Savanah hanya bisa mengangguk, masih merasa sedikit canggung.
Jason tidak berniat untuk melepaskan Savanah dari genggaman Damian, wanita itu adalah menantu yang dia pilih. Lebih tepatnya Savanah dipilih oleh mendiang istrinya- Ibu Damian sebelum beliau meninggal.
Apa yang dilakukan Jason hanya ingin tahu sampai di mana batas kesabaran mereka dalam hubungan yang rumit ini.
Mereka masuk ke dalam kafe dan duduk di sebuah meja dekat jendela. Pelayan segera datang membawa menu, dan saat Savanah membuka buku menu tersebut, matanya membelalak melihat harga-harga yang tertera.
Tidak ada yang tahu bahwa Bella, secara kebetulan berada di sana bersama dengan beberapa orang temannya. Hari ini dia tidak bekerja karena mengambil jatah cuti.
Pada saat dia melihat sosok Savanah, dia segera menutup wajahnya dengan buku menu yang besar. Berpura-pura sedang melihat menu agar Savanah tidak tahu keberadaannya yang hanya bersebelahan meja.
Diam-diam, dia me
Dia harus segera menghubungi Keisha dan melaporkan semua hal ini lalu mendapat penghargaan dari teman baiknya itu. Keisha terbiasa membeli barang mewah dan Damian yang membayarnya."Setidaknya aku bisa meminta tas mewah dari berita ini," gumam Bella dengan bahagia.Bella berpura-pura mengambil beberapa foto sebelum meninggalkan mejanya. Hanya sebagai bukti keberadaan Savanah bersama dengan pria paruh baya yang terlihat kaya."Wanita busuk, menjadi istri Damian tetapi masih melayani pria lain yang terlihat kaya, semuanya hanya demi uang!" geramnya sambil melangkah menjauh dari restoran mewah itu dan mengetikkan pesan kepada Keisha.Setelah beberapa menit berlalu, seorang pria paruh baya dengan setelan rapi masuk ke dalam kafe dan melangkah menuju meja mereka. Jason segera berdiri dan menyapa pria itu berwajah oriental tersebut, “Chang, senang kau bisa datang secepat ini.”Pengacara Chang tersenyum dan menjabat tangan Jason. “Tentu,
Mendengar itu, Savanah segera memohon, "Tuan Chang, tolonglah Ibuku. Dia benar-benar mencintai dan menyayangi Ayah, tidak mungkin dia yang melakukannya."Pengacara Chang mengangguk, "jangan khawatir, hukum akan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Kita hanya perlu mencari pelaku dan motif yang sebenarnya sampai kecelakaan itu terjadi.""Saya akan menyerahkan sepenuhnya kepada Anda," imbuh Jason dengan tegas."Baiklah. Pertemuan kita sampai di sini." Jason berdiri dan mengulurkan tangannya, disusul Savanah yang berjabat tangan dengan Pengacara Chang.Dia sangat terkejut karena sebuah fakta bahwa Pamannya mungkin menginginkan asuransi jiwa selain rumah dan bisnis Ayahnya, yang seharusnya menjadi hak mereka sebagai ahli waris."Saya akan kembali ke kantor dan memerintahkan supir untuk mengantarmu pulang. Beristirahatlah di rumah dan mengenai pekerjaanmu, saya akan membahasnya dengan Damian ini."Perkataan Jason terdengar sebagai sebuah pernyat
Damian memutar kursinya, matanya menerawang ke luar jendela. "Ini hanya akan membuatku semakin membencinya!"Roni menggeleng perlahan, menyadari bahwa Damian tidak sekadar berbicara tentang Savanah, melainkan tentang hubungannya dengan sang ayah yang penuh dengan kendali dan tekanan."Jadi, apa rencanamu sekarang?" tanya Roni sambil melirik Damian dengan penuh rasa ingin tahu.Damian menoleh kembali, dengan mata yang menyiratkan tekad baru. "Dia ingin bekerja, maka aku akan memberikan pekerjaan yang cukup untuk membuatnya merasa bahwa pilihannya adalah salah!"Roni tersenyum, merasa tertarik dengan dinamika yang sedang terjadi. "Kau selalu suka menantang Ayahmu, ya?" katanya setengah bercanda.Damian tidak menjawab, hanya melemparkan pandangan tajam ke arah pintu yang baru saja dilalui ayahnya, seolah berjanji pada dirinya sendiri bahwa kali ini, ia tidak akan membiarkan keputusan Jason berjalan begitu saja tanpa perlawanan."Dia membeli Sav
