Mobil yang dinaikki oleh Arland dan Ayra memasuki basement Plaza Indah Mall, pusat perbelanjaan terbesar yang berada di pusat kota. Arland lebih dulu turun dari mobil lalu mengitarinya, membuka pintu sebelah kiri mempersilahkan Ayra untuk turun dari mobil.
Ayra mengedarkan pandangannya membuat Arland merasa heran. "Kenapa Sayang?" "Nggak apa-apa." "Sepertinya sudah lama kita tidak ke sini, Ayo masuk!" Arland merangkul Ayra mengajaknya masuk ke dalam Mall. Ayra mendongak menatap sejenak wajah Arland. "Ternyata bukan cuma aku yang diperlakukan seperti ini oleh Mas Arland, ada wanita lain yang mendapat perlakuan yang sama seperti ini atau bahkan lebih." monolong Ayra dalam hati, sakit rasanya sangat sakit menyadari perhatian, cinta serta kasih sayang suaminya telah terbagi dengan wanita lain. "Sayang, apa kamu baru sadar kalau suamimu sebenarnya sangat tampan." Mendengar ucapan Arland, dengan cepat Ayra memalingkan wajahnya merasa malu seperti seorang pencuri yang tertangkap basah. "Kamu boleh menatap wajah Mas, nggak perlu malu-malu seperti itu!" Arland mencubit pipi Ayra dengan gemas. "Mas!" Ayra berusaha menyingkirkan tangan Arland dari pipinya. "Kenapa Sayang?" "Jangan main cubit-cubit sakit tahu!" "Bilang aja minta dicium! Apa susahnya." Dengan gerakan cepat Arland mengecup singkat kedua pipi Ayra. Ayra terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Arland. "Mas, ini di tempat umum!" bentak Ayra mengingatkan. "Memangnya kenapa, lagipula kita sudah menikah?" Arland berkata dengan santai tanpa merasa bersalah sedikitpun. "Malulah, ih Mas ini ya!" Ayra mencubit pinggang Arland dengan kuat. "Awh ...." Arland mengadu kesakitan refleks mengusap-usap pinggangnya yang baru saja dicubit oleh Ayra. "Kamu mau balas dendam karena tadi Mas mencubit pipimu?" "Iya." jawab Ayra singkat. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka berdua dari kejauhan sambil mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Dering hp menarik perhatian mereka. "Mas, sepertinya hp-mu bunyi." Arland merogoh sakunya mengambil benda pipih yang tersimpan di dalamnya. "Mas angkat telephon dulu, kamu pilih saja pakaian yang kamu suka kalau sudah selesai bilang sama Mas!" "Iya Mas." Arland berjalan menjauh dari Ayra mengangkat panggilan yang masuk ke hp-nya. Sedangkan Ayra segera masuk ke dalam fashion store. "Mas, kamu ada dimana?" Arland mengerutkan keningnya mendengar suara seseorang dari seberang sana setelah panggilannya terhubung. Orang yang sedang menelpon adalah Riska. Aku ada di rumah di ruang kerja banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan saat ini." jawab Arland berbohong. "Mas, kenapa kamu berbohong kepadaku? Aku tahu sekarang kamu ada di Plaza Indah Mall bersama dengan Ayra. Katanya kamu tidak mencintainya kenapa kamu terlihat begitu mesra dengannya?" Arland terkejut mendengar ucapan Riska refleks mengedarkan pandangannya, hingga akhirnya dia melihat Riska berada tidak jauh darinya. "Kenapa Riska bisa ada di sini?" patin Arland heran. "Ini tidak seperti yang kamu lihat, aku akan jelaskan semuanya!" Arland berjalan dengan cepat menghampiri Riska. "Riska !" panggil Arland setelah berada di hadapan Riska. "Apalagi yang mau kamu jelaskan, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kamu begitu mesra dengan Ayra. Kamu mencintainya kan?" Riska menatap ke arah Arland menuntut jawaban darinya, sedangkan air matanya mengucur deras membasahi kedua pipinya. "Semua kata-katamu ternyata hanya bualan semata, kamu