Share

Bab 5. Keputusan

Penulis: Ida Andriani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-16 00:02:37

Tut ... tut ... tut ...

( Nomer yang anda yang tuju saat ini tidak dapat di hubungi )

Aku mengusap wajahku begitu berat. Mas Azzam tidak aktif. Aku kembali memberikan semangat pada diriku sendiri. Aku memutuskan untuk ke pergi kantor Mas Azzam karena aku benar-benar tak punya pilihan. Sesampainya di kantor Mas Azzam, aku pun di buat kecewa karena nyatanya Mas Azzam tengah di luar kota.

"Ooh, gitu, Pak? Sejak kapan Mas Azzam ke luar kota?"

"Tadi pagi, Bu Ana," kata asistennya.

"Baik, terima kasih, ya Pak."

Aku kembali meremas dadaku yang tak henti-hentinya sesak. Pupus sudah harapanku sekarang. Pria satu-satunya yang selalu peduli padaku pun kini tak bisa membantuku. Aku kembali ke rumah sakit karena hari sudah mulai sore. Pasrah, aku pasrah.

"Selamat sore, istriku." Mas Salman kembali menyeringai mengejekku.

Aku tidak menghiraukan Mas Salman dan lebih memilih fokus pada aktifitasku membereskan bajuku. Aku tahu maksud dan tujuannya mengejekku, tentu saja karena kini waktu yang diberikan olehnya sudah terus berjalan. Mungkin karena kesal Mas Salman aku abaikan, Mas Salman menarik tanganku.

"Kamu berani mengabaikan'ku, Ana?"

Aku menatap Mas Salman dengan dada yang kembali kembang kempis. "Apa maumu, Mas?"

Mas Salman menyeringai. "Kamu masih belum menyerah, Ana? Waktumu memang masih 4 jam lagi, ya 4 jam lagi. Tapi, jangan sampai aku menguranginya lagi karena kamu mengabaikan'ku."

"Kamu tidak punya hati, Mas!"

"Terserah kamu mau bilang apa, Ana," ejeknya lagi.

"Nona Ana, Dokter memanggil Anda."

Aku menatap suster yang memanggilku. Pikiranku pun sudah bisa menebak apa yang akan terjadi jika Dokter sudah memanggilku. Aku menoleh pada Mas Salman yang semakin menyeringai.

"Baik, Sus. Saya akan segera ke sana, terima kasih."

Dengan langkah yang semakin gontai, aku membuka pintu ruangan sang dokter yang sudah menungguku.

"Apa maksud, Dokter?"

"Ya, Nona. Kondisi Ibu Anda hari ini semakin memburuk dan harus segera mendapatkan penanganan ektra. Anda harus segera membereskan administrasinya, agar kita bisa langsung mengambil langkah terbaik."

Hancur, sesak, bingung juga lelah yang tak berkesudahan itu kembali mendera tubuhku. Aku tidak mungkin bisa membayar biaya pengobatan Ibu yang memang tidak sedikit. Dengan berat hati aku kembali ke ruangan Ibu yang ternyata Mas Salman masih asik bermain handphonenya. Padahal dia bilang akan ke rumah sakit lagi nanti jam delapan malam.

Aku memejamkan mata dengan bibir bergetar, aku pasrah karena aku pun merasa lelah dengan semuanya. "Baiklah, Mas. Aku akan tutup mulut asal kamu menjamin semua pengobatan Ibu."

Semalam aku bermunajat pada sang Kholiq untuk jalan keluar dari ujian yang aku hadapi. Nyatanya, Allah menginginkan aku untuk menjadi wanita yang lebih kuat lagi dengan mengikuti keinginan Mas Salman. Aku tak punya pilihan, karena aku tak punya saudara yang bisa membantuku. Aku pun mungkin tidak diizinkan untuk meminta bantuan Mas Azzam. Karena nyatanya, kini Mas Azzam tengah berada di luar kota dan tidak bisa dihubungi. Aku juga tidak tahu kapan Mas Azzam akan pulang, sedangkan waktu yang diberikan oleh Mas Salman sudah mepet.

