Home / Fantasi / Rahasia Mars / Episode 11

Share

Episode 11

Author: Faya Hayana06
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku mencari bilik pakaian yang tertulis namaku.

"Huh, Mister James itu sungguh sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina, kesal. Aku tertawa mendengarnya.

Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan menjodoh-jodohkan mereka berdua.

"Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam biliknya, aku juga ikut masuk ke dalam bilikku.

"Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi. Baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing.

Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia.

Oke, kelompok selanjutnya..."

Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan mereka.

"Zella, kita sekelompok, Zell." Seru Ghina, senang. Aku hanya tersenyum tipis.

"Kamu kenapa?" Tanya Ghina. Aku menggeleng pelan.

"Kamu tidak suka ya, sekelompok denganku?" Tanya Ghina sedih.

"Eh, tidak kok." Jawabku cepat.

"Terus, kenapa?" Saat aku hendak menjawab, ada yang memanggilku.

"Zella, Ghina!" Kami menoleh.

"Huh, kalian bisa serius tidak sih?!" Ini yang membuatku malas sekelompok dengan mereka, karena ketuanya adalah Vino.

"Iya, sabar dulu kenapa?!" Balas Ghina berseru ketus.

"Hei, santai aja ngomongnya. Jangan nge gas."

"Kamu yang nge gas duluan!" Aku menarik tangan Ghina, untuk pergi menjauh. Aku tidak terlalu peduli dengan kata-kata anak itu.

"Hei, aku sedang bicara. Kalian malah pergi begitu saja? Dasar tidak sopan." Umpatnya. Aku menatap dingin ke arah anak menyebalkan itu.

"Hei, kalian!!" Panggil Mister James.

Kami menoleh.

"Ayo berkumpul, saya akan menjelaskan permainannya. Kelompok pertama akan melawan kelompok kedua, dan saat sudah menemukan pemenang di babak pertama, kelompok yang kalah akan melawan kelompok ketiga. Maka, kelompok yang menang bisa istirahat, dan kelompok tiga atau kelompok yang kalah diantara salah satunya yang menang, akan melawan kelompok yang menang. Faham?" Tanya Mister James tegas.

"Faham!" Jawab kami serentak.

"Baik, kita akan mulai pertandingannya!" Saat kami hendak mengambil posisi, salah satu anggota dari kelompok dua mengangkat tangan.

"Ya, Arga?" Tanya Mister James.

"Apakah kita tidak berdiskusi dulu, Mister?" Tanyanya sedikit ragu.

"Baiklah, saya akan memberikan kalian waktu diskusi selama sepuluh menit dari sekarang!" Kami samua langsung berkumpul sesuai kelompok masing-masing.

"Aku akan membagi siapa saja yang akan di depan, di tengah dan di belakang. Yang di depan itu, aku, dan Ghina, yang di tengah adalah Lian yang paling belakang adalah Zella, Rayn dan Reska."

"Hei, kenapa aku harus dekat kamu?" Tanya Ghina tidak terima.

"Jangan banyak tanya, ikut aja yang aku suruh." Ghina hanya mendengus kesal.

"Oke, aku tidak akan basa-basi lagi, yang akan nge servis pertama kali adalah Rayn. Aku, Ghina, dan Lian akan menjadi setter, kalian juga harus bisa melawan mereka, walaupun tidak menang, itu tidak penting, tapi usahakan kita bisa menang, dan kerjasama tim lah yang akan membuat kita bisa menang." Kami mengangguk.

"Oke, anak-anak, waktu diskusi kalian telah berakhir. Ayo kita mulai pertandingannya!" Kelompokku dan kelompok dua berlari ke lapangan pertandingan.

Sudah setengah jam kami bertanding.

Dan yang memenangkan pertandingan adalah kelompok kami.

"Baik, kita istirahat sejenak." Mister James meniup peluitnya. Kami semua bubar dari lapangan.

