Namun Paman Savanah tidak peduli. Dia melanjutkan, suaranya semakin penuh dengan kemarahan. "Aku datang bukan hanya untuk memprotes undangan, Savanah. Aku datang untuk mengungkap kebenaran yang kau dan ibumu sembunyikan selama bertahun-tahun!"
"A-apa maksudmu?" Suzie mulai merasa panik karena adik mendiang suaminya ini memang tidak pernah melakukan hal yang baik di matanya.
Ruangan itu kini dipenuhi desisan dan bisikan. Semua mata tertuju pada Paman Savanah, yang kini menatap langsung ke arah ibu Savanah. "Kalian semua harus tahu, Ibu Savanah ini bukanlah wanita baik-baik yang kalian kira! Dia telah mencelakai adiknya sendiri, saudara kandungku!"
Para tamu tersentak, mata mereka beralih pada ibu Savanah yang tampak pucat seketika. Suasana semakin tegang, dengan bisikan mulai mengisi udara. Ibu Savanah mencoba berbicara, tetapi kata-katanya tersangkut di tenggorokannya.
"Paman, ini tidak benar!" kata Savanah dengan suara terguncang, berusaha menghentikan t
Namun, Paman Savanah terus memanas-manasi suasana, menunjukkan kertas-kertas yang katanya adalah bukti pencemaran atas dirinya itu."Lihatlah! Semua ini adalah bukti bahwa dia berbohong pada kalian semua! Damian, pria sebesar dan sekaya Anda, pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari ini!"Damian, yang selama ini diam dengan ekspresi penuh kendali, perlahan melangkah maju. Sorot matanya tajam menatap Paman Savanah dan kemudian beralih pada kertas-kertas di tangannya."Kau kira aku akan percaya pada tuduhan tanpa dasar seperti ini?" tanyanya dengan nada dingin.Namun Paman Savanah tak gentar, terus menyodorkan "bukti" tersebut. Anak perempuannya menatap Damian dengan harapan, berharap bahwa kekacauan ini akan membuka peluang baginya untuk merebut tempat Savanah di sisi pria kaya itu.Savanah, yang hampir putus asa, memandang Damian dengan penuh harapan, berharap pria itu tetap percaya padanya di tengah badai tuduhan yang menghancurkan reputasin
"T-tapi Damian, kamu tidak mencintaiku dan pernikahan kita hanya di atas kertas, bukan?"Savanah berkata-kata dengan napasnya yang tertahan. Seluruh tubuhnya gemetar, bukan karena cinta, tapi karena ketakutan akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya.Dia bukan wanita yang suci lagi, dan meskipun dia tahu dirinya sudah menjadi istri Damian. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Damian jika mengetahui kebenaran itu.Damian bergerak cepat lalu menindih Savanah."t-tunggu!" Dengan cepat, Savanah berbohong, mencari cara untuk menghindari tuntutan Damian. "Aku... aku sedang halangan," ucapnya dengan suara serak, berusaha terlihat meyakinkan.Damian mengerutkan dahinya. Namun, Damian bukanlah orang yang mudah dibohongi. Mata dinginnya memicing, dan ekspresinya berubah menjadi kemarahan yang dalam."Kau pikir aku sebodoh itu untuk percaya pada alasanmu?" geramnya. Dalam sekejap, tangannya yang besar dan kuat mencengkeram leher Savanah