Aku juga sedikit trauma jika harus mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan uang banyak dengan cepat. Karena nyatanya tak ada yang instan kecuali dengan jalan yang sesat. Aku tak ingin kejadian semalam terjadi lagi. Mungkin lebih baik aku menutup mulut dan aku akan tetap hidup tenang walau aku harus kuat dengan kebohongan Mas Salman pada keluarganya.

Mas Salman tersenyum lebar mendengar keputusanku dan langsung beranjak melemparkan surat perjanjian kemaren. "Kenapa kamu selalu membuang-buang waktu sih, Ana?"

Lelehan bening dari mataku pun terus mengalir dan tak bisa di hentikan lagi. "Sudahlah, aku akan tanda tangan surat perjanjian itu."

Mas Salman kembali tersenyum menyeringai puas. "Cepat tanda tangan! Aku ada meeting pagi ini dan aku tidak ingin membuang-buang waktuku hanya untuk mengurusimu." Mas Salman kembali melemparkan dokumen perjanjian itu ke hadapanku. "Cepat, Ana!"

Aku pun tak ingin banyak bicara dan banyak berpikir lagi selain pasrah. Aku membubuhkan namaku di atas dokumen perjanjian batil itu dengan pasti. "Sudah," ucapku langsung memberikan dokumen itu pada Mas Salman. "Ingat ya Mas, jika sampai kamu tidak menjamin pengobatan Ibu, maka-"

"Kamu tidak perlu mengancam ku seperti itu, Ana! Aku bukan orang bodoh," ucapnya hendak pergi meninggalkanku.

Aku menatap benci Mas Salman dengan begitu jijik karena bahkan dirinya tak merasa berdosa pada sang Ilahi lalu bagaimana mungkin dia bisa merasa bersalah padaku. "Apa kamu tidak merasa berdosa, Mas? Itu dosa besar, Mas!"

Mas Salman menghentikan langkahnya dan menoleh padaku. "Ck, sudahlah, An! Aku tak mau membahas ini sekarang, kamu sudah tanda tangan ini dan kamu bebas melakukan apapun termasuk jika kamu mau mencari pria lain."

"Sadarlah, Mas! Kmu sudah mempermainkan pernikahan, Mas. Itu dosa besar, Mas!"

Mas Salman langsung menatapku dengan sorot mata merah tajam. " Diam, Ana! Tahu apa kamu tentang dosa, hah? Kamu hanya cukup menutup mulut dan hubungan kita akan tetap baik-baik saja."

Begitu entengnya dia mengatakan bahwa hubungan kita akan baik-baik saja tanpa mempedulikan bagaimana perasaanku sebagai istrinya. "Aku bahkan tak lebih dari seorang isteri pajangan," ucapku dengan sedikit lantang karena sesak di dadaku yang sudah tak tertahankan. "Hentikan hubungan terlarang kalian, Mas!"

Plakk!!

"Tutup mulutmu, Ana! Atau aku akan berbuat yang lebih kejam dari ini padamu!"

Lelehan bening itu kembali mengalir deras dari mataku tatkala suamiku telah berani menampar istrinya hanya karena membela pasangannya. Mas Salman pergi meninggalkan aku tanpa punya rasa iba sedikit pun. Mas Salman begitu bahagia setelah aku menandatangani surat perjanjian batil itu. Aku masih mematung meraba pipiku yang perih walau hatiku lebih perih.

Setelah beberapa menit aku merenung. Aku segera beranjak untuk pulang dulu ke rumah. Walau bagaimanapun ibu mertuaku pasti tahu aku tidak pulang ke rumah. Sebab, hampir setiap waktu ibu mertuaku bertanya tentang keadaan di rumahku pada irt yang dipercayainya.

Ya, mungkin salah satu alasan aku untuk mau bertahan adalah karena keluarga suamiku begitu menyayangiku. Aku sungguh merasa kasihan pada mereka yang ternyata telah tertipu oleh perilaku Soleh dari Mas Salman. Mungkin jika aku tak terlalu merasa kecewa karena bisa saja aku mencari pria pengganti Mas Salman. Akan tetapi, bagaimana dengan keluarganya? Tentu mereka akan sangat terpukul ketika mereka tahu kelakuan Mas Salman yang menyimpang.

