Saat Savanah sedang berbicara dengan Bu Mirna, ia tidak sengaja melihat sebuah papan kecil yang terpajang di sudut warung, bertuliskan “Dibutuhkan Pelayan.”
Tulisan itu membuat Savanah tertegun. Pikirannya segera tergerak, mungkin inilah kesempatan yang ia butuhkan untuk sementara waktu.
“Bu Mirna, saya lihat ada lowongan pekerjaan di sini. Apakah Ibu masih mencari pelayan?” tanyanya penuh harap.
Bu Mirna tersenyum tipis dan mengangguk. “Iya, memang lagi butuh satu orang lagi. Warung kecil begini, banyak yang harus dikerjakan, dan saya mulai kewalahan. Kamu tertarik, Savanah?”
Savanah tidak perlu berpikir dua kali. “Iya, Bu. Saya sangat membutuhkan pekerjaan saat ini,” jawabnya cepat.
Pekerjaan sebagai pelayan di warung sederhana ini, gajinya tentu tidak sama dengan bekerja di bar, tetapi ia tidak punya pilihan. Ia membutuhkan penghasilan dan, lebih penting lagi, ia harus bisa mandiri tanpa selalu ter
Sebelum Savanah sempat menjawab atau membela diri, Damian memotong dengan nada tinggi yang penuh kemarahan. “Pulang sekarang dan tunggu aku di rumah! Kalau tidak, aku pastikan warung ini akan lenyap besok pagi,” bentaknya, tatapannya tajam menusuk Bu Mirna yang berdiri tidak jauh dari mereka.Bu Mirna tampak ketakutan. Savanah bisa melihat bahwa wajah wanita paruh baya itu berubah pucat dan tangannya mulai gemetar.Damian jelas-jelas mengancam warung sederhana yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan Bu Mirna, dan itu cukup untuk membuat wanita itu segera mengambil tindakan.“Savanah, maafkan aku…” ucap Bu Mirna dengan suara pelan, penuh penyesalan. “Tapi aku tidak bisa mengambil risiko ini. Warung ini adalah satu-satunya mata pencaharian keluargaku. Aku harus mengusirmu, dan kamu tidak boleh bekerja di sini lagi.”Savanah menundukkan kepalanya, merasa sangat terhina. Hanya beberapa menit yang lalu, ia
Savanah menggigit bibirnya, mencoba menahan perasaan yang membuncah. “Aku hanya… ingin mencari pekerjaan, Damian. Aku tidak mau terus bergantung padamu,” jawabnya pelan, berusaha agar suaranya tetap tenang meskipun hatinya berdegup kencang."Bukankah kamu menyuruh Manager untuk memecatku? Apa yang kau inginkan Damian? Bukankah hubungan kita hanya sebatas kertas dan kau tidak ingin aku bergantung padamu selamanya, bukan?"Savanah melontarkan isi hatinya dengan berapi-api.Damian tertawa sinis, tapi tidak ada kehangatan di balik tawanya. “Bergantung padaku? Kau pikir kau bisa hidup mandiri tanpa bantuan dariku? Lihat dirimu, Savanah. Kau bahkan tidak bisa mempertahankan pekerjaan rendahan itu,” ejeknya dengan sarkastis.“Aku tidak suka kau mencoba-coba bertindak di luar kendaliku. Ingat posisimu.”Savanah mengepalkan tangannya di atas pangkuan. Seluruh tubuhnya bergetar, bukan hanya karena marah, tetapi juga
Ia takut bahwa tidak ada yang akan mempercayainya atau malah menganggapnya sebagai penyebab masalah. Tapi sekarang, duduk berhadapan dengan Jason yang memandangnya dengan serius, Savanah merasa bahwa mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran.“Damian… dia sedang mengendalikan hidupku,” kata Savanah dengan suara pelan, nyaris berbisik. “Aku tidak bisa membuat keputusan sendiri tanpa persetujuannya, dan setiap kali aku mencoba melakukan sesuatu untuk diriku sendiri, dia selalu marah. Seperti hari ini... Aku hanya mencoba mencari pekerjaan, tapi dia menghancurkan kesempatan itu.”Jason tidak segera merespons, wajahnya tetap tenang tapi matanya menunjukkan perhatian yang dalam."Mencari pekerjaan?""Jadi kamu tidak bekerja di bar itu lagi?" tanya Jason dengan was-was.Savanah mengangguk dan hendak bercerita lebih banyak tentang ketidakadilan yang dia alami, tetapi lidahnya terasa kelu.
