Share

Bab 2. Kenyataan Pahit

Author: Ida Andriani
last update Last Updated: 2023-07-15 14:53:09

Dengan berat hati aku melangkahkan kaki dan bertanya pada resepsionis apakah benar ada nama suamiku di hotel itu. Entah karena selama ini mereka sudah terbiasa melakukannya atau karena Mas Salman menganggapku wanita yang tak tahu apa-apa. Mas Salman tidak menyembunyikan identitasnya sama sekali.

Aku pun terus berjalan menelusuri lorong-lorong dalam hotel itu dengan langkah berat. Walaupun hati ini belum siap tetapi perasaan dan pikiran ingin tahu itu terus memaksaku untuk terus berjalan. Sampai tiba di nomor kamar yang aku dapatkan tadi dengan nama suamiku.

Aku menarik napas dalam dan panjang untuk mempersiapkan diri akan segala kemungkinan buruk yang terjadi. Tak lupa juga aku terus berdoa jika apa yang aku lakukan ini tak salah. Aku pun mengambil handphoneku dan mencari nomor kontak suamiku.

"Hallo, ada apa sih? Aku masih sibuk bekerja Ana. Nanti kalau sudah selesai aku telpon balik ya!"

Tak terasa air mataku meleleh membasahi pipiku saat mendengar kebohongan dari mulut suami yang selalu aku hormati. "Kenapa kamu berbohong, Mas? Apa yang sebenarnya kamu rahasiakan dariku?"

Aku terus menatap nomor pintu kamar yang saat ini berada di depanku. Ingin sekali aku mendobrak pintu itu tapi aku masih berusaha untuk sabar dan mencari cara untuk bisa mengetahui yang sebenarnya hari ini juga. Seperti Allah meridhoi jalanku, pintu itu sedikit terbuka aku pun dengan cepat bersembunyi.

"Ok, aku pergi sebentar ya! Jangan lupa siapin tempatnya!" ucap Mas Salman saat hendak keluar kamar.

Aku pun kembali ke pintu itu setelah Mas Salman pergi. Dan lagi-lagi seolah keberuntungan itu berpihak padaku ternyata pintu itu tidak dikunci. Aku pun membukanya dengan pelan dan masuk dengan mengendap-endap. Aku dengar suara gemerincik air di kamar mandi itu yang aku yakini jika saat ini Mas Sandy lah yang tengah mandi.

Lalu suara pintu terdengar terbuka kembali, dengan cepat aku pun bersembunyi di balik gordeng. Dengan pikiran yang penuh tanda tanya dan badan bergetar. Aku berusaha untuk tegar saat ini agar aku bisa membuktikan rahasia suamiku.

"Hay Mas, cepat sekali kamu datang?" kata Mas Sandy, membuat tubuhku semakin bergetar.

"Tentu saja aku cepat-cepat menyelesaikan tugasku. Karena aku juga sudah tak sabar ingin mendengar ocehanmu, he he." Suara Mas Salman menyahuti Mas Sandy.

"Seperti itu?" suara Mas Sandy lagi dengan tertawa renyah.

Walau dada ini semakin sesak hati dan pikiranku semakin kacau. Aku berusaha kuat untuk mengeluarkan handphone-ku dan mengarahkan kamera pada arah Mas Salman agar bisa kujadi kan bukti akhlak bejadnya.

"Prak!!" Handphoneku terjatuh di balik gordeng karena tanganku bergetar saat memegangnya.

Mas Salman dan Sandi begitu terkejut saat mendengar suara di balik gordeng kamar mereka. "Mas, itu suara siapa?"

Mas Salman segera bangun lalu mendekat pada arah suara. "Ana," ucapnya dengan sangat terkejut saat melihatku kini berada di kamar mereka.

"Ana," ucapnya lagi dengan sangat ketakutan melihatku yang kini tengah berada di kamar mereka. "Ana, ini tidak-"

"Apa Mas? Ini tidak seperti yang aku lihat dan aku dengar, begitu?"