Apa yang aku khawatirkan ternyata tak meleset. Ibu mertuaku sudah berada di rumah dalam keadaan yang sangat cemas padaku. Bahkan sudah hampir dua hari aku tidak pulang ke rumah dan aku lupa memberi kabar padanya agar dia tak terlalu mengkhawatirkan'ku.

"An, Kamu dari mana? Kamu nggak pulang semalam, Ibu khawatir," kata ibu mertuaku lalu memelukku dengan erat.

"Maaf, Bu. Ana lupa memberi kabar Ibu kalau Ana tidur di rumah sakit." ucapku pada ibu mertuaku.

"Tidur di rumah sakit?" tanyanya sedikit heran. "Apa ada sesuatu pada ibumu, An?" tanyanya lagi khawatir.

Aku begitu bahagia karena ternyata walaupun Mas Salman seperti sudah mencampakkan'ku, tapi ibu mertuaku begitu menyayangiku. "Tidak, Bu. Ana hanya merasa sedikit rindu jadi Ana tidur bersama Ibu," ucapku berbohong karena tak ingin membuat ibu mertuaku semakin khawatir.

"Alhamdulillah, ibu khawatir jika terjadi sesuatu sama kamu juga ibu kamu." Ibu mertuaku kembali memelukku. "Kamu pasti belum mandi kan? Mandilah dulu nanti kita makan! Ibu sudah bawa makanan dari rumah. Kebetulan Akilah ada tugas pagi jadi katanya tak bisa sarapan bareng ibu. Kamu temenin ibu sarapan ya," pintanya dengan lembut seperti bagaimana Mas Salman berbicara denganku awal kita bertemu.

Aku pun segera membersihkan diri mencoba melupakan apa yang terjadi dalam kehidupanku yang pahit. Mencoba tetap tegar dan menerima ujian yang begitu pahit itu. Aku yakin jika suatu hari nanti aku bisa keluar dari belenggu dalam hidupku. Namun, mungkin untuk kali ini aku harus bersabar dan mengikuti kemauan Mas Salman seperti perjanjian ku dengannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kapanlah otak penulis2 yg ada utk sedikit kreatif dlm menulis cerita. cerita szmpah yg cuma mampu menceritakan wanita g berguna yg lebih bodoh dari anjing. cuma bisa ngebacot,menye2 dan menjadi benalu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 6. Ancaman Mas Salman

    "An, jika ada apa-apa dengan ibu kamu, jangan sampai kami tidak tahu ya, An. Ibu tidak akan memaafkan diri ibu jika sampai ibu menelantarkan kamu juga ibu kamu."Aku mengangkat wajahku menatap ibu mertua yang sangat menyayangiku. "Iya, Bu. Terima kasih karena ibu menyayangi Ana dengan tulus, juga begitu perhatian pada ibu Ana.""Kamu ini apaan sih, An? Kamu menantu ibu dan sudah pasti ibumu juga adalah ibu Salman, besan ibu," ujarnya meremas tanganku lembut. "Jangan bilang apa-apa lagi selain kata iya, okey!"Aku tersenyum tipis sedikit bahagia karena ternyata masih ada orang yang menyayangiku dengan tulus dari keluarga Mas Salman. "Iya, Bu.""Nah, begitu kan cantik, seperti menantu yang ibu inginkan, he he."Aku pun sedikit melupakan rasa sakit dan juga sesak di dadaku ketika ibu mertuaku menceritakan berbagai cerita padaku. Sampai ku dengar suara mobil Mas Salman memasuki garasi rumah kami. Ibu mertuaku begitu senang saat melihat putranya telah pulang ke rumah di siang hari."Bu, Ibu

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-22
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 7. Ana Dilema

