Dengan tubuh yang masih terasa nyeri, perut yang kosong dan kepala yang dipenuhi berbagai pikiran, Savanah mencoba menjalani harinya seperti biasa.
Setelah menguatkan dirinya sendiri, ia mengembuskan napasnya perlahan dan bersiap berangkat ke tempat kerjanya walau perutnya tidak terisi apa-apa, dia segera menuju ke bar Salvastone dengan menaiki bus.
Bekerja di bar itu bukanlah sesuatu yang ia sukai, tetapi setidaknya itu memberinya sedikit pelarian dari kehidupan pribadinya yang kacau.
Kartu tipis yang diberikan Tuan Jason tidak pernah dipakainya lagi, hanya sekali itu saja. Dia juga tidak tertarik untuk menghabiskan lebih banyak uang dari mertuanya.
Saat ia tiba di depan bar Salvastone, langkahnya terhenti. Pintu depan bar yang biasanya terbuka lebar dan menyambut para pelanggan kini tertutup rapat.
Ada perasaan tidak enak yang tiba-tiba menyelimutinya, tetapi ia mencoba menepisnya dan melangkah maju untuk masuk ke dalam. Saat itulah seorang pria
Saat mengemasi barang-barangnya, Savanah tidak bisa menahan perasaan marah dan sedih yang membuncah dalam dadanya. Ia merasa ditelanjangi, tidak hanya dari pekerjaannya, tetapi juga dari harga dirinya.Pekerjaan itu mungkin bukan yang terbaik, tetapi itu memberinya semacam rutinitas dan sedikit rasa kebebasan dari dunia Damian yang mengikat.Walau dia tahu, sejak menjadi Nyonya Muda Pangestu, dia mungkin tidak membutuhkan pekerjaan, tetapi apakah itu berarti kehidupannya akan semakin terikat di dalam dan dia hanya akan menjadi boneka yang digerakkan semaunya oleh Damian?Savanah meraba meja di mana dia ditindah di malam nahas itu dan semua hal buruk terjadi secara beruntun sesudah itu. Seandainya hal itu tidak pernah terjadi, maka Damian mungkin bersikap lebih baik padanya karena mengetahui bahwa dia adalah wanita yang masih suci."Semuanya sudah menjadi bubur," isak Savanah dalam hening.Ketika ia keluar dari bar untuk terakhir kalinya, ia berhent
Saat Savanah sedang berbicara dengan Bu Mirna, ia tidak sengaja melihat sebuah papan kecil yang terpajang di sudut warung, bertuliskan “Dibutuhkan Pelayan.”Tulisan itu membuat Savanah tertegun. Pikirannya segera tergerak, mungkin inilah kesempatan yang ia butuhkan untuk sementara waktu.“Bu Mirna, saya lihat ada lowongan pekerjaan di sini. Apakah Ibu masih mencari pelayan?” tanyanya penuh harap.Bu Mirna tersenyum tipis dan mengangguk. “Iya, memang lagi butuh satu orang lagi. Warung kecil begini, banyak yang harus dikerjakan, dan saya mulai kewalahan. Kamu tertarik, Savanah?”Savanah tidak perlu berpikir dua kali. “Iya, Bu. Saya sangat membutuhkan pekerjaan saat ini,” jawabnya cepat.Pekerjaan sebagai pelayan di warung sederhana ini, gajinya tentu tidak sama dengan bekerja di bar, tetapi ia tidak punya pilihan. Ia membutuhkan penghasilan dan, lebih penting lagi, ia harus bisa mandiri tanpa selalu ter
