"Ya Tuhan, kenapa aku masih mematung di sini?" gumam Kenzie yang masih berdiri di depan jendela ruang kerjanya.Kenzie berlari dari ruang kerja menuju kafe yang tadi Rion hendak membelikan makan siang untuknya. [LIFT DALAM PERBAIKAN!]Tulisan di kertas yang tertempel pada pintu lift. "Oh, astagaaaa! Bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini malah lift-nya rusak, Tuhan ...." Kenzie menggerutu kesal. "Kenzie, tunggu!" Seseorang memanggil Kenzie. "Maaf, aku buru-buru!" Kenzie tidak menghiraukan, bahkan untuk sekadar menoleh pun tidak dia lakukan. Tidak ingin berlama-lama menunggu lift yang sedang dalam perbaikan, Kenzie memutuskan untuk menuruni anak tangga dari lantai empat. Dia begitu kencang berlari sampai-sampai hampir terpeleset di tangga kedua. Untung saja dia tidak terjatuh, atau bahkan terkilir. Ternyata mobil sudah dikerumuni orang-orang, bahkan begitu ramai terdengar orang-orang membicarakan tentang keadaan laki-laki yang sudah berada dalam mobil ambulans. "Tunggu!" Kenzie
"Ngapain Kakak ke sini?" tanya Rion penuh selidik. Owen tampak gelisah. Terlihat dari berpalingnya wajah ke arah lain."Tentu saja aku ada perlu sama Kenzie," jawab Owen yang seolah santai, tetapi Rion tidak dapat dibodohi. Rion melipat tangan di dada, lalu bibirnya tersenyum sarkas. "Bukankah Kak Owen bisa menelpon dia dan meminta untuk datang ke ruangan Kakak? Kok, mau-maunya seorang atasan repot-repot ke ruang kerja bawahannya?" Rion begitu pintar, padahal ingatannya saja belum kembali seutuhnya. Apakah benturan di kepala malah menjadikan dia lebih genius? Entahlah. Rion yang selama ini dianggap culun, hari-hari ini menjadi lebih kritis saat melihat masalah yang ada di sekitarnya. "Aku––" ucap Owen terhenti karena ponsel yang ada di saku jasnya berdering. Ia pun merogoh, lalu mengangkat panggilan tersebut di depan Rion. "Halo?" Owen menjawab panggilan telepon. Entah Owen berbicara pada siapa, tidak banyak percakapan hingga sampai dia mengakhiri panggilan. "Baik saya akan ke sa
Kenzie tidak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja ada seseorang yang menumpahkan air tepat di bajunya. Rion membulatkan matanya pada seseorang yang berani menumpahkan minuman pada kekasihnya. Dia pun langsung berdiri dan menunjuk wajah orang tersebut. "Hahaha ... basah, ya? Duuuhhh ... kasihan," ledek seorang wanita pada Kenzie. "Apa masalahmu dengan Kenzie hingga mempermalukan dia seperti ini?" tanya Rion. Dia membuka kemejanya demi menutupi bagian depan tubuh Kenzie. "Masih bertanya? Pacar kamu itu gatel, godain terus pacarku!" ucap Wanda. Plak!Tamparan keras meluncur di pipi Wanda. "Jaga mulutmu, Wanda! Aku tidak pernah menggoda siapapun!" tegas Kenzie dengan bola mata yang seolah hendak keluar dari tempatnya. "Kamu berani menamparku di depan umum, hah?" Wanda yang sedang mengusap pipi yang sakit terkena tamparan Kenzie akhirnya ingin menampar balik, tetapi Owen segera menariknya. "Sudah, malu, Wanda." Owen melerai. "Sayang, dia nampar pipi aku, loh! Kok, kamu malah bela
