Damian memutar kursinya, matanya menerawang ke luar jendela. "Ini hanya akan membuatku semakin membencinya!"
Roni menggeleng perlahan, menyadari bahwa Damian tidak sekadar berbicara tentang Savanah, melainkan tentang hubungannya dengan sang ayah yang penuh dengan kendali dan tekanan.
"Jadi, apa rencanamu sekarang?" tanya Roni sambil melirik Damian dengan penuh rasa ingin tahu.
Damian menoleh kembali, dengan mata yang menyiratkan tekad baru. "Dia ingin bekerja, maka aku akan memberikan pekerjaan yang cukup untuk membuatnya merasa bahwa pilihannya adalah salah!"
Roni tersenyum, merasa tertarik dengan dinamika yang sedang terjadi. "Kau selalu suka menantang Ayahmu, ya?" katanya setengah bercanda.
Damian tidak menjawab, hanya melemparkan pandangan tajam ke arah pintu yang baru saja dilalui ayahnya, seolah berjanji pada dirinya sendiri bahwa kali ini, ia tidak akan membiarkan keputusan Jason berjalan begitu saja tanpa perlawanan.
"Dia membeli Sav
Namun, sebelum Damian bisa menjawab, Keisha mendekatkan diri dan mulai berbisik pelan di telinganya, "Aku punya kabar dari Bella tadi. Katanya dia tanpa sengaja melihat Savanah siang ini, sedang makan siang dengan seorang pria tua yang terlihat kaya."Damian, yang tadinya terlihat kelelahan, langsung menegakkan tubuhnya dan menoleh ke arah Keisha.Matanya sedikit menyipit, menandakan rasa penasaran yang tiba-tiba timbul. "Apa maksudmu? Pria tua kaya?" tanyanya dengan nada tajam, mencoba meneliti setiap kata yang diucapkan Keisha.Keisha mengangguk pelan, melirik Damian dengan tatapan menggoda. "Iya, Bella melihatnya di restoran mahal dekat bar tadi. Savanah duduk bersama pria itu, dan mereka terlihat akrab. Pria itu kelihatan tua tapi berkelas, mungkin seseorang yang punya banyak uang. Mereka berbicara dengan sangat serius, seperti sedang membahas sesuatu yang penting."Damian merasa darahnya mulai mendidih. Pikirannya langsung terisi dengan kecurigaan. A
Keisha ingin menunjukkan layar ponselnya lagi, tetapi Damian segera memeluknya agar wanita itu tidak semakin marah."Sudahlah, tenangkan dirimu! aku lelah sekali!" gumamnya sambil bersandar di bahu Keisha."Damian..." Keisha merengut dengan suara yang manja dan Damian hanya memeluk wanita itu agar diam.Damian, merasa tertekan oleh tuntutan Keisha. Ia tahu bahwa Keisha menginginkan lebih dari sekadar menjadi kekasih gelapnya, dan dalam beberapa hal, ia bahkan merasa bahwa Keisha layak mendapatkan lebih.Namun, ada banyak hal yang tidak semudah itu diubah. Pernikahan dengan Savanah mungkin tidak dibangun atas cinta, tetapi perceraian bisa membawa konsekuensi yang sulit diprediksi.“Percayalah, Keisha, aku ingin mengakhirinya,” ucap Damian dengan suara yang lebih rendah. “Tapi, aku harus menemukan waktu yang tepat. Kalau aku menceraikannya sekarang, ayahku akan murka, dan itu bisa merusak banyak hal.”Damian tidak mungk
Savanah bangkit perlahan, masih menahan rasa sakit di kulit kepalanya. Ia merasa bingung sekaligus marah karena tuduhan yang tiba-tiba dilontarkan Damian.“Damian, kau tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan,” jawabnya dengan nada bergetar, berusaha untuk tenang.“Aku tidak punya hubungan dengan pria tua manapun. Jika ada yang melihatku makan siang dengan seseorang, itu mungkin salah lihat atau salah mengenal seseorang yang mirip denganku karena aku hanya makan bersama..."Savanah tidak dapat melanjutkan kalimatnya karena Damian sudah mencekik lehernya."L-lepaskan, Damian! S-sakit!" Savanah meronta dan berusaha lepas dari cengkraman kuat pria penuh kebencian itu.Damian tertawa sinis, nada suara yang penuh ejekan. “Kau mengakuinya 'kan? Benarkah?”Ia menelusuri wajah Savanah yang sedang meronta, membuat wanita memukulnya dan berusaha menggapai napas.“Aku tidak bodoh, Savanah. Kau pikir aku akan p
