Angeli maju dan melempar beberapa dokumen ke wajah Savanah, "Lihat! Akibat perbuatan suamimu, tulang belakang putriku patah!"
Savanah terkejut dan segera meraih dokumen yang tergeletak di lantai, membacanya sekilas. Sementara Roni tetap berdiri di tempatnya di antara kerumunan dan memantau keadaan. Dia seharusnya menghadiri rapat penting tetapi Damian yang seharusnya berada di sini malah tidak tampak batang hidungnya.
Ternyata apa yang sedang dibaca Savanah adalah dokumen laporan hasil medis. Sarah Brown divonis tidak bisa berjalan normal karena tulang punggung yang patah akibat terdorng oleh Damian semalam pada pesta pernikahan mereka.
"I-ini." Lidah Savanah terasa kelu. Dia sama sekali tidak sanggup untuk mengatakan apa pun. Sebuah kesalahan yang fatal bagi Damian dan tentu saja itu akan berdampak banyak.
"Di mana suamimu? Kulihat kamu turun dengan pria lain dari mobil mewah. Sebegitu jalangkah dirimu mengingat kau baru menikah semalam?" tanya Angeli Br
"Eh, kalian kenapa bubar?" Angeli mulai berteriak dengan panik. Mendapatkan banyak penonton dan pendukung adalah siasat mereka dalam menghancurkan seseorang. Namun, mereka tidak tahu mengenai keberadaan Roni di sana."Siapa kau? Berani sekali? Membawa wanita busuk ini padahal kau tahu dia baru menikah!" seru Robert tidak mau kalah."Jangan-jangan..."Roni menatap tajam ke arah Robert, membuat pria paruh baya itu tidak berani melanjutkan kalimatnya karena aura dingin yang menusuknya.Roni hanya terdiam dan menuntun Ibu Savanah untuk bangkit berdiri."Nak, terima kasih atas bantuanmu. Tapi, Ibu mohon, jangan sampai ada salah paham antara kamu dengan Damian mengenai Savanah. Anak gadisku ini sudah cukup menghadapi masalah.""Aman, Bu. Damian teman baik saya. Apa yang dia hadapi, saya juga akan menghadapinya," ucap Roni sambil melirik ke arah Robert dan Angeli, seolah-olah menekankan kalimatnya.Robert menelan salivanya dan mulai merasa t
"Oh, Pengacara sedang mengutus seseorang untuk mencari tahu apakah ada cctv yang merekam semua kejadian itu dan informasi apa yang sudah dimiliki oleh keluarga Brown itu untuk menyerang Anda.""Bagus. Pergilah..." Damian mengangkat tangannya lalu memberi kode agar sang asisten keluar.Damian hendak menyesap kopinya kembali tetapi ternyata gelas itu sudah kosong. Dengan kesal, Damian melangkah kembali ke mejanya dan hendak memesan kopi.Namun, beberapa kali melakukan panggilan lewat interkom, tidak ada yang mengangkatnya.Dengan penasaran, Damian keluar dari ruangannya dan dengan mimik heran Damian melangkah menuju ke kerumunan pegawai yang terlihat seperti membahas sesuatu yang serius."Kamu tahu, Roni mendekati Nyonya muda, lalu berkata, kamu juga cantik dan-" Perkataan sang supir terhenti karena dia melihat keberadaan Damian di sana dengan tatapan bagaikan elang yang sedang lapar."T-tuan."Semua karyawan yang berada di sana buru-bu