"An, aku ...."

"Aku begitu merasa sempurna mempunyai suami sepertimu, Mas, tapi nyatanya ...." Aku tak sanggup untuk melanjutkan ucapanku, aku pun segera berlari meninggalkan kamar laknat itu dengan hati yang hancur.

Sepanjang perjalanan aku terus menangis tanpa peduli dengan lelah di kakiku. Karena rasa sakit di hatiku kali ini lebih sakit daripada rasa sakit yang kurasakan pada kakiku. Entah sudah seberapa jauh aku berlari dan menjauh dari dua orang yang melakukan hubungan terlarang itu. Dua pria yang ku anggap bersahabat karib itu ternyata adalah sepasang kekasih.

Satu hal yang membuatku merasa lebih terhina adalah ... suamiku bahkan lebih tertarik pada sesama jenisnya daripada denganku sebagai lawan jenis. Di mana setiap pria akan menginginkan surga dunia bersama lawan jenisnya bahkan mereka berani melakukannya di luar pernikahan. Lalu, bagaimana denganku yang statusnya adalah istri dari Salman Emir, seorang pria gagah serta tampan itu nyatanya bahkan tak mempunyai ketertarikan padaku sama sekali.

Berkali-kali aku menarik nafas agar sedikit mengurangi rasa sesak di dadaku. Aku merasa diriku begitu rendah di mata Mas Salman karena tak mampu membuat suamiku tertarik sedikit pun pada tubuhku. Aku juga merasa diriku begitu bodoh karena bisa-bisanya aku tertipu dengan kedok pernikahan yang digunakan oleh Mas Salman.

"Jadi, karena ini? Karena ini Mas Salman bahkan belum pernah menyentuhku?" Aku kembali meremas dadaku yang sesak. "Kenapa aku begitu bodoh? Kenapa bisa-bisanya aku sampai tidak tahu jika suamiku ternyata ... ya Allah, ini sakit sekali."

Tak lama handphone-ku berdering, segera kulihat siapa yang menghubungiku. Aku pun merasa malas saat melihat ternyata Mas Salman'lah yang menghubungiku. Aku hanya meremas handphone itu lalu kumasukkan kembali pada ranselku.

Tak ada sedikit pun untukku ingin mendengar suara laki-laki yang statusnya adalah suamiku itu lagi. Rasa kecewa kepadanya membuat rasa hormatku hilang seketika. Aku pun segera beranjak dari simpuhanku menuju rumah sakit tempat di mana ibuku dirawat.

Ya, jika saja ibuku tidak sakit, aku ingin sekali mencurahkan semua yang ku alami saat ini padanya. Namun, melihatnya terbaring lemah di brangkar rumah sakit membuatku kembali merasa sesak. Apu pun kembali bingung apa yang akan aku lakukan setelah ini. Karena aku sadar siapa yang membiayai semua pengobatan ibuku selama ini.

Setelah tiba di rumah sakit tempat ibuku dirawat. Aku dikejutkan dengan keberadaan Mas Salman di depan ruangan Ibu. Aku membuang pandangan wajahku dari tatapan Mas Salman. Rasa jijik itu kini mulai membuat bulu kudukku kembali berdiri saat mengingat suara-suara laknat dari dua orang pria tadi.

"Mas ingin bicara, An." Mas Salman menatapku serius.

"Aku tidak mau," sahutku dengan lantang dan memalingkan wajah karena tak sudi melihat wajah pria yang menyukai sesama jenisnya itu.

Mas Salman berdesis saat aku menolaknya. "Heuh, sebaiknya kamu berpikir panjang terlebih dahulu tentang pengobatan ibumu sebelum kamu menolak bicara denganku, Ana," ucapnya sedikit menyeringai mengejekku.

Aku menoleh pada Mas Salman. "Apa maksudmu, Mas?"

"Tutup mulutmu dan jaga rahasiaku pada orang tuaku juga pada semua keluargaku. Maka pengobatan ibumu pun akan aku jamin," ucap Mas Salman dengan entengnya.