Damian mengerutkan dahinya, berusaha mengingat mengenai pertualangannya di malam nahas dalam bar Salvastone. Wanita itu juga memiliki luka bakar yang hampir sama. Namun, Damian tidak begitu yakin, karena saat itu sangat gelap dan dia tidak melihat dengan jelas."Aku belum pernah memeriksa tubuh Keisha," gumamnya pelan.Damian mengulurkan tangannya untuk meraba sisi dalam paha Savanah, hanya untuk memastikan itu adalah luka yang sama, tetapi sentuhan singkatnya malah membuat Savanah terkejut dan bangun.Wanita itu segera menarik selimut untuk membalut tubuhnya yang polos."Mau apa kamu?" pekik Savanah dengan kedua mata membulat sempurna."Cuih!" desis Damian lalu memalingkan wajahnya. "Seperti aku tidak pernah melihat bagian tubuhmu saja! Ini bukan pertama kalinya bagi kita? Tidak usah dramatis dan sok suci!"Damian berdiri dan membalut handuk ke pinggangnya lalu melangkah menuju ke kamar mandi. "Hari ini dan seterusnya, kamu ikut aku ke kant
Kepalanya berputar dan pandangannya mulai buram. Ia mencoba menegakkan tubuhnya, namun gagal. Tangannya gemetar saat ia meraih lengan Damian."Damian..." suaranya lirih dan nyaris tak terdengar.Damian segera menoleh, melihat wajah Savanah yang pucat pasi. "Savanah? Kau baik-baik saja?"Sebelum ia sempat menjawab, pandangan Savanah menggelap dan tubuhnya ambruk.Keadaan di ruang makan berubah kacau balau, dengan Damian berteriak memanggil bantuan dan Jason berdiri dari kursinya, wajahnya menunjukkan keterkejutan yang jarang terlihat."Dia pingsan?" Jason mematung di tempatnya berdiri.Damian segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Ia panik dan wajahnya penuh kecemasan saat menggendong Savanah yang tak sadarkan diri. Sementara Jason mengikuti mereka dari mobil lainnya bersama supir karena dia berjalan lebih lambat.Begitu tiba di ruang gawat darurat, seorang dokter langsung memeriksanya, dan beberapa saat kemudian, dokter itu keluar
Damian terdiam, tertekan oleh setiap kata yang diucapkan ayahnya. Lebih tidak suka lagi pada saat keberadaan sang Ibu disertakan dalam omelan Ayahnya.Rasa bersalah dan malu berkecamuk dalam hatinya, meskipun ia sendiri tidak tahu apakah semua tuduhan ini benar-benar tepat sasaran. "Ayah, tunggu... ini semua tidak seperti yang Ayah pikirkan. Aku tidak pernah bermaksud menyakiti Savanah," katanya, mencoba menjelaskan dengan suara bergetar.Namun, Jason tidak ingin mendengar penjelasan apapun. “Tidak seperti yang aku pikirkan?!” serunya sinis.“Lalu bagaimana penjelasanmu tentang semua luka itu? Apa kau akan mengatakan itu semua kebetulan?!”"Siapa yang melakukannya? Jawab?!" teriak Jason dengan suara kasar.Damian terdiam sejenak, mencari jawaban dalam pikirannya. Mereka memang memiliki hubungan yang intens dan penuh gairah, tapi tidak bisa menjelaskan tindakannya yang memang sudah menyakiti Savanah karena kemarahannya
