Roni tertawa kecil, tapi kali ini dengan nada puas. "Akhirnya! Saatnya kita bergerak. Aku udah tunggu lama merindukan momen ini. Menghajar seseorang bersamamu! Tenang aja, Bro, aku siap. Kasih tahu tempatnya dan aku bakal datang sekarang juga. Biar orang-orang itu tahu mereka nggak bisa main-main sama Savanah, apalagi sama kita."
Damian merasa sedikit lega mendengar antusiasme Roni. Sahabatnya memang selalu bisa diandalkan dalam situasi seperti ini. "Oke, gue akan kirim lokasinya. Kita mulai malam ini. Biar mereka tahu siapa yang mereka hadapi."
"Siap, gue segera berangkat!" jawab Roni penuh semangat. "Gue juga bawa beberapa teman. Biar kita nggak cuma ngasih mereka peringatan, tapi bikin mereka kapok selamanya."
Damian mengakhiri panggilan dengan senyum tipis, meski amarahnya masih membara. Dia tahu, ini bukan hanya soal uang atau hutang. Ini soal harga diri, tentang melindungi orang-orang yang dia sayangi, terutama mertuanya.
Malam ini, mereka akan mema
"Savanah... tidak pernah menggunakan uang itu," lanjut Damian dengan suara rendah namun penuh ancaman."Dia mengirimnya langsung kepada pria ini. Dan pria ini, yang kalian kira hanya pihak luar... ternyata atasan kalian sendiri, yang sudah melarikan diri tentunya."Salah satu penagih mencoba protes, suaranya putus asa. "T-Tapi... kami hanya—""Kalian tidak menyelidiki!" Damian meledak, suaranya memenuhi ruangan. "Dan lebih parah lagi, kalian berani menyentuh istriku!"Para penagih hutang semakin ketakutan, terdiam. Damian melempar pria gempal itu kembali ke lantai dengan kasar."Jadi, apa yang akan kalian lakukan sekarang?" ujar Damian, nadanya penuh tantangan. Para pria itu hanya bisa menunduk, terperangkap di tengah situasi yang sudah di luar kendali mereka.Para penagih hutang, yang sebelumnya angkuh, kini gemetar ketakutan. Salah satu dari mereka, dengan suara serak, mulai merintih. "Kami minta maaf... mohon ampuni kami," jeritnya,
Di dalam kamar VIP yang sunyi, hanya suara gelas dan napas mereka yang terdengar, sementara Damian merenung di balik wajahnya yang tenang.Roni tersenyum tipis sambil menatap Damian, matanya masih memancarkan rasa hormat."Tapi aku tetap menghormatimu sebagai temanku," katanya dengan nada yang lebih lembut. "Maka aku menjaga batas. Sobat, tidak ada yang terjadi di antara kita."Damian menatapnya dengan seksama, mencoba menangkap ketulusan di balik kata-kata itu. Namun, sebelum Damian bisa merespons, Roni tiba-tiba terdiam.Dia meneguk minumannya dalam-dalam, lalu melanjutkan dengan nada yang lebih ringan, tetapi penuh canda. "Maksudku... belum," katanya sambil tertawa.Tawa Roni terasa menggantung di udara, tapi Damian tidak tertawa. Sebaliknya, rahangnya mengeras, amarah mulai merambat ke wajahnya. Dia menatap Roni dengan pandangan yang sulit ditebak, namun Roni hanya tersenyum santai, seolah sedang menguji batas.Tanpa berkata apa-apa, Dam
Perkataannya membuat langkah Roni yang sedang membuka pintu pun terhenti. Pria itu menoleh dan lalu berkata, "kalau pun Savanah hamil anakmu dan pada saat itu kau tidak menginginkannya, maka aku akan ada di sana. Wanita itu layak menerima cinta dari seorang pria sejati!"Bam!Pintu tertutup, meninggalkan Damian dalam amarah yang masih mengelilinginya."Pria sejati untuk wanita yang tidak layak seperti Savanah? Cih!" desis Damian dalam kehampaan ruangan VIP itu.Damian tanpa kata-kata lagi mengambil botol minuman di depannya, mengangkatnya tinggi, dan meneguk isinya langsung sampai habis. Dengan gerakan yang tiba-tiba dan kasar, Damian meletakkan botol itu di meja, pandangannya penuh ketegangan yang ia coba redam.Dia berdiri, ingin keluar dari bar itu, keluar dari perasaan yang terus menghantuinya setiap kali nama istrinya disebut.Saat Damian membuka pintu bar dan menghilang ke dalam malam, Keisha tiba-tiba ada di sana."Eh, Damian.