pembohong." teriak Riska penuh amarah. "Jika kamu mencintai Ayra katakan, jangan memberiku harapan palsu seperti ini! Aku tidak ingin menjadi orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga kalian." Riska menghapus buliran-buliran bening yang membasahi kedua pipinya lalu memalingkan wajahnya enggan menatap ke arah Arland. "Nggak." Arland meraih pergelangan tangan Riska. "Lepas! Aku nggak mau lagi dengan Mas. Mas boleh menghinaku tetapi tidak boleh menghina rasa cintaku." Riska melepaskan tangannya yang sedang dipegang oleh Arland. Namun usahanya sia-sia karena Arland menariknya sehingga dirinya menabrak dada Arland. Dengan gerakan cepat Arland menahan pinggang Riska agar tetap menempel dengannya. "Mas hanya mencintaimu, percayalah!" Salah satu tangan Arland membelai pipi Riska dengan lembut. Perlahan Riska mendongak menatap ke arahnya. "Benarkan?" "Tentu saja." Senyuman merekah di bibir Riska mendengar ucapan Arland. Dia menempelkan kepalanya ke dada Arland seolah sedang mencari kenyamanan. Tangan Arland bergerak mengusap-usap punggung Riska dengan lembut. "Ayra, cepat atau lambat Mas Arland akan menceraikan mu. Kemudian menikahiku menjadikan aku satu-satunya ratu di hatinya." Monolog Riska dalam hati membayangkan dirinya menikah dengan Arland. Riska mengalungkan tangannya ke leher Arland, kemudian mengecup bibirnya. Menyadari sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya, Arland segera meraih tengkuk Riska. Awalnya hanya berupa kecupan, namun semakin lama semakin menuntut serta meminta lebih. Mereka saling bertukar saliva tidak peduli kalau saat ini berada di tempat umum. Lisa yang sedang berjalan tidak jauh dari mereka, tentu saja melihat apa yang sedang dilakukan oleh Arland dan Riska. "Mesra-mesraan di tempat umum seperti ini. Benar-benar tidak tahu tempat." gumam Lisa menggelengkan kepalanya pelan. Tidak hanya Lisa yang melihat apa yang dilakukan oleh Arland dan Riska, beberapa orang yang lewat di sana juga melihatnya. Ada yang menggelengkan kepalanya pelan dan ada juga yang mencibirnya. "Dunia serasa milik berdua, tidak peduli sama sekali kalau saat ini sedang berada di tempat umum." "Mereka kelihatannya orang berpendidikan tinggi, tapi nggak ada akhlak" "Sepertinya mereka orang kaya kenapa nggak menyewa hotel saja untuk bermesraan sepuasnya, daripada di sini kasihan kalau ada anak kecil yang melihatnya." Itulah beberapa cibiran orang-orang yang melihat Arland dan Riska saling memangut bibir dengan mesra padahal berada di mall. Arland dan Riska melepaskan tautan bibirnya, setelah mendengar cibiran orang-orang yang tanpa sengaja melihat apa yang sedang mereka lakukan. "Mas, bagaimana kalau kita ke hotel Horison? Di sana kita bisa melakukan sepuasnya, Aku sangat rindu dengan sentuhan Mas." tanya Riska kepada Arland dengan suara manja. "Malam ini aku nggak bisa, lain kali saja ya?" Riska merasa kecewa mendengar apa yang diucapkan oleh Arland. "Apa karena Ayra?" Riska bertanya dengan hati-hati. "Bukan." Riska menghela nafas lega mendengarnya. Di fashion store Ayra memilih-milih pakaian untuknya. Sesekali menoleh ke sana kemari berharap melihat Arland datang menghampirinya. "Kenapa Mas Arland belum ke sini ya?" monolong Ayra dalam hati merasa heran. Setelah mengambil beberapa helai pakaian yang diinginkan olehnya, Ayra berjalan menuju ke kasir untuk membayarnya. Ayra menghubungi Arland namun tidak panggilannya tidak diangkat. "Mas Arland sebenarnya dimana kenapa panggilannya nggak diangkat?" batin