Setelah beberapa saat, Savanah dipindahkan ke kamar inap yang mewah di rumah sakit tersebut.Kamar itu lengkap dengan fasilitas terbaik, dirancang untuk kenyamanan pasien kelas atas. Damian tetap berada di sisinya, menunggu dengan gelisah sementara para perawat memastikan Savanah terbaring nyaman dan memberikan instruksi tentang perawatan lanjutan.Namun, ketenangan itu segera terganggu ketika ponsel Damian mulai berdering. Nama "Keisha" muncul di layar, memancarkan cahaya yang berkedip-kedip.Ini bukan panggilan pertama yang ia abaikan dari Keisha hari ini. Sejak tadi ponselnya terus berbunyi, tetapi Damian memilih untuk tidak mengangkatnya. Situasi dengan Savanah sudah cukup membuatnya cemas dan pusing, dan ia tidak ingin berurusan dengan hal lain yang bisa menambah beban pikirannya.Sementara di sisi lain, ketika panggilan itu terus tak terjawab, Keisha mulai merasa sangat marah. Ia merasa diabaikan dan diremehkan.Selama ini, hubungannya dengan
John mengangguk, matanya tetap tertuju pada Keisha. Ia mendengarkan dengan serius, meskipun di dalam hatinya ia merasakan keinginan yang semakin kuat.Sejak lama, ia sudah menyimpan perasaan khusus terhadap Keisha, tetapi selalu menahan diri karena tahu bahwa hatinya masih terkait dengan Damian.Kini, dengan melihat Keisha yang sedang mabuk dan rapuh di hadapannya, perasaan itu semakin sulit diabaikan.“Aku mengerti, Keisha. Kau pantas mendapatkan yang lebih baik,” jawab John sambil menggenggam tangannya.“Seseorang yang tidak akan mempermainkan perasaanmu seperti itu.”Keisha menatap tangan John yang memegang tangannya dengan lembut. Sentuhan itu terasa berbeda—hangat dan penuh perhatian, sesuatu yang sudah lama ia rindukan.Perlahan, ia mendekatkan tubuhnya, meletakkan kepalanya di bahu John. “Terima kasih, John...,” bisiknya. “Kau selalu ada di sini untukku, meski aku terus-menerus kembali p
Sarah segera menjawab, "sayang. Tentu sayang sekali. Tapi aku sedikit panik karena Damian, kalian masih ingat pria tampan yang menolongku saat itu, ahhh... Dia begitu tampan dan aku begitu mencintainya...""Apakah dia mencintaimu?" tanya salah sebuah komentar yang masuk ke layar ponsel Sarah."Seharusnya dia mencintaiku, tetapi belakangan ini, dia berubah."Sarah mengusap pipinya dengan lembut. Kedua kelopak matanya terasa sangat perih saat ini. Sehingga air matanya semakin terlihat deras.Karena itu juga, simpati dari para penonton yang menyaksikan acara siaran langsung itu semakin bersimpati dan jumlah tayang yang mengikuti aku Sarah menjadi semakin banyak.“Aku tidak tahu kenapa Damian bisa memilih seseorang seperti dia,” ujarnya, suaranya bergetar penuh emosi. “Aku yang mencintainya dengan tulus, malah diabaikan. Sedangkan Savanah…,” Sarah menarik napas panjang, memanfaatkan jeda untuk menambah drama
Sebuah desiran halus merambat dalam hati Sarah, "lumayan, Dokter.""Saya akan memeriksa Anda sebentar ya."Angeli dan Robert mundur beberapa langkah untuk memberi ruang bagi Dokter tampan itu agar bisa memeriksa dan mencatat laporan."Bagaimana keadaannya, Dokter?""Tidak masalah, kesehatannya sudah pulih dengan baik, punggungnya hanya membutuhkan beberapa bulan fisioterapi, tetapi sejauh ini, semua sudah berjalan dengan baik," sahut sang dokter lalu menoleh ke arah Sarah."Saya akan meresepkan vitamin untukmu besok. Kamu sudah boleh beristirahat di rumah dan kembali dua hari lagi untuk melakukan fisioterapi," lanjutnya."M-maksud Dokter, saya sudah boleh pulang?" Sarah merasa mulai gelisah, dia tidak ingin pulang. Dengan berada di Rumah Sakit, dia memiliki alasan untuk merengek kepada Damian."Ya, bukankah hal itu yang ditunggu semua pasien? Anda sudah terlihat sehat dan boleh pulang." Dokter itu mengernyitkan alisnya karena merasa a