Sepuluh menit kemudian, Mister James meniup peluitnya lagi.

"Oke, anak-anak istirahat kalian selesai. Ayo maju kelompok dua dan tiga!" Seru Mister James tegas.

Kelompokku masih boleh istirahat. Walau cuma duduk dan nonton, kami bisa memulihkan kondisi tubuh kami.

Kami terus menonton pertandingannya hingga tidak terasa sudah hampir setengah jam, pertandingan antara kelompok dua dan tiga hampir selesai. Ini penentuan kelompok siapa yang akan menjadi lawan kami.

"Oke, anak-anak pertandingan selesai. Kalian boleh istirahat!" Mister James meniup lagi peluitnya. Dengan skor unggul, kelompok tiga bisa mengalahkan kelompok dua. Aku merasa, mungkin kelompok dua lelah, karena setelah menghadapi kami, mereka harus menghadapi kelompok tiga.

Istirahat kali ini cukup lama, karena ini penentuan siapa pemenangnya.

Lima belas menit kemudian Mister James meniup peluitnya tanda pertandingan penentuan dimulai.

"Ayo, bersiap-siap di tempat kalian. kelompok satu dan tiga!" Kami berlari ke tempat kami masing-masing.

"Heh, akhirnya kita bisa menjadi lawan tanding lagi, Vino." Vino hanya menatap datar ke arah Zidan, selaku ketua kelompok tiga. Yang kudengar dari mulut ke mulut, saat Vino bertanding basket di turnamen basket, Zidan menempati posisi tim lawan. Dan yang kudengar, bahwa tim Vino kalah melawan tim Zidan.

"Seharusnya dari tadi Mister James memberikan lawan setara." Ucap Zidan memanas-manasi kelompok kami.

"Yeah, mungkin waktu itu aku kalah, tapi kupastikan kali ini kelompokku tidak akan kalah." Jawabnya santai, tapi, tetap memakai wajah datar. Zidan mendengus kesal, karena melihat lawan bicaranya tidak sensitif.

"Ayo, kita mulai pertandingannya!"

Kami bertanding dengan sengit, skor kami imbang, dengan skor 1-1.

"Kamu tidak bisa melawanku!" Teriak Zidan marah.

"Kenapa kami tidak bisa melawanmu?" Tanya Vino datar. Kami terus bermain sengit, kelompok dua terus menyemangati kami. Walaupun kami lawan mereka, tapi kami tetap teman mereka.

Related chapters

  • Rahasia Mars   Episode 01

    Aku terus berjalan melewati kelas-kelas. Celingak-celinguk mencari kelasku, kelas X A."Permisi, apa saya boleh tanya? Kelas X A ada di mana, ya?" Tanyaku tanpa basa-basi, ke anak laki-laki berambut cokelat.Orang yang kutanya, hanya melirikku sekilas. Huh, cuek amat sih?! Batinku."Eh, Zella?" Sapa seseorang kepadaku.Suara ini, sepertinya aku kenal deh. Pikirku. "Udah lama ya, kita tidak bertemu. Ternyata kamu sekolah di sini?" Tanyanya lagi. Aku langsung menoleh ke belakang, dan melihat perempuan berambut hitam sebahu."Ghina!?!" Tanyaku tidak percaya.Namaku Anzella Griselda Putri. Umurku enam belas tahun. Mamaku seorang ilmuwan dan Papaku seorang pengusaha, aku mempunyai rahasia kecil, yaitu aku mempunyai kekuatan penyembuhan, mengendalikan tanah dan bisa memanipulasi seseorang dan barang elektronik, aku juga bisa membuka portal.Dan yang menyapaku tadi adalah sahabat kecilku, namanya Tressa Yaghina. Dia seumuran denganku, kami selalu bersama, bersekolah yang sama. Tapi, saat hen