"Pak Willson? Suster Khanza?" Bibir Rion bergumam melihat dua orang di depan mobilnya yang sedang bertengkar.Entah apa yang mereka berdua perdebatkan, Rion hanya memperhatikan dari mobil. Kenzie pun melirik ke pandangan mata Rion dan barulah dia menyadari rupanya ada orang yang Rion kenal. "Itu pengacara dan suster Opah Frederic, bukan?" gumam Kenzie yang masih terfokus pada kedua orang yang masih terlihat bertengkar. Tidak lama, Willson terlihat masuk ke mobil meninggalkan Khanza. "Papaaa!!!!" teriak Khanza saat mobil melaju kencang. "Papa?" Rion dan Kenzie mengucap bersamaan dengan mata yang kini saling pandang untuk menyakinkan bahwa apa yang didengar tidaklah salah. "Maksudnya apa?" Kenzie malah balik bertanya. "Entah." Mata Rion kembali melihat ke arah Khanza. Dia terlihat lemas dan duduk di trotoar masih dengan tangis. Rion memutuskan untuk menghampiri Khanza, meskipun Kenzie sempat ragu, tetapi Rion memutuskan untuk bertanya apa maksud dari ucapan Khanza. "Suster Khan
Frederic Corp mengalami kebangkrutan. Sedikit demi sedikit terjadi pemutusan hubungan kerja. Hampir tiap hari ada yang dikeluarkan hingga akhirnya perusahaan pusat harus berpindah tangan. Tentu saja tanpa sepengetahuan Frederic, bisa mati berdiri kalau sampai dia mendengar perusahaannya bangkrut. Owen masih berposisi di kantor induk. Namun, ada di bawah pimpinan orang lain. Dalam perusahaan tersebut saat ini sudah tidak seperti dulu. Karyawan/karyawati di sana harus benar-benar fokus, tidak ada lagi candaan saat bekerja membuat semua orang merasa semakin tertekan. "Sayang, aku mengundurkan diri," ujar Wanda. "Kenapa?" tanya Owen bingung. "Aku sudah tidak betah berada di sini. Keadaannya semakin tegang. Bisa-bisa aku gila kalau terus ditekan saat bekerja. Lagian, ada kamu yang akan nafakhin aku, kan?" "Ya sudah, terserah kamu aja, Sayang. Aku juga tidak ingin calon istriku stres dan kecapean, biarkan aku yang bekerja." Owen seolah-olah menjadi seorang laki-laki idaman di depan Wan
Mobil melesat kencang menuju Frederic Corp. Tentu saja dengan bergelayut prasangka buruk di dalam otak Rion saat ini. "Aahhh ... shit!!!" geram Rion saat mobilnya terjebak lampu merah dengan waktu yang cukup panjang. "Sebenarnya apa yang terjadi sama Kenzie, Tuhan?" Hati Rion semakin tidak enak. Berulang kali dia memukul stir mobil sebagai pelampiasan kesal.Akhirnya lampu merah itu telah berganti hijau. Rion langsung melesat dengan kecepatan tinggi, hatinya semakin tidak keruan ketika Angel malah menyuruhnya ke kantor kekasihnya tanpa disertai dengan keterangan dari awal. Hingga akhirnya sampailah mobil Rion di depan Frederic Corp. "Tolong parkirkan mobil saya!" pinta Rion pada scurity yang bertugas di depan kantor."Baik, Tuan Muda." Scurity itu masuk ke mobil, sedangkan Rion terburu-buru masuk dengan langkah yang cepat. Hingga akhirnya Rion sudah berada di depan pintu ruang kerja Kenzie. Dia langsung mendorong dan terlihat kekasihnya sedang duduk di lantai sambil memegang kedua
Hampir satu Minggu Kenzie cuti kerja. Sebenarnya bisa saja dia juga dipecat dari perusahannya. Namun, Owen seolah tidak menginginkan Kenzie keluar dari perusahaan kakeknya. Diam-diam, Owen pergi ke apartemen Kenzie ketika jam kerja agar tidak ada yang curiga, Owen membawa lembar berkas dengan alasan bertemu klien di luar. "Baiklah, cepat kembali dan jangan terlalu lama saat semua urusanmu telah usai," ujar Frans dengan nada dingin. "Baik, Pak. Permisi!" Owen menjawab sekenanya. Dikata kalo ketemu klien itu bisa cepet-cepet ngeyakinin apa? Untung saja ini cuma alasan. Batin Owen menggerutu saat dia keluar dari ruang kerja Frans. Owen begitu tidak menyukai Frans. Ingin sekali dia menendang bosnya keluar dari Frederic Corp. Namun, hanya dialah yang bersedia menjadi investor untuk menumbuhkan Frederic Corp. Meskipun lambat-laun akan jatuh juga kalau Owen tidak dapat mengelola pemasukan perusahaan. Sedangkan di Frederic cabang, Rion sedang mati-matian menekan karyawan dan karyawatinya