Aku memalingkan wajahku. "Jangan harap aku mau mengikuti kemauan sesatmu, Mas!"

"Kamu yakin, Ana?" Mas Salman menyeringai mengejekku. "Aku beri waktu 1x24 jam untuk kamu mulai berpikir akan pengobatan ibumu. Jika kamu tidak mau menandatangani perjanjian itu. Maka dengan sangat menyesal, aku hentikan pengobatan ibumu detik itu juga." Mas Salman melemparkan dokumen perjanjian lalu pergi dengan penuh keyakinan jika aku akan menyerah padanya.

Aku pun ambruk di samping tubuh Ibu yang lemah. "Apa yang harus aku lakukan?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar tolol dan kebanyakan drama. mikir dg cerdas dan kenali siapa diri mu yg biaya rumah sakit ibumu bergantung sama suami mu. ayo bangun dan sadar diri dikit
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 3. Penyesalan tiada akhir

    Aku mencoba berpikir setelah menenangkan diri dengan mengadu pada Robb-ku. Aku terus menggulir nama-nama kontak di handphoneku dengan penuh harapan. Mataku tertuju pada sahabatku bernama Elsa. Aku pun segera menghubunginya. "Gitu, ya, Sa? Baiklah, tidak apa-apa. Aku ngerti, Sa." Aku pun menghembuskan napas kecewa setelah menutup sambungan teleponku dari Elsa. Aku berniat untuk meminta bantuan Elsa, meminjam uangnya untuk sementara waktu sebelum aku nantinya punya gaji setelah bekerja. Aku bertekad akan bekerja setelah mendapatkan pinjaman untuk pengobatan Ibu sementara waktu. Namun, nyatanya Elsa pun kini tengah sedikit kesulitan karena biaya pengobatan Ibu juga tak sedikit. Aku kembali menggulir nama-nama di kontakku. Hanya Mas Azzam satu-satunya orang yang aku yakini bisa membantunya. "Aaakkkkkhhhh ... hiks, kenapa kamu kejam sekali, Mas?" teriakku mengurungkan niat untuk menghubungi Mas Azzam. "Tring!! Satu pesan masuk ke handphoneku dan ternyata itu adalah pesan dari Mas Salm

    Last Updated : 2023-07-15
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 4. Tak punya pilihan

    "Lepasin dia, atau aku akan merubuhkan tempat ini sekarang juga!" Pria bernama Zio itu hendak menghampiri Mas Salman, tapi di cekal oleh Ririn. Ririn menghampiri Mas Salman. "Tuan, tenanglah! Apa Anda juga ingin memboking Ana? Anda bis-" "Lepasin istriku, atau aku akan menutup tempat ini sekarang juga!" Mas Salman menatap Ririn dengan Ririn. "Kamu tahu siapa saya? Salman Emir, dan wanita itu adalah istriku." Ririn membekap mulutnya terkejut. Tentu saja mereka tahu siapa keluarga Emir, pengusaha paling berpengaruh di kota itu. Walau pun mereka tidak pernah ikut campur urusan club', tapi Ririn tahu resiko yang akan di tanggungnya karena berurusan dengan keluarga Emir. *****Sepanjang perjalanan aku hanya bisa terisak. Menangisi hidupku yang begitu pahit. Setelah aku di sesak oleh kenyataan dari Mas Salman. Kini aku pun di buat sesak karena hampir saja kehilangan harga diri karena kebodohanku yang percaya begitu saja pada Ririn. Entah apa yang Mas Salman bicarakan tadi dengan wanita

    Last Updated : 2023-07-15
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 5. Keputusan