Keisha memegang lehernya yang terasa nyeri. Pria itu terkesan kasar dan tidak ada sisi kelembutannya, tetapi Keisha harus sabar karena dia ingin merubah status kehidupannya menjadi Nyonya Muda dari keluarga kaya raya.Damian mengelus leher Keisha yang berbekas dan merasa bersalah, "maafkan aku."Dia lalu meraih Keisha dan merangkulnya dan menyandarkan kepala di bahu Keisha, "aku lelah sekali. Aku akan menginap di sini, ya?"Keisha mengangguk dengan penuh simpati. Mereka tidur dan saling berpelukan sampai pagi hari.Sementara Savanah bangun dengan kepala yang masih berat. Dia tidak menyangka sudah menjadi istri dari seseorang dan saat ini dia akan pergi untuk mengunjungi Ibunya sekalian melunasi uang kost.Tanpa berfirasat apa-apa, dia berdandan kemudian melangkah keluar dari pintu besar rumah Damian, hendak berjalan kaki menuju ke halte bis seperti biasa.Alangkah terkejutnya pada saat seorang pria membuka pintu mobil dan memberi hormat kepa
Roni tersenyum tipis, tak sepenuhnya terkejut dengan jawaban tersebut. "Tentu saja, tapi bukankah itu hal pertama yang biasanya dilihat orang?" Ia meliriknya lagi, kali ini lebih lama."Damian seharusnya melihat lebih dari sekadar penampilan. Seseorang sepertimu… pantas mendapatkan lebih."Savanah menghela napas panjang, tidak berniat menanggapi lebih jauh. Setiap kali nama Damian disebut, ada beban yang menghimpit hatinya, sesuatu yang ia hindari untuk dibahas, terutama dengan orang seperti Roni. Perjalanan kembali tenggelam dalam keheningan, namun kini keheningan itu terasa lebih berat."Anda udah memiliki kekasih hati?" tanya Savanah, mencoba mencairkan suasana yang mulai terasa terlalu berat. Ia ingin mengalihkan pembicaraan mengenai Damian, mencoba mengarahkan percakapan ke sesuatu yang lebih ringan. Namun, begitu pertanyaan itu keluar, Savanah langsung merasakan suasana berubah lagi. Tatapan Roni yang awalnya tenang kini menyiratkan sesuatu yang leb
Angeli maju dan melempar beberapa dokumen ke wajah Savanah, "Lihat! Akibat perbuatan suamimu, tulang belakang putriku patah!"Savanah terkejut dan segera meraih dokumen yang tergeletak di lantai, membacanya sekilas. Sementara Roni tetap berdiri di tempatnya di antara kerumunan dan memantau keadaan. Dia seharusnya menghadiri rapat penting tetapi Damian yang seharusnya berada di sini malah tidak tampak batang hidungnya.Ternyata apa yang sedang dibaca Savanah adalah dokumen laporan hasil medis. Sarah Brown divonis tidak bisa berjalan normal karena tulang punggung yang patah akibat terdorng oleh Damian semalam pada pesta pernikahan mereka."I-ini." Lidah Savanah terasa kelu. Dia sama sekali tidak sanggup untuk mengatakan apa pun. Sebuah kesalahan yang fatal bagi Damian dan tentu saja itu akan berdampak banyak."Di mana suamimu? Kulihat kamu turun dengan pria lain dari mobil mewah. Sebegitu jalangkah dirimu mengingat kau baru menikah semalam?" tanya Angeli Br
"Eh, kalian kenapa bubar?" Angeli mulai berteriak dengan panik. Mendapatkan banyak penonton dan pendukung adalah siasat mereka dalam menghancurkan seseorang. Namun, mereka tidak tahu mengenai keberadaan Roni di sana."Siapa kau? Berani sekali? Membawa wanita busuk ini padahal kau tahu dia baru menikah!" seru Robert tidak mau kalah."Jangan-jangan..."Roni menatap tajam ke arah Robert, membuat pria paruh baya itu tidak berani melanjutkan kalimatnya karena aura dingin yang menusuknya.Roni hanya terdiam dan menuntun Ibu Savanah untuk bangkit berdiri."Nak, terima kasih atas bantuanmu. Tapi, Ibu mohon, jangan sampai ada salah paham antara kamu dengan Damian mengenai Savanah. Anak gadisku ini sudah cukup menghadapi masalah.""Aman, Bu. Damian teman baik saya. Apa yang dia hadapi, saya juga akan menghadapinya," ucap Roni sambil melirik ke arah Robert dan Angeli, seolah-olah menekankan kalimatnya.Robert menelan salivanya dan mulai merasa t