Ayra sambil berjalan mengedarkan pandangannya. Melihat ada stand es krim, Ayra memutuskan untuk membeli es krim terlebih dahulu. Dia menjatuhkan bobot tub uhnya di atas kursi sambil memegang satu cup es krim lalu memakannya. "Boleh nggak, aku duduk di sini?" Mendengar suara seseorang Ayra segera mendongak menatap ke arahnya. Terlihat Lisa sedang berdiri di hadapannya."Boleh, silahkan duduk saja! Kamu wanita yang di supermaket waktu itu ya?" tebak Ayra teringat dengan wanita yang ditemui olehnya di supermarket."Iya, senang bisa bertemu kembali denganmu. Panggil saja Lisa!""Maaf tadi aku lupa dengan namamu." Ayra tersenyum kikuk."Nggak apa-apa." Lisa tersenyum menjatuhkan bobot tub uhnya di kursi duduk berhadapan dengan Ayra. Dia juga mulai menikmati es krimnya seperti halnya Ayra.Lisa sesekali menatap ke arah Ayra yang sedang makan es krim, mengingatkannya pada sosok Ayra sahabatnya dulu. Mulai dari rasa es krim yang dimakannya ataupun cara memakannya."Kamu suka makan es krim?" tanya Lisa basa-basi mencairkan suasana."Sangat suka, aku pencinta makanan manis.""Pencinta makanan manis sama seperti Ayra, apakah benar mereka merupakan satu orang yang sama tapi ...?" monolog Tasya dalam hati.Suara Ayra membuyarkan lamunannya. "Kenapa malah bengong? Es krimnya dibiarkan begitu nanti meleleh loh!" ujar Ayra mengingatkan."Eh iya." Lisa tersenyum ki
Ayra memutuskan menyewa detektif untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh Arland selama ini di belakangnya. Mendengar hp-nya berbunyi Ayra segera meraihnya. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya melihat nama Joni (detektif yang disewa oleh Ayra) tertera di layar hp-nya."Bu, saya melihat Pak Arland masuk ke dalam kelab." Ayra terkejut mendengar ucapan Joni hp yang sedang dipegang olehnya hampir saja terjatuh."Kelab?" Ayra memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar."Iya.""Sejak kapan Mas Arland suka pergi ke kelab?" batin Ayra tidak menyangka suaminya pergi ke club."Di kelab mana?" Ayra bertanya dengan bibir bergetar."Paradise night.""Aku akan segera ke sana." Ayra memutuskan sambungan teleponnya."Benarkan Mas Arland pergi ke kelab? Jangan-jangan selama ini Mas Arland sering tidur bersama dengan para wanita yang ada di sana. Noda lipstik serta tanda kissmark pasti ulah wanita yang menjadi partner ranjangnya." monolong Ayra mengusap wajahnya dengan kasar."Setelah tidur denga
Sesekali Ayra menoleh ke arah Arland yang sedang mengendarai mobilnya. Apa yang dilakukan oleh Ayra membuat Arland merasa heran."Kalau ada yang mau kamu tanyakan silahkan! Nanti mas jawab. Wanita yang tadi bersama dengan mas merupakan seorang LC jangan salah paham.""Seorang LC, haruskah mereka mesra begitu ya?" batin Ayra heran. Tapi saat ini Ayra tidak ingin mempermasalahkan hal tersebut, dia tidak ingin Arland kembali marah kepadanya, rasanya belum siap untuk menghadapinya."Sejak kapan Mas punya kelab malam?" Akhirnya Ayra bertanya sesuatu yang sejak tadi mengganggu pikirannya."Sudah lama bahkan sebelum kita saling mengenal.""Kenapa Mas nggak pernah bilang? Sebagai suami istri seharusnya kita saling terbuka satu sama lain!" Arland menghela nafas panjang mendengar ucapan Ayra."Saling terbuka, kalau hal itu terjadi di antara kita. Kita nggak akan mungkin bisa bersama." Arland berkata dalam hati."Mas, kenapa aku nggak ingat pertemuan pertama kita?" tanya Ayra setelah beberapa sa