Savanah hanya bisa mengangguk, masih merasa sedikit canggung.Jason tidak berniat untuk melepaskan Savanah dari genggaman Damian, wanita itu adalah menantu yang dia pilih. Lebih tepatnya Savanah dipilih oleh mendiang istrinya- Ibu Damian sebelum beliau meninggal.Apa yang dilakukan Jason hanya ingin tahu sampai di mana batas kesabaran mereka dalam hubungan yang rumit ini.Mereka masuk ke dalam kafe dan duduk di sebuah meja dekat jendela. Pelayan segera datang membawa menu, dan saat Savanah membuka buku menu tersebut, matanya membelalak melihat harga-harga yang tertera.Tidak ada yang tahu bahwa Bella, secara kebetulan berada di sana bersama dengan beberapa orang temannya. Hari ini dia tidak bekerja karena mengambil jatah cuti.Pada saat dia melihat sosok Savanah, dia segera menutup wajahnya dengan buku menu yang besar. Berpura-pura sedang melihat menu agar Savanah tidak tahu keberadaannya yang hanya bersebelahan meja.Diam-diam, dia me
Dia harus segera menghubungi Keisha dan melaporkan semua hal ini lalu mendapat penghargaan dari teman baiknya itu. Keisha terbiasa membeli barang mewah dan Damian yang membayarnya."Setidaknya aku bisa meminta tas mewah dari berita ini," gumam Bella dengan bahagia.Bella berpura-pura mengambil beberapa foto sebelum meninggalkan mejanya. Hanya sebagai bukti keberadaan Savanah bersama dengan pria paruh baya yang terlihat kaya."Wanita busuk, menjadi istri Damian tetapi masih melayani pria lain yang terlihat kaya, semuanya hanya demi uang!" geramnya sambil melangkah menjauh dari restoran mewah itu dan mengetikkan pesan kepada Keisha.Setelah beberapa menit berlalu, seorang pria paruh baya dengan setelan rapi masuk ke dalam kafe dan melangkah menuju meja mereka. Jason segera berdiri dan menyapa pria itu berwajah oriental tersebut, “Chang, senang kau bisa datang secepat ini.”Pengacara Chang tersenyum dan menjabat tangan Jason. “Tentu,
Mendengar itu, Savanah segera memohon, "Tuan Chang, tolonglah Ibuku. Dia benar-benar mencintai dan menyayangi Ayah, tidak mungkin dia yang melakukannya."Pengacara Chang mengangguk, "jangan khawatir, hukum akan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Kita hanya perlu mencari pelaku dan motif yang sebenarnya sampai kecelakaan itu terjadi.""Saya akan menyerahkan sepenuhnya kepada Anda," imbuh Jason dengan tegas."Baiklah. Pertemuan kita sampai di sini." Jason berdiri dan mengulurkan tangannya, disusul Savanah yang berjabat tangan dengan Pengacara Chang.Dia sangat terkejut karena sebuah fakta bahwa Pamannya mungkin menginginkan asuransi jiwa selain rumah dan bisnis Ayahnya, yang seharusnya menjadi hak mereka sebagai ahli waris."Saya akan kembali ke kantor dan memerintahkan supir untuk mengantarmu pulang. Beristirahatlah di rumah dan mengenai pekerjaanmu, saya akan membahasnya dengan Damian ini."Perkataan Jason terdengar sebagai sebuah pernyat