    "Lepasin Mas, sakit!" pekikku sambil ku dorong tubuh kekar Mas Salman yang membuat ku semakin menyayangkan sikapnya karena tidak sesuai dengan keadaan tubuhnya. "Aku tidak mengatakan apa-apa, sungguh!" ujarku memelas agar Mas Salman melepaskan cengkraman tangannya dari tanganku."Anaaa!" teriak seorang pria yang baru saja menyaksikan perlakuan Mas Salman padaku."Mas Azzam." Sungguh aku terkejut karena Mas Azzam kini menyaksikan perlakuan Mas Salman padaku. "Lepasin, Mas! Aku takut Mas Azzam tahu apa yang terjadi di antara kita," bisikku pada Mas Salman karena aku pun belum siap jika Mas Azzam mengetahui apa yang terjadi dalam pernikahanku."Apa yang kamu lakukan pada Ana, Salman?" Mas Azzam menarik ku dari Mas Salman. "Jika ada masalah, bicarakan'lah baik-baik tidak dengan memakai kekerasan," ucapnya lagi membuat ku semakin menyesal telah menyakiti hatinya dengan menikahi pria bejad seperti Mas Salman."Aku tidak apa-apa, Mas. Ini hanya salah paham," ucap ku tak ingin membuat Mas Azz

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-23
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 8. Kebohongan Ana

    "An, kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa hari ini aku terlihat tampan?" kata Mas Azzam bergurau.Aku pun memalingkan wajah karena malu telah kepergok Mas Azzam tengah menatap wajahnya. "Kamu memang selalu tampan, Mas." Aku dengan cepat membekap mulutku karena lagi-lagi mulutku mengucapkan makna yang tersirat dalam. "Seorang Azzam selalu tampan dari semenjak SMP sampai sekarang, he he," ucapku mengalihkan sangkaan penuh arti dari Mas Azzam yang kini juga tengah menatapku."Apa itu sebuah pujian?"Aku kembali menatap Mas Azzam sudah sedikit lega karena suasana kembali seperti biasa. "Mungkin, kamu memang tampan Mas. aku bingung aja kenapa kamu masih betah menjomblo, jangan bilang kamu tidak menyukai wanita Mas?" ejekku pada Mas Azzam.Mas Azzam bercedih tak suka dengan ucapanku. "Cih, amit-amit, An. Aku pria normal ya! Jantungku bahkan selalu berdebar-debar ketika berdekatan bersama wanita.""Oh, ya?" ejekku tak percaya. "Berarti sekarang kamu pun berdebar-debar, Mas? Kan dekat aku,

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-24
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 9. Apa kamu ingin aku sentuh, Ana?

    "Ana, aku ingin bicara." Mas Azzam menarik tangan ku dan membawa ku keluar dari ruangan Ibu.Aku dan Mas Azzam duduk di taman rumah sakit tak jauh dari ruangan Ibu. Dengan perasaan yang campur aduk aku menarik napas dalam-dalam. Aku yakin jika Mas Azzam akan bertanya banyak hal pada ku terutama tentang ucapan ku tadi."Sudah berapa lama kita bersahabat, An?" tanya Mas Azzam dengan suara khasnya."Kalau terhitung sejak kita bersahabat dari kita SMP, mungkin sudah hampir 10 tahun," ucapku dengan menatap lurus ke depan."Selama itu juga lah aku mencintaimu, Ana."Deg!!Entah aku harus merasa bahagia atau justru sedih karena aku lagi-lagi merasa menyesal karena sudah menikah dengan Mas Salman. Jujur, aku bahagia mendengar ucapan Mas Azzam. Namun, aku justru merasa bersalah karena tak bisa membalas cintanya."An, aku mencintaimu sejak kita masih SMA. Sampai sekarang belum ada yang mampu memasuki hati ini," ucapnya menoleh pada ku.Aku masih terdiam tak bergeming entah apa yang harus aku ka

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 10. Penyesalan Mas Salman

    "Lepasin, Mas!" Aku mendorong Mas Salman dari bibirku. "Jangan kurang ajar kamu, Mas!" sentak ku dengan dada yang masih kembang kempis lalu berlari keluar ruangan Ibu karena takut mengganggu ketenangan Ibu.Mas Salman ikut keluar dan berdesis mengejek ku. "Heuh, bukannya kamu sangat menginginkan itu, Ana?" ejeknya menyunggingkan senyum. "Itu alasan kamu dekat dengan pria tadi bukan?"Aku menatap Mas Salman begitu geram entah apa yang ada di pikirannya. "Apa maksudmu, Mas? Sejak kapan kamu mempermasalahkan kedekatan ku dengan Mas Azzam, Mas? Bukankah kamu selalu sibuk dengan pekerjaanmu?" cercaku dengan emosi yang sudah menggunung. "Ah ... aku lupa, lebih tepatnya sibuk dengan urusan mu dengan Sandy."Plak!!Mas Salman menampar ku dengan sangat kuat. Sakit, sangat sakit. Ini kedua kalinya Mas Salman menampar pipiku setelah aku mengejek hubungannya dengan Mas Sandy."Kenapa, Mas? Apa kamu marah aku mengatakan jika itu adalah perbuatan terlarang? Tidakkah kamu berpikir bagaimana nanti pe