Setitik air matanya menetes di kedua pipinya ketika sedikit demi sedikit wine masuk ke dalam mulutnya. Rasanya sangat pahit ini pertama kalinya Ayra minum wine. Dia tidak pernah menyangka minuman beralkohol itu akhirnya masuk ke dalam mulutnya.Ayra merasa geram melihat Pak Edi hanya diam tanpa ada niat sedikit pun untuk menolongnya. Kedua tangan Ayra mengepal kuat, wine yang terkumpul di dalam mulutnya dia semburkan ke wajah Arland.Arland terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ayra refleks mundur beberapa langkah ke belakang sambil mengusap wajahnya. Ayra yang melihatnya segera beranjak dari duduknya berjalan dengan cepat menuju ke arah pintu. Namun belum sempat membuka pintunya, Pak Edi mendorong Ayra ke arah Arland. Dengan sigap Arland menangkap Ayra lalu mendorongnya ke sofa.Dengan gerakan cepat Arland meraih kedua tangan Ayra, menguncinya di atas kepalanya."Aku sudah bersikap lembut kepadamu, tapi ternyata kamu lebih suka aku sikap kasar." Ujar Arland dengan seringai iblis me
Riska meraih hp-nya kemudian memotret dirinya bersama dengan Arland di atas ranjang. Dia mengamati foto hasil jepretannya di layar hp-nya dengan seringai di wajahnya."Bagaimana kalau foto ini aku kirim ke Ayra?" batin Riska mengamati foto yang ada di layar hp-nya lalu menoleh ke arah Arland yang sudah tidur dengan pulas."Beraninya kamu bermain-main denganku, lihat saja bagaimana aku akan membalas mu." ujar Riska lirih jari lentiknya menyentuh ikon kirim gambar di layar hp-nya. Hanya dalam hitungan detik foto tersebut telah terkirim ke hp Ayra."Permainan baru dimulai." batin Riska meletakkan kembali hp-nya di atas nakas. Dia mengulurkan tangannya memeluk Arland dengan erat, kepalanya di letakkan di atas dadanya.Keesokan harinya Arland terbangun dari tidurnya setelah mendengar hp-nya berbunyi. Dalam keadaan masih setengah sadar dia mengulurkan tangannya meraih hp-nya yang terus berbunyi."Siapa yang nelpon pagi-pagi begini? Ganggu orang tidur saja." gerutu Arland merasa kesal."Mark
DEG Ayra tampak terkejut jantungnya berpacu tidak karuan, tangannya bergetar melihat noda lipstik pada kemeja suaminya. Selain noda lipstik juga tercium bau parfum wanita lain. "Kenapa bisa ada noda lipstik serta tercium aroma parfum wanita lain di kemeja Mas Arland. Apakah di luar sana Mas Arland selingkuh dengan wanita lain?" Monolog Ayra dalam hati, pikiran buruk tentang suaminya terlintas begitu saja di otaknya. Setitik air matanya menetes di kedua pipinya membayangkan Arland bercumbu mesra bersama dengan wanita lain, sakit rasanya sangat sakit tidak sanggup lagi dijabarkan dengan kata-kata. "Nggak nggak mungkin Mas Arland selingkuh dariku." Ayra berusaha menepis pikiran buruk tentang suaminya. "Bukankah selama ini Mas Arland selalu bersikap baik kepadaku, semua kebutuhanku selalu dipenuhi olehnya tidak sedikitpun kekurangan. Dia juga selalu bersikap lembut penuh kasih sayang tidak pernah berkata kasar apalagi main tangan. Mas Arland merupakan definisi suami yang sempurn
Ayra terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu serta tub uh bergetar ketakutan. Dia mengedarkan pandangannya mengamati sekelilingnya, hingga akhirnya dia menyadari ternyata dirinya berada di atas ranjang. "Siapa yang membawaku ke sini, bukankah tadi aku berada di ....." "Sayang, kenapa?" Arland merasa heran menyadari tub uh istrinya bergetar seperti sedang ketakutan. "Apakah Mas yang membawaku ke sini?" Arland mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Ayra. "Membawamu darimana? Dari tadi kita tidur bersama di sini." "Tidur, jadi semua hanya mimpi tapi kenapa seperti nyata?" Gumam Ayra heran. "Kamu mimpi buruk?" Pertanyaan Arland mengagetkan Ayra, refleks menoleh ke arahnya. Ayra tampak terkejut ketika tanpa sengaja pandangan saling bertemu dengan pandangan Arland. "Mata itu, sepertinya aku pernah melihatnya tapi dimana?" Bukannya menjawab pertanyaan Arland, Ayra justru mengamati ke dua bola mata suaminya itu. "Awh!"Teriak Ayra dengan keras entah kenapa tiba-tiba ke