Wanita itu merasa serba salah, tetapi dia tahu, apa pun itu, dia adalah istri Damian dan menghadapi keseharian pria ini adalah tugasnya. Dia tidak memiliki pilihan sama sekali.Suara air terdengar dari shower yang dihidupkan dari dalam kamar mandi. Hati Savanah bergetar menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.Sebuah dilema baginya, karena dia tahu dirinya bukan seorang wanita yang masih suci. Kalau pun Damian mengetahuinya nanti, maka pria itu akan semakin membencinya.Namun, apa pun itu, dia sadar bahwa tidak memiliki hak menolak. Dia tidak mungkin minta sebuah perceraian melainkan hanya bisa menunggu dan menunggu sampai Damian yang menceraikannya sesuai dengan batas waktu perjanjian perceraian yang sudah dia tanda tangani.Sementara itu, Damian berdiri di bawah pancuran, membiarkan air panas membasahi tubuhnya, namun pikirannya melayang ke percakapan yang tadi.Roni tanpa ragu memuji kecantikan Savanah. "Kamu beruntung, Damian, punya istri sep
Damian mengelus pipi Savanah dengan gerakan lembut sebelum akhirnya berkata, "bagaimana pun juga, ini adalah tubuh wanita. Walau kau tidak suci, tetapi seharusnya masih bisa dinikmati."Perkataannya membuat Savanah merasa hancur karena dia hanya dianggap sebuah tubuh wanita yang menjadi alat penghibur bagi pria.Damian melanjutkan cumbuannya dan mereka sudah hampir polos saat Savanah memberanikan diri bertanya sekali lagi."Kamu tidak akan menyesali malam ini?" tanya Savanah dengan ragu. Napasnya menderu dan suaranya bergetar. Dia mengakui pesona yang dimiliki pria yang sangat tampan itu dan hal itu juga tanpa sadar sudah membuatnya tidak bisa membuatnya menolak cumbuannya.Namun, Damian mengabaikan pertanyaannya, mencium Savanah dengan intensitas yang nyaris seperti ingin menghukumnya, bukan karena cinta.Ciumannya kasar, penuh rasa frustasi yang tak terkatakan. Savanah menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis. Ia tahu malam ini tak akan berakhi
Setengah jam kemudian, Savanah keluar dari kamar mandi dan mendapatkan Damian sudah mendengkur halus.Wanita itu mengeringkan rambutnya ala kadarnya lalu merebahkan diri di samping Damian.Sebelum menutup matanya, dia menelusuri lekuk tubuh Damian yang hanya tertutup selimut sebatas pinggang.Garis otot yang sempurna sebagai seorang pria, tetapi pria itu tidak sebagus penampilannya. Savanah bergumam dalam hatinya, seandainya dia memperlakukan dirinya lebih baik dan lembut, maka dia akan menjadi wanita yang beruntung karena pria yang seperti model patung di sampingnya ini benar-benar mempersona. Nyaris sempurna.Kedua mata bening Savanah berhenti di kalung yang melingkar di leher dan liotin cincin di tengahnya."Kalung yang penuh misteri, apakah ini yang membuatmu dingin dan kejam seperti ini terhadap wanita? Apakah itu milik seseorang yang sangat kamu cintai?"Sambil bermonolog, Savanah tidak sadar tertidur dalam kelelahan.***