  • Rahasia Mars   Episode 02

    "Eh, itu dia Zella dan Ghina. Hei!" Panggil Nia."Eh, Nia, ngapain?" Tanyaku, saat berpapasan dengannya."Aku mau ke kantin." Jawabnya. Aku menatap bingung ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya."Itu siapa?" Bisikku."Oh iya, aku lupa!" Dia menepuk jidatnya pelan."Kenalin, ini yang namanya Lian." Jawabnya memperkenalkan orang yang di sampingnya."Hai!" Sapa Ghina antusias."Hai!" Balasnya malu."Waah, ternyata laki-laki ada juga yang pemalu, ya?" Lian hanya menunduk malu.Aku menyenggol lengan Ghina. Tidak sopan bicara seperti itu. Ghina hanya nyengir, tanpa merasa bersalah."Eh, lebih baik kita ngobrolnya di kantin aja." Usul Nia."Ide yang bagus!" Ghina mengacungkan jempol. Aku dan Lian mengangguk setuju."Ayo!" Saru Ghina memimpin. Kami berjalan beriringan menuju kantin."Kamu mau pesan apa?" Tanya Nia kepadaku, saat kami sudah mendapatkan tempat duduk masing-masing."Aku mau mie ayam." Jawabku."Kalau kamu, Ghina?" Tanya Nia lagi."Aku batagor." Jawab Ghina."Kalau kamu?"

  • Rahasia Mars   Episode 03

    Kring!!! Kring!!! Kring!!!"Eh Zell, udah istirahat tuh.""Kamu ikut, tidak?" Tanya Ghina kepadaku. "Kamu duluan aja, aku tidak lapar." Jawabku singkat. "Kamu kenapa?" Tanya Ghina, menatapku. "Tidak kenapa-napa, kok." Jawabku pendek. "Ya, sudahlah. kalau begitu aku juga tidak ke kantin lah." Kata Ghina, seraya duduk kembali."Eh, kamu tahu tidak?" Ghina memulai percakapan, mengusir rasa bosan."Tidak, kan belum kamu kasih tahu." Potongku sekenanya. "Iih, makanya dengerin dulu." Kata Ghina gregetan melihat tingkahku. "Oke, apa? Apa?" Tanyaku pura-pura serius."Anak laki-laki yang kamu tanyai waktu itu, nyebelin banget ya." Katanya, memulai topik. "Maksudnya?" Tanyaku lebih serius. "Tadi, waktu pas aku datang, dia nabrak aku tanpa rasa bersalah." Aku yang mendengarkan hampir tertawa melihat ekspresinya, tapi urung karena kasihan."Sabar ya, Ghin." Kataku prihatin."Hahaha, makasih." Balasnya, tersenyum. "Kamu tidak ada berubah, ya." Ghina menatapku jahil. Aku hanya tersenyum sekilas me

  • Rahasia Mars   Episode 04

    "Yuk ke kantin, aku udah lapar nih." Ajak Ghina, karena katanya perutnya sudah meronta-ronta untuk dikasih makan.Aku terkekeh geli, mendengar ajakan Ghina. "Ya udah, yuk." Jawabku kasihan. "Yeay, makasih. Yuk cepat!" Katanya, senang"Oh ya, kamu mau makan apa?" Tanyanya, menatapku"Makan batagor, yuk." Padahal aku belum sempat menjawab, udah di tariknya aja ke tempat batagor.Haha, kalau seperti ini, lebih baik tidak usah nanya. Aku tertawa di dalam hati. "Ayo, cepat!" Ghina menarikku, paksa. Aku tertawa melihat tingkah laku sahabat aku satu ini"Bang, batagornya dua, yah." Pesan Ghina, kepada Abang yang jual batago"Pakai cabe rawit tidak, Neng?" Tanya Abang jual batagor tadi"Satu pakai, kamu mau pakai cabe tidak, Zell?" Ghina menatapku, bertanya. Aku mengangguk, "berarti keduanya pakai cabe, bang." Ucap Ghina kepada Abangjual batagor"Pakai minum, Neng?" Tanya Abang jual batagor, lagi"Pakai, es jeruk dua." Jawab Ghina, lagi"Oke, sebentar ya." Ucap Abang jual batagor, sebelum pe