"Non kenapa?" Bi Asih terlihat begitu panik sekaligus khawatir. "Kepalaku pusing banget Bi." Jawab Ayra lirih hampir saja tub uhnya merosot ke lantai, beruntung dengan sigap Bi Asih menahannya lalu memeluknya. Lisa dan Kevin yang melihatnya segera menghampiri mereka. "Ayra kenapa, Bi?" Tanya Lisa terlihat begitu khawatir. "Katanya pusing kepalanya. Kalian siapa sepertinya kenal dengan non Ayra?" Bi Asih melihat ke arah Lisa dan Kevin bergantian. "Kami temannya Ayra Bi." Jawab Lisa dan Kevin tersenyum ke arah Bi Asih. "Oh." "Bi, apa kami boleh ikut mengantar Ayra ke rumah sakit?" Bi Asih mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Lisa. "Non Ayra tidak dibawa ke rumah sakit, dia biasanya menggunakan dokter pribadi." Lisa hanya mengangguk mendengarnya sambil membantu memapah Ayra menuju ke mobil. "Meskipun kamu berulang kali menyangkalnya, entah kenapa aku yakin kamu adalah Ayra sahabatku." Batin Lisa menatap mobil yang dinaikki oleh Ayra berjalan pe
Riska meraih hp-nya kemudian memotret dirinya bersama dengan Arland di atas ranjang. Dia mengamati foto hasil jepretannya di layar hp-nya dengan seringai di wajahnya."Bagaimana kalau foto ini aku kirim ke Ayra?" batin Riska mengamati foto yang ada di layar hp-nya lalu menoleh ke arah Arland yang sudah tidur dengan pulas."Beraninya kamu bermain-main denganku, lihat saja bagaimana aku akan membalas mu." ujar Riska lirih jari lentiknya menyentuh ikon kirim gambar di layar hp-nya. Hanya dalam hitungan detik foto tersebut telah terkirim ke hp Ayra."Permainan baru dimulai." batin Riska meletakkan kembali hp-nya di atas nakas. Dia mengulurkan tangannya memeluk Arland dengan erat, kepalanya di letakkan di atas dadanya.Keesokan harinya Arland terbangun dari tidurnya setelah mendengar hp-nya berbunyi. Dalam keadaan masih setengah sadar dia mengulurkan tangannya meraih hp-nya yang terus berbunyi."Siapa yang nelpon pagi-pagi begini? Ganggu orang tidur saja." gerutu Arland merasa kesal."Mark
Setitik air matanya menetes di kedua pipinya ketika sedikit demi sedikit wine masuk ke dalam mulutnya. Rasanya sangat pahit ini pertama kalinya Ayra minum wine. Dia tidak pernah menyangka minuman beralkohol itu akhirnya masuk ke dalam mulutnya.Ayra merasa geram melihat Pak Edi hanya diam tanpa ada niat sedikit pun untuk menolongnya. Kedua tangan Ayra mengepal kuat, wine yang terkumpul di dalam mulutnya dia semburkan ke wajah Arland.Arland terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ayra refleks mundur beberapa langkah ke belakang sambil mengusap wajahnya. Ayra yang melihatnya segera beranjak dari duduknya berjalan dengan cepat menuju ke arah pintu. Namun belum sempat membuka pintunya, Pak Edi mendorong Ayra ke arah Arland. Dengan sigap Arland menangkap Ayra lalu mendorongnya ke sofa.Dengan gerakan cepat Arland meraih kedua tangan Ayra, menguncinya di atas kepalanya."Aku sudah bersikap lembut kepadamu, tapi ternyata kamu lebih suka aku sikap kasar." Ujar Arland dengan seringai iblis me
