DEG
Ayra tampak terkejut jantungnya berpacu tidak karuan, tangannya bergetar melihat noda lipstik pada kemeja suaminya. Selain noda lipstik juga tercium bau parfum wanita lain. "Kenapa bisa ada noda lipstik serta tercium aroma parfum wanita lain di kemeja Mas Arland. Apakah di luar sana Mas Arland selingkuh dengan wanita lain?" Monolog Ayra dalam hati, pikiran buruk tentang suaminya terlintas begitu saja di otaknya. Setitik air matanya menetes di kedua pipinya membayangkan Arland bercumbu mesra bersama dengan wanita lain, sakit rasanya sangat sakit tidak sanggup lagi dijabarkan dengan kata-kata. "Nggak nggak mungkin Mas Arland selingkuh dariku." Ayra berusaha menepis pikiran buruk tentang suaminya. "Bukankah selama ini Mas Arland selalu bersikap baik kepadaku, semua kebutuhanku selalu dipenuhi olehnya tidak sedikitpun kekurangan. Dia juga selalu bersikap lembut penuh kasih sayang tidak pernah berkata kasar apalagi main tangan. Mas Arland merupakan definisi suami yang sempurna, tampan kaya raya dan tentu sangat menyayangi istrinya. Aku yakin Mas Arland tidak mungkin selingkuh dariku." Monolong Ayra meyakinkan dirinya sendiri. "Namun kenapa di kemeja Mas Arland bisa ada noda lipstik serta tercium bau parfum wanita lain?" Meskipun dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa suaminya tidak mungkin selingkuh, tapi noda lipstik serta bau parfum wanita lain masih terus membuat dirinya merasa penasaran. Saking seriusnya mengamati noda lipstik di kemeja suaminya, Ayra sampai tidak menyadari ketika Arland membuka pintu kamar mandi lalu keluar dari dalamnya. Arland mengerutkan keningnya melihat Ayra menatap serius kemeja yang sedang dipegang olehnya. Karena merasa penasaran dia berjalan mendekat ke arahnya. "Sayang!" Ayra tersentak kaget mendengar suara Arland refleks menjatuhkan kemeja yang sedang dipegang olehnya ke lantai. Kemudian dengan cepat merubah ekspresi wajahnya sebelum menoleh ke arah Arland. "Mas, sudah selesai mandinya?" Aretha berusaha tersenyum ke Arland seolah tidak terjadi apa-apa. "Kenapa kemeja milik mas kamu jatuhkan begitu saja di atas lantai?" Protes Arland melihat kemeja miliknya tergeletak di lantai. "Maaf Mas, tadi terkejut mendengar suara Mas jadi tidak sengaja menjatuhkannya." Ayra berjongkok hendak memungut kemeja tersebut, namun Arland sudah lebih dulu memungutnya. Arland membentangkan kemeja miliknya lalu mengamatinya, dia menyipitkan matanya melihat noda lipstik menempel di sana. Entah sejak kapan noda lipstik tersebut mengotori kemeja miliknya dia tidak mengingatnya. Arland menoleh ke arah Ayra yang sedang menunduk sambil meremas jemarinya. "Apa kamu berpikir mas selingkuh dengan wanita lain, hanya karena kamu tanpa sengaja melihat noda lipstik di kemeja mas?" Mendengar pertanyaan Arland, Ayra segera menoleh ke arahnya. "Bukan begitu maksudnya Mas." Jawab Ayra dengan hati-hati takut menyinggung suaminya. "Tidak baik seorang istri berpikiran buruk tentang suaminya. Lift pribadi Mas sedang diperbaiki sehingga Mas naik lift umum. Kamu kan tahu kalau naik lift umum pasti berdesakan apalagi ketika jam pulang, sehingga ada noda lipstik milik karyawan wanita yang tidak sengaja menempel di kemeja mas." Arland berusaha menjelaskan kepada Ayra tentang noda lipstik di kemeja miliknya. "Oh." Respon singkat Ayra membuat Arland merasa kecewa. "Kamu tidak percaya dengan mas?" Tanya Arland menatap fokus ke arah wajah Ayra seolah sedang mengintimidasi. "Percaya, tentu saja aku percaya dengan apa yang Mas ucapkan." Ayra berusaha tersenyum ke arah Arland, walaupun sebenarnya masih