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-26
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 11. Tuduhan keluarga

    "Mas, yang sabar ya! Aku yakin ibu tidak akan kenapa-napa."Mas Salman menoleh pada Sandy dengan tatapan tajam. "Ini semua karena kamu, Sandy! Kenapa kamu harus datang ke rumah, hah?" sentaknya dengan sangat marah."Mas, aku khawatir padamu karena kamu tidak ada kabar sama sekali. Aku tahu keadaanmu seperti apa, jadi--" Cckiit!!Mobil yang dikendarai oleh ayah mertuaku berhenti tiba-tiba dengan sengaja. "Al, kamu suruh manusia itu keluar atau kamu tidak ayah izinkan bertemu lagi dengan ibumu!" sentaknya dengan kencang.Ayah mertua ku tahu bagaimana Mas Salman menyayangi ibunya jadi sangat mudah untuknya menekan Mas Salman. "Apa kamu mendengar ayah, Al?"Mas Salman akhirnya menyuruh Mas Sandy untuk keluar dari mobil. Walau Mas Sandy sangat ngotot ingin ikut namun Mas Salman pun menyuruh Sandy untuk keluar dengan tegas. Sampai akhirnya Mas Sandy pun keluar dari mobil, itulah yang ku lihat dari mobil Mas Azzam.Mobil kami sudah memasuki rumah sakit. Dengan segera Mas Salman membawa ibu

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 12. Sentuhan yang kuinginkan

    "Dia bukan anak ibu lagi, Kila, hiks ... ibu bahkan setiap hari mengajarkan orang-orang untuk selalu bertakwa kepada Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Tapi anak ibu sendiri malah ...." Ibu tak mampu melanjutkan lagi ucapannya. "Buu, sudah ya. Untuk saat ini Ibu fokuslah pada kesehatan Ibu dulu." Aku terus membujuk Ibu mertuanya agar tetap tenang. "Bu, Ana mohon. Tenanglah! Ana pun sakit Bu, tapi Ana yakin jika ada bisa melewati ini semua dengan tetap tenang." Ibu menggelengkan kepalanya tak percaya pada ketabahan dan kesabaranku. "Gadis bodoh," ucapnya langsung memeluk tubuhku dengan berat. "Terbuat dari apa hatimu, Ana? Kamu bahkan menyimpannya sendirian?" "Kak, kenapa Kakak simpan ini semua sendiri? Apa Kakak tidak percaya pada Kila?" Akilah pun merasa iba pada ku yang memang aku sangat dekat dengan mereka. "Bukan! Bukan kakak tidak percaya padamu, kakak hanya tidak ingin hati kakak lebih sakit dengan mengatakan hal yang menyakiti hati kakak pada kalian. Biarlah dia yang m

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 13. POV Salman

    POV Salman ... Hari itu setelah rahasia yang aku tutup-tutupi selama kurang lebih setengah tahun itu terbongkar. Aku memutuskan pergi dari rumah untuk beberapa hari agar bisa merenungkan kesalahanku. Ya, aku tahu dan aku sadar apa yang aku lakukan itu memang salah karena aku telah mengelabui orang tuaku dan mempermainkan pernikahan. Bayangan 2 tahun silam saat aku tengah merintis karir dan bisnis ku kembali melintas.Hari itu di sebuah restoran besar di ibukota aku melihat seorang wanita tengah memarahi suaminya di depan umum karena katanya suaminya itu ketahuan selingkuh. Setelah aku pun mengabaikan dan keluar dari restoran itu, aku pun mendapati seorang wanita yang tengah menangis dengan trus mengumpati seseorang dan orang di sekitarnya itu mengatakan jika wanita itu stres karena di tinggalkan oleh suaminya. Sejak saat itu aku berkesimpulan bahwa wanita dan pria jika sudah menikah akan memunculkan masalah demi masalah besar dan sejak saat itu pula, aku tidak berminat untuk menikah