Damian tidak mau ada seorang pun yang mengetahui mengenai luka di lehernya, sehingga luka itu susah sembuh karena sama sekali tidak diobati. Belom lagi kalung yang dia pakai, tanpa sengaja mengores lapisan kulit di mana ada luka.Alih-alih mengoleskan obat, dia hanya menempelkan tissue kemudian menutupnya dengan kerah kemeja."Merepotkan!" desisnya menahan sakit.Sambil menahan luka yang mulai terasa nyeri, Damian memikirkan sedang apa Savanah dan apakah istri yang baru dinikahinya itu memang murahan seperti itu sampai menggoda Roni?Damian memutuskan untuk menghubungi Roni. Namun, karena Roni sedang rapat bersama beberapa koleganya, dia sama sekali tidak mengangkat panggilan.Damian mulai memikirkan hal negatif yang mungkin kedua orang itu lakukan. Sampai membayangkan bahwa mereka sedang berada di salah satu kamar VIP bar Salvastone, bernyanyi karaoke dengan gembira lalu berakhir di ranjang yang sama dan Roni menertawakan kebodohannya karena mendapatkan seorang istri yang menjadi sim
Damian melepaskan Savanah dan mengelus pipinya yang ditampar tadi. "Ini adalah tamparan terakhir darimu. Kalau sekali lagi menampar, maka lihat saja apa yang bisa kulakukan untuk membalasmu!"Savanah segera memakai seragamnya dengan air mata yang mulai berlinang dan terpaksa membiarkan Damian menyaksikannya dengan tatapan mencibir."Apa maumu ke mari?" tanya Savanah dengan suara bergetar, menahan kekesalan dalam hatinya."Mau memperingatkanmu mengenai pernikahan palsu kita! Ini!" Damian melempar dokumen, tepat mengenai bagian depan dada Savanah."Baca dan tanda tangani!" Damian memasukkan tangan ke kantong celananya lalu melangkah pelan mengelilingi ruangan kecil tersebut sementara Savanah mulai membuka dokumen dan membacanya sekilas.Savanah kesal melihat banyaknya tulisan dan pasal-pasal yang membingungkan. Dia hanya mengecap pendidikan Sekolah Menengah. Semakin membaca, hanya akan membuat kepalanya berat.Sementara Damian tiba-tiba teringat dengan malam penuh gairah yang dia alami,
Namun, Keisha tak mendengarkan. Matanya berkilat marah, dan tangannya tetap mencengkeram rambut Savanah. "Tidak seperti yang kupikirkan? Aku melihat semuanya, Damian! Kau berlutut di hadapannya, kau—"Savanah mencoba menarik napas di tengah rasa sakit pada kakinya, namun juga amarah. "Lepaskan, Keisha! Ini bukan urusanmu!""Ini sakit!"Damian meraih tangan Keisha, mencoba menenangkan kekasihnya yang terbakar emosi. “Keisha, dengarkan aku! Savanah terluka, aku hanya membantu!”Keisha menatap Damian dengan penuh kemarahan dan kekecewaan, matanya yang berapi-api kini mulai basah. “Membantu? Apa kau pikir aku bodoh, Damian?""Katakan? Mengapa kalian berdua bisa berada di sini? Ini ruang pekerja. Aku tahu, jalang ini pasti menggodamu, bukan?" Keisha menarik rambut Savanah lebih keras."Lepaskan, ini sakit!" pekik Savanah dengan kelopak mata yang sudah penuh."Lepaskan dia, Keisha!" Damian meninggikan suaranya.Mendengar itu, Keisha menghempaskan tangannya dengan kasar sehingga Savanah terb
"Biar aku menuntunmu," tawar rekan kerjanya berusaha membantu tetapi Savanah mengatakan bahwa dia akan keluar sendiri. Dia membutuhkan waktu sebentar.Akhirnya, beberapa menit kemudian, Savanah berjalan keluar dengan langkah tertatih dan sedikit pincang pada kaki kirinya."Anda siapa?" tanya Savanah saat melihat seorang pria berpakaian casual dan terlihat seperti preman."Saya dari pinjol, anda mempunyai hutang dan saya datang utnuk mengklarifikas," sahut pria itu sambil tersenyum licik dan menelusuri lekuk tubuh Savanah sambil berjalan mengelilingi wanita itu."Eh, tapi aku sudah membayar semua, " sargah Savanah."Tetapi kami belum menerima sepersen pun! Anda hanya berpura-pura!" Pria itu segera menarik tangan Savanah sehingga tubuh mereka hampir menempel."Lepaskan!" pekik Savanah seraya mendorong tubuh pria itu sehingga mereka memiliki jarak.Savanah menatap pria itu dengan sorot mata tajam, meski tubuhnya terasa lemah. Hatinya ber