Namun, sebelum Damian bisa menjawab, Keisha mendekatkan diri dan mulai berbisik pelan di telinganya, "Aku punya kabar dari Bella tadi. Katanya dia tanpa sengaja melihat Savanah siang ini, sedang makan siang dengan seorang pria tua yang terlihat kaya."Damian, yang tadinya terlihat kelelahan, langsung menegakkan tubuhnya dan menoleh ke arah Keisha.Matanya sedikit menyipit, menandakan rasa penasaran yang tiba-tiba timbul. "Apa maksudmu? Pria tua kaya?" tanyanya dengan nada tajam, mencoba meneliti setiap kata yang diucapkan Keisha.Keisha mengangguk pelan, melirik Damian dengan tatapan menggoda. "Iya, Bella melihatnya di restoran mahal dekat bar tadi. Savanah duduk bersama pria itu, dan mereka terlihat akrab. Pria itu kelihatan tua tapi berkelas, mungkin seseorang yang punya banyak uang. Mereka berbicara dengan sangat serius, seperti sedang membahas sesuatu yang penting."Damian merasa darahnya mulai mendidih. Pikirannya langsung terisi dengan kecurigaan. A
Keisha ingin menunjukkan layar ponselnya lagi, tetapi Damian segera memeluknya agar wanita itu tidak semakin marah."Sudahlah, tenangkan dirimu! aku lelah sekali!" gumamnya sambil bersandar di bahu Keisha."Damian..." Keisha merengut dengan suara yang manja dan Damian hanya memeluk wanita itu agar diam.Damian, merasa tertekan oleh tuntutan Keisha. Ia tahu bahwa Keisha menginginkan lebih dari sekadar menjadi kekasih gelapnya, dan dalam beberapa hal, ia bahkan merasa bahwa Keisha layak mendapatkan lebih.Namun, ada banyak hal yang tidak semudah itu diubah. Pernikahan dengan Savanah mungkin tidak dibangun atas cinta, tetapi perceraian bisa membawa konsekuensi yang sulit diprediksi.“Percayalah, Keisha, aku ingin mengakhirinya,” ucap Damian dengan suara yang lebih rendah. “Tapi, aku harus menemukan waktu yang tepat. Kalau aku menceraikannya sekarang, ayahku akan murka, dan itu bisa merusak banyak hal.”Damian tidak mungk
Savanah bangkit perlahan, masih menahan rasa sakit di kulit kepalanya. Ia merasa bingung sekaligus marah karena tuduhan yang tiba-tiba dilontarkan Damian.“Damian, kau tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan,” jawabnya dengan nada bergetar, berusaha untuk tenang.“Aku tidak punya hubungan dengan pria tua manapun. Jika ada yang melihatku makan siang dengan seseorang, itu mungkin salah lihat atau salah mengenal seseorang yang mirip denganku karena aku hanya makan bersama..."Savanah tidak dapat melanjutkan kalimatnya karena Damian sudah mencekik lehernya."L-lepaskan, Damian! S-sakit!" Savanah meronta dan berusaha lepas dari cengkraman kuat pria penuh kebencian itu.Damian tertawa sinis, nada suara yang penuh ejekan. “Kau mengakuinya 'kan? Benarkah?”Ia menelusuri wajah Savanah yang sedang meronta, membuat wanita memukulnya dan berusaha menggapai napas.“Aku tidak bodoh, Savanah. Kau pikir aku akan p
Damian mengerutkan dahinya, berusaha mengingat mengenai pertualangannya di malam nahas dalam bar Salvastone. Wanita itu juga memiliki luka bakar yang hampir sama. Namun, Damian tidak begitu yakin, karena saat itu sangat gelap dan dia tidak melihat dengan jelas."Aku belum pernah memeriksa tubuh Keisha," gumamnya pelan.Damian mengulurkan tangannya untuk meraba sisi dalam paha Savanah, hanya untuk memastikan itu adalah luka yang sama, tetapi sentuhan singkatnya malah membuat Savanah terkejut dan bangun.Wanita itu segera menarik selimut untuk membalut tubuhnya yang polos."Mau apa kamu?" pekik Savanah dengan kedua mata membulat sempurna."Cuih!" desis Damian lalu memalingkan wajahnya. "Seperti aku tidak pernah melihat bagian tubuhmu saja! Ini bukan pertama kalinya bagi kita? Tidak usah dramatis dan sok suci!"Damian berdiri dan membalut handuk ke pinggangnya lalu melangkah menuju ke kamar mandi. "Hari ini dan seterusnya, kamu ikut aku ke kant
Kepalanya berputar dan pandangannya mulai buram. Ia mencoba menegakkan tubuhnya, namun gagal. Tangannya gemetar saat ia meraih lengan Damian."Damian..." suaranya lirih dan nyaris tak terdengar.Damian segera menoleh, melihat wajah Savanah yang pucat pasi. "Savanah? Kau baik-baik saja?"Sebelum ia sempat menjawab, pandangan Savanah menggelap dan tubuhnya ambruk.Keadaan di ruang makan berubah kacau balau, dengan Damian berteriak memanggil bantuan dan Jason berdiri dari kursinya, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang jarang terlihat."Dia pingsan?" Jason mematung di tempatnya berdiri.Damian segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Ia panik dan wajahnya penuh kecemasan saat menggendong Savanah yang tak sadarkan diri. Sementara Jason mengikuti mereka dari mobil lainnya bersama supir karena dia berjalan lebih lambat.Begitu tiba di ruang gawat darurat, seorang dokter langsung memeriksanya, dan beberapa saat kemudian, dokter itu keluar