Damian memutar kursinya, matanya menerawang ke luar jendela. "Ini hanya akan membuatku semakin membencinya!"Roni menggeleng perlahan, menyadari bahwa Damian tidak sekadar berbicara tentang Savanah, melainkan tentang hubungannya dengan sang ayah yang penuh dengan kendali dan tekanan."Jadi, apa rencanamu sekarang?" tanya Roni sambil melirik Damian dengan penuh rasa ingin tahu.Damian menoleh kembali, dengan mata yang menyiratkan tekad baru. "Dia ingin bekerja, maka aku akan memberikan pekerjaan yang cukup untuk membuatnya merasa bahwa pilihannya adalah salah!"Roni tersenyum, merasa tertarik dengan dinamika yang sedang terjadi. "Kau selalu suka menantang Ayahmu, ya?" katanya setengah bercanda.Damian tidak menjawab, hanya melemparkan pandangan tajam ke arah pintu yang baru saja dilalui ayahnya, seolah berjanji pada dirinya sendiri bahwa kali ini, ia tidak akan membiarkan keputusan Jason berjalan begitu saja tanpa perlawanan."Dia membeli Sav
Namun, sebelum Damian bisa menjawab, Keisha mendekatkan diri dan mulai berbisik pelan di telinganya, "Aku punya kabar dari Bella tadi. Katanya dia tanpa sengaja melihat Savanah siang ini, sedang makan siang dengan seorang pria tua yang terlihat kaya."Damian, yang tadinya terlihat kelelahan, langsung menegakkan tubuhnya dan menoleh ke arah Keisha.Matanya sedikit menyipit, menandakan rasa penasaran yang tiba-tiba timbul. "Apa maksudmu? Pria tua kaya?" tanyanya dengan nada tajam, mencoba meneliti setiap kata yang diucapkan Keisha.Keisha mengangguk pelan, melirik Damian dengan tatapan menggoda. "Iya, Bella melihatnya di restoran mahal dekat bar tadi. Savanah duduk bersama pria itu, dan mereka terlihat akrab. Pria itu kelihatan tua tapi berkelas, mungkin seseorang yang punya banyak uang. Mereka berbicara dengan sangat serius, seperti sedang membahas sesuatu yang penting."Damian merasa darahnya mulai mendidih. Pikirannya langsung terisi dengan kecurigaan. A
Sarah segera menjawab, "sayang. Tentu sayang sekali. Tapi aku sedikit panik karena Damian, kalian masih ingat pria tampan yang menolongku saat itu, ahhh... Dia begitu tampan dan aku begitu mencintainya...""Apakah dia mencintaimu?" tanya salah sebuah komentar yang masuk ke layar ponsel Sarah."Seharusnya dia mencintaiku, tetapi belakangan ini, dia berubah."Sarah mengusap pipinya dengan lembut. Kedua kelopak matanya terasa sangat perih saat ini. Sehingga air matanya semakin terlihat deras.Karena itu juga, simpati dari para penonton yang menyaksikan acara siaran langsung itu semakin bersimpati dan jumlah tayang yang mengikuti aku Sarah menjadi semakin banyak.“Aku tidak tahu kenapa Damian bisa memilih seseorang seperti dia,” ujarnya, suaranya bergetar penuh emosi. “Aku yang mencintainya dengan tulus, malah diabaikan. Sedangkan Savanah…,” Sarah menarik napas panjang, memanfaatkan jeda untuk menambah drama
Sebuah desiran halus merambat dalam hati Sarah, "lumayan, Dokter.""Saya akan memeriksa Anda sebentar ya."Angeli dan Robert mundur beberapa langkah untuk memberi ruang bagi Dokter tampan itu agar bisa memeriksa dan mencatat laporan."Bagaimana keadaannya, Dokter?""Tidak masalah, kesehatannya sudah pulih dengan baik, punggungnya hanya membutuhkan beberapa bulan fisioterapi, tetapi sejauh ini, semua sudah berjalan dengan baik," sahut sang dokter lalu menoleh ke arah Sarah."Saya akan meresepkan vitamin untukmu besok. Kamu sudah boleh beristirahat di rumah dan kembali dua hari lagi untuk melakukan fisioterapi," lanjutnya."M-maksud Dokter, saya sudah boleh pulang?" Sarah merasa mulai gelisah, dia tidak ingin pulang. Dengan berada di Rumah Sakit, dia memiliki alasan untuk merengek kepada Damian."Ya, bukankah hal itu yang ditunggu semua pasien? Anda sudah terlihat sehat dan boleh pulang." Dokter itu mengernyitkan alisnya karena merasa a