Damian menatap punggung Keisha yang menjauh. Sesaat kemudian, dia segera berlari mengejar wanitanya."Sudah-sudah, kita pergi berbelanja. Jangan merajuk lagi, kepalaku psuing!"Mendengar kata belanja, tentu saja hidung wanita itu kembang-kempis."Kita naik mobil kali ini?" tanya Keisha dengan kedua mata berbinar-binar."Tentu saja, Sayang." Damian segera mengeluarkan ponselnya dan memanggil seseorang.Tidak lama kemudian, sebuah mobil mewah keluaran terbaru berhenti tepat di hadapan mereka. Kedua mata Keisha membulat sempurna dan mulutnya tidak sanggup tertutup.Mobil sport berwarna hitam berkilau itu adalah mobil mahal yang hanya dimiliki oleh beberapa orang terkaya di dunia dan Damian memilikinya saat ini."Silakan, Sayangku," ucap Damian sambil membuka pintu dan mempersilakan Keisha masuk.Wanita itu langsung melupakan semua kejadian yang terjadi dan duduk di dalam mobil mewah dengan tatapan tidak percaya.***
Savanah mematung sejenak lalu tertawa kecil, dia sama sekali tidak merasa sebagai bagian dari keluarga Pangestu."Aku dengar apa yang orang-orang bilang tentang kamu. Damian dan Keisha? Apa yang sebenarnya terjadi?" lanjut Roni.Savanah terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Mereka salah paham, Roni. Aku nggak ada niat untuk mendekati Damian. Aku bahkan nggak tahu kenapa mereka berpikir seperti itu.""Tadi Damian datang untuk membuatku menandatangani perjanjian kontrak perceraian, itu saja... dan semua menjadi serba salah.""Perjanjian perceraian?" Roni terkejut. Bagaimana mereka bisa bercerai pada saat baru menikah semalam?Savanah menundukkan kepalanya, melihat ke lantai yang masih basah, suaranya melemah. "Tapi, apa yang orang-orang pikirkan sekarang nggak penting. Aku hanya butuh waktu untuk membereskan semuanya..."Roni menatap Savanah dalam-dalam, merasakan ada lebih banyak hal yang dia sembunyikan. "Savanah, k
Savanah tidak tahu harus menjawab apa. Ingin sekali dia yang menanyakan hal yang sama kepada Damian, tetapi dia sama sekali tidak berani.Dia juga tidak berani menerima hubungan lebih lanjut dengan Damian karena dia sudah merencanakan semuanya.Dia tidak ingin gagal!Dia tidak mau, sebuah pertanyaan tanpa arah dari Damian itu membuat dia berubah pikiran dan kembali terjebak dalam pernikahan palsu yang bahkan mertuanya, Jason, sudah melepaskannya.Malam bergairah? Itu hanya kebutuhan sesaat karena mereka sama-sama sudah dewasa. Savanah menegaskan perkataan itu berulang kali dalam hatinya.“Terima kasih,” bisik Damian. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa kamu.”Kata-kata itu membuat dada Savanah terasa berat. Ironis sekali, pikirnya. 'Dia mungkin berpikir aku adalah tempat berlabuh, tapi aku hanya tinggal menunggu waktu untuk pergi.' Savana
Savanah terkejut, tapi ia menahan diri untuk tidak bersuara lebih lanjut dengan menutup mulutnya sendiri. Pelukan Damian terasa kuat, seperti ada magnet yang membuatnya tak bisa melepaskan diri.“Jangan pergi,” gumam Damian dalam tidurnya. Suaranya berat tapi lembut, seperti seseorang yang berbicara dari dalam mimpi. Savanah bisa merasakan napas hangat pria itu di lehernya, membuat tubuhnya kaku.Savanah ingin menanyakan siapa yang dimaksud Damian, apakah Keisha, atau Sarah? Atau wanita lain? Damian selalu berganti pasangan, jadi Savanah tidak bisa menebak siapa yang sedang berada dalam mimpi pria itu saat ini.“Damian,” bisiknya, mencoba membangunkan pria itu dengan pelan. Namun Damian hanya merapatkan pelukannya, membuat Savanah semakin sulit untuk bergerak.Hati Savanah mulai berpacu kencang karena sepertinya pria itu tidak benar-benar sedang bermimpi."Damian,