Sebelum Savanah sempat menjawab atau membela diri, Damian memotong dengan nada tinggi yang penuh kemarahan. “Pulang sekarang dan tunggu aku di rumah! Kalau tidak, aku pastikan warung ini akan lenyap besok pagi,” bentaknya, tatapannya tajam menusuk Bu Mirna yang berdiri tidak jauh dari mereka.Bu Mirna tampak ketakutan. Savanah bisa melihat bahwa wajah wanita paruh baya itu berubah pucat dan tangannya mulai gemetar.Damian jelas-jelas mengancam warung sederhana yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan Bu Mirna, dan itu cukup untuk membuat wanita itu segera mengambil tindakan.“Savanah, maafkan aku…” ucap Bu Mirna dengan suara pelan, penuh penyesalan. “Tapi aku tidak bisa mengambil risiko ini. Warung ini adalah satu-satunya mata pencaharian keluargaku. Aku harus mengusirmu, dan kamu tidak boleh bekerja di sini lagi.”Savanah menundukkan kepalanya, merasa sangat terhina. Hanya beberapa menit yang lalu, ia
Savanah menggigit bibirnya, mencoba menahan perasaan yang membuncah. “Aku hanya… ingin mencari pekerjaan, Damian. Aku tidak mau terus bergantung padamu,” jawabnya pelan, berusaha agar suaranya tetap tenang meskipun hatinya berdegup kencang."Bukankah kamu menyuruh Manager untuk memecatku? Apa yang kau inginkan Damian? Bukankah hubungan kita hanya sebatas kertas dan kau tidak ingin aku bergantung padamu selamanya, bukan?"Savanah melontarkan isi hatinya dengan berapi-api.Damian tertawa sinis, tapi tidak ada kehangatan di balik tawanya. “Bergantung padaku? Kau pikir kau bisa hidup mandiri tanpa bantuan dariku? Lihat dirimu, Savanah. Kau bahkan tidak bisa mempertahankan pekerjaan rendahan itu,” ejeknya dengan sarkastis.“Aku tidak suka kau mencoba-coba bertindak di luar kendaliku. Ingat posisimu.”Savanah mengepalkan tangannya di atas pangkuan. Seluruh tubuhnya bergetar, bukan hanya karena marah, tetapi juga
Ia takut bahwa tidak ada yang akan mempercayainya atau malah menganggapnya sebagai penyebab masalah. Tapi sekarang, duduk berhadapan dengan Jason yang memandangnya dengan serius, Savanah merasa bahwa mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran.“Damian… dia sedang mengendalikan hidupku,” kata Savanah dengan suara pelan, nyaris berbisik. “Aku tidak bisa membuat keputusan sendiri tanpa persetujuannya, dan setiap kali aku mencoba melakukan sesuatu untuk diriku sendiri, dia selalu marah. Seperti hari ini... Aku hanya mencoba mencari pekerjaan, tapi dia menghancurkan kesempatan itu.”Jason tidak segera merespons, wajahnya tetap tenang tapi matanya menunjukkan perhatian yang dalam."Mencari pekerjaan?""Jadi kamu tidak bekerja di bar itu lagi?" tanya Jason dengan was-was.Savanah mengangguk dan hendak bercerita lebih banyak tentang ketidakadilan yang dia alami, tetapi lidahnya terasa kelu.