"Oh, Pengacara sedang mengutus seseorang untuk mencari tahu apakah ada cctv yang merekam semua kejadian itu dan informasi apa yang sudah dimiliki oleh keluarga Brown itu untuk menyerang Anda.""Bagus. Pergilah..." Damian mengangkat tangannya lalu memberi kode agar sang asisten keluar.Damian hendak menyesap kopinya kembali tetapi ternyata gelas itu sudah kosong. Dengan kesal, Damian melangkah kembali ke mejanya dan hendak memesan kopi.Namun, beberapa kali melakukan panggilan lewat interkom, tidak ada yang mengangkatnya.Dengan penasaran, Damian keluar dari ruangannya dan dengan mimik heran Damian melangkah menuju ke kerumunan pegawai yang terlihat seperti membahas sesuatu yang serius."Kamu tahu, Roni mendekati Nyonya muda, lalu berkata, kamu juga cantik dan-" Perkataan sang supir terhenti karena dia melihat keberadaan Damian di sana dengan tatapan bagaikan elang yang sedang lapar."T-tuan."Semua karyawan yang berada di sana buru-bu
Damian tidak mau ada seorang pun yang mengetahui mengenai luka di lehernya, sehingga luka itu susah sembuh karena sama sekali tidak diobati. Belom lagi kalung yang dia pakai, tanpa sengaja mengores lapisan kulit di mana ada luka.Alih-alih mengoleskan obat, dia hanya menempelkan tissue kemudian menutupnya dengan kerah kemeja."Merepotkan!" desisnya menahan sakit.Sambil menahan luka yang mulai terasa nyeri, Damian memikirkan sedang apa Savanah dan apakah istri yang baru dinikahinya itu memang murahan seperti itu sampai menggoda Roni?Damian memutuskan untuk menghubungi Roni. Namun, karena Roni sedang rapat bersama beberapa koleganya, dia sama sekali tidak mengangkat panggilan.Damian mulai memikirkan hal negatif yang mungkin kedua orang itu lakukan. Sampai membayangkan bahwa mereka sedang berada di salah satu kamar VIP bar Salvastone, bernyanyi karaoke dengan gembira lalu berakhir di ranjang yang sama dan Roni menertawakan kebodohannya karena mendapatkan seorang istri yang menjadi sim
Savanah berhasil melepaskan dirinya dari pelukan Damian, lalu berdiri dengan cepat di sebelah tempat tidur. Matanya memancarkan kemarahan yang tak bisa ia sembunyikan.“Kau tidak bisa memaksaku untuk memberikan sesuatu yang tidak ingin kuberikan, Damian!” serunya.Damian duduk di tempat tidur, menatap Savanah dengan tatapan tenang tetapi intens. “Aku tidak memaksamu, Savanah. Aku hanya ingin kau jujur pada dirimu sendiri.”“Aku sudah jujur!” balas Savanah dengan suara gemetar. “Aku tidak menginginkanmu lagi dalam hidupku. Jadi, tolong keluar dari kamar ini.”"Aku akan menikah dengan Roni! Kalau kamu masih belum mendengar dengan jelas, maka aku akan mengulangnya ribuan kali sampai kamu bisa mencatatnya dalam kepalamu!" geram Savanah.Namun, Damian tetap duduk di sana, tidak bergerak sedikit pun. “Kalau begitu, buktikan,” katanya pelan.