  • Rahasia Mars   Episode 05

    "Hoaaam.." Aku menoleh ke arah Ghina. Tampaknya dia bosan dengan pelajaran matematika."Oke, anak-anak pelajaran kali ini kita cukupi sampai di sini!" Ucap Pak Anton sedikit berteriak, mengalahkan suara bel pulang.Ghina yang tadinya mengantuk, kembali cerah."Zell, yuk pulang." Aku menatap ke arah Ghina, dia dengan semangatnya membereskan buku-bukunya. Aku tertawa kecil, melihat tingkah lucunya.Kami berlari ke arah angkot yang hampir penuh oleh murid-murid seusia kami."Bentar, Pak!" Teriak Ghina, saat hampir sampai di depan pintu angkot."Ayo nak, masuk." Kami mengangguk, dan masuk ke dalam angkot. "Ahh, akhirnya," aku tertawa kecil melihat Ghina menghapus peluh di wajah."Zell, nanti aku ke rumahmu, yah?","Hmm, boleh tidak, yah?""Boleh lah, boleh lah." Ghina memegang lenganku memohon, manja."Iya, iya, sahabat kyuu." Kataku, meledeknya."Ih, apaan sih." Balasnya menyenggol lenganku, malu."Hahaha." Tawaku meledak.Saat itu, aku tidak sadar orang-orang yang ada di dalam angkot, p

  • Rahasia Mars   Episode 06

    Setelah kepergian Miss Della, ada yang memencet bel, itu bisa kutebak kalau yang datang itu Ghina. Karena Ghina memang datang jam segini (jam lima)." Hai, Ghin." Sapaku, saat sudah di depan pagar rumahku."Hai, mana Mama kamu?" Tanya Ghina saat di halaman rumahku."Ada di dalam." Jawabku, Ghina hanya mengangguk."Eh, rumah kamu tidak ada yang berubah, ya.""Maksud kamu?" Tanyaku bingung, menatapnya tidak mengerti."Iya, tetap besar. Seperti istana Putri." Jawabnya, balas menatapku."Kamu berlebihan Ghin. Mana ada seperti istana." Ucapku kesal, antara malu dan merasa terlalu berlebihan untuk memuji rumahku."Hahaha, maaf-maaf. Aaku hanya bercanda," Ghina hanya tertawa melihat ekspresi wajah kesal ku. Dia mencolek pipiku, yang membuatku semakin kesal."Eh, Nona Ghina, apa kabar?" Sapa Bi Inah, saat kami sudah di dalam rumah. Yang di sapa hanya tersenyum, mengangguk."Mama mana, Bi?" Tanyaku, membiarkan Ghina sibuk sendiri."Di dapur." Jawab Bi Inah. Aku langsung menarik tangan Ghina me

  • Rahasia Mars   Episode 07

    "Eh, Zella. Besok-besok aku ke rumah kamu lagi, ya!" Aku mengangguk."Dengan senang hati." Jawabku, memeluknya. Dia balas memelukku erat."Besok saat hari libur, aku suruh Bunda datang ke sini, bawakan makanan kesukaanmu." Aku tertawa, lalu mengangguk."Dan kita juga harus melanjutkan cerita tadi, nanti aku tanyakan lanjutan ceritanya ke Bunda. Soalnya aku juga penasaran, kenapa Miss Della bisa dekat dengan orang tua kita." Bisik Ghina. Aku mengangguk, tanda setuju."Tapi kita harus menunggu empat hari lagi, baru hari Sabtu." Dia mengeluh."Tidak apa, Ghin." Aku menepuk bahunya pelan, tersenyum.Aku mendengar suara klakson mobil."Eh, sopirnya udah datang tuh, aku pulang dulu ya. Bye!" Ghina melambaikan tangan ke arahku."Hati-hati di jalan, Ghina!" Aku balas melambaikan tangan.Setelah kepulangan Ghina, aku masih menunggu di luar, memikirkan banyak hal."Non Zella, kenapa tidak masuk?" Tanya Kak Reva, salah satu pelayan di rumahku."Eh, nanti saya masuk." Jawabku sedikit kaget. Satu,