    Tut ... tut ... tut ...( Nomer yang anda yang tuju saat ini tidak dapat di hubungi ) Aku mengusap wajahku begitu berat. Mas Azzam tidak aktif. Aku kembali memberikan semangat pada diriku sendiri. Aku memutuskan untuk ke pergi kantor Mas Azzam karena aku benar-benar tak punya pilihan. Sesampainya di kantor Mas Azzam, aku pun di buat kecewa karena nyatanya Mas Azzam tengah di luar kota."Ooh, gitu, Pak? Sejak kapan Mas Azzam ke luar kota?" "Tadi pagi, Bu Ana," kata asistennya. "Baik, terima kasih, ya Pak." Aku kembali meremas dadaku yang tak henti-hentinya sesak. Pupus sudah harapanku sekarang. Pria satu-satunya yang selalu peduli padaku pun kini tak bisa membantuku. Aku kembali ke rumah sakit karena hari sudah mulai sore. Pasrah, aku pasrah. "Selamat sore, istriku." Mas Salman kembali menyeringai mengejekku. Aku tidak menghiraukan Mas Salman dan lebih memilih fokus pada aktifitasku membereskan bajuku. Aku tahu maksud dan tujuannya mengejekku, tentu saja karena kini waktu yang di

    Last Updated : 2023-07-16
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 6. Ancaman Mas Salman

    "An, jika ada apa-apa dengan ibu kamu, jangan sampai kami tidak tahu ya, An. Ibu tidak akan memaafkan diri ibu jika sampai ibu menelantarkan kamu juga ibu kamu."Aku mengangkat wajahku menatap ibu mertua yang sangat menyayangiku. "Iya, Bu. Terima kasih karena ibu menyayangi Ana dengan tulus, juga begitu perhatian pada ibu Ana.""Kamu ini apaan sih, An? Kamu menantu ibu dan sudah pasti ibumu juga adalah ibu Salman, besan ibu," ujarnya meremas tanganku lembut. "Jangan bilang apa-apa lagi selain kata iya, okey!"Aku tersenyum tipis sedikit bahagia karena ternyata masih ada orang yang menyayangiku dengan tulus dari keluarga Mas Salman. "Iya, Bu.""Nah, begitu kan cantik, seperti menantu yang ibu inginkan, he he."Aku pun sedikit melupakan rasa sakit dan juga sesak di dadaku ketika ibu mertuaku menceritakan berbagai cerita padaku. Sampai ku dengar suara mobil Mas Salman memasuki garasi rumah kami. Ibu mertuaku begitu senang saat melihat putranya telah pulang ke rumah di siang hari."Bu, Ibu

    Last Updated : 2023-09-22
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 7. Ana Dilema

    "Lepasin Mas, sakit!" pekikku sambil ku dorong tubuh kekar Mas Salman yang membuat ku semakin menyayangkan sikapnya karena tidak sesuai dengan keadaan tubuhnya. "Aku tidak mengatakan apa-apa, sungguh!" ujarku memelas agar Mas Salman melepaskan cengkraman tangannya dari tanganku."Anaaa!" teriak seorang pria yang baru saja menyaksikan perlakuan Mas Salman padaku."Mas Azzam." Sungguh aku terkejut karena Mas Azzam kini menyaksikan perlakuan Mas Salman padaku. "Lepasin, Mas! Aku takut Mas Azzam tahu apa yang terjadi di antara kita," bisikku pada Mas Salman karena aku pun belum siap jika Mas Azzam mengetahui apa yang terjadi dalam pernikahanku."Apa yang kamu lakukan pada Ana, Salman?" Mas Azzam menarik ku dari Mas Salman. "Jika ada masalah, bicarakan'lah baik-baik tidak dengan memakai kekerasan," ucapnya lagi membuat ku semakin menyesal telah menyakiti hatinya dengan menikahi pria bejad seperti Mas Salman."Aku tidak apa-apa, Mas. Ini hanya salah paham," ucap ku tak ingin membuat Mas Azz

    Last Updated : 2023-09-23
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 8. Kebohongan Ana

