"Ngapain Kakak ke sini?" tanya Rion penuh selidik. Owen tampak gelisah. Terlihat dari berpalingnya wajah ke arah lain."Tentu saja aku ada perlu sama Kenzie," jawab Owen yang seolah santai, tetapi Rion tidak dapat dibodohi. Rion melipat tangan di dada, lalu bibirnya tersenyum sarkas. "Bukankah Kak Owen bisa menelpon dia dan meminta untuk datang ke ruangan Kakak? Kok, mau-maunya seorang atasan repot-repot ke ruang kerja bawahannya?" Rion begitu pintar, padahal ingatannya saja belum kembali seutuhnya. Apakah benturan di kepala malah menjadikan dia lebih genius? Entahlah. Rion yang selama ini dianggap culun, hari-hari ini menjadi lebih kritis saat melihat masalah yang ada di sekitarnya. "Aku––" ucap Owen terhenti karena ponsel yang ada di saku jasnya berdering. Ia pun merogoh, lalu mengangkat panggilan tersebut di depan Rion. "Halo?" Owen menjawab panggilan telepon. Entah Owen berbicara pada siapa, tidak banyak percakapan hingga sampai dia mengakhiri panggilan. "Baik saya akan ke sa
Kenzie tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja ada seseorang yang menumpahkan air tepat di bajunya. Rion membulatkan matanya pada seseorang yang berani menumpahkan minuman pada kekasihnya. Dia pun langsung berdiri dan menunjuk wajah orang tersebut. "Hahaha ... basah, ya? Duuuhhh ... kasihan," ledek seorang wanita pada Kenzie. "Apa masalahmu dengan Kenzie hingga mempermalukan dia seperti ini?" tanya Rion. Dia membuka kemejanya demi menutupi bagian depan tubuh Kenzie. "Masih bertanya? Pacar kamu itu gatel, godain terus pacarku!" ucap Wanda. Plak!Tamparan keras meluncur di pipi Wanda. "Jaga mulutmu, Wanda! Aku tidak pernah menggoda siapapun!" tegas Kenzie dengan bola mata yang seolah hendak keluar dari tempatnya. "Kamu berani menamparku di depan umum, hah?" Wanda yang sedang mengusap pipi yang sakit terkena tamparan Kenzie akhirnya ingin menampar balik, tetapi Owen segera menariknya. "Sudah, malu, Wanda." Owen melerai. "Sayang, dia nampar pipi aku, loh! Kok, kamu malah bela
"Pak Willson? Suster Khanza?" Bibir Rion bergumam melihat dua orang di depan mobilnya yang sedang bertengkar.Entah apa yang mereka berdua perdebatkan, Rion hanya memperhatikan dari mobil. Kenzie pun melirik ke pandangan mata Rion dan barulah dia menyadari rupanya ada orang yang Rion kenal. "Itu pengacara dan suster Opah Frederic, bukan?" gumam Kenzie yang masih terfokus pada kedua orang yang masih terlihat bertengkar. Tidak lama, Willson terlihat masuk ke mobil meninggalkan Khanza. "Papaaa!!!!" teriak Khanza saat mobil melaju kencang. "Papa?" Rion dan Kenzie mengucap bersamaan dengan mata yang kini saling pandang untuk menyakinkan bahwa apa yang didengar tidaklah salah. "Maksudnya apa?" Kenzie malah balik bertanya. "Entah." Mata Rion kembali melihat ke arah Khanza. Dia terlihat lemas dan duduk di trotoar masih dengan tangis. Rion memutuskan untuk menghampiri Khanza, meskipun Kenzie sempat ragu, tetapi Rion memutuskan untuk bertanya apa maksud dari ucapan Khanza. "Suster Khan
Frederic Corp mengalami kebangkrutan. Sedikit demi sedikit terjadi pemutusan hubungan kerja. Hampir tiap hari ada yang dikeluarkan hingga akhirnya perusahaan pusat harus berpindah tangan. Tentu saja tanpa sepengetahuan Frederic, bisa mati berdiri kalau sampai dia mendengar perusahaannya bangkrut. Owen masih berposisi di kantor induk. Namun, ada di bawah pimpinan orang lain. Dalam perusahaan tersebut saat ini sudah tidak seperti dulu. Karyawan/karyawati di sana harus benar-benar fokus, tidak ada lagi candaan saat bekerja membuat semua orang merasa semakin tertekan. "Sayang, aku mengundurkan diri," ujar Wanda. "Kenapa?" tanya Owen bingung. "Aku sudah tidak betah berada di sini. Keadaannya semakin tegang. Bisa-bisa aku gila kalau terus ditekan saat bekerja. Lagian, ada kamu yang akan nafakhin aku, kan?" "Ya sudah, terserah kamu aja, Sayang. Aku juga tidak ingin calon istriku stres dan kecapean, biarkan aku yang bekerja." Owen seolah-olah menjadi seorang laki-laki idaman di depan Wan