"Kartu belanja untukmu. Saya tahu, sikap putraku mungkin tidak sesuai dengan yang kamu harapkan, tetapi saya berharap kamu tetap sabar dalam menghadapinya. Ini adalah bentuk bayaran untukmu," sahut Jason sambil menikmati makanannya.Savanah merasa terpuruk sekaligus merasa direndahkan, seolah-olah apa yang dia lakukan semuanya memang berdasarkan bayaran.Awalnya, pernikahan ini hanya tentang ikatan yang menurutnya sederhana, tentang membebaskan ibunya dari penjara. Namun, perhatian Jason yang tiba-tiba ini, serta kartu belanja yang diberikan, membuatnya merasa canggung.“Terima kasih, Dad. Saya masih muda dan bisa bekerja. Ini tidak perlu sebenarnya…” Savanah berusaha menolak dengan sopan, tetapi Jason hanya melambaikan tangannya dengan santai.“Tidak perlu sungkan, Savanah. Anggap saja ini bagian dari tanggung jawab keluarga. Aku paham kalau Damian mungkin... agak sulit didekati. Tapi, aku berharap kau bisa bertahan." Jason menen
"Suzie menjadi tersangka utama," imbuh Jason seraya menganggukkan kepalanya."I-iya, ini sungguh tidak adil, Tuan Jason, maksudku... Dad."Jason hanya berdehem lalu menyimak cerita Savanah lebih lanjut."Aku sudah mencari pinjaman untuk membayar jaminan namun, uang itu tidak pernah cukup hingga Anda menemukanku," lanjtu Savanah dengan kepala menunduk."Jaminan untuk pembebasan tidak pernah diterima oleh pihak kepolisian. Pengacara Chang juga sedang menyelidikinya."Mendengar itu, Savanah membulatkan kedua matanya, "Benarkah?""Mungkin ada maksud lain di balik kasus pembunuhan Ayahmu dan hal yang perlu kamu ketahui adalah bahwa warisan Ayahmu tidak jatuh ke tangan kalian karena suatu hal lain," jelas Jason dengan sikap datar namun tegas."Aku diusir dari rumah sesudah Ibu dimasukkan ke dalam penjara, dan aku memang tidak memiliki wewenang apa pun terhadap surat-surat mendiang. Paman Robert mengambil alih semua perusahaan yang dimiliki
Bab 238Saat bulan-bulan berlalu, Damian dan Savanah semakin mantap menghadapi masa depan bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan komitmen yang telah mereka bangun, mereka merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang.Pada akhirnya, cinta mereka yang diuji oleh waktu dan rintangan akhirnya menemukan jalannya kembali. Mereka tidak hanya menjadi pasangan suami istri, tetapi juga menjadi keluarga yang utuh, siap menyambut anggota baru yang akan membawa kebahagiaan lebih besar dalam hidup mereka.Malam itu, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang tenang tetapi penuh dengan emosi yang belum sepenuhnya terselesaikan.Damian merasa lebih yakin bahwa ia harus melindungi keluarga kecilnya, sementara Savanah berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi masa depan bersama pria yang ia cintai, meskipun penuh dengan tantangan dan keraguan.Dalam keheningan malam, hanya s
"Dia mengandung anakku, dia istriku dan tidak ada bagian darimu di sana! Kau paham?!" Damian mengatakan semua gundahan hatinya dengan suara keras dan tegas.Roni menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Damian, aku tidak ingin membuat masalah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menjauh. Tapi bukan karena aku takut padamu. Aku melakukannya karena aku peduli pada Savanah, dan aku ingin yang terbaik untuknya.”Cuih!Damian membuang salivanya ke samping dengan rasa jijik. "Akhirnya kau paham!""Ingat ucapanmu! Jangan pernah dekat dengannya lagi!"Roni mengangguk perlahan dengan perasaan terpuruk.“Bagus!" lanjut Damian. "Tapi ingat, jika aku melihatmu mendekati istriku lagi, kau tidak akan mendapatkan peringatan kedua.”Dengan itu, Damian berbalik dan meninggalkan gym, meninggalkan Roni dengan wajah penuh kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam. Ke