merasa ragu untuk mempercayai penjelasan dari suaminya dia sendiri juga tidak tahu entah kenapa. "Mas, akan membuktikan bahwa hanya kamu satu-satunya wanita yang mas cintai." Arland merebahkan Ayra dia atas ranjang lalu dia naik ke atasnya. Ayra terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Arland, dia berusaha untuk duduk namun Arland menahannya. "Kenapa Sayang?" Bisik Arland tepat di samping telinga istrinya. "Mas, aku merasa lelah. Bisakah kita melakukannya lain kali?" Ayra berharap Arland akan melepaskannya. Saat ini dia sedang tidak ingin melayani suaminya, noda lipstik di kemeja suaminya masih mengganggu pikirannya. Penjelasan dari Arland sama sekali tidak membuatnya merasa puas. Arland paling tidak suka dengan namanya penolakan, dia tersulut emosi mendengar ucapan Ayra. "Apa saja yang kamu lakukan di rumah sehingga merasa kelelahan, bukankah sudah mas sediakan ART untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah. Dan tugasmu hanya melayani mas tidak lebih dari itu." Arland berkata dengan tegas penuh penekanan. Apa yang diucapkan oleh Arland memang benar adanya, tapi untuk saat ini Ayra sedang tidak ingin melayaninya. Noda lipstik di kemeja Arland masih mengganggu pikirannya. "Apa karena sudah pria lain yang kamu layani sehingga menolak melayani Mas, apa kamu lupa aku ini suamimu?" Ayra tampak terkejut matanya membulat sempurna mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Arland. Dia tidak pernah menyangka suaminya bisa berkata hal serendah itu. "Apa aku serendah itu di mata Mas?" Ayra balik bertanya dengan nada lebih tinggi dibanding sebelumnya dadanya naik turun menahan emosi, merasa tidak terima dengan tuduhan Arland yang ditunjukkan untuknya. "Ayra, Mas tidak bisa mengawasimu selama 24 jam. Bisa saja kamu bermain api di belakang Mas." Ujar Arland santai tanpa merasa bersalah sedikitpun. Ayra tidak pernah menyangka Arland akan menuduh dirinya seperti itu, hanya karena dia tidak ingin melayaninya. Siapa yang tidak sakit hati dituduh serendah itu oleh orang yang seharusnya melindungi dirinya. Buliran-buliran bening yang sejak tadi mengembun di pelupuk matanya kini perlahan menetes. Arland yang melihatnya segera mengulurkan tangannya menghapus buliran-buliran bening yang membasahi kedua pipi Ayra. "Tidak perlu sampai menangis seperti ini, mas hanya ingin kamu menjalankan tugasmu sebagai seorang istri dengan baik." Ayra hanya diam tanpa merespon pikirannya masih kacau. "Kamu satu-satunya wanita yang mas cintai." Bisik Arland mulai menyentuh Ayra walaupun tidak ada respon darinya. Setelah menuntaskan hasratnya Arland menggulingkan tub uhnya di samping Ayra. Ayra yang menyadarinya segera memiringkan tub uhnya membelakangi suaminya dengan pandangan kosong, menarik selimut sampai ke dadanya membiarkan bahunya terekspos. "Tidurlah sudah malam!" Arland memeluk istrinya dengan erat, namun Ayra hanya diam tanpa merespon membuat Arland menghela nafas panjang. "Beraninya Riska meninggalkan noda lipstik di kemejaku, saat ini aku masih membutuhkannya jika tidak sudah aku singkirkan jauh-jauh." Monolong Arland dalam hati. Riska merupakan kekasih gelap Arland, sudah beberapa bulan terakhir ini mereka menjalin hubungan. Dia begitu mencintai Arland sehingga berusaha merebutnya dari Ayra, namun tanpa dia sadari ternyata Arland hanya memanfaatkannya saja. *** Ayra berjalan tanpa arah tujuan hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Dia juga tidak tahu dimana sekarang dirinya berada, ruangan gelap hanya sedikit cahaya penerang sehingga tampak remang-remang tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di sekitarnya. DEG Ayra tersentak kaget mendengar suara orang mengadu kesakitan. Suara tersebut terdengar begitu keras, dia mengedarkan pandangannya mencari darimana sumber suara berasal. Ketika dia melihat lurus ke depan samar-samar melihat seseorang sedang dipukuli secara bru tal sesekali juga ditendang. Namun yang membuat Ayra merasa heran, dia merasa tidak asing dengan mereka. "Sebenarnya mereka siapa, kenapa aku merasa familiar?" Gumam Ayra lirih merasa penasaran. "Hentikan!" Refleks Ayra berteriak ketika melihat orang yang tadi memukul secara brutal kini menodongkan pistol ke arah pria yang sudah tidak berdaya tergeletak begitu saja di atas lantai.Ayra terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu serta tub uh bergetar ketakutan. Dia mengedarkan pandangannya mengamati sekelilingnya, hingga akhirnya dia menyadari ternyata dirinya berada di atas ranjang. "Siapa yang membawaku ke sini, bukankah tadi aku berada di ....." "Sayang, kenapa?" Arland merasa heran menyadari tub uh istrinya bergetar seperti sedang ketakutan. "Apakah Mas yang membawaku ke sini?" Arland mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Ayra. "Membawamu darimana? Dari tadi kita tidur bersama di sini." "Tidur, jadi semua hanya mimpi tapi kenapa seperti nyata?" Gumam Ayra heran. "Kamu mimpi buruk?" Pertanyaan Arland mengagetkan Ayra, refleks menoleh ke arahnya. Ayra tampak terkejut ketika tanpa sengaja pandangan saling bertemu dengan pandangan Arland. "Mata itu, sepertinya aku pernah melihatnya tapi dimana?" Bukannya menjawab pertanyaan Arland, Ayra justru mengamati ke dua bola mata suaminya itu. "Awh!"Teriak Ayra dengan keras entah kenapa tiba-tiba ke
"Non kenapa?" Bi Asih terlihat begitu panik sekaligus khawatir. "Kepalaku pusing banget Bi." Jawab Ayra lirih hampir saja tub uhnya merosot ke lantai, beruntung dengan sigap Bi Asih menahannya lalu memeluknya. Lisa dan Kevin yang melihatnya segera menghampiri mereka. "Ayra kenapa, Bi?" Tanya Lisa terlihat begitu khawatir. "Katanya pusing kepalanya. Kalian siapa sepertinya kenal dengan non Ayra?" Bi Asih melihat ke arah Lisa dan Kevin bergantian. "Kami temannya Ayra Bi." Jawab Lisa dan Kevin tersenyum ke arah Bi Asih. "Oh." "Bi, apa kami boleh ikut mengantar Ayra ke rumah sakit?" Bi Asih mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Lisa. "Non Ayra tidak dibawa ke rumah sakit, dia biasanya menggunakan dokter pribadi." Lisa hanya mengangguk mendengarnya sambil membantu memapah Ayra menuju ke mobil. "Meskipun kamu berulang kali menyangkalnya, entah kenapa aku yakin kamu adalah Ayra sahabatku." Batin Lisa menatap mobil yang dinaikki oleh Ayra berjalan pe
"Mas, lepas! Aku mau tidur." Ayra meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari Arland, namun usahanya sia-sia karena tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Arland. "Ayra diam! Kamu marah sama Mas?" Arland menatap tajam ke arah Ayra seolah sedang mengintimidasinya. Tok ... tok ... tok! Terdengar suara pintu diketuk dari luar. "Masuk saja Bi, pintunya nggak dikunci!" Bi Asih membuka pintunya dari luar sambil membawa nampan. Dia sedikit terkejut melihat Ayra duduk di pangkuan Arland, namun dengan cepat menundukkan pandangannya. "Tuan ini makanannya?" "Bawa ke sini!" Bi Asih berjalan ke arah Arland dan Ayra lalu menyodorkan sepiring makanan ke arah Arland. Arland yang melihatnya segera meraihnya. Setelah memberikan makanannya Bi Asih segera keluar dari sana. "Makan!" Titah Arland menyodorkan sesendok makanan ke mulut Ayra. Namun Ayra enggan membuka mulutnya sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Ayra, jangan membuat Mas semakin marah kepadamu!" Arland meninggikan nada bi