Mobil melesat kencang menuju Frederic Corp. Tentu saja dengan bergelayut prasangka buruk di dalam otak Rion saat ini. "Aahhh ... shit!!!" geram Rion saat mobilnya terjebak lampu merah dengan waktu yang cukup panjang. "Sebenarnya apa yang terjadi sama Kenzie, Tuhan?" Hati Rion semakin tidak enak. Berulang kali dia memukul stir mobil sebagai pelampiasan kesal.Akhirnya lampu merah itu telah berganti hijau. Rion langsung melesat dengan kecepatan tinggi, hatinya semakin tidak keruan ketika Angel malah menyuruhnya ke kantor kekasihnya tanpa disertai dengan keterangan dari awal. Hingga akhirnya sampailah mobil Rion di depan Frederic Corp. "Tolong parkirkan mobil saya!" pinta Rion pada scurity yang bertugas di depan kantor."Baik, Tuan Muda." Scurity itu masuk ke mobil, sedangkan Rion terburu-buru masuk dengan langkah yang cepat. Hingga akhirnya Rion sudah berada di depan pintu ruang kerja Kenzie. Dia langsung mendorong dan terlihat kekasihnya sedang duduk di lantai sambil memegang kedua
Hampir satu Minggu Kenzie cuti kerja. Sebenarnya bisa saja dia juga dipecat dari perusahannya. Namun, Owen seolah tidak menginginkan Kenzie keluar dari perusahaan kakeknya. Diam-diam, Owen pergi ke apartemen Kenzie ketika jam kerja agar tidak ada yang curiga, Owen membawa lembar berkas dengan alasan bertemu klien di luar. "Baiklah, cepat kembali dan jangan terlalu lama saat semua urusanmu telah usai," ujar Frans dengan nada dingin. "Baik, Pak. Permisi!" Owen menjawab sekenanya. Dikata kalo ketemu klien itu bisa cepet-cepet ngeyakinin apa? Untung saja ini cuma alasan. Batin Owen menggerutu saat dia keluar dari ruang kerja Frans. Owen begitu tidak menyukai Frans. Ingin sekali dia menendang bosnya keluar dari Frederic Corp. Namun, hanya dialah yang bersedia menjadi investor untuk menumbuhkan Frederic Corp. Meskipun lambat-laun akan jatuh juga kalau Owen tidak dapat mengelola pemasukan perusahaan. Sedangkan di Frederic cabang, Rion sedang mati-matian menekan karyawan dan karyawatinya
Entah kenapa hati Angel begitu tidak tenang. Dia mencoba menghubungi nomor ponsel Kenzie, tetapi tidak juga diangkat. "Pak Frans, saya ijin pulang sebentar, ya? Ini jam makan siang saya, tapi ada dokumen yang lupa saya ambil di rumah untuk persentasi nanti menghadapi klien." Angel beralasan. "Baiklah, hanya di jam makan siangmu saja, bukan?" "Iya, Pak, saya usahakan." Frans mengangguk. Angel berjalan cepat sambil memesan taksi online ketika masih ada dalam koridor kantor. Hatinya semakin tidak keruan dan mulai risau. Ini sebenarnya ada apa, Tuhan? Batin Angel sesaat hendak keluar dari kantor. Untung saja mobil taksi sudah menunggunya di depan kantor. Angel cepat-cepat masuk dan menyuruh sopir taksi menjalankan kendaraannya. Sopir taksi itu pun memacu mobilnya dan mengikuti arahan dari customernya. Sepanjang berjalanan, Angel berusaha menelepon Kenzie, tetapi nihil, tidak diangkat juga. "Bisa lebih cepat lagi, tidak, Pak?" Angel terlihat semakin tidak sabar. "Baik, Mbak." Sop
Angel bingung harus bicara apa pada Rion, karena dirinya telah berjanji pada Kenzie untuk menyembunyikan hal yang menyangkut Owen. Namun, Angel telah terjerembab oleh ucapannya barusan. "Mbaaaakkk???" Mata Rion semakin menyipit seolah mengintimidasi Angel yang memang sedang menyembunyikan satu hal darinya. "Oke, oke, Mbak akan bilang tapi tolong kamu jangan emosi, ya?" pinta Angel yang di'iya' kan oleh Rion. "Sesungguhnya Pak Owen pernah berbuat kurang ajar pada Enzie." "Maksud Mbak gimana?" "Apa kamu ingat ketika Enzie menangis di kantor? Ketika Mbak minta kamu untuk datang ke kantor menenangkan Kenzie," ucap Angel mencoba mengajak Rion mengingat hal yang pernah terjadi. Rion mengangguk, "Lalu?" "Pak Owen hampir melakukan hal yang tidak pantas, bahkan berapa hari berikutnya dia berani datang ke apartemen dan hampir melakukan hal itu lagi." "Tunggu, tunggu! Maksud Mbak berbuat kurang ajar itu gimana? Kak Owen ngapain Enzie?" "Hampir memperkosa Enzie.""Apa????" Mata Rion meleb