Savanah hanya bisa mengangguk, masih merasa sedikit canggung.Jason tidak berniat untuk melepaskan Savanah dari genggaman Damian, wanita itu adalah menantu yang dia pilih. Lebih tepatnya Savanah dipilih oleh mendiang istrinya- Ibu Damian sebelum beliau meninggal.Apa yang dilakukan Jason hanya ingin tahu sampai di mana batas kesabaran mereka dalam hubungan yang rumit ini.Mereka masuk ke dalam kafe dan duduk di sebuah meja dekat jendela. Pelayan segera datang membawa menu, dan saat Savanah membuka buku menu tersebut, matanya membelalak melihat harga-harga yang tertera.Tidak ada yang tahu bahwa Bella, secara kebetulan berada di sana bersama dengan beberapa orang temannya. Hari ini dia tidak bekerja karena mengambil jatah cuti.Pada saat dia melihat sosok Savanah, dia segera menutup wajahnya dengan buku menu yang besar. Berpura-pura sedang melihat menu agar Savanah tidak tahu keberadaannya yang hanya bersebelahan meja.Diam-diam, dia me
Dia harus segera menghubungi Keisha dan melaporkan semua hal ini lalu mendapat penghargaan dari teman baiknya itu. Keisha terbiasa membeli barang mewah dan Damian yang membayarnya."Setidaknya aku bisa meminta tas mewah dari berita ini," gumam Bella dengan bahagia.Bella berpura-pura mengambil beberapa foto sebelum meninggalkan mejanya. Hanya sebagai bukti keberadaan Savanah bersama dengan pria paruh baya yang terlihat kaya."Wanita busuk, menjadi istri Damian tetapi masih melayani pria lain yang terlihat kaya, semuanya hanya demi uang!" geramnya sambil melangkah menjauh dari restoran mewah itu dan mengetikkan pesan kepada Keisha.Setelah beberapa menit berlalu, seorang pria paruh baya dengan setelan rapi masuk ke dalam kafe dan melangkah menuju meja mereka. Jason segera berdiri dan menyapa pria itu berwajah oriental tersebut, “Chang, senang kau bisa datang secepat ini.”Pengacara Chang tersenyum dan menjabat tangan Jason. “Tentu,
Mendengar itu, Savanah segera memohon, "Tuan Chang, tolonglah Ibuku. Dia benar-benar mencintai dan menyayangi Ayah, tidak mungkin dia yang melakukannya."Pengacara Chang mengangguk, "jangan khawatir, hukum akan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Kita hanya perlu mencari pelaku dan motif yang sebenarnya sampai kecelakaan itu terjadi.""Saya akan menyerahkan sepenuhnya kepada Anda," imbuh Jason dengan tegas."Baiklah. Pertemuan kita sampai di sini." Jason berdiri dan mengulurkan tangannya, disusul Savanah yang berjabat tangan dengan Pengacara Chang.Dia sangat terkejut karena sebuah fakta bahwa Pamannya mungkin menginginkan asuransi jiwa selain rumah dan bisnis Ayahnya, yang seharusnya menjadi hak mereka sebagai ahli waris."Saya akan kembali ke kantor dan memerintahkan supir untuk mengantarmu pulang. Beristirahatlah di rumah dan mengenai pekerjaanmu, saya akan membahasnya dengan Damian ini."Perkataan Jason terdengar sebagai sebuah pernyat
Bab 238Saat bulan-bulan berlalu, Damian dan Savanah semakin mantap menghadapi masa depan bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan komitmen yang telah mereka bangun, mereka merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang.Pada akhirnya, cinta mereka yang diuji oleh waktu dan rintangan akhirnya menemukan jalannya kembali. Mereka tidak hanya menjadi pasangan suami istri, tetapi juga menjadi keluarga yang utuh, siap menyambut anggota baru yang akan membawa kebahagiaan lebih besar dalam hidup mereka.Malam itu, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang tenang tetapi penuh dengan emosi yang belum sepenuhnya terselesaikan.Damian merasa lebih yakin bahwa ia harus melindungi keluarga kecilnya, sementara Savanah berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi masa depan bersama pria yang ia cintai, meskipun penuh dengan tantangan dan keraguan.Dalam keheningan malam, hanya s