Mungkin karena kelelahan dengan aktivitas yang baru saja mereka lakukan. Riska langsung tertidur pulas, berbeda dengan Arland yang turun dari ranjang masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tub uhnya yang terasa lengket. Sepuluh menit kemudian Arland keluar dari kamar mandi dengan tub uh terbalut bathrobe. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya melihat Riska masih terlelap dalam tidurnya. Dia segera membuka tas milik Riska mengambil laptop yang tersimpan di dalamnya. Sambil membawa laptop di tangannya, Arland berjalan menuju kursi lalu duduk di atasnya. Dengan gerakan cepat dia membuka laptop sesekali melirik ke arah Riska, memastikan Riska tidak melihat apa yang sedang dilakukan olehnya. Dengan cepat Arland mengirim data-data Phoenix Group ke laptop miliknya yang saat ini sedang diakses oleh Mark (asisten/orang kepercayaannya). "Mark, aku sudah mengirim data-data Phoenix Group." "Ya, sudah masuk Bos." Arland menarik salah satu sudut bibirnya ke atas mendengar ucapan Mark, d
Mendengar suara pintu ditutup Ayra menoleh ke belakang. Ternyata Arland sudah berada di belakangnya."Mas, kenapa pintunya ditutup?" tanya Ayra heran."Mau mandi." jawab Arland singkat."Tapi aku belum keluar?" Ayra merasa heran pintunya sudah ditutup, padahal dirinya masih berada di dalam kamar mandi.Arland berjalan mendekat ke arah Ayra, hingga akhirnya berada tepat di belakangnya."Kita mandi bersama." bisik Arland tepat di samping telinga Ayra lalu mengangkatnya, menaruhnya ke dalam bathtub yang sudah terisi dengan air hangat.Ayra tampak terkejut menyadari dirinya sudah berada di bathtub, refleks melotot tajam ke arah Arland. Yang dibalas dengan senyuman misterius olehnya. Dengan santainya Arland melepaskan pakaiannya lalu masuk ke dalam bathtub ikut bergabung dengan istrinya.Melihat Arland masuk ke dalam bathtub, Ayra segera beranjak dari duduknya. Ketika kakinya hendak melangkah keluar dari bathtub, Arland menarik pergelangan tangannya sehingga jatuh di atas pangkuannya denga
Mobil yang dinaikki oleh Arland dan Ayra memasuki basement Plaza Indah Mall, pusat perbelanjaan terbesar yang berada di pusat kota. Arland lebih dulu turun dari mobil lalu mengitarinya, membuka pintu sebelah kiri mempersilahkan Ayra untuk turun dari mobil. Ayra mengedarkan pandangannya membuat Arland merasa heran. "Kenapa Sayang?" "Nggak apa-apa." "Sepertinya sudah lama kita tidak ke sini, Ayo masuk!" Arland merangkul Ayra mengajaknya masuk ke dalam Mall. Ayra mendongak menatap sejenak wajah Arland. "Ternyata bukan cuma aku yang diperlakukan seperti ini oleh Mas Arland, ada wanita lain yang mendapat perlakuan yang sama seperti ini atau bahkan lebih." monolong Ayra dalam hati, sakit rasanya sangat sakit menyadari perhatian, cinta serta kasih sayang suaminya telah terbagi dengan wanita lain. "Sayang, apa kamu baru sadar kalau suamimu sebenarnya sangat tampan." Mendengar ucapan Arland, dengan cepat Ayra memalingkan wajahnya merasa malu seperti seorang pencuri yang tertangkap basah