Damian tidak terpengaruh. “Kau bebas mencoba, Keisha. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluargaku lagi.”Keisha meninggalkan lokasi pertemuan dengan wajah penuh amarah, tetapi Damian merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa telah mengambil kendali penuh atas hidupnya.***Setelah mengetahui kebenaran tentang malam di Salvastone, Damian masih merasakan amarah yang tertahan di dalam dirinya. Ia tidak hanya marah kepada Keisha yang mencoba memanipulasi kenyataan, tetapi juga kepada Roni, pria yang berani mendekati istrinya dan bahkan mengklaim hubungan yang tidak pernah ada.Damian memutuskan untuk menghadapi Roni secara langsung. Ia tahu di mana pria itu biasanya berada—gym kecil di pinggiran kota tempat Roni melatih tubuhnya.Dengan langkah cepat, Damian melajukan motornya ke sana, wajahnya mencerminkan ketegasan dan kemarahan yang ia rasakan.Ketika
Savanah tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih memerah. “Ya, Damian. Kau tidak melepaskanku bahkan sesudah berulang kali kamu mendapatkan pelepasan, dan aku… aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku tanpa sadar sudah mencintaimu, bahkan saat itu.”Damian menarik napas panjang, rasa bersalah yang selama ini menghantui dirinya perlahan menghilang, digantikan oleh kelegaan dan kebahagiaan yang tak terkira.“Aku bodoh,” katanya dengan suara rendah. “Aku membiarkan Keisha memanipulasiku dengan kebohongannya, sementara wanita yang aku cari selama ini adalah kamu, istriku sendiri.”Savanah menggeleng. “Semua sudah berlalu, Damian. Yang penting sekarang adalah kita tahu kebenarannya.”Damian kembali memeluk Savanah, membiarkan air mata kecil jatuh di pipinya. “Aku mencintaimu, Savanah. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita lagi. Kamu ad
Damian menyebut tanggalnya, dan Savanah membekap mulutnya sendiri. Hatinya berdebar keras."Damian… itu aku. Aku juga berada di sana malam itu. Aku… aku merasa semuanya begitu aneh, tapi aku ingat. Aku mengalami pelecehan. Lalu Roni mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tanggal dan harinya sama! Itu aku.""Kau?""Keisha tidak hadir di malam itu, dia mengambil shift pagi!" pekik Savanah tak percaya.Damian menatapnya dengan penuh kebingungan. "Apa? Savanah, maksudmu…""Ya," potong Savanah dengan tegas. "Wanita itu adalah aku. Aku bahkan memiliki bukti. Petugas sekuriti yang berjaga malam itu melihat kita. Dia mencatat bahwa aku masuk ke ruang ganti untuk mengambil sesuatu. Selain itu, aku menemukan cincin di kantung kemeja kerjaku. Lalu Keisha merampasnya dan saat itu kamu datang lalu...""Astaga!" Savanah menutup bibirnya dengan tangan, dia baru mengerti bahwa Damian mengira Keisha adalah wanit
Savanah mencoba melawan, tetapi kekuatan Damian terlalu besar. Bibir pria itu sudah mencium lehernya dengan rakus, kembali lagi meninggalkan jejak merah yang tidak mungkin disembunyikan.Gigitannya yang intens terasa seperti tanda kepemilikan yang ingin ia tunjukkan kepada dunia. Tangannya memeras bagian depan Savanah dengan kuat sehingga Savanah merasa kesakitan.“Damian, berhenti!” Savanah memohon, suaranya gemetar. “Ini terlalu banyak. Cukup!”Namun, Damian tidak mendengarkan. Tubuhnya terus menekan tubuh Savanah, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa wanita itu tidak pernah lupa siapa yang memiliki dirinya sepenuhnya."Damian, ini menyakitkanku!" teriak Savanah, berusaha melepaskan diri dari tangan Damian yang menyakiti beberapa bagian sensitif miliknya.Dengan cepat, Damian membuka kemeja tidurnya sehingga bagian depannya terekspos dengan indah dan Damian segera melahapnya denga