Damian menghirup aroma rambut Savanah, aroma lembut dan segar yang terasa menenangkan. Ia memejamkan matanya, membiarkan semua beban hari itu memudar. Pelukan itu tidak berisi gairah, melainkan sebuah permintaan diam-diam untuk kedamaian.“Aku hanya ingin seperti ini sebentar,” bisik Damian, suaranya serak.Savanah tetap diam, membiarkan Damian memeluknya lebih erat. Ia merasakan dada pria itu naik turun dengan napas yang berat, dan hatinya tergerak sedikit. Namun, tidak boleh ada simpati, pikirnya. Ia tidak boleh melupakan rencana yang sudah ia susun sejak awal.Savanah menatap sekilas wajah Damian yang tertunduk di bahunya. Betapa lemahnya pria ini, pikirnya. Damian mungkin kuat di mata orang lain, tapi di balik itu, ia adalah seseorang yang tersesat dalam kekacauan hidupnya sendiri. Malam ini, Damian hanya mencari ketenangan—dan sayangnya, ia menemukannya di tempat yang salah.Ti
“Di ruang baca, Tuan Damian,” jawab pelayan itu. Damian mengangguk dan berjalan pelan ke arah yang ditunjukkan.Savanah duduk di sofa ruang baca dan memegang sebuah buku, malam itu dia mengenakan piyama satin berwarna krem dengan rambut yang dibiarkan tergerai, terlihat sangat menawan di mata Damian.Ia menatap Damian yang masuk tanpa berkata-kata, hanya mengangkat alisnya seolah bertanya mengapa pria itu datang."Mengapa kamu belum tidur, apakah sedang menungguku?" Damian sengaja menganggu Savanah dengan pertanyaan tersebut.Savanah tersenyum kecil lalu menjawab dengan enteng, "Kamu tidak biasanya pulang malam-malam begini, hmm, lebih tepatnya dini hari seperti ini, jadi bagaimana kamu mengatakan bahwa aku sedang menunggumu?” balasnya dengan santai sembari meletakkan buku yang tadi ia baca.Damian tidak menjawab langsung. Ia duduk di sofa di hadapan Savanah, menghela napas p
“Keisha, aku tidak akan meninggalkanmu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan Sarah. Dia membutuhkan bantuan, dan aku merasa itu adalah tanggung jawabku," lanjut Damian.Keisha mengangguk kecil, menahan air matanya. “Aku tidak pernah melarangmu membantu. Tapi aku tidak ingin rasa bersalah itu menghancurkan hubungan kita.”"Aku cemburu, Damian." Kedua mata Keisha berkaca-kaca.Sarah hanya bisa memandang Damian dengan tatapan terluka. “Ternyata... Kamu tidak akan pernah benar-benar memahamiku, Damian,” katanya lirih. “Dan kamu tidak pernah benar-benar peduli.”Keisha merasa kesal mendengar perkataan Sarah. Dia lalu menggenggam tangan Damian erat-erat. “Ayo pulang. Sarah butuh dokter, bukan kamu.”Keisha menoleh ke arah Sarah dengan tatapan tajam lalu melanjutkan kalimatnya, "bila perlu, dokter penyakit mental!"Da