    "An, kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa hari ini aku terlihat tampan?" kata Mas Azzam bergurau.Aku pun memalingkan wajah karena malu telah kepergok Mas Azzam tengah menatap wajahnya. "Kamu memang selalu tampan, Mas." Aku dengan cepat membekap mulutku karena lagi-lagi mulutku mengucapkan makna yang tersirat dalam. "Seorang Azzam selalu tampan dari semenjak SMP sampai sekarang, he he," ucapku mengalihkan sangkaan penuh arti dari Mas Azzam yang kini juga tengah menatapku."Apa itu sebuah pujian?"Aku kembali menatap Mas Azzam sudah sedikit lega karena suasana kembali seperti biasa. "Mungkin, kamu memang tampan Mas. aku bingung aja kenapa kamu masih betah menjomblo, jangan bilang kamu tidak menyukai wanita Mas?" ejekku pada Mas Azzam.Mas Azzam bercedih tak suka dengan ucapanku. "Cih, amit-amit, An. Aku pria normal ya! Jantungku bahkan selalu berdebar-debar ketika berdekatan bersama wanita.""Oh, ya?" ejekku tak percaya. "Berarti sekarang kamu pun berdebar-debar, Mas? Kan dekat aku,

    Last Updated : 2023-09-24
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 9. Apa kamu ingin aku sentuh, Ana?

    "Ana, aku ingin bicara." Mas Azzam menarik tangan ku dan membawa ku keluar dari ruangan Ibu.Aku dan Mas Azzam duduk di taman rumah sakit tak jauh dari ruangan Ibu. Dengan perasaan yang campur aduk aku menarik napas dalam-dalam. Aku yakin jika Mas Azzam akan bertanya banyak hal pada ku terutama tentang ucapan ku tadi."Sudah berapa lama kita bersahabat, An?" tanya Mas Azzam dengan suara khasnya."Kalau terhitung sejak kita bersahabat dari kita SMP, mungkin sudah hampir 10 tahun," ucapku dengan menatap lurus ke depan."Selama itu juga lah aku mencintaimu, Ana."Deg!!Entah aku harus merasa bahagia atau justru sedih karena aku lagi-lagi merasa menyesal karena sudah menikah dengan Mas Salman. Jujur, aku bahagia mendengar ucapan Mas Azzam. Namun, aku justru merasa bersalah karena tak bisa membalas cintanya."An, aku mencintaimu sejak kita masih SMA. Sampai sekarang belum ada yang mampu memasuki hati ini," ucapnya menoleh pada ku.Aku masih terdiam tak bergeming entah apa yang harus aku ka

    Last Updated : 2023-09-25
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 10. Penyesalan Mas Salman

    "Lepasin, Mas!" Aku mendorong Mas Salman dari bibirku. "Jangan kurang ajar kamu, Mas!" sentak ku dengan dada yang masih kembang kempis lalu berlari keluar ruangan Ibu karena takut mengganggu ketenangan Ibu.Mas Salman ikut keluar dan berdesis mengejek ku. "Heuh, bukannya kamu sangat menginginkan itu, Ana?" ejeknya menyunggingkan senyum. "Itu alasan kamu dekat dengan pria tadi bukan?"Aku menatap Mas Salman begitu geram entah apa yang ada di pikirannya. "Apa maksudmu, Mas? Sejak kapan kamu mempermasalahkan kedekatan ku dengan Mas Azzam, Mas? Bukankah kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu?" cercaku dengan emosi yang sudah menggunung. "Ah ... aku lupa, lebih tepatnya sibuk dengan urusan mu dengan Sandy."Plak!!Mas Salman menampar ku dengan sangat kuat. Sakit, sangat sakit. Ini kedua kalinya Mas Salman menampar pipiku setelah aku mengejek hubungannya dengan Mas Sandy."Kenapa, Mas? Apa kamu marah aku mengatakan jika itu adalah perbuatan terlarang? Tidakkah kamu berpikir bagaimana nanti pe

