan yang dilakukan oleh dua keluarga dalam persaingan dengan beberapa perusahaan bidang kesehatan dan pelayanan juga?"Yoseph puas ketika divisi strategi khusus di perusahaannya sudah bisa menebak pertanyaan seperti ini. Ia bisa menjawab pertanyaan dengan jauh lebih natural dan tak terkesan di
Mahreen dan Dimitri tak pernah benar-benar bertemu untuk membahas pernikahan mereka. Bukan karena mereka saling tak memiliki waktu untuk satu sama lain, tapi alasan utamanya adalah keengganan Mahreen. "Kau sudah berjanji untuk mencarikan donor jantung, di saat undangan pernikahan sudah mulai dicetak, kau bahkan belum memberikan informasi apapun!" Mahreen geram dengan bagaimana Elvaro tak memberikan progres untuk kesepakatannya. "Dengarkan aku, Mahreen. Kekasih masa lalumu memiliki jaringan besar untuk mendapatkan donor. Tapi sampai sekarang masih belum dapat, ya kan? Lalu bagaimana denganku yang gak sama sekali ada di rumah sakit?!"Saat itu Elvaro meninggikan suaranya karena sedang dalam kondisi yang kurang menyenangkan. Ia tak benar-benar marah kepada Mahreen. Lebih tepatnya, Mahreen hanya menjadi persinggahan untuk rasa marahnya. "Anakku bisa mati kapan saja, El. Aku mohon. Dimmy gak akan pernah bermain kotor jika itu menyangkut anak kami. Itu sebabnya sampai sekarang dia masi
Beberapa konferensi pers diadakan oleh keluarga Zaire sebagai bentuk informasi mengenai pernikahan Mahreen dan Elvaro. Media semakin getol mencari-cari seluk beluk kehidupan Mahreen di saat dirinya masih belum berada pada titik stabil. "Masih marah atas perbincangan terakhir kita?" Tanya Elvaro kepada Mahreen yang duduk di hadapannya dengan tangan yang memainkan sendok kecil di cangkirnya. "Aku hanya berpikir kalau kita ini bukan selebriti, tapi mengapa pemberitaan sangat gila, ya?" Jawab Mahreen dengan santai. Elvaro juga tak paham, tapi yang jelas, ini pasti karenanya. Sejauh ini, wanita-wanita yang bersama dengannya adalah orang-orang yang berada di depan layar. Itu sebabnya, kehidupannya mendapatkan lebih banyak sorotan dibandingkan para konglomerta lainnya. Dan tak lupa, ayahnya menginginkan pamor setinggi mungkin selama itu hal yang baik. "Mahreen.. aku minta maaf."Tak percaya dengan apa yang apa yang didengarkan olehnya, Mahreen mengangkat kepalanya dan menatap Elvaro."
"Aku tau kau gak menyukai semua ini. Semua hal yang ada di antara kita berdua. Pernikahan, kesepakatan, perusahaan, keinginan eyang, ambisi ayahku, tapi seenggaknya aku mau kau memiliki sesuatu yang bisa kau sukai dariku."Mahreen menahan tawa ketika mendengarkan ucapan manis yang menurutnya sudah begitu ketinggalan zaman. "Sudah berapa kali, huh?"Kerutan di kening Elvaro muncul begitu saja. Ia tak paham pertanyaan yang diberikan padanya, dan tak paham dengan tawa Mahreen yang sebelumnya tak terlihat hilalnya. "Apanya?""Sudah berapa kali kau mengatakan hal seperti ini? Apa ada sekitar belasan orang? Atau lebih?"Elvaro akhirnya paham maksud pertanyaan Mahreen dan ia pun menertawakan betapa Mahreen bisa berubah secepat ini."Belum pernah. Baru kau."Mahreen kembali tertawa. "Terimakasih. Aku tersanjung kau memberikan cincin yang sangat mirip dengan milik orangtuaku."Elvaro melambung ke langit ketika melihat Mahreen menyentuh berlian di tengah cincin itu seolah cincin yang ada di h