Damian tidak sanggup memberi penjelasan dan hanya bisa menepis tangan Sarah yang masih memeluknya dengan lembut."Lepaskan sebentar, aku akan menceritakannya kepadamu nanti," ucap Damian dengan lembut."Damian," panggil Sarah, masih merasa tidak tega dan berusaha merenggek dengan manja.Keisha memperhatikan adegan itu dengan perasaan bercampur aduk. Emosinya sudah naik sampai ke keningnya. Tentu saja dia cemburu!Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres.Damian berdiri, tapi Sarah masih mencengkeram lengannya. Sarah segera menoleh ke arah Keisha dan bertanya, "Keisha? Siapa kamu bagi Damian? Jangan kamu merebutnya dariku lagi.Damian segera melepaskan tangan Sarah lalu memegang lengan Keisha, "Ini... ini bukan seperti yang kamu pikirkan," katanya buru-buru.Keisha menyilangkan tangan di dadanya, ekspresinya penuh kecurigaan. “Bukan seper
“Dari mana kamu mendapatkan ini?” tanya Keisha tajam, berusaha menutupi emosinya.Savanah mengangkat bahu. “Seorang teman yang bekerja di rumah sakit mengirimkannya padaku. Katanya, Damian berlari ke sana seperti pahlawan di film, mencoba menyelamatkan Sarah yang ingin melompat dari gedung. Oh, sangat dramatis, bukan?”"Aah, sepertinya saya harus memberitahumu bahwa kamu juga bisa melihatnya di internet. Hari ini cukup viral si Damian dan Sarah," lanjut Savanah lalu terkekeh pelan. Dia merasa sangat menikmati reaksi Keisha yang terkejut secara terus menerus.Keisha mengalihkan pandangannya dari layar, tapi gambar itu sudah terukir di pikirannya. Hatinya berkecamuk, antara percaya pada Damian atau membiarkan keraguan merasuki pikirannya. Ia bisa menyimpulkan bahwa Sarah menyukai Damian, bahkan mungkin lebih dari sekadar menyukai. Tapi Damian... apakah ia benar-benar akan mengkhianati cinta mereka?
"Nak, Damian. Tolonglah, jaga putri kami satu-satunya. Kalau pun kamu tidak mencintainya, tetaplah di sisinya sementara waktu. Bila kamu pergi, aku takut... dia akan berulah lagi seperti itu lagi dan anakku... hiks, sungguh malang nasibmu karena mencintai pria yang hanya memandang ke arah sepupuku."Damian hanya bisa mengangguk dan menatap Sarah yang sedang tidur dengan wajah datar. Dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan selain membiarkan semua suasana menjadi tenang kembali.Sementara di kantor Damian. Keisha duduk gelisah di sofa, menunggu kedatangan Damian dengan ponsel di tangan. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Damian, tapi pria itu tidak menjawab. Ini bukan kebiasaan Damian. Biasanya, ia akan selalu mengabari atau bahkan datang menjemputnya pulang kerja, meski hujan sekalipun. Tapi malam ini, tidak ada pesan, tidak ada panggilan, hanya kesunyian yang membuat hati Keisha semakin kalut."Apaka
Beberapa orang yang menyaksikan ikut merasakan apa penderitaan Sarah dan menilai Damian hanya memandangnya rendahan lalu melukai wanita itu dengan pemberian uang yang cukup banyak.Damian menggeleng perlahan. “Sarah, aku tidak bisa memperbaiki semuanya dengan cara itu. Aku tahu aku telah salah. Aku tahu kecelakaan itu mengubah hidupmu, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa memaksakan cinta.”"Kamu benar-benar mencintai sepupuku? Bahkan dengan masa lalunya yang buruk itu? Apa kurangnya diriku, Damian?""K-kamu, salah paham, aku..." Damian tidak sanggup meneruskan kata-katanya, dia melirik beberapa ponsel yang mengarah kepadanya. Jika dia menyebutkan nama Keisha saat ini, maka wanita yang tidak punya hubungan apa-apa itu akan kembali terlibat.“Kalau begitu, apa gunanya aku hidup?” tanya Sarah, matanya berkaca-kaca.“Aku bahkan tidak bisa berjalan seperti dulu. Aku