Entah kenapa hati Angel begitu tidak tenang. Dia mencoba menghubungi nomor ponsel Kenzie, tetapi tidak juga diangkat. "Pak Frans, saya ijin pulang sebentar, ya? Ini jam makan siang saya, tapi ada dokumen yang lupa saya ambil di rumah untuk persentasi nanti menghadapi klien." Angel beralasan. "Baiklah, hanya di jam makan siangmu saja, bukan?" "Iya, Pak, saya usahakan." Frans mengangguk. Angel berjalan cepat sambil memesan taksi online ketika masih ada dalam koridor kantor. Hatinya semakin tidak keruan dan mulai risau. Ini sebenarnya ada apa, Tuhan? Batin Angel sesaat hendak keluar dari kantor. Untung saja mobil taksi sudah menunggunya di depan kantor. Angel cepat-cepat masuk dan menyuruh sopir taksi menjalankan kendaraannya. Sopir taksi itu pun memacu mobilnya dan mengikuti arahan dari customernya. Sepanjang berjalanan, Angel berusaha menelepon Kenzie, tetapi nihil, tidak diangkat juga. "Bisa lebih cepat lagi, tidak, Pak?" Angel terlihat semakin tidak sabar. "Baik, Mbak." Sop
Rupanya Rion dijadikan saksi karena terakhir Oris berbicara padanya dalam panggilan ponsel sebelum Oris meninggal dunia secara tidak wajar, sehingga dari pihak kepolisian memberikan keterangan tersebut. "Terima kasih, Pak!" Willson yang menjadi pengacara Rion berjabat tangan dengan polisi yang menangani Rion. Rion terbebas dari status saksi dari pembuahan Oris yang mungkin bisa saja dirinya akan berubah status menjadi tersangka apabila tidak didampingi oleh kuasa hukumnya. "Terima kasih, Pak!" Rion berjabat tangan dengan Willson dan saat kasus telah usai, mereka kembali terpisah karena Rion memang tidak dekat pada Willson dan hanya terikat kerjaan Willson saja yang menjadi pengacara. *** Banyak sekali kejadian yang menimpa Rion setelah Kenzie pergi. Hidupnya sepi bahkan terasa kosong karena satu-satunya orang yang dia sayang di dunia ini pun pergi meninggalkannya meskipun dia menjanjikan akan kembali. Namun, entah hal itu akan terealisasikan kapan? Tidak ada jaminan dari siapa pu
Sudah beberapa hari ini Khanza merasa was-was dengan keadaan Rion. Ingin bicara, tetapi dia tidak memiliki bukti yang kuat akan perbincangan adik tirinya karena Owen memang tidak menyebut nama Rion. Bisa saja Owen malah merencanakan pembunuhan untuknya, bukan? "Tuan, apakah Tuan Muda baik-baik saja?" tanya Khanza yang merasa khawatir dengan keadaan Rion. "Aku baik-baik saja." Rion kembali terdiam. Dia hanya memperhatikan halaman rumah dari balkon. Sudah beberapa hari semenjak kematian Frederic, Rion memang betah berlama-lama di balkon hanya memperhatikan keadaan rumah saja. "Sus?" Rion memanggil Khanza."Iya, Tuan." "Biasanya Suster mengajak Opah berjemur di sana." Rion menunjuk yang disertai bibir tersenyum, tetapi pandangannya seolah kosong.Khanza tidak menjawab, karena dia tahu kalau Rion hanya butuh didengarkan saja, bukan membutuhkan jawaban darinya. "Aku kangen sama Opah," ucap Rion yang terdengar pilu. Rupanya Rion masih terlihat berat sejak kepergian Frederic. Dia seol