Tanpa tujuan yang jelas, Roni berjalan hingga sampai di sebuah taman kecil yang sepi. Ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar, menundukkan kepala sambil memandangi tanah.Seorang ibu dengan anak kecil lewat di depannya, suara tawa anak itu membuat hati Roni terasa semakin hancur. Ia membayangkan seperti apa rasanya jika ia yang berada di tempat Damian—memiliki Savanah dan seorang anak bersama, membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, bayangan itu hanya membuatnya semakin sadar bahwa semua itu adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Itu bukan anakku juga, Roni... kamu hanya terlalu berharap," gumamnya sambil tertawa lepas.Roni meraih sebotol air yang ia bawa, meneguknya dengan cepat. Tangannya bergetar, dan tanpa sadar, ia memukul bangku kayu di sebelahnya dengan keras.“Bodoh,” gumamnya."Sungguh bodoh!"“Bodoh karena berpikir aku punya kesempatan.”Roni menunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan mulai mengalir,
Roni mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap diam, meskipun tubuhnya jelas menunjukkan ketegangan yang luar biasa.“Savanah masih sehebat dulu,” lanjut Damian dengan nada yang dibuat seolah-olah ia hanya sedang bercakap-cakap santai. “Kami bahkan mengulangnya beberapa kali sampai dia minta ampun. Tubuhnya semakin montok sekarang, mungkin karena dia sedang hamil anakku. Tapi kau tahu? Itu justru membuatnya semakin nikmat.”Roni terdiam dan mengetatkan rahangnya.Kata-kata Damian menghantam Roni seperti pukulan bertubi-tubi. Ia menatap Savanah dengan mata yang penuh luka, tetapi wanita itu hanya bisa menunduk, tidak mampu menghadapi tatapannya.“Kau tahu tentang kehamilannya?” tanya Roni akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan rasa kecewa.Damian tersenyum kecil. “Tentu saja. Anak ini milikku, dan aku akan memastikan bahwa dia tumbuh dengan kedua orang tuanya yang lengkap. Jadi, apa yang tersisa untukmu, Roni?”Roni terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya lebih dalam daripada yang
Damian menatap tubuh Savanah dengan tatapan penuh kekaguman. “Kamu semakin padat, Savanah,” bisiknya dengan suara rendah yang menggoda. “Itu membuatku semakin ingin menempel terus padamu.”Savanah mencoba menghindar, tetapi Damian sudah mendekapnya erat, membuatnya tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ia mencium leher Savanah perlahan, meninggalkan jejak kecil yang membuat wanita itu merasa tubuhnya memanas lagi.“Damian, sudahlah,” rengek Savanah dengan suara bergetar. “Kita sudah melakukannya berkali-kali. Aku lapar…”Namun, Damian tidak berhenti. Bibirnya terus menjelajahi tubuh Savanah, memberikan tanda-tanda percintaan yang ia tahu tidak akan mudah hilang. Setiap jejak yang ia tinggalkan terasa seperti pernyataan kepemilikan, seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Savanah adalah miliknya, tidak ada yang lain.“Damian,” desah Savanah, mencoba menarik diri, tetapi tubuhnya sendiri mulai menyerah pada kehangatan yang diberikan pria itu.“Aku hanya ingin memastikan,” bisik Damian samb