Keisha menarik tangannya dengan sedikit jijik, karena status wanita yang berbaring di ranjang itu tentu saja lebih rendah daripadanya yang hidup dalam kemewahan.Sarah tersenyum, dalam hatinya dia menyakinkan bahwa setelah 20 miliar di tangannya, mungkin dia bisa memanfaatkan uang yang nilainya fantastis itu untuk membuat Keisha bertekuk lutut suatu hari."Dan bantu aku ke ranjang Damian, setidaknya aku ingin tubuh pria itu walau sekali saja."Mendengar permintaan Sarah, Keisha segera menutup mulut dengan sebelah tangannya karena tiba-tiba ingin muntah lagi."A-aku benar-benar butuh obat maag," ucap Keisha dengan wajah yang mulai pucat.""Baiklah, silakan pergi. Saya mengantuk." Sarah segera memundurkan pantatnya dan menarik selimut. Dia tidak ingin berbicara lebih lanjut dengan Keisha lagi.Keisha keluar dari rumah sakit dengan perasaan kacau. Ia tidak menemukan Damian, t
"Uhm, aku belum makan siang dan bau makanan yang kamu makan itu," ucap Keisha sambil melirik mangkuk sisa bubur dengan ayam."Ayam, bubur ayam bukan? Aku membenci baunya," lanjut Keisha agar Sarah tidak mencurigai apa pun."Kamu pernah bermalam dengan Damian?" tanya Sarah mulai panik.Keisha mengerutkan dahinya, mencerna dengan baik apa yang sedang disampaikan oleh wanita itu. Dia tidak ingin terjebak sama sekali karena dia tahu, Sarah juga menginginkan Damian."Tentu saja, apa kamu belum pernah tidur dengannya?" balas Keisha sembari menutup hidungnya lalu berjalan menuju ke kaca jendela kemudian membuka jendela, menganti sirkulasi udara di dalam kamar itu.Entah kenapa dia merasa mual.Sarah menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara kecil, "aku ingin sekali berada di ranjangnya."Keisha kembali menatap wanita itu dengan sinis. Tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang seharusnya menjadi foku
Namun, Keisha tidak menyerah. Ia terus mengendarai mobilnya, menyusuri jalanan sambil menebak arah Damian. Hingga akhirnya, ia melihat sebuah rumah sakit di mana Sarah berada."Arah yang sama!" seru Keisha dengan wajah yang mulai memanas.Nalurinya mengatakan untuk berhenti di sana.“Dia pasti di sini,” gumam Keisha sambil memarkirkan mobilnya.Beberapa saat kemudian, dengan langkah cepat, Keisha masuk ke dalam rumah sakit. Ia menyapu pandangannya ke lobi yang ramai, mencoba mencari sosok Damian. Tidak ada. Tetapi di sudut pikirannya, ia yakin Damian ada di sini, mungkin sedang bersama Sarah.Ia berjalan ke arah resepsionis, tetapi sebelum sempat bertanya, ia melihat seorang wanita berambut cokelat panjang di dekat lift. Dari kejauhan, wanita itu memang memiliki kemiripan dengan Sarah.Ketahuan! pikir Keisha, dengan perasaan yang bercampur antara marah dan lega. Ia berjalan