"Dia mengandung anakku, dia istriku dan tidak ada bagian darimu di sana! Kau paham?!" Damian mengatakan semua gundahan hatinya dengan suara keras dan tegas.Roni menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Damian, aku tidak ingin membuat masalah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menjauh. Tapi bukan karena aku takut padamu. Aku melakukannya karena aku peduli pada Savanah, dan aku ingin yang terbaik untuknya.”Cuih!Damian membuang salivanya ke samping dengan rasa jijik. "Akhirnya kau paham!""Ingat ucapanmu! Jangan pernah dekat dengannya lagi!"Roni mengangguk perlahan dengan perasaan terpuruk.“Bagus!" lanjut Damian. "Tapi ingat, jika aku melihatmu mendekati istriku lagi, kau tidak akan mendapatkan peringatan kedua.”Dengan itu, Damian berbalik dan meninggalkan gym, meninggalkan Roni dengan wajah penuh kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam. Ke
Damian tidak terpengaruh. “Kau bebas mencoba, Keisha. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluargaku lagi.”Keisha meninggalkan lokasi pertemuan dengan wajah penuh amarah, tetapi Damian merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa telah mengambil kendali penuh atas hidupnya.***Setelah mengetahui kebenaran tentang malam di Salvastone, Damian masih merasakan amarah yang tertahan di dalam dirinya. Ia tidak hanya marah kepada Keisha yang mencoba memanipulasi kenyataan, tetapi juga kepada Roni, pria yang berani mendekati istrinya dan bahkan mengklaim hubungan yang tidak pernah ada.Damian memutuskan untuk menghadapi Roni secara langsung. Ia tahu di mana pria itu biasanya berada—gym kecil di pinggiran kota tempat Roni melatih tubuhnya.Dengan langkah cepat, Damian melajukan motornya ke sana, wajahnya mencerminkan ketegasan dan kemarahan yang ia rasakan.Ketika
Savanah tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih memerah. “Ya, Damian. Kau tidak melepaskanku bahkan sesudah berulang kali kamu mendapatkan pelepasan, dan aku… aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku tanpa sadar sudah mencintaimu, bahkan saat itu.”Damian menarik napas panjang, rasa bersalah yang selama ini menghantui dirinya perlahan menghilang, digantikan oleh kelegaan dan kebahagiaan yang tak terkira.“Aku bodoh,” katanya dengan suara rendah. “Aku membiarkan Keisha memanipulasiku dengan kebohongannya, sementara wanita yang aku cari selama ini adalah kamu, istriku sendiri.”Savanah menggeleng. “Semua sudah berlalu, Damian. Yang penting sekarang adalah kita tahu kebenarannya.”Damian kembali memeluk Savanah, membiarkan air mata kecil jatuh di pipinya. “Aku mencintaimu, Savanah. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita lagi. Kamu ad
Damian menyebut tanggalnya, dan Savanah membekap mulutnya sendiri. Hatinya berdebar keras."Damian… itu aku. Aku juga berada di sana malam itu. Aku… aku merasa semuanya begitu aneh, tapi aku ingat. Aku mengalami pelecehan. Lalu Roni mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tanggal dan harinya sama! Itu aku.""Kau?""Keisha tidak hadir di malam itu, dia mengambil shift pagi!" pekik Savanah tak percaya.Damian menatapnya dengan penuh kebingungan. "Apa? Savanah, maksudmu…""Ya," potong Savanah dengan tegas. "Wanita itu adalah aku. Aku bahkan memiliki bukti. Petugas sekuriti yang berjaga malam itu melihat kita. Dia mencatat bahwa aku masuk ke ruang ganti untuk mengambil sesuatu. Selain itu, aku menemukan cincin di kantung kemeja kerjaku. Lalu Keisha merampasnya dan saat itu kamu datang lalu...""Astaga!" Savanah menutup bibirnya dengan tangan, dia baru mengerti bahwa Damian mengira Keisha adalah wanit