  • Rahasia Mars   Episode 08

    Tiba-tiba masa itu berubah..."Anak-anak! Cepat sembunyi!" Seru wanita itu panik."Nyonya Syaffara, bawa putrimu pergi dari sini!" Suruh seorang pria, tubuhnya tidak tinggi dan tidak pula pendek. Tubuhnya pas-pasan.Wanita itu mengangguk, menarik tangan kedua anaknya."Dasar kalian para pengkhianat!" Teriak seorang pria, aku berseru kaget. Yang membuatku kaget adalah, pria yang barusan berteriak tadi itu adalah Ayah mereka yang ada di tempat sebelumnya."Cukup, Barr!" Seru wanita yang lain."Diam kalian!" Dia menyerang siapa saja yang ada di hadapannya, dengan brutal."Kalian semua mengkhianatiku!" Teriaknya, terus menyerang tanpa ampun."Kami tidak pernah mengkhianatimu, Barr." Ucap pria yang lain, menggeleng."Ayah! Bunda!" Teriak seorang remaja perempuan."Syerra!" Balas wanita tadi panik."Anakmu ini akan menjadi korban dari pengkhianatan kalian!" Seru Ayah anak yang tadi kutemui di tempat sebelumnya. Aku bergidik ngeri saat pria itu memenggal kepala gadis itu."Tidaaaak!" Teriak

Latest chapter

  • Rahasia Mars   Episode 11

    Aku mencari bilik pakaian yang tertulis namaku."Huh, Mister James itu sungguh sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina, kesal. Aku tertawa mendengarnya.Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan menjodoh-jodohkan mereka berdua."Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam biliknya, aku juga ikut masuk ke dalam bilikku."Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi. Baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing.Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia.Oke, kelompok selanjutnya..."Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan m

  • Rahasia Mars   Episode 10

    "Pagi, Ma, Pa." Sapaku kepada Mama dan Papa."Pagi, sayang." Balas Mama, tersenyum lembut."Gimana tidurnya, nyenyak?" Tanya Papa, ikut tersenyum. Aku hanya mengangguk, balas tersenyum.Aku langsung menarik kursi dan duduk bersama Mama dan Papaku."Non Zella mau makan apa?" Tanya Bi Inah."Nasi goreng spesial pakai sosis, Bi." Jawabku."Baiklah, saya buatkan dulu ya, Non." Aku mengangguk.Sambil menunggu nasi gorengku, aku mencoba membuka topik pembicaraan."Ma, Pa." Panggilku. Mama dan Papa langsung menoleh ke arahku."Iya, kenapa sayang?" Tanya Papa."Mama dan Papa kenal Miss Della?" Pertanyaan itu terus memenuhi pikiranku semalaman, membuatku harus bertanya pagi ini. Mama dan Papa terdiam. Bi Inah yang sedang membuat nasi goreng, sedikit terkejut mendengar pertanyaanku."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya Mama menatapku.Aku menggeleng. "Tidak ada, hanya ingin tahu saja." Jawabku."Hmm, gimana ya ngejelasinnya." Mama terlihat berpikir keras."Hmm, gini..." Ucapan Mama terputu