    Last Updated : 2023-09-26

Latest chapter

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 49. Akhir Cerita

    Aku, Mas Al dan Ibu juga Ayah hanya menatap bingung pada Akilah yang begitu kekeh ingin mempertahankan pernikahannya dengan Mas Azzam. Walau aku tahu mungkin karena besarnya cinta Akilah pada Mas Azzam. Seperti halnya dulu saat Mas Al meminta maaf padaku.Akikah menarik napasnya. "Mas, aku tanya sama kamu. Apa kamu benar-benar tidak bisa mencintaiku, Mas? Aku tahu mungkin cintamu hanya untuk Kak Ana. Tapi, Kak Ana itu istri dari Mas Al. Jika saja kamu bisa menerimaku seperti hal nya Mas Al dulu menerima Kak Ana, insya Allah aku akan memaafkanmu dan menerimamu."Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar penuturan dari Akilah. "Astaghfirullah, Kila.""Kila, putri Ayah, pikirkan baik-baik tentang keputusanmu, Nak." Ayah merangkul Akilah meyakinkan keputusan Akilah.Mas Azzam menatap Akilah. "Kila, apa kamu benar-benar mau memaafkanku?"Semua orang pun menoleh pada Mas Azzam. Ada hati yang tergores mendengar ucapan Mas Azzam karena aku pikir apa yang dilakukan oleh Mas Azzam sungguh j

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 47.

    "Aaarrggghh!" Bugh!Bugh! Bugh! Mas Al memukul Mas Azzam tanpa henti. Amarahnya mungkin sudah tidak bisa ditahannya lagi setelah beberapa menit Mas Al menahannya. Aku dan Akilah pun berusaha untuk menarik tubuh Mas Al karena Mas Azzam semakin babak belur sebab tidak melawan sama sekali. "Mas, hentikan!" Kami menarik tubuh Mas Al dengan sekuat tenaga kami, namun, tenaga Mas Al masih bukan tandingan untuk kami. "Mas, Ku mohon hentikan! Jangan sakiti suamiku, Mas!" Akilah akhirnya menghalangi tubuh Mas Azzam dari depan, sehingga pukulan itu terkena juga pada Akilah. "Aw!" "Kila, astaghfirullah. Hentikan, Mas!" Aku menghalangi Mas Salman. Perlahan Mas Al pun berhenti memukul wajah Mas Azzam. "Aku akan menghabisimu." Bugh! "Akh!" Aku terkena pukulan Mas Al, setelah Akilah kini aku pun terjatuh karena terpukul oleh Mas Al. "Ana." Mas Al segera menghampiriku. "Maaf, sayang."Akilah kembali menghampiri Mas Azzam. "Mas, kamu tidak apa-apa? Kita ke dokter sekarang." Akilah merangkul t

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 46.

    "Mas, kamu kenapa sih? Aku lihat kamu itu murung terus? Ada apa?" Aku mengapit wajah Mas Salman dengan lembut. "Aku mohon jangan ada rahasia diantara kita." Mas Salman menatapku begitu dalam. "Tidak ada, sayang. Aku hanya tidak ingin banyak bicara aja." Aku menatap Mas Salam tak percaya. Setelah semua yang terjadi, aku tahu bagaimana keadaan raut wajah suamiku saat kesal, saat marah dan saat bahagia. Aku yakin Mas Salman menyembunyikan sesuatu dariku. "Ooh. Mas, aku ...." Aku menggantung ucapanku. "Enggak jadi deh." Aku pun beranjak dari duduk, namun, Mas Salman tak membiarkanku pergi dan menarik tubuhku. "Kamu apa, Ana?" tanya Mas Salman yang begitu penasaran karena ucapanku yang tergantung. Aku menarik napas panjang. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin menghirup udara sore di balkon," dalihku kembali beranjak, namun, lagi-lagi Mas Salman tak membiarkanku. "Jangan bohong, Ana. Kamu tidak bisa membohongiku." Aku pun kembali menarik napas dan duduk di samping Mas Salman dan mera