Tiba-tiba, pikirannya melayang pada Savanah. Wajah istrinya yang tenang, senyumnya yang samar, dan caranya menangani segala sesuatu tanpa banyak bicara. Tidak ada tuntutan, tidak ada drama—hanya kehadiran yang diam-diam membuat Damian merasa damai.Tubuhnya yang lembut dan rintihannya yang membuat Damian merasa sempurna sebagai seorang pria.Kenapa aku merindukan Savanah? pikir Damian. Ia menggelengkan kepalanya, mencoba menyangkal perasaan itu.Damian kembali mengecek data-data perusahaan yang akan melakukan kerjasama dengan mengalihkan fokusnya ke layar komputer di hadapannya.Namun semakiin ia melawan, semakin kuat keinginannya untuk bertemu dengan wanita itu.Damian akhirnya mengambil ponselnya kembali, menghidupkannya. Pesan berutun masuk, tentu saja dari Sarah, tetapi pria itu memilih mengabaikan pesan dari Sarah, dan menghubungi Savanah.Setelah beberapa dering, suara lembut istrinya ter
"Kenapa aku harus peduli? Semua ini palsu!" serunya sekali lagi pada dirinya sendiri. Ia tahu bahwa tiga hari lagi, semua ini akan selesai. Ibunya akan bebas dari penjara, dan ia akan meninggalkan kehidupan yang penuh kepalsuan ini. Tidak akan ada lagi peran istri yang harus ia jalani, tidak ada lagi malam-malam penuh kewajiban.Namun, meski ia meyakinkan dirinya bahwa ia tidak peduli, ia tetap tidak bisa menahan senyum kecil di bibirnya. Damian, dengan segala kebingungan dan rasa bersalahnya, tetap tahu bagaimana membuatnya merasa istimewa, meski untuk alasan yang salah.Savanah tidak bisa menolak pesona yang ditawarkan pria tampan dengan garis otot yang keras itu. Pikirannya meronta dan menjerit tetapi tubuhnya ikut terbawa arus permainan Damian di atas ranjang dan karena itu, dia menjadi kesal setengah mati!Dia meneguk habis seluruh isi gelas jus jeruk dan melahap telur dadar dengan gurihnya.Savanah akhirnya bangkit dari kursi sesudah menghabiskan sarapan istimewa yang disiapkan D
Savanah tidak tahu harus menjawab apa. Ingin sekali dia yang menanyakan hal yang sama kepada Damian, tetapi dia sama sekali tidak berani.Dia juga tidak berani menerima hubungan lebih lanjut dengan Damian karena dia sudah merencanakan semuanya.Dia tidak ingin gagal!Dia tidak mau, sebuah pertanyaan tanpa arah dari Damian itu membuat dia berubah pikiran dan kembali terjebak dalam pernikahan palsu yang bahkan mertuanya, Jason, sudah melepaskannya.Malam bergairah? Itu hanya kebutuhan sesaat karena mereka sama-sama sudah dewasa. Savanah menegaskan perkataan itu berulang kali dalam hatinya.“Terima kasih,” bisik Damian. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa kamu.”Kata-kata itu membuat dada Savanah terasa berat. Ironis sekali, pikirnya. 'Dia mungkin berpikir aku adalah tempat berlabuh, tapi aku hanya tinggal menunggu waktu untuk pergi.' Savana
Savanah terkejut, tapi ia menahan diri untuk tidak bersuara lebih lanjut dengan menutup mulutnya sendiri. Pelukan Damian terasa kuat, seperti ada magnet yang membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Jangan pergi,” gumam Damian dalam tidurnya. Suaranya berat tapi lembut, seperti seseorang yang berbicara dari dalam mimpi. Savanah bisa merasakan napas hangat pria itu di lehernya, membuat tubuhnya kaku.Savanah ingin menanyakan siapa yang dimaksud Damian, apakah Keisha, atau Sarah? Atau wanita lain? Damian selalu berganti pasangan, jadi Savanah tidak bisa menebak siapa yang sedang berada dalam mimpi pria itu saat ini.“Damian,” bisiknya, mencoba membangunkan pria itu dengan pelan. Namun Damian hanya merapatkan pelukannya, membuat Savanah semakin sulit untuk bergerak.Hati Savanah mulai berpacu kencang karena sepertinya pria itu tidak benar-benar sedang bermimpi."Damian,