Bab 238Saat bulan-bulan berlalu, Damian dan Savanah semakin mantap menghadapi masa depan bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan komitmen yang telah mereka bangun, mereka merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang.Pada akhirnya, cinta mereka yang diuji oleh waktu dan rintangan akhirnya menemukan jalannya kembali. Mereka tidak hanya menjadi pasangan suami istri, tetapi juga menjadi keluarga yang utuh, siap menyambut anggota baru yang akan membawa kebahagiaan lebih besar dalam hidup mereka.Malam itu, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang tenang tetapi penuh dengan emosi yang belum sepenuhnya terselesaikan.Damian merasa lebih yakin bahwa ia harus melindungi keluarga kecilnya, sementara Savanah berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi masa depan bersama pria yang ia cintai, meskipun penuh dengan tantangan dan keraguan.Dalam keheningan malam, hanya s
"Dia mengandung anakku, dia istriku dan tidak ada bagian darimu di sana! Kau paham?!" Damian mengatakan semua gundahan hatinya dengan suara keras dan tegas.Roni menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Damian, aku tidak ingin membuat masalah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menjauh. Tapi bukan karena aku takut padamu. Aku melakukannya karena aku peduli pada Savanah, dan aku ingin yang terbaik untuknya.”Cuih!Damian membuang salivanya ke samping dengan rasa jijik. "Akhirnya kau paham!""Ingat ucapanmu! Jangan pernah dekat dengannya lagi!"Roni mengangguk perlahan dengan perasaan terpuruk.“Bagus!" lanjut Damian. "Tapi ingat, jika aku melihatmu mendekati istriku lagi, kau tidak akan mendapatkan peringatan kedua.”Dengan itu, Damian berbalik dan meninggalkan gym, meninggalkan Roni dengan wajah penuh kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam. Ke
Damian tidak terpengaruh. “Kau bebas mencoba, Keisha. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluargaku lagi.”Keisha meninggalkan lokasi pertemuan dengan wajah penuh amarah, tetapi Damian merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa telah mengambil kendali penuh atas hidupnya.***Setelah mengetahui kebenaran tentang malam di Salvastone, Damian masih merasakan amarah yang tertahan di dalam dirinya. Ia tidak hanya marah kepada Keisha yang mencoba memanipulasi kenyataan, tetapi juga kepada Roni, pria yang berani mendekati istrinya dan bahkan mengklaim hubungan yang tidak pernah ada.Damian memutuskan untuk menghadapi Roni secara langsung. Ia tahu di mana pria itu biasanya berada—gym kecil di pinggiran kota tempat Roni melatih tubuhnya.Dengan langkah cepat, Damian melajukan motornya ke sana, wajahnya mencerminkan ketegasan dan kemarahan yang ia rasakan.Ketika
Savanah tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih memerah. “Ya, Damian. Kau tidak melepaskanku bahkan sesudah berulang kali kamu mendapatkan pelepasan, dan aku… aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku tanpa sadar sudah mencintaimu, bahkan saat itu.”Damian menarik napas panjang, rasa bersalah yang selama ini menghantui dirinya perlahan menghilang, digantikan oleh kelegaan dan kebahagiaan yang tak terkira.“Aku bodoh,” katanya dengan suara rendah. “Aku membiarkan Keisha memanipulasiku dengan kebohongannya, sementara wanita yang aku cari selama ini adalah kamu, istriku sendiri.”Savanah menggeleng. “Semua sudah berlalu, Damian. Yang penting sekarang adalah kita tahu kebenarannya.”Damian kembali memeluk Savanah, membiarkan air mata kecil jatuh di pipinya. “Aku mencintaimu, Savanah. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita lagi. Kamu ad
Damian menyebut tanggalnya, dan Savanah membekap mulutnya sendiri. Hatinya berdebar keras."Damian… itu aku. Aku juga berada di sana malam itu. Aku… aku merasa semuanya begitu aneh, tapi aku ingat. Aku mengalami pelecehan. Lalu Roni mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tanggal dan harinya sama! Itu aku.""Kau?""Keisha tidak hadir di malam itu, dia mengambil shift pagi!" pekik Savanah tak percaya.Damian menatapnya dengan penuh kebingungan. "Apa? Savanah, maksudmu…""Ya," potong Savanah dengan tegas. "Wanita itu adalah aku. Aku bahkan memiliki bukti. Petugas sekuriti yang berjaga malam itu melihat kita. Dia mencatat bahwa aku masuk ke ruang ganti untuk mengambil sesuatu. Selain itu, aku menemukan cincin di kantung kemeja kerjaku. Lalu Keisha merampasnya dan saat itu kamu datang lalu...""Astaga!" Savanah menutup bibirnya dengan tangan, dia baru mengerti bahwa Damian mengira Keisha adalah wanit