Sesekali Ayra menoleh ke arah Arland yang sedang mengendarai mobilnya. Apa yang dilakukan oleh Ayra membuat Arland merasa heran."Kalau ada yang mau kamu tanyakan silahkan! Nanti mas jawab. Wanita yang tadi bersama dengan mas merupakan seorang LC jangan salah paham.""Seorang LC, haruskah mereka mesra begitu ya?" batin Ayra heran. Tapi saat ini Ayra tidak ingin mempermasalahkan hal tersebut, dia tidak ingin Arland kembali marah kepadanya, rasanya belum siap untuk menghadapinya."Sejak kapan Mas punya kelab malam?" Akhirnya Ayra bertanya sesuatu yang sejak tadi mengganggu pikirannya."Sudah lama bahkan sebelum kita saling mengenal.""Kenapa Mas nggak pernah bilang? Sebagai suami istri seharusnya kita saling terbuka satu sama lain!" Arland menghela nafas panjang mendengar ucapan Ayra."Saling terbuka, kalau hal itu terjadi di antara kita. Kita nggak akan mungkin bisa bersama." Arland berkata dalam hati."Mas, kenapa aku nggak ingat pertemuan pertama kita?" tanya Ayra setelah beberapa sa
Ayra memutuskan menyewa detektif untuk mencari tahu apa yang dilakukan oleh Arland selama ini di belakangnya. Mendengar hp-nya berbunyi Ayra segera meraihnya. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya melihat nama Joni (detektif yang disewa oleh Ayra) tertera di layar hp-nya."Bu, saya melihat Pak Arland masuk ke dalam kelab." Ayra terkejut mendengar ucapan Joni hp yang sedang dipegang olehnya hampir saja terjatuh."Kelab?" Ayra memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar."Iya.""Sejak kapan Mas Arland suka pergi ke kelab?" batin Ayra tidak menyangka suaminya pergi ke club."Di kelab mana?" Ayra bertanya dengan bibir bergetar."Paradise night.""Aku akan segera ke sana." Ayra memutuskan sambungan teleponnya."Benarkan Mas Arland pergi ke kelab? Jangan-jangan selama ini Mas Arland sering tidur bersama dengan para wanita yang ada di sana. Noda lipstik serta tanda kissmark pasti ulah wanita yang menjadi partner ranjangnya." monolong Ayra mengusap wajahnya dengan kasar."Setelah tidur denga
"Boleh, silahkan duduk saja! Kamu wanita yang di supermaket waktu itu ya?" tebak Ayra teringat dengan wanita yang ditemui olehnya di supermarket."Iya, senang bisa bertemu kembali denganmu. Panggil saja Lisa!""Maaf tadi aku lupa dengan namamu." Ayra tersenyum kikuk."Nggak apa-apa." Lisa tersenyum menjatuhkan bobot tub uhnya di kursi duduk berhadapan dengan Ayra. Dia juga mulai menikmati es krimnya seperti halnya Ayra.Lisa sesekali menatap ke arah Ayra yang sedang makan es krim, mengingatkannya pada sosok Ayra sahabatnya dulu. Mulai dari rasa es krim yang dimakannya ataupun cara memakannya."Kamu suka makan es krim?" tanya Lisa basa-basi mencairkan suasana."Sangat suka, aku pencinta makanan manis.""Pencinta makanan manis sama seperti Ayra, apakah benar mereka merupakan satu orang yang sama tapi ...?" monolog Tasya dalam hati.Suara Ayra membuyarkan lamunannya. "Kenapa malah bengong? Es krimnya dibiarkan begitu nanti meleleh loh!" ujar Ayra mengingatkan."Eh iya." Lisa tersenyum ki
Mobil yang dinaikki oleh Arland dan Ayra memasuki basement Plaza Indah Mall, pusat perbelanjaan terbesar yang berada di pusat kota. Arland lebih dulu turun dari mobil lalu mengitarinya, membuka pintu sebelah kiri mempersilahkan Ayra untuk turun dari mobil. Ayra mengedarkan pandangannya membuat Arland merasa heran. "Kenapa Sayang?" "Nggak apa-apa." "Sepertinya sudah lama kita tidak ke sini, Ayo masuk!" Arland merangkul Ayra mengajaknya masuk ke dalam Mall. Ayra mendongak menatap sejenak wajah Arland. "Ternyata bukan cuma aku yang diperlakukan seperti ini oleh Mas Arland, ada wanita lain yang mendapat perlakuan yang sama seperti ini atau bahkan lebih." monolong Ayra dalam hati, sakit rasanya sangat sakit menyadari perhatian, cinta serta kasih sayang suaminya telah terbagi dengan wanita lain. "Sayang, apa kamu baru sadar kalau suamimu sebenarnya sangat tampan." Mendengar ucapan Arland, dengan cepat Ayra memalingkan wajahnya merasa malu seperti seorang pencuri yang tertangkap basah