"Boleh, silahkan duduk saja! Kamu wanita yang di supermaket waktu itu ya?" tebak Ayra teringat dengan wanita yang ditemui olehnya di supermarket."Iya, senang bisa bertemu kembali denganmu. Panggil saja Lisa!""Maaf tadi aku lupa dengan namamu." Ayra tersenyum kikuk."Nggak apa-apa." Lisa tersenyum menjatuhkan bobot tub uhnya di kursi duduk berhadapan dengan Ayra. Dia juga mulai menikmati es krimnya seperti halnya Ayra.Lisa sesekali menatap ke arah Ayra yang sedang makan es krim, mengingatkannya pada sosok Ayra sahabatnya dulu. Mulai dari rasa es krim yang dimakannya ataupun cara memakannya."Kamu suka makan es krim?" tanya Lisa basa-basi mencairkan suasana."Sangat suka, aku pencinta makanan manis.""Pencinta makanan manis sama seperti Ayra, apakah benar mereka merupakan satu orang yang sama tapi ...?" monolog Tasya dalam hati.Suara Ayra membuyarkan lamunannya. "Kenapa malah bengong? Es krimnya dibiarkan begitu nanti meleleh loh!" ujar Ayra mengingatkan."Eh iya." Lisa tersenyum ki
Ayra memutuskan menyewa detektif untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh Arland selama ini di belakangnya. Mendengar hp-nya berbunyi Ayra segera meraihnya. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya melihat nama Joni (detektif yang disewa oleh Ayra) tertera di layar hp-nya."Bu, saya melihat Pak Arland masuk ke dalam kelab." Ayra terkejut mendengar ucapan Joni hp yang sedang dipegang olehnya hampir saja terjatuh."Kelab?" Ayra memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar."Iya.""Sejak kapan Mas Arland suka pergi ke kelab?" batin Ayra tidak menyangka suaminya pergi ke club."Di kelab mana?" Ayra bertanya dengan bibir bergetar."Paradise night.""Aku akan segera ke sana." Ayra memutuskan sambungan teleponnya."Benarkan Mas Arland pergi ke kelab? Jangan-jangan selama ini Mas Arland sering tidur bersama dengan para wanita yang ada di sana. Noda lipstik serta tanda kissmark pasti ulah wanita yang menjadi partner ranjangnya." monolong Ayra mengusap wajahnya dengan kasar."Setelah tidur denga
Riska meraih hp-nya kemudian memotret dirinya bersama dengan Arland di atas ranjang. Dia mengamati foto hasil jepretannya di layar hp-nya dengan seringai di wajahnya."Bagaimana kalau foto ini aku kirim ke Ayra?" batin Riska mengamati foto yang ada di layar hp-nya lalu menoleh ke arah Arland yang sudah tidur dengan pulas."Beraninya kamu bermain-main denganku, lihat saja bagaimana aku akan membalas mu." ujar Riska lirih jari lentiknya menyentuh ikon kirim gambar di layar hp-nya. Hanya dalam hitungan detik foto tersebut telah terkirim ke hp Ayra."Permainan baru dimulai." batin Riska meletakkan kembali hp-nya di atas nakas. Dia mengulurkan tangannya memeluk Arland dengan erat, kepalanya di letakkan di atas dadanya.Keesokan harinya Arland terbangun dari tidurnya setelah mendengar hp-nya berbunyi. Dalam keadaan masih setengah sadar dia mengulurkan tangannya meraih hp-nya yang terus berbunyi."Siapa yang nelpon pagi-pagi begini? Ganggu orang tidur saja." gerutu Arland merasa kesal."Mark
Setitik air matanya menetes di kedua pipinya ketika sedikit demi sedikit wine masuk ke dalam mulutnya. Rasanya sangat pahit ini pertama kalinya Ayra minum wine. Dia tidak pernah menyangka minuman beralkohol itu akhirnya masuk ke dalam mulutnya.Ayra merasa geram melihat Pak Edi hanya diam tanpa ada niat sedikit pun untuk menolongnya. Kedua tangan Ayra mengepal kuat, wine yang terkumpul di dalam mulutnya dia semburkan ke wajah Arland.Arland terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ayra refleks mundur beberapa langkah ke belakang sambil mengusap wajahnya. Ayra yang melihatnya segera beranjak dari duduknya berjalan dengan cepat menuju ke arah pintu. Namun belum sempat membuka pintunya, Pak Edi mendorong Ayra ke arah Arland. Dengan sigap Arland menangkap Ayra lalu mendorongnya ke sofa.Dengan gerakan cepat Arland meraih kedua tangan Ayra, menguncinya di atas kepalanya."Aku sudah bersikap lembut kepadamu, tapi ternyata kamu lebih suka aku sikap kasar." Ujar Arland dengan seringai iblis me