Damian menatapnya dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Savanah, tolong,” katanya pelan, suaranya lebih lembut dari biasanya. “Aku hanya butuh tempat untuk tidur malam ini. Aku janji tidak akan menyentuhmu atau mengganggumu. Hanya tidur.”"Ini sudah malam sekali, apakah kamu tega menyuruhku keluar untuk mencari hotel?""Aku juga baru keluar dari Rumah Sakit, membawa motor malam-malam bisa membahayakan...""... dan jangan lupa, aku juga baru mengalami kecelakaan karena motor baru itu..."Savanah terdiam. Ada sesuatu dalam nada suara Damian yang membuatnya sulit untuk menolak, meskipun ia tahu bahwa mengizinkannya masuk bisa membawa lebih banyak masalah.Setelah beberapa saat, Savanah menghela napas panjang dan melangkah ke samping, memberi ruang bagi Damian untuk masuk. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Tapi kau tidur di lantai. Aku akan mengambilkan selim
"Lagipula, kamu dan Keisha bisa segera memulai hidup baru tanpa adanya gangguan apa pun. Aku juga akan menikah dan menjalani hidup yang baru. Bukankah ini adalah akhir yang adil untuk semua orang?"Damian tidak menjawab, tetapi matanya tetap terpaku pada Savanah, seolah-olah mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan.Melihat Damian yang memilih diam dan malam yang semakin larut, Savanah merasa saatnya untuk tidur dan mungkin membahas hal lainnya besok pagi. Dia merasa harus menjaga kondisi kesehatan dirinya untuk bayi yang berada dalam kandungannya."Sudahlah, beristirahatlah. Mungkin besok pagi kita bisa membicarakan hal ini kembali dengan tubuh dan kepala yang lebih segar," ucap Savanah.Savanah akhirnya meninggalkan Damian sendirian di ruang utama bar, membiarkannya tetap di sofa. Malam itu, meskipun Damian bersikeras untuk tinggal, suasana di Salvastone terasa jauh lebih dingin daripada biasanya
Savanah memandang Damian dengan tatapan tidak percaya. Pria itu, yang baru saja membuat seluruh ruangan tegang dengan kehadirannya, kini dengan santai menjatuhkan dirinya ke sofa besar di lantai dua di mana sebelumnya Roni tiduran.Damian menyandarkan tubuhnya, mengangkat satu kaki ke atas sandaran sofa, dan melipat kedua tangannya di belakang kepala. Wajahnya terlihat santai, seolah-olah ia adalah pemilik tempat itu.“Apa yang kau lakukan, Damian?” tanya Savanah, nada suaranya naik. “Kau tidak bisa begitu saja masuk ke sini dan bertingkah seolah-olah ini tempatmu.”Damian membuka matanya perlahan, menatap Savanah dengan senyum kecil yang penuh tantangan. “Aku memutuskan untuk tinggal di sini. Aku rasa ini tempat yang nyaman.”“Damian, aku serius,” kata Savanah, matanya memerah karena marah. “Pergilah dari sini sebelum aku benar-benar kehilangan k
Damian berhenti sejenak, menatap dokter itu dengan dingin. “Terima kasih atas saran Anda, Dok. Tapi saya tahu tubuh saya lebih baik dari siapa pun.”“Tuan Damian, ini berisiko. Anda masih membutuhkan waktu—”“Cukup,” potong Damian sambil melangkah pergi. “Saya sudah memutuskan.”"Ingatlah untuk kembali dan melakukan fisioterapi, dan Anda juga belum diperbolehkan untuk membawa motor dan...""Hei... Tuan Damian."Apa pun yang dikatakan oleh sang Dokter, tidak menjadi perhatian Damian. Pria itu bergerak terus menuju ke parkiran, di mana motornya sudah berada di sana.Angin malam langsung menyambutnya dengan dingin. Di tempat parkir, motornya dia hidupkan. Mesin kendaraan itu mengaum begitu ia memutarnya, mengisi keheningan dengan suara yang tajam.Meskipun tubuhnya masih terasa lemah, Damian tidak peduli. Ia mengenakan helm, menarik napas dalam-dalam, lalu melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan rumah sakit.Tujuannya sudah jelas: Bar Salvastone.Sepanjang perjalanan, pikirannya dipe