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 45. Amarah Mas Salman

    "Aw!" Akilah sedikit terkejut karena tangannya di tarik oleh Mas Azzam. "Ada apa sih, Mas?" Mas Azzam menatap tajam Akilah dengan cekalan tangan yang semakin kuat. "Jika sampai mereka tahu keadaan rumah tangga kita. Itu berarti salah kamu, Kila!" Akilah meringis karena cengkeraman tangan Mas Azzam tidak main-main. "Kamu benar-benar sakit, Mas. Aku pikir pria sepertimu tidak memiliki penyakit seperti itu, tapi nyatanya kamu benar-benar gila." Mendengar cemohan Akilah, tangan Mas Azzam beralih mencengkram dagu Akilah. "Ya, aku memang sakit. Dan itu semua karena Kakakmu, Kila. Jadi, kamu yang harus menanggung akibatnya. Jika aku sakit dan gila karena aku tidak bisa memiliki Ana, maka kamu pun harus merasakan hal yang sama." Akilah kembali merembeskan air matanya, dengan sekuat tenaga Akilah mencoba untuk menghentikan cengkeraman Mas Azzam. "Sakit, Mas, hiks! Kenapa? Kenapa harus aku yang harus menanggung akibatnya? Aku mencintaimu tapi kenapa kamu memperlakukanku seperti ini, Mas? Ji

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 44. Curiga

    Setelah Akilah akhirnya hilang dari pandangan kami, aku dan Mas Al bersiap-siap untuk membereskan barang-barangku. Pandanganku tertuju pada benda pipih yang tergeletak di kursi tempat Akilah tadi. Aku mengambilnya dan benar saja itu adalah handphone milik Akilah."Astaghfirullah, ini handphonenya Akilah ketinggalan, Mas." "Handphone Kila?" "Heem,, ini." Aku memberikan handphonenya itu pada Mas Al."Heeh dasar, masih muda udah pikun!" "Ist, ko gitu amat sih, Mas? He he. Nanti kita mampir dulu aja ke rumah mereka gimana? Kita juga akhirnya enggak jadi ikut antar mereka kan kemaren?"Mas Al terlihat berpikir. "Ya, baiklah." Setelah selesai membereskan barang-barangku, Mas Al membereskan administrasi terlebih dahulu sebelum kami keluar dari rumah sakit. Setelah itu kita pun segera menuju rumah Akilah karena kebetulan letak rumah Akilah lebih dekat dari rumah sakit di banding ke rumahku atau Ibu. Hanya beberapa menit kita pun sampai di rumah baru Akilah. "Assalamualaikum, Bi, Kila ada

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 43. Kembali Cemas

    "Mas, alhamdulillah." Aku segera memeluk Mas Al saat Mas Al datang setelah beberapa jam menghilang. "Kamu ke mana aja, Mas? Aku khawatir." Mas Al memeluk dan mengecupi wajahku. "Maafkan aku, Ana. Aku terlalu lemah dan tidak bisa mengendalikan diriku."Aku mengapit wajah Mas Al. "Aku takut kamu melakukan hal bodoh, Mas."Mas Al menatapku dengan sendu. "Tidak, Ana. Aku tidak akan membiarkanmu menjanda." Aku mengerutkan kening dan sedikit mengerucutkan bibirku. "Apa maksudmu, Mas?"Mas Al tersenyum tipis penuh arti. "Bukankah kamu pikir aku akan melakukan hal bodoh? Kamu pikir aku akan bunuh diri begitu?""Ist, bukan itu. Aku pikir kamu sama Santi ...." Aku menunduk tak sanggup melanjutkan ucapanku. Mas Al menatapku dengan tersenyum getir. Nyatanya tidak hanya bagiku, trauma masa lalu itu tidak mudah bagi Mas Al. Sungguh, luka itu tidak hanya untukku, tapi juga untuk Mas Al. "Maaf, Mas. Maaf aku membuatmu-" Cup!"Kamu tidak salah, sayang. Aku yang salah." Dalam sejenak kami terdiam

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 42. Bagai dicabik-cabik pisau