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-02

Bab terbaru

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 49. Akhir Cerita

    Aku, Mas Al dan Ibu juga Ayah hanya menatap bingung pada Akilah yang begitu kekeh ingin mempertahankan pernikahannya dengan Mas Azzam. Walau aku tahu mungkin karena besarnya cinta Akilah pada Mas Azzam. Seperti halnya dulu saat Mas Al meminta maaf padaku.Akikah menarik napasnya. "Mas, aku tanya sama kamu. Apa kamu benar-benar tidak bisa mencintaiku, Mas? Aku tahu mungkin cintamu hanya untuk Kak Ana. Tapi, Kak Ana itu istri dari Mas Al. Jika saja kamu bisa menerimaku seperti hal nya Mas Al dulu menerima Kak Ana, insya Allah aku akan memaafkanmu dan menerimamu."Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar penuturan dari Akilah. "Astaghfirullah, Kila.""Kila, putri Ayah, pikirkan baik-baik tentang keputusanmu, Nak." Ayah merangkul Akilah meyakinkan keputusan Akilah.Mas Azzam menatap Akilah. "Kila, apa kamu benar-benar mau memaafkanku?"Semua orang pun menoleh pada Mas Azzam. Ada hati yang tergores mendengar ucapan Mas Azzam karena aku pikir apa yang dilakukan oleh Mas Azzam sungguh j

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 47.

    "Aaarrggghh!" Bugh!Bugh! Bugh! Mas Al memukul Mas Azzam tanpa henti. Amarahnya mungkin sudah tidak bisa ditahannya lagi setelah beberapa menit Mas Al menahannya. Aku dan Akilah pun berusaha untuk menarik tubuh Mas Al karena Mas Azzam semakin babak belur sebab tidak melawan sama sekali. "Mas, hentikan!" Kami menarik tubuh Mas Al dengan sekuat tenaga kami, namun, tenaga Mas Al masih bukan tandingan untuk kami. "Mas, Ku mohon hentikan! Jangan sakiti suamiku, Mas!" Akilah akhirnya menghalangi tubuh Mas Azzam dari depan, sehingga pukulan itu terkena juga pada Akilah. "Aw!" "Kila, astaghfirullah. Hentikan, Mas!" Aku menghalangi Mas Salman. Perlahan Mas Al pun berhenti memukul wajah Mas Azzam. "Aku akan menghabisimu." Bugh! "Akh!" Aku terkena pukulan Mas Al, setelah Akilah kini aku pun terjatuh karena terpukul oleh Mas Al. "Ana." Mas Al segera menghampiriku. "Maaf, sayang."Akilah kembali menghampiri Mas Azzam. "Mas, kamu tidak apa-apa? Kita ke dokter sekarang." Akilah merangkul t

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 46.

    "Mas, kamu kenapa sih? Aku lihat kamu itu murung terus? Ada apa?" Aku mengapit wajah Mas Salman dengan lembut. "Aku mohon jangan ada rahasia diantara kita." Mas Salman menatapku begitu dalam. "Tidak ada, sayang. Aku hanya tidak ingin banyak bicara aja." Aku menatap Mas Salam tak percaya. Setelah semua yang terjadi, aku tahu bagaimana keadaan raut wajah suamiku saat kesal, saat marah dan saat bahagia. Aku yakin Mas Salman menyembunyikan sesuatu dariku. "Ooh. Mas, aku ...." Aku menggantung ucapanku. "Enggak jadi deh." Aku pun beranjak dari duduk, namun, Mas Salman tak membiarkanku pergi dan menarik tubuhku. "Kamu apa, Ana?" tanya Mas Salman yang begitu penasaran karena ucapanku yang tergantung. Aku menarik napas panjang. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin menghirup udara sore di balkon," dalihku kembali beranjak, namun, lagi-lagi Mas Salman tak membiarkanku. "Jangan bohong, Ana. Kamu tidak bisa membohongiku." Aku pun kembali menarik napas dan duduk di samping Mas Salman dan mera