Keisha menarik tangannya dengan sedikit jijik, karena status wanita yang berbaring di ranjang itu tentu saja lebih rendah daripadanya yang hidup dalam kemewahan.Sarah tersenyum, dalam hatinya dia menyakinkan bahwa setelah 20 miliar di tangannya, mungkin dia bisa memanfaatkan uang yang nilainya fantastis itu untuk membuat Keisha bertekuk lutut suatu hari."Dan bantu aku ke ranjang Damian, setidaknya aku ingin tubuh pria itu walau sekali saja."Mendengar permintaan Sarah, Keisha segera menutup mulut dengan sebelah tangannya karena tiba-tiba ingin muntah lagi."A-aku benar-benar butuh obat maag," ucap Keisha dengan wajah yang mulai pucat.""Baiklah, silakan pergi. Saya mengantuk." Sarah segera memundurkan pantatnya dan menarik selimut. Dia tidak ingin berbicara lebih lanjut dengan Keisha lagi.Keisha keluar dari rumah sakit dengan perasaan kacau. Ia tidak menemukan Damian, t
"Uhm, aku belum makan siang dan bau makanan yang kamu makan itu," ucap Keisha sambil melirik mangkuk sisa bubur dengan ayam."Ayam, bubur ayam bukan? Aku membenci baunya," lanjut Keisha agar Sarah tidak mencurigai apa pun."Kamu pernah bermalam dengan Damian?" tanya Sarah mulai panik.Keisha mengerutkan dahinya, mencerna dengan baik apa yang sedang disampaikan oleh wanita itu. Dia tidak ingin terjebak sama sekali karena dia tahu, Sarah juga menginginkan Damian."Tentu saja, apa kamu belum pernah tidur dengannya?" balas Keisha sembari menutup hidungnya lalu berjalan menuju ke kaca jendela kemudian membuka jendela, menganti sirkulasi udara di dalam kamar itu.Entah kenapa dia merasa mual.Sarah menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara kecil, "aku ingin sekali berada di ranjangnya."Keisha kembali menatap wanita itu dengan sinis. Tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang seharusnya menjadi foku
Namun, Keisha tidak menyerah. Ia terus mengendarai mobilnya, menyusuri jalanan sambil menebak arah Damian. Hingga akhirnya, ia melihat sebuah rumah sakit di mana Sarah berada."Arah yang sama!" seru Keisha dengan wajah yang mulai memanas.Nalurinya mengatakan untuk berhenti di sana.“Dia pasti di sini,” gumam Keisha sambil memarkirkan mobilnya.Beberapa saat kemudian, dengan langkah cepat, Keisha masuk ke dalam rumah sakit. Ia menyapu pandangannya ke lobi yang ramai, mencoba mencari sosok Damian. Tidak ada. Tetapi di sudut pikirannya, ia yakin Damian ada di sini, mungkin sedang bersama Sarah.Ia berjalan ke arah resepsionis, tetapi sebelum sempat bertanya, ia melihat seorang wanita berambut cokelat panjang di dekat lift. Dari kejauhan, wanita itu memang memiliki kemiripan dengan Sarah.Ketahuan! pikir Keisha, dengan perasaan yang bercampur antara marah dan lega. Ia berjalan