Sesekali Ayra menoleh ke arah Arland yang sedang mengendarai mobilnya. Apa yang dilakukan oleh Ayra membuat Arland merasa heran."Kalau ada yang mau kamu tanyakan silahkan! Nanti mas jawab. Wanita yang tadi bersama dengan mas merupakan seorang LC jangan salah paham.""Seorang LC, haruskah mereka mesra begitu ya?" batin Ayra heran. Tapi saat ini Ayra tidak ingin mempermasalahkan hal tersebut, dia tidak ingin Arland kembali marah kepadanya, rasanya belum siap untuk menghadapinya."Sejak kapan Mas punya kelab malam?" Akhirnya Ayra bertanya sesuatu yang sejak tadi mengganggu pikirannya."Sudah lama bahkan sebelum kita saling mengenal.""Kenapa Mas nggak pernah bilang? Sebagai suami istri seharusnya kita saling terbuka satu sama lain!" Arland menghela nafas panjang mendengar ucapan Ayra."Saling terbuka, kalau hal itu terjadi di antara kita. Kita nggak akan mungkin bisa bersama." Arland berkata dalam hati."Mas, kenapa aku nggak ingat pertemuan pertama kita?" tanya Ayra setelah beberapa sa
Ayra memutuskan menyewa detektif untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh Arland selama ini di belakangnya. Mendengar hp-nya berbunyi Ayra segera meraihnya. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya melihat nama Joni (detektif yang disewa oleh Ayra) tertera di layar hp-nya."Bu, saya melihat Pak Arland masuk ke dalam kelab." Ayra terkejut mendengar ucapan Joni hp yang sedang dipegang olehnya hampir saja terjatuh."Kelab?" Ayra memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar."Iya.""Sejak kapan Mas Arland suka pergi ke kelab?" batin Ayra tidak menyangka suaminya pergi ke club."Di kelab mana?" Ayra bertanya dengan bibir bergetar."Paradise night.""Aku akan segera ke sana." Ayra memutuskan sambungan teleponnya."Benarkan Mas Arland pergi ke kelab? Jangan-jangan selama ini Mas Arland sering tidur bersama dengan para wanita yang ada di sana. Noda lipstik serta tanda kissmark pasti ulah wanita yang menjadi partner ranjangnya." monolong Ayra mengusap wajahnya dengan kasar."Setelah tidur denga
"Boleh, silahkan duduk saja! Kamu wanita yang di supermaket waktu itu ya?" tebak Ayra teringat dengan wanita yang ditemui olehnya di supermarket."Iya, senang bisa bertemu kembali denganmu. Panggil saja Lisa!""Maaf tadi aku lupa dengan namamu." Ayra tersenyum kikuk."Nggak apa-apa." Lisa tersenyum menjatuhkan bobot tub uhnya di kursi duduk berhadapan dengan Ayra. Dia juga mulai menikmati es krimnya seperti halnya Ayra.Lisa sesekali menatap ke arah Ayra yang sedang makan es krim, mengingatkannya pada sosok Ayra sahabatnya dulu. Mulai dari rasa es krim yang dimakannya ataupun cara memakannya."Kamu suka makan es krim?" tanya Lisa basa-basi mencairkan suasana."Sangat suka, aku pencinta makanan manis.""Pencinta makanan manis sama seperti Ayra, apakah benar mereka merupakan satu orang yang sama tapi ...?" monolog Tasya dalam hati.Suara Ayra membuyarkan lamunannya. "Kenapa malah bengong? Es krimnya dibiarkan begitu nanti meleleh loh!" ujar Ayra mengingatkan."Eh iya." Lisa tersenyum ki