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 45. Amarah Mas Salman

    "Aw!" Akilah sedikit terkejut karena tangannya di tarik oleh Mas Azzam. "Ada apa sih, Mas?" Mas Azzam menatap tajam Akilah dengan cekalan tangan yang semakin kuat. "Jika sampai mereka tahu keadaan rumah tangga kita. Itu berarti salah kamu, Kila!" Akilah meringis karena cengkeraman tangan Mas Azzam tidak main-main. "Kamu benar-benar sakit, Mas. Aku pikir pria sepertimu tidak memiliki penyakit seperti itu, tapi nyatanya kamu benar-benar gila." Mendengar cemohan Akilah, tangan Mas Azzam beralih mencengkram dagu Akilah. "Ya, aku memang sakit. Dan itu semua karena Kakakmu, Kila. Jadi, kamu yang harus menanggung akibatnya. Jika aku sakit dan gila karena aku tidak bisa memiliki Ana, maka kamu pun harus merasakan hal yang sama." Akilah kembali merembeskan air matanya, dengan sekuat tenaga Akilah mencoba untuk menghentikan cengkeraman Mas Azzam. "Sakit, Mas, hiks! Kenapa? Kenapa harus aku yang harus menanggung akibatnya? Aku mencintaimu tapi kenapa kamu memperlakukanku seperti ini, Mas? Ji

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 44. Curiga

    Setelah Akilah akhirnya hilang dari pandangan kami, aku dan Mas Al bersiap-siap untuk membereskan barang-barangku. Pandanganku tertuju pada benda pipih yang tergeletak di kursi tempat Akilah tadi. Aku mengambilnya dan benar saja itu adalah handphone milik Akilah."Astaghfirullah, ini handphonenya Akilah ketinggalan, Mas." "Handphone Kila?" "Heem,, ini." Aku memberikan handphonenya itu pada Mas Al."Heeh dasar, masih muda udah pikun!" "Ist, ko gitu amat sih, Mas? He he. Nanti kita mampir dulu aja ke rumah mereka gimana? Kita juga akhirnya enggak jadi ikut antar mereka kan kemaren?"Mas Al terlihat berpikir. "Ya, baiklah." Setelah selesai membereskan barang-barangku, Mas Al membereskan administrasi terlebih dahulu sebelum kami keluar dari rumah sakit. Setelah itu kita pun segera menuju rumah Akilah karena kebetulan letak rumah Akilah lebih dekat dari rumah sakit di banding ke rumahku atau Ibu. Hanya beberapa menit kita pun sampai di rumah baru Akilah. "Assalamualaikum, Bi, Kila ada

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 43. Kembali Cemas

    "Mas, alhamdulillah." Aku segera memeluk Mas Al saat Mas Al datang setelah beberapa jam menghilang. "Kamu ke mana aja, Mas? Aku khawatir." Mas Al memeluk dan mengecupi wajahku. "Maafkan aku, Ana. Aku terlalu lemah dan tidak bisa mengendalikan diriku."Aku mengapit wajah Mas Al. "Aku takut kamu melakukan hal bodoh, Mas."Mas Al menatapku dengan sendu. "Tidak, Ana. Aku tidak akan membiarkanmu menjanda." Aku mengerutkan kening dan sedikit mengerucutkan bibirku. "Apa maksudmu, Mas?"Mas Al tersenyum tipis penuh arti. "Bukankah kamu pikir aku akan melakukan hal bodoh? Kamu pikir aku akan bunuh diri begitu?""Ist, bukan itu. Aku pikir kamu sama Santi ...." Aku menunduk tak sanggup melanjutkan ucapanku. Mas Al menatapku dengan tersenyum getir. Nyatanya tidak hanya bagiku, trauma masa lalu itu tidak mudah bagi Mas Al. Sungguh, luka itu tidak hanya untukku, tapi juga untuk Mas Al. "Maaf, Mas. Maaf aku membuatmu-" Cup!"Kamu tidak salah, sayang. Aku yang salah." Dalam sejenak kami terdiam