Dokter itu menatap Rion dan Owen bergantian yang disertakan tarikan napas dalam sebelum dia menceritakan keadaan Frederic. "Hhuuufff ...." Napas itu terembus. "Kami tim dokter sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi Tuan Frederic tidak dapat tertolong." "Apa?!" Spontan Owen berucap. Rion tidak berkata apa-apa, dia berjalan mundur hingga akhirnya terpentok pada kursi stainless dan detik itu juga dia terduduk lemas, lakinya seolah tidak mampu menopang tubuhnya sendiri saat mendengar Frederic telah kembali pada-Nya.Rion menutup wajahnya. Ingin menangis, tetapi dia tahan sekuat tenaga meski akhirnya ada yang meluncur dari sudut matanya. "Menangis saja, Tuan Muda. Tangisan tidak akan menjatuhkan derajatmu sebagai seorang laki-laki," ucap Khanza yang duduk di sampingnya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Khanza kalau tangis tidak akan membuat derajat laki-laki terjatuh. Laki-laki juga manusia, dia punya hati yang dapat merasakan sakit. Rion merasa sendirian. Ketika Frederic corp
Keadaan Frederic semakin memburuk. Sudah tiga hari dia masih koma, bahkan harapan untuk hidup sangatlah kecil menurut dokter. "Ya Tuhan ... cobaan apa lagi yang akan aku dapatkan setelah ini?" ucap Rion saat berada di kantor. Tidak dipungkiri, dirinya sangat sulit untuk berkonsultasi. Bahkan dalam tiga hari ini seolah raganya saja berada di kantor, tetapi jiwanya entah ke mana. Dia seolah terombang-ambing tanpa pijakan. "Permisi ...." Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Owen. "Masuk!" Rion terperanjat saat suara seseorang mengetuk pintu. Dari balik pintu yang terbuka terlihat Angel yang membawa berkas dalam map warna biru. "Eh, Mbak. Silahkan duduk," ucap Rion. Angel tersenyum, menarik kursi lalu duduk. Namun, dia memperhatikan Rion yang seolah semakin terpuruk. "Kamu kenapa, Rion?" "Enggak apa-apa, Mbak," jawab Rion sekenanya. "Oh, iya. Apakah ada tender baru yang masuk?" sambung Rion seolah-olah mengalihkan pembicaraan. "Ada, bahkan cukup banyak. Yang Mbak khawatirkan itu
Kemala mengajak Owen ke ruang perawatan. Ternyata Wanda sedang tidur dan baru siuman sejak beberapa menit yang lalu. "Tante?" Owen menyapa mertuanya. "Owen, gimana keadaanmu, Nak? Kamu sakit apa? Kok, Tante enggak tau kamu dirawat. Apa Wanda mengetahuinya?" Seolah berbasa-basi, Nyonya Pranata bertanya pada calon menantunya. "Tidak, Tan. Wanda tidak tau apa-apa, lagian aku juga udah sehat, kok." Mungkin karena suara perbincangan Owen, Kemala dan ibunya, Wanda akhirnya membukakan mata. "Sayang? Kamu ada di sini?" Suara Wanda terdengar pelan. "Iya. Kamu kenapa, Sayang?" Owen bertanya dan saat itu sepasang mata Wanda kembali berkabut. Kemala mengerti kalau Wanda menginginkan cerita pada putranya dan dia mengajak Nyonya Pranata untuk ke luar dari ruangan tersebut. Agar mereka bisa leluasa mengobrol. "Kamu sayang aku enggak?" Tiba-tiba saja Wanda bertanya seperti itu dan hal ini dirasa aneh oleh Owen. "Kok, nanyanya begitu?" "Jawab aja, sayang atau enggak?" "Sayanglah, kamu, kan
Tepat jam sebelas siang, Rion sengaja pergi menemui Angel hanya untuk makan siang sekaligus membahas apa yang sebenarnya terjadi. "Mbak?" Rion memanggil."Iya." "Aku bingung harus menerangkannya seperti apa? Aku pun paham kalau sampai ada di posisi, Mbak. Aku pun akan salah paham. Tapi aku mohon percaya sama aku, Mbak. Aku bukan takut Mbak bilang sama Kenzie, karena aku benar. Hanya saja kalau keadaannya jauh seperti ini, aku takut Enzie terluka dan aku hanya bisa menatapnya menangis di layar ponsel." "Sebenarnya Mbak juga tidak percaya Rion, tapi penampilan dia tadi pagi? Ah, Mbak jadi inget Enzie ketika hendak dinodai oleh Pak Owen." "Tapi aku bukan Kak Owen, Mbak. Kami berbeda dan aku begitu mencintai Kenzie." "Iya, Mbak tau, Rion. Cinta memang bisa membutakan siapa saja." Sepertinya Angel masih belum sepenuhnya mempercayai pengakuan Rion. Dia juga tidak mempercayai kesimpulan yang ada di otaknya. Baginya, Rion terlalu tulus kalau sampai selingkuh, itu merupakan hal yang tida