Tiba-tiba, pikirannya melayang pada Savanah. Wajah istrinya yang tenang, senyumnya yang samar, dan caranya menangani segala sesuatu tanpa banyak bicara. Tidak ada tuntutan, tidak ada drama—hanya kehadiran yang diam-diam membuat Damian merasa damai.Tubuhnya yang lembut dan rintihannya yang membuat Damian merasa sempurna sebagai seorang pria.Kenapa aku merindukan Savanah? pikir Damian. Ia menggelengkan kepalanya, mencoba menyangkal perasaan itu.Damian kembali mengecek data-data perusahaan yang akan melakukan kerjasama dengan mengalihkan fokusnya ke layar komputer di hadapannya.Namun semakiin ia melawan, semakin kuat keinginannya untuk bertemu dengan wanita itu.Damian akhirnya mengambil ponselnya kembali, menghidupkannya. Pesan berutun masuk, tentu saja dari Sarah, tetapi pria itu memilih mengabaikan pesan dari Sarah, dan menghubungi Savanah.Setelah beberapa dering, suara lembut istrinya ter
"Kenapa aku harus peduli? Semua ini palsu!" serunya sekali lagi pada dirinya sendiri. Ia tahu bahwa tiga hari lagi, semua ini akan selesai. Ibunya akan bebas dari penjara, dan ia akan meninggalkan kehidupan yang penuh kepalsuan ini. Tidak akan ada lagi peran istri yang harus ia jalani, tidak ada lagi malam-malam penuh kewajiban.Namun, meski ia meyakinkan dirinya bahwa ia tidak peduli, ia tetap tidak bisa menahan senyum kecil di bibirnya. Damian, dengan segala kebingungan dan rasa bersalahnya, tetap tahu bagaimana membuatnya merasa istimewa, meski untuk alasan yang salah.Savanah tidak bisa menolak pesona yang ditawarkan pria tampan dengan garis otot yang keras itu. Pikirannya meronta dan menjerit tetapi tubuhnya ikut terbawa arus permainan Damian di atas ranjang dan karena itu, dia menjadi kesal setengah mati!Dia meneguk habis seluruh isi gelas jus jeruk dan melahap telur dadar dengan gurihnya.Savanah akhirnya bangkit dari kursi sesudah menghabiskan sarapan istimewa yang disiapkan D
Savanah tidak tahu harus menjawab apa. Ingin sekali dia yang menanyakan hal yang sama kepada Damian, tetapi dia sama sekali tidak berani.Dia juga tidak berani menerima hubungan lebih lanjut dengan Damian karena dia sudah merencanakan semuanya.Dia tidak ingin gagal!Dia tidak mau, sebuah pertanyaan tanpa arah dari Damian itu membuat dia berubah pikiran dan kembali terjebak dalam pernikahan palsu yang bahkan mertuanya, Jason, sudah melepaskannya.Malam bergairah? Itu hanya kebutuhan sesaat karena mereka sama-sama sudah dewasa. Savanah menegaskan perkataan itu berulang kali dalam hatinya.“Terima kasih,” bisik Damian. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa kamu.”Kata-kata itu membuat dada Savanah terasa berat. Ironis sekali, pikirnya. 'Dia mungkin berpikir aku adalah tempat berlabuh, tapi aku hanya tinggal menunggu waktu untuk pergi.' Savana
Savanah terkejut, tapi ia menahan diri untuk tidak bersuara lebih lanjut dengan menutup mulutnya sendiri. Pelukan Damian terasa kuat, seperti ada magnet yang membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Jangan pergi,” gumam Damian dalam tidurnya. Suaranya berat tapi lembut, seperti seseorang yang berbicara dari dalam mimpi. Savanah bisa merasakan napas hangat pria itu di lehernya, membuat tubuhnya kaku.Savanah ingin menanyakan siapa yang dimaksud Damian, apakah Keisha, atau Sarah? Atau wanita lain? Damian selalu berganti pasangan, jadi Savanah tidak bisa menebak siapa yang sedang berada dalam mimpi pria itu saat ini.“Damian,” bisiknya, mencoba membangunkan pria itu dengan pelan. Namun Damian hanya merapatkan pelukannya, membuat Savanah semakin sulit untuk bergerak.Hati Savanah mulai berpacu kencang karena sepertinya pria itu tidak benar-benar sedang bermimpi."Damian,