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 42. Bagai dicabik-cabik pisau

    "Mas, Al-ku." Santi dengan cepat membuka pintu apartemennya saat tahu Mas Salman menuju ke kamarnya. "Mas Al, aku yakin kamu juga tidak bisa hidup tanpaku," ucapnya lagi dengan merapikan bajunya. Mas Salman terdiam sejenak menatap pintu kamar apartemen Santi. Matanya memejam dengan kepalan tangan yang erat. Entah apa yang membuatnya mengepalkan tangan yang jelas Mas Salman begitu terlihat marah. Ting! tong! "Mas Al." Santi hendak memeluk Mas Salman, namun, Mas Salman menepis tubuhnya hingga terjatuh. "Aw, Mas. Kok kamu dorong aku sih? Kamu jahat deh." "Bangun, Santi! Kamu itu jagoan bukan? Kamu sudah melakukan hal kriminal pada anak dan istriku!" sentak Mas Salman dengan emosinya. Santi menatap Mas Salman dengan sendu. "Apa sih maksudmu, Mas?" Mas Salman menatap Santi dengan sorot mata merah tajam. Tangannya tak bisa lagi menahan amarahnya. Mas Salman menarik tubuh Santi dan mencengkeram kerah baju Santi. "Apa yang kamu lakukan pada istri dan anakku, hah?" Tubuh Santi bergeta

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 41. Murka Mas Salman

    "Berani kamu menyakiti Ana-ku, hah?" sentak Mas Azzam pada Santi dengan tangan mencengkram erat pada leher Santi. Santi meringis matanya pun sedikit terbelalak. "Le-pas-sin!" Mas Azzam semakin mencengkeram leher Santi dengan begitu emosi. Untung saja handphonenya berbunyi. Mas Azzam pun mau tidak mau harus melepaskan cengkraman tangannya dari leher Santi."Uhuk! Uhuk! Hampir saja aku mati." Santi mengusap lehernya yang sakit akibat cengkeraman Mas Azzam. "Ya, bagaimana keadaan Ana, Kila?" ucap Mas Azzam pada sambungan teleponnya. "Baiklah, aku akan segera ke sana." Santi menatap takut pada Mas Azzam. Santi mengangkat wajahnya menatap Mas Azzam sejenak, lalu kembali menunduk karena takut. Mas Azzam masih menatap Santi dengan amarah. "Ini adalah awal peringatan untukmu! Jika sampai terjadi apa-apa pada Ana-ku. Maka aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu, ingat itu!" Mas Azzam beranjak pergi meninggalkan Santi yang masih memegang lehernya yang sakit. "Dasar gila, kalau memang

  • Rahasia Suami yang Tidak Pernah Menyentuhku   Bab 40. Santi berulah

    "Mas, aku jadi pergi ya sama Ibu. Jangan telponin aku terus ya. Nanti enggak jadi-jadi aku berburu diskonnya," ucapku pada Mas Salman, tentu saja membuat semua orang tertawa. "Ha ha, kamu ini, Al. Tenang aja, sekarang kan perginya sama Ibu. Tenang pasti Ibu jagain, iya'kan, Bu?" "He he, iya, Ayah. Siap! Tenang saja kalau soal jaga menjaga dari para pria jelalatan mah, ibu jagonya," ujar Ibu, kembali membuat semua orang tertawa renyah, termasuk Akilah. "Kila, apa Mas Azzam mau berangkat kerja juga?" tanyaku melihat Mas Azzam berjalan ke arah meja makan dengan sudah berpakaian lengkap ke kantor. "Iya, Kak. Katanya jenuh di rumah," ujar Akilah, "oh iya, apa Ayah dan Ibu sudah bilang aku akan pulang ke rumah kami nanti sore?" Aku dan Mas Salman menoleh pada Ayah dan Ibu. "Belum," ucap kami serentak.Ayah memalingkan wajahnya. "Mau bagaimana lagi, Kila? Mereka itu berada di kamar terus, bahkan melebihi kalian yang pengantin baru," ujar Ayah menyindir kamu. Aku pun menunduk malu karen

DMCA.com Protection Status