"Kamu terlihat pucat, Sayang."Savanah mengangguk kecil.Roni memandang Savanah dengan tatapan penuh perhatian. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar rasa mual atau lelah. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya bertanya, “Savanah, kapan kita akan melangsungkan pernikahan?”Pertanyaan itu membuat Savanah terdiam. Ia menunduk, mencoba menghindari tatapan Roni. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ia belum siap untuk menjawab pertanyaan itu.“Roni,” katanya pelan, suaranya hampir bergetar, “tentang tadi… aku—aku hanya menantang Damian.”Roni terdiam, wajahnya berubah sedikit suram. “Jadi, kau mengatakan itu hanya untuk membuat Damian marah?” Suaranya terdengar lesu dan penuh kekecewaan.Savanah tidak menjawab, tetapi raut wajahnya sudah cukup menjelaskan segalanya. Roni menghela napas berat, mencoba menenangkan dirinya dari rasa kecewa yang mulai merasuk.“Aku mengerti,” kata Roni akhirnya, meskipun suaranya terdengar sedikit getir. “Aku hanya menjadi alat permainanmu.”Sav
Savanah berbalik ke arah Roni, menggenggam tangannya erat, dan berkata dengan nada penuh keyakinan, “Roni, aku bersedia menikah denganmu.”Roni tertegun sejenak, jelas tidak menduga bahwa Savanah akan mengatakan hal itu di saat seperti ini. Namun, senyumnya perlahan muncul, dan ia membalas genggaman tangan Savanah dengan lembut.“Terima kasih, Savanah,” kata Roni dengan suara yang penuh emosi. Lalu memeluk Savanah dengan erat. Dia lalu memegang dagu Savanah dan melayangkan ciuman yang intens.Savanah membalas ciuman yang dalam itu dengan penuh perasaan tanpa menanggapi apalagi mempedulikan siapa yang berada di sana.Wajah Damian langsung berubah. Untuk pertama kalinya, tatapan dinginnya digantikan oleh ekspresi marah yang tidak bisa ia sembunyikan. Rahangnya mengeras, dan ia mengepalkan tangannya dengan kuat di sisi tubuhnya.“Bagus,” katanya dengan suara re
Savanah hanya bisa tersenyum kecil, meskipun hatinya masih terasa berat. “Aku hanya ingin semuanya kembali seperti dulu, Bu. Aku ingin hidup kita kembali tenang.”Suzie menarik napas panjang. “Kadang-kadang, hidup tidak memberi kita ketenangan yang kita harapkan. Tapi kau harus ingat, Savanah, bahwa kekuatanmu akan membawamu melewati semuanya.”Ketika percakapan mulai mereda, Roni melangkah mendekat dengan senyum lembut. Ia mengambil beberapa buah dari keranjang dan meletakkannya di piring kecil.“Ibu harus makan sesuatu,” kata Roni dengan nada sopan tetapi tegas. “Ini akan membantu menjaga energi Anda.”Suzie menatap Roni dengan senyum hangat. “Terima kasih, Roni. Kau selalu perhatian pada Savanah, dan sekarang juga padaku.”Roni mengangguk dengan tulus. “Savanah berarti segalanya bagi saya, Bu. Saya hanya ingin memastikan bahw
Keisha menyeringai, menikmati ketegangan yang terjadi di dalam lift. Namun, Damian tetap tenang, meskipun matanya sedikit menyipit. Setelah beberapa detik hening, ia akhirnya berbicara dengan nada dingin dan menusuk.“Barang bekas tidak layak diperebutkan,” katanya singkat.Savanah merasa tubuhnya kaku mendengar kata-kata itu. Tatapannya langsung jatuh ke lantai, mencoba menyembunyikan rasa sakit yang mendalam. Namun, sebelum ia bisa mengatakan apa pun, Roni merengkuh bahunya lebih erat.“Dia tidak perlu layak untukmu,” balas Roni dengan tajam. “Yang penting, dia layak untukku. Itu sudah cukup.”Damian tidak menjawab. Ia hanya berdiri dengan ekspresi dingin, tetapi tatapannya sesekali melirik ke arah Savanah. Di sisi lain, Keisha menyenggol lengan Damian dengan senyum sinis.“Biarkan saja mereka, Damian,” kata Keisha dengan nada men