Savanah mencoba melawan, tetapi kekuatan Damian terlalu besar. Bibir pria itu sudah mencium lehernya dengan rakus, kembali lagi meninggalkan jejak merah yang tidak mungkin disembunyikan.Gigitannya yang intens terasa seperti tanda kepemilikan yang ingin ia tunjukkan kepada dunia. Tangannya memeras bagian depan Savanah dengan kuat sehingga Savanah merasa kesakitan.“Damian, berhenti!” Savanah memohon, suaranya gemetar. “Ini terlalu banyak. Cukup!”Namun, Damian tidak mendengarkan. Tubuhnya terus menekan tubuh Savanah, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa wanita itu tidak pernah lupa siapa yang memiliki dirinya sepenuhnya."Damian, ini menyakitkanku!" teriak Savanah, berusaha melepaskan diri dari tangan Damian yang menyakiti beberapa bagian sensitif miliknya.Dengan cepat, Damian membuka kemeja tidurnya sehingga bagian depannya terekspos dengan indah dan Damian segera melahapnya denga
Tanpa tujuan yang jelas, Roni berjalan hingga sampai di sebuah taman kecil yang sepi. Ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar, menundukkan kepala sambil memandangi tanah.Seorang ibu dengan anak kecil lewat di depannya, suara tawa anak itu membuat hati Roni terasa semakin hancur. Ia membayangkan seperti apa rasanya jika ia yang berada di tempat Damian—memiliki Savanah dan seorang anak bersama, membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, bayangan itu hanya membuatnya semakin sadar bahwa semua itu adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Itu bukan anakku juga, Roni... kamu hanya terlalu berharap," gumamnya sambil tertawa lepas.Roni meraih sebotol air yang ia bawa, meneguknya dengan cepat. Tangannya bergetar, dan tanpa sadar, ia memukul bangku kayu di sebelahnya dengan keras.“Bodoh,” gumamnya."Sungguh bodoh!"“Bodoh karena berpikir aku punya kesempatan.”Roni menunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan mulai mengalir,
Roni mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap diam, meskipun tubuhnya jelas menunjukkan ketegangan yang luar biasa.“Savanah masih sehebat dulu,” lanjut Damian dengan nada yang dibuat seolah-olah ia hanya sedang bercakap-cakap santai. “Kami bahkan mengulangnya beberapa kali sampai dia minta ampun. Tubuhnya semakin montok sekarang, mungkin karena dia sedang hamil anakku. Tapi kau tahu? Itu justru membuatnya semakin nikmat.”Roni terdiam dan mengetatkan rahangnya.Kata-kata Damian menghantam Roni seperti pukulan bertubi-tubi. Ia menatap Savanah dengan mata yang penuh luka, tetapi wanita itu hanya bisa menunduk, tidak mampu menghadapi tatapannya.“Kau tahu tentang kehamilannya?” tanya Roni akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan rasa kecewa.Damian tersenyum kecil. “Tentu saja. Anak ini milikku, dan aku akan memastikan bahwa dia tumbuh dengan kedua orang tuanya yang lengkap. Jadi, apa yang tersisa untukmu, Roni?”Roni terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya lebih dalam daripada yang
Damian menatap tubuh Savanah dengan tatapan penuh kekaguman. “Kamu semakin padat, Savanah,” bisiknya dengan suara rendah yang menggoda. “Itu membuatku semakin ingin menempel terus padamu.”Savanah mencoba menghindar, tetapi Damian sudah mendekapnya erat, membuatnya tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ia mencium leher Savanah perlahan, meninggalkan jejak kecil yang membuat wanita itu merasa tubuhnya memanas lagi.“Damian, sudahlah,” rengek Savanah dengan suara bergetar. “Kita sudah melakukannya berkali-kali. Aku lapar…”Namun, Damian tidak berhenti. Bibirnya terus menjelajahi tubuh Savanah, memberikan tanda-tanda percintaan yang ia tahu tidak akan mudah hilang. Setiap jejak yang ia tinggalkan terasa seperti pernyataan kepemilikan, seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Savanah adalah miliknya, tidak ada yang lain.“Damian,” desah Savanah, mencoba menarik diri, tetapi tubuhnya sendiri mulai menyerah pada kehangatan yang diberikan pria itu.“Aku hanya ingin memastikan,” bisik Damian samb