"Permisi, Pak! Pak Rion?" Dari luar sana seorang wanita mengetuk pintu dan memanggil namanya. Rion seolah terperangkap, sementara otak Wanda begitu bergelayut rencana licik demi mendapatkan Rion. Tentu saja tujuan utamanya merupakan harta dan kepuasan melihat orang lain bertengkar. "Jangan Rion, aku mohon. Aku ini calon kakak iparmu." Terdengar suara Wanda memelas. "Maksud lu apa, Wanda?" Rion heran dengan kelakuan Wanda."Siapa aja yang ada di luar, tolooonggg!!! Tolong akuuuu!!!" Tiba-tiba saja Wanda berteriak setelah dia mengacak-acak penampilannya. Baik baju, juga rambut yang sedikit diacak-acak. Rion semakin bingung, dia tidak menyangka Wanda bersikap aneh di depannya. Lagi, Wanda berteriak histeris dan pintu ruang kerjanya pun terbuka. Sial, Wanda menjatuhkan dirinya ke pelukan Rion yang membuat orang yang melihat akan salah sangka. "Rion?" Ternyata yang masuk ke ruang kerja adalah Angel. Sial, Rion terjebak oleh permainan Wanda. "Maaf, saya mendorong pintu karena––" Angel
Rion akhirnya memanggil Khanza, padahal waktu hampir menunjukkan jam sebelas malam dan mereka bertiga masih mengungkap satu fakta yang tentu saja Frederic tercengang atas cerita Khanza. "Jadi, ayahmu dan ayah Owen itu Willson?" Frederic bertanya dengan ekspresi heran. "Iya, Tuan. Pak Willson merupakan ayah kandung kami, hanya berbeda ibu." Khanza membenarkan. "Lalu, kenapa Kemala malah menyebutkan kalau ayah dari Owen meninggal dunia?" tanya Frederic merasa heran. "Saya tidak ingin menyimpulkan, Tuan. Takut saya salah." Khanza menjawab sambil menunduk."Bicaralah, Suster. Jujur, aku sama sekali tidak bisa menggambarkan apa pun tentang peristiwa ini. Mungkin sedikitnya Suster bisa memberikan gambaran dari kehidupan ibunya Suster Khanza," pinta Rion. "Sesungguhnya––aku––" Khanza sepertinya ragu mengemukakan pendapatnya. "Bicaralah, tidak usah takut." Rion mencoba menenangkan."Pandanganku terhadap masalah ini mempunyai dua kemungkinan, Tuan. Pertama, Nyonya Kemala sengaja memalsuk
Sekitar jam tujuh malam, keluarga Frederic berkumpul di ruang makan. Namun, ada hal berbeda di sana karena bukan hanya makan malam saja yang mereka lakukan, tetapi ada lagi hal yang sesungguhnya menjadi inti dari permasalahan. "Rion, kenapa kamu bisa menghajar Kakakmu?" Frederic bertanya setelah semuanya selesai makan. "Mungkin Opah bisa tanya sendiri sama Kak Owen." Rion menjawab santai."Hallah! Tinggal jawab saja, kamu punya masalah apa sama Owen sampe bikin dia babak belur begitu?" sungut Kemala yang tidak terima."Semuanya harus berkumpul, Opah. Tidak bisa kalau ditanya hanya sepihak seperti ini. Bisa saja Kak Owen menyanggah atau bahkan aku yang menyanggah pengakuan Kak Owen." "Kamu itu memang dari dulu bikin aku emosi. Dasar anak sialan! Kamu tak ada bedanya dengan Mamamu yang selalu merebut kebahagiaan orang lain!" pekik Kemala dengan wajah kesal. "Stop! Lebih baik kamu istirahat, Kemala. Bukan kah kamu akan ke rumah sakit besok pagi?" ujar Frederic. "Lebih baik aku ke ru