Mobil yang dinaikki oleh Arland dan Ayra memasuki basement Plaza Indah Mall, pusat perbelanjaan terbesar yang berada di pusat kota. Arland lebih dulu turun dari mobil lalu mengitarinya, membuka pintu sebelah kiri mempersilahkan Ayra untuk turun dari mobil. Ayra mengedarkan pandangannya membuat Arland merasa heran. "Kenapa Sayang?" "Nggak apa-apa." "Sepertinya sudah lama kita tidak ke sini, Ayo masuk!" Arland merangkul Ayra mengajaknya masuk ke dalam Mall. Ayra mendongak menatap sejenak wajah Arland. "Ternyata bukan cuma aku yang diperlakukan seperti ini oleh Mas Arland, ada wanita lain yang mendapat perlakuan yang sama seperti ini atau bahkan lebih." monolong Ayra dalam hati, sakit rasanya sangat sakit menyadari perhatian, cinta serta kasih sayang suaminya telah terbagi dengan wanita lain. "Sayang, apa kamu baru sadar kalau suamimu sebenarnya sangat tampan." Mendengar ucapan Arland, dengan cepat Ayra memalingkan wajahnya merasa malu seperti seorang pencuri yang tertangkap basah
Mendengar suara pintu ditutup Ayra menoleh ke belakang. Ternyata Arland sudah berada di belakangnya."Mas, kenapa pintunya ditutup?" tanya Ayra heran."Mau mandi." jawab Arland singkat."Tapi aku belum keluar?" Ayra merasa heran pintunya sudah ditutup, padahal dirinya masih berada di dalam kamar mandi.Arland berjalan mendekat ke arah Ayra, hingga akhirnya berada tepat di belakangnya."Kita mandi bersama." bisik Arland tepat di samping telinga Ayra lalu mengangkatnya, menaruhnya ke dalam bathtub yang sudah terisi dengan air hangat.Ayra tampak terkejut menyadari dirinya sudah berada di bathtub, refleks melotot tajam ke arah Arland. Yang dibalas dengan senyuman misterius olehnya. Dengan santainya Arland melepaskan pakaiannya lalu masuk ke dalam bathtub ikut bergabung dengan istrinya.Melihat Arland masuk ke dalam bathtub, Ayra segera beranjak dari duduknya. Ketika kakinya hendak melangkah keluar dari bathtub, Arland menarik pergelangan tangannya sehingga jatuh di atas pangkuannya denga
Mungkin karena kelelahan dengan aktivitas yang baru saja mereka lakukan. Riska langsung tertidur pulas, berbeda dengan Arland yang turun dari ranjang masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tub uhnya yang terasa lengket. Sepuluh menit kemudian Arland keluar dari kamar mandi dengan tub uh terbalut bathrobe. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya melihat Riska masih terlelap dalam tidurnya. Dia segera membuka tas milik Riska mengambil laptop yang tersimpan di dalamnya. Sambil membawa laptop di tangannya, Arland berjalan menuju kursi lalu duduk di atasnya. Dengan gerakan cepat dia membuka laptop sesekali melirik ke arah Riska, memastikan Riska tidak melihat apa yang sedang dilakukan olehnya. Dengan cepat Arland mengirim data-data Phoenix Group ke laptop miliknya yang saat ini sedang diakses oleh Mark (asisten/orang kepercayaannya). "Mark, aku sudah mengirim data-data Phoenix Group." "Ya, sudah masuk Bos." Arland menarik salah satu sudut bibirnya ke atas mendengar ucapan Mark, d
"Mas, lepas! Aku mau tidur." Ayra meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari Arland, namun usahanya sia-sia karena tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Arland. "Ayra diam! Kamu marah sama Mas?" Arland menatap tajam ke arah Ayra seolah sedang mengintimidasinya. Tok ... tok ... tok! Terdengar suara pintu diketuk dari luar. "Masuk saja Bi, pintunya nggak dikunci!" Bi Asih membuka pintunya dari luar sambil membawa nampan. Dia sedikit terkejut melihat Ayra duduk di pangkuan Arland, namun dengan cepat menundukkan pandangannya. "Tuan ini makanannya?" "Bawa ke sini!" Bi Asih berjalan ke arah Arland dan Ayra lalu menyodorkan sepiring makanan ke arah Arland. Arland yang melihatnya segera meraihnya. Setelah memberikan makanannya Bi Asih segera keluar dari sana. "Makan!" Titah Arland menyodorkan sesendok makanan ke mulut Ayra. Namun Ayra enggan membuka mulutnya sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Ayra, jangan membuat Mas semakin marah kepadamu!" Arland meninggikan nada bi