Hampir satu Minggu Kenzie cuti kerja. Sebenarnya bisa saja dia juga dipecat dari perusahannya. Namun, Owen seolah tidak menginginkan Kenzie keluar dari perusahaan kakeknya. Diam-diam, Owen pergi ke apartemen Kenzie ketika jam kerja agar tidak ada yang curiga, Owen membawa lembar berkas dengan alasan bertemu klien di luar. "Baiklah, cepat kembali dan jangan terlalu lama saat semua urusanmu telah usai," ujar Frans dengan nada dingin. "Baik, Pak. Permisi!" Owen menjawab sekenanya. Dikata kalo ketemu klien itu bisa cepet-cepet ngeyakinin apa? Untung saja ini cuma alasan. Batin Owen menggerutu saat dia keluar dari ruang kerja Frans. Owen begitu tidak menyukai Frans. Ingin sekali dia menendang bosnya keluar dari Frederic Corp. Namun, hanya dialah yang bersedia menjadi investor untuk menumbuhkan Frederic Corp. Meskipun lambat-laun akan jatuh juga kalau Owen tidak dapat mengelola pemasukan perusahaan. Sedangkan di Frederic cabang, Rion sedang mati-matian menekan karyawan dan karyawatinya
Entah kenapa hati Angel begitu tidak tenang. Dia mencoba menghubungi nomor ponsel Kenzie, tetapi tidak juga diangkat. "Pak Frans, saya ijin pulang sebentar, ya? Ini jam makan siang saya, tapi ada dokumen yang lupa saya ambil di rumah untuk persentasi nanti menghadapi klien." Angel beralasan. "Baiklah, hanya di jam makan siangmu saja, bukan?" "Iya, Pak, saya usahakan." Frans mengangguk. Angel berjalan cepat sambil memesan taksi online ketika masih ada dalam koridor kantor. Hatinya semakin tidak keruan dan mulai risau. Ini sebenarnya ada apa, Tuhan? Batin Angel sesaat hendak keluar dari kantor. Untung saja mobil taksi sudah menunggunya di depan kantor. Angel cepat-cepat masuk dan menyuruh sopir taksi menjalankan kendaraannya. Sopir taksi itu pun memacu mobilnya dan mengikuti arahan dari customernya. Sepanjang berjalanan, Angel berusaha menelepon Kenzie, tetapi nihil, tidak diangkat juga. "Bisa lebih cepat lagi, tidak, Pak?" Angel terlihat semakin tidak sabar. "Baik, Mbak." Sop
Angel bingung harus bicara apa pada Rion, karena dirinya telah berjanji pada Kenzie untuk menyembunyikan hal yang menyangkut Owen. Namun, Angel telah terjerembab oleh ucapannya barusan. "Mbaaaakkk???" Mata Rion semakin menyipit seolah mengintimidasi Angel yang memang sedang menyembunyikan satu hal darinya. "Oke, oke, Mbak akan bilang tapi tolong kamu jangan emosi, ya?" pinta Angel yang di'iya' kan oleh Rion. "Sesungguhnya Pak Owen pernah berbuat kurang ajar pada Enzie." "Maksud Mbak gimana?" "Apa kamu ingat ketika Enzie menangis di kantor? Ketika Mbak minta kamu untuk datang ke kantor menenangkan Kenzie," ucap Angel mencoba mengajak Rion mengingat hal yang pernah terjadi. Rion mengangguk, "Lalu?" "Pak Owen hampir melakukan hal yang tidak pantas, bahkan berapa hari berikutnya dia berani datang ke apartemen dan hampir melakukan hal itu lagi." "Tunggu, tunggu! Maksud Mbak berbuat kurang ajar itu gimana? Kak Owen ngapain Enzie?" "Hampir memperkosa Enzie.""Apa????" Mata Rion meleb
Angel hampir saja pingsan karena oksigen yang masuk dalam tubuhnya berkurang. Matanya membulat yang disertai air yang telah terjatuh dari kedua sudut matanya. "Kak, Owen!" Suara Rion yang baru saja masuk dalam ruang kerja Owen. "Rion?" jawab Owen yang spontan melepaskan cengkeraman tangan yang mencekik leher Angel. "Apa yang Kak Owen lakukan?" tanya Rion setelah berada di dekat Angel, dia pun memegang kedua pundak Angel, "Mbak enggak apa-apa?" tanya Rion yang terlihat khawatir pada Angel. Angel menggeleng, "Enggak, enggak apa-apa." Terlihat wajah Angel ketakutan saat ini. "Mbak Angel ke ruang kerja dulu, ya? Aku ada urusan sama Kak Owen." Angel hanya mengangguk, lalu dia cepat-cepat pergi dari ruang kerja Owen. Setelah pintu ruang kerja Owen ditutup oleh Angel, Rion menatap tajam sepasang mata Owen. "Aku bisa jelasin." Owen terlihat ketakutan. "Jelaskan lah, karena aku membutuhkan penjelasan dari Kakak." "Aku––aku hanya bertanya pada Angel ke mana Kenzie pergi. Iya, hanya it