Mendengar suara pintu ditutup Ayra menoleh ke belakang. Ternyata Arland sudah berada di belakangnya."Mas, kenapa pintunya ditutup?" tanya Ayra heran."Mau mandi." jawab Arland singkat."Tapi aku belum keluar?" Ayra merasa heran pintunya sudah ditutup, padahal dirinya masih berada di dalam kamar mandi.Arland berjalan mendekat ke arah Ayra, hingga akhirnya berada tepat di belakangnya."Kita mandi bersama." bisik Arland tepat di samping telinga Ayra lalu mengangkatnya, menaruhnya ke dalam bathtub yang sudah terisi dengan air hangat.Ayra tampak terkejut menyadari dirinya sudah berada di bathtub, refleks melotot tajam ke arah Arland. Yang dibalas dengan senyuman misterius olehnya. Dengan santainya Arland melepaskan pakaiannya lalu masuk ke dalam bathtub ikut bergabung dengan istrinya.Melihat Arland masuk ke dalam bathtub, Ayra segera beranjak dari duduknya. Ketika kakinya hendak melangkah keluar dari bathtub, Arland menarik pergelangan tangannya sehingga jatuh di atas pangkuannya denga
Mungkin karena kelelahan dengan aktivitas yang baru saja mereka lakukan. Riska langsung tertidur pulas, berbeda dengan Arland yang turun dari ranjang masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tub uhnya yang terasa lengket. Sepuluh menit kemudian Arland keluar dari kamar mandi dengan tub uh terbalut bathrobe. Seulas senyum tipis terbit di bibirnya melihat Riska masih terlelap dalam tidurnya. Dia segera membuka tas milik Riska mengambil laptop yang tersimpan di dalamnya. Sambil membawa laptop di tangannya, Arland berjalan menuju kursi lalu duduk di atasnya. Dengan gerakan cepat dia membuka laptop sesekali melirik ke arah Riska, memastikan Riska tidak melihat apa yang sedang dilakukan olehnya. Dengan cepat Arland mengirim data-data Phoenix Group ke laptop miliknya yang saat ini sedang diakses oleh Mark (asisten/orang kepercayaannya). "Mark, aku sudah mengirim data-data Phoenix Group." "Ya, sudah masuk Bos." Arland menarik salah satu sudut bibirnya ke atas mendengar ucapan Mark, d
"Mas, lepas! Aku mau tidur." Ayra meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari Arland, namun usahanya sia-sia karena tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Arland. "Ayra diam! Kamu marah sama Mas?" Arland menatap tajam ke arah Ayra seolah sedang mengintimidasinya. Tok ... tok ... tok! Terdengar suara pintu diketuk dari luar. "Masuk saja Bi, pintunya nggak dikunci!" Bi Asih membuka pintunya dari luar sambil membawa nampan. Dia sedikit terkejut melihat Ayra duduk di pangkuan Arland, namun dengan cepat menundukkan pandangannya. "Tuan ini makanannya?" "Bawa ke sini!" Bi Asih berjalan ke arah Arland dan Ayra lalu menyodorkan sepiring makanan ke arah Arland. Arland yang melihatnya segera meraihnya. Setelah memberikan makanannya Bi Asih segera keluar dari sana. "Makan!" Titah Arland menyodorkan sesendok makanan ke mulut Ayra. Namun Ayra enggan membuka mulutnya sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Ayra, jangan membuat Mas semakin marah kepadamu!" Arland meninggikan nada bi