Savanah mencoba melawan, tetapi kekuatan Damian terlalu besar. Bibir pria itu sudah mencium lehernya dengan rakus, kembali lagi meninggalkan jejak merah yang tidak mungkin disembunyikan.Gigitannya yang intens terasa seperti tanda kepemilikan yang ingin ia tunjukkan kepada dunia. Tangannya memeras bagian depan Savanah dengan kuat sehingga Savanah merasa kesakitan.“Damian, berhenti!” Savanah memohon, suaranya gemetar. “Ini terlalu banyak. Cukup!”Namun, Damian tidak mendengarkan. Tubuhnya terus menekan tubuh Savanah, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa wanita itu tidak pernah lupa siapa yang memiliki dirinya sepenuhnya."Damian, ini menyakitkanku!" teriak Savanah, berusaha melepaskan diri dari tangan Damian yang menyakiti beberapa bagian sensitif miliknya.Dengan cepat, Damian membuka kemeja tidurnya sehingga bagian depannya terekspos dengan indah dan Damian segera melahapnya denga
Tanpa tujuan yang jelas, Roni berjalan hingga sampai di sebuah taman kecil yang sepi. Ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar, menundukkan kepala sambil memandangi tanah.Seorang ibu dengan anak kecil lewat di depannya, suara tawa anak itu membuat hati Roni terasa semakin hancur. Ia membayangkan seperti apa rasanya jika ia yang berada di tempat Damian—memiliki Savanah dan seorang anak bersama, membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, bayangan itu hanya membuatnya semakin sadar bahwa semua itu adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Itu bukan anakku juga, Roni... kamu hanya terlalu berharap," gumamnya sambil tertawa lepas.Roni meraih sebotol air yang ia bawa, meneguknya dengan cepat. Tangannya bergetar, dan tanpa sadar, ia memukul bangku kayu di sebelahnya dengan keras.“Bodoh,” gumamnya."Sungguh bodoh!"“Bodoh karena berpikir aku punya kesempatan.”Roni menunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan mulai mengalir,
Roni mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap diam, meskipun tubuhnya jelas menunjukkan ketegangan yang luar biasa.“Savanah masih sehebat dulu,” lanjut Damian dengan nada yang dibuat seolah-olah ia hanya sedang bercakap-cakap santai. “Kami bahkan mengulangnya beberapa kali sampai dia minta ampun. Tubuhnya semakin montok sekarang, mungkin karena dia sedang hamil anakku. Tapi kau tahu? Itu justru membuatnya semakin nikmat.”Roni terdiam dan mengetatkan rahangnya.Kata-kata Damian menghantam Roni seperti pukulan bertubi-tubi. Ia menatap Savanah dengan mata yang penuh luka, tetapi wanita itu hanya bisa menunduk, tidak mampu menghadapi tatapannya.“Kau tahu tentang kehamilannya?” tanya Roni akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan rasa kecewa.Damian tersenyum kecil. “Tentu saja. Anak ini milikku, dan aku akan memastikan bahwa dia tumbuh dengan kedua orang tuanya yang lengkap. Jadi, apa yang tersisa untukmu, Roni?”Roni terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya lebih dalam daripada yang
Damian menatap tubuh Savanah dengan tatapan penuh kekaguman. “Kamu semakin padat, Savanah,” bisiknya dengan suara rendah yang menggoda. “Itu membuatku semakin ingin menempel terus padamu.”Savanah mencoba menghindar, tetapi Damian sudah mendekapnya erat, membuatnya tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ia mencium leher Savanah perlahan, meninggalkan jejak kecil yang membuat wanita itu merasa tubuhnya memanas lagi.“Damian, sudahlah,” rengek Savanah dengan suara bergetar. “Kita sudah melakukannya berkali-kali. Aku lapar…”Namun, Damian tidak berhenti. Bibirnya terus menjelajahi tubuh Savanah, memberikan tanda-tanda percintaan yang ia tahu tidak akan mudah hilang. Setiap jejak yang ia tinggalkan terasa seperti pernyataan kepemilikan, seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Savanah adalah miliknya, tidak ada yang lain.“Damian,” desah Savanah, mencoba menarik diri, tetapi tubuhnya sendiri mulai menyerah pada kehangatan yang diberikan pria itu.“Aku hanya ingin memastikan,” bisik Damian samb