Sekitar jam tujuh malam, keluarga Frederic berkumpul di ruang makan. Namun, ada hal berbeda di sana karena bukan hanya makan malam saja yang mereka lakukan, tetapi ada lagi hal yang sesungguhnya menjadi inti dari permasalahan. "Rion, kenapa kamu bisa menghajar Kakakmu?" Frederic bertanya setelah semuanya selesai makan. "Mungkin Opah bisa tanya sendiri sama Kak Owen." Rion menjawab santai."Hallah! Tinggal jawab saja, kamu punya masalah apa sama Owen sampe bikin dia babak belur begitu?" sungut Kemala yang tidak terima."Semuanya harus berkumpul, Opah. Tidak bisa kalau ditanya hanya sepihak seperti ini. Bisa saja Kak Owen menyanggah atau bahkan aku yang menyanggah pengakuan Kak Owen." "Kamu itu memang dari dulu bikin aku emosi. Dasar anak sialan! Kamu tak ada bedanya dengan Mamamu yang selalu merebut kebahagiaan orang lain!" pekik Kemala dengan wajah kesal. "Stop! Lebih baik kamu istirahat, Kemala. Bukan kah kamu akan ke rumah sakit besok pagi?" ujar Frederic. "Lebih baik aku ke ru
Rion akhirnya memanggil Khanza, padahal waktu hampir menunjukkan jam sebelas malam dan mereka bertiga masih mengungkap satu fakta yang tentu saja Frederic tercengang atas cerita Khanza. "Jadi, ayahmu dan ayah Owen itu Willson?" Frederic bertanya dengan ekspresi heran. "Iya, Tuan. Pak Willson merupakan ayah kandung kami, hanya berbeda ibu." Khanza membenarkan. "Lalu, kenapa Kemala malah menyebutkan kalau ayah dari Owen meninggal dunia?" tanya Frederic merasa heran. "Saya tidak ingin menyimpulkan, Tuan. Takut saya salah." Khanza menjawab sambil menunduk."Bicaralah, Suster. Jujur, aku sama sekali tidak bisa menggambarkan apa pun tentang peristiwa ini. Mungkin sedikitnya Suster bisa memberikan gambaran dari kehidupan ibunya Suster Khanza," pinta Rion. "Sesungguhnya––aku––" Khanza sepertinya ragu mengemukakan pendapatnya. "Bicaralah, tidak usah takut." Rion mencoba menenangkan."Pandanganku terhadap masalah ini mempunyai dua kemungkinan, Tuan. Pertama, Nyonya Kemala sengaja memalsuk
"Permisi, Pak! Pak Rion?" Dari luar sana seorang wanita mengetuk pintu dan memanggil namanya. Rion seolah terperangkap, sementara otak Wanda begitu bergelayut rencana licik demi mendapatkan Rion. Tentu saja tujuan utamanya merupakan harta dan kepuasan melihat orang lain bertengkar. "Jangan Rion, aku mohon. Aku ini calon kakak iparmu." Terdengar suara Wanda memelas. "Maksud lu apa, Wanda?" Rion heran dengan kelakuan Wanda."Siapa aja yang ada di luar, tolooonggg!!! Tolong akuuuu!!!" Tiba-tiba saja Wanda berteriak setelah dia mengacak-acak penampilannya. Baik baju, juga rambut yang sedikit diacak-acak. Rion semakin bingung, dia tidak menyangka Wanda bersikap aneh di depannya. Lagi, Wanda berteriak histeris dan pintu ruang kerjanya pun terbuka. Sial, Wanda menjatuhkan dirinya ke pelukan Rion yang membuat orang yang melihat akan salah sangka. "Rion?" Ternyata yang masuk ke ruang kerja adalah Angel. Sial, Rion terjebak oleh permainan Wanda. "Maaf, saya mendorong pintu karena––" Angel
Tepat jam sebelas siang, Rion sengaja pergi menemui Angel hanya untuk makan siang sekaligus membahas apa yang sebenarnya terjadi. "Mbak?" Rion memanggil."Iya." "Aku bingung harus menerangkannya seperti apa? Aku pun paham kalau sampai ada di posisi, Mbak. Aku pun akan salah paham. Tapi aku mohon percaya sama aku, Mbak. Aku bukan takut Mbak bilang sama Kenzie, karena aku benar. Hanya saja kalau keadaannya jauh seperti ini, aku takut Enzie terluka dan aku hanya bisa menatapnya menangis di layar ponsel." "Sebenarnya Mbak juga tidak percaya Rion, tapi penampilan dia tadi pagi? Ah, Mbak jadi inget Enzie ketika hendak dinodai oleh Pak Owen." "Tapi aku bukan Kak Owen, Mbak. Kami berbeda dan aku begitu mencintai Kenzie." "Iya, Mbak tau, Rion. Cinta memang bisa membutakan siapa saja." Sepertinya Angel masih belum sepenuhnya mempercayai pengakuan Rion. Dia juga tidak mempercayai kesimpulan yang ada di otaknya. Baginya, Rion terlalu tulus kalau sampai selingkuh, itu merupakan hal yang tida