    "Mas, Al-ku." Santi dengan cepat membuka pintu apartemennya saat tahu Mas Salman menuju ke kamarnya. "Mas Al, aku yakin kamu juga tidak bisa hidup tanpaku," ucapnya lagi dengan merapikan bajunya. Mas Salman terdiam sejenak menatap pintu kamar apartemen Santi. Matanya memejam dengan kepalan tangan yang erat. Entah apa yang membuatnya mengepalkan tangan yang jelas Mas Salman begitu terlihat marah. Ting! tong! "Mas Al." Santi hendak memeluk Mas Salman, namun, Mas Salman menepis tubuhnya hingga terjatuh. "Aw, Mas. Kok kamu dorong aku sih? Kamu jahat deh." "Bangun, Santi! Kamu itu jagoan bukan? Kamu sudah melakukan hal kriminal pada anak dan istriku!" sentak Mas Salman dengan emosinya. Santi menatap Mas Salman dengan sendu. "Apa sih maksudmu, Mas?" Mas Salman menatap Santi dengan sorot mata merah tajam. Tangannya tak bisa lagi menahan amarahnya. Mas Salman menarik tubuh Santi dan mencengkeram kerah baju Santi. "Apa yang kamu lakukan pada istri dan anakku, hah?" Tubuh Santi bergeta

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 41. Murka Mas Salman

    "Berani kamu menyakiti Ana-ku, hah?" sentak Mas Azzam pada Santi dengan tangan mencengkram erat pada leher Santi. Santi meringis matanya pun sedikit terbelalak. "Le-pas-sin!" Mas Azzam semakin mencengkeram leher Santi dengan begitu emosi. Untung saja handphonenya berbunyi. Mas Azzam pun mau tidak mau harus melepaskan cengkraman tangannya dari leher Santi."Uhuk! Uhuk! Hampir saja aku mati." Santi mengusap lehernya yang sakit akibat cengkeraman Mas Azzam. "Ya, bagaimana keadaan Ana, Kila?" ucap Mas Azzam pada sambungan teleponnya. "Baiklah, aku akan segera ke sana." Santi menatap takut pada Mas Azzam. Santi mengangkat wajahnya menatap Mas Azzam sejenak, lalu kembali menunduk karena takut. Mas Azzam masih menatap Santi dengan amarah. "Ini adalah awal peringatan untukmu! Jika sampai terjadi apa-apa pada Ana-ku. Maka aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu, ingat itu!" Mas Azzam beranjak pergi meninggalkan Santi yang masih memegang lehernya yang sakit. "Dasar gila, kalau memang

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 40. Santi berulah

    "Mas, aku jadi pergi ya sama Ibu. Jangan telponin aku terus ya. Nanti enggak jadi-jadi aku berburu diskonnya," ucapku pada Mas Salman, tentu saja membuat semua orang tertawa. "Ha ha, kamu ini, Al. Tenang aja, sekarang kan perginya sama Ibu. Tenang pasti Ibu jagain, iya'kan, Bu?" "He he, iya, Ayah. Siap! Tenang saja kalau soal jaga menjaga dari para pria jelalatan mah, ibu jagonya," ujar Ibu, kembali membuat semua orang tertawa renyah, termasuk Akilah. "Kila, apa Mas Azzam mau berangkat kerja juga?" tanyaku melihat Mas Azzam berjalan ke arah meja makan dengan sudah berpakaian lengkap ke kantor. "Iya, Kak. Katanya jenuh di rumah," ujar Akilah, "oh iya, apa Ayah dan Ibu sudah bilang aku akan pulang ke rumah kami nanti sore?" Aku dan Mas Salman menoleh pada Ayah dan Ibu. "Belum," ucap kami serentak.Ayah memalingkan wajahnya. "Mau bagaimana lagi, Kila? Mereka itu berada di kamar terus, bahkan melebihi kalian yang pengantin baru," ujar Ayah menyindir kamu. Aku pun menunduk malu karen

DMCA.com Protection Status