  • Rahasia Mars   Episode 09

    Tempatnya kembali berganti..."Kak, aku lapar." Keluh Adiknya."Sabar ya, Derra." Kakaknya mencoba menyemangati Adiknya."Uhuk! Uhuk!" Kakaknya menoleh ke belakang, menatap Adiknya."Derrra, kamu sakit?" Tanya Kakaknya khawatir."Tidak." Adiknya menggeleng. Kakaknya Menurunkan Adiknya, dari gendongannya, lalu memeriksa kening Adiknya."Tidak apanya?!" Kakaknya mengomel."Ayo, kita cari obat!" Seru Kakaknya, kembali menggendong Adiknya."Tapi kita tidak punya uang, Kak." Langkah kaki Kakaknya terhenti.Adiknya benar, dia tidak memiliki uang sedikit pun.Sudah lima hari mereka berjalan mencari Tabib terdekat. "Kak, sudah lima hari Kakak berjalan mencari Tabib. Sudahlah, jangan terlalu Kakak paksakan untuk berjalan.""Aku tidak apa-apa. Kakak lebih baik istirahat." Adiknya tersenyum, menyentuh bahu Kakaknya, pelan.Walau, sebenarnya, tubuh adiknya semakin panas."Tapi, kamu harus bertahan!" Air mata Kakaknya mengalir, menoleh, menatap Adiknya.Adiknya mengangguk, tersenyum."Kalaupun ak

  • Rahasia Mars   Episode 08

    Tiba-tiba masa itu berubah..."Anak-anak! Cepat sembunyi!" Seru wanita itu panik."Nyonya Syaffara, bawa putrimu pergi dari sini!" Suruh seorang pria, tubuhnya tidak tinggi dan tidak pula pendek. Tubuhnya pas-pasan.Wanita itu mengangguk, menarik tangan kedua anaknya."Dasar kalian para pengkhianat!" Teriak seorang pria, aku berseru kaget. Yang membuatku kaget adalah, pria yang barusan berteriak tadi itu adalah Ayah mereka yang ada di tempat sebelumnya."Cukup, Barr!" Seru wanita yang lain."Diam kalian!" Dia menyerang siapa saja yang ada di hadapannya, dengan brutal."Kalian semua mengkhianatiku!" Teriaknya, terus menyerang tanpa ampun."Kami tidak pernah mengkhianatimu, Barr." Ucap pria yang lain, menggeleng."Ayah! Bunda!" Teriak seorang remaja perempuan."Syerra!" Balas wanita tadi panik."Anakmu ini akan menjadi korban dari pengkhianatan kalian!" Seru Ayah anak yang tadi kutemui di tempat sebelumnya. Aku bergidik ngeri saat pria itu memenggal kepala gadis itu."Tidaaaak!" Teriak

  • Rahasia Mars   Episode 07

    "Eh, Zella. Besok-besok aku ke rumah kamu lagi, ya!" Aku mengangguk."Dengan senang hati." Jawabku, memeluknya. Dia balas memelukku erat."Besok saat hari libur, aku suruh Bunda datang ke sini, bawakan makanan kesukaanmu." Aku tertawa, lalu mengangguk."Dan kita juga harus melanjutkan cerita tadi, nanti aku tanyakan lanjutan ceritanya ke Bunda. Soalnya aku juga penasaran, kenapa Miss Della bisa dekat dengan orang tua kita." Bisik Ghina. Aku mengangguk, tanda setuju."Tapi kita harus menunggu empat hari lagi, baru hari Sabtu." Dia mengeluh."Tidak apa, Ghin." Aku menepuk bahunya pelan, tersenyum.Aku mendengar suara klakson mobil."Eh, sopirnya udah datang tuh, aku pulang dulu ya. Bye!" Ghina melambaikan tangan ke arahku."Hati-hati di jalan, Ghina!" Aku balas melambaikan tangan.Setelah kepulangan Ghina, aku masih menunggu di luar, memikirkan banyak hal."Non Zella, kenapa tidak masuk?" Tanya Kak Reva, salah satu pelayan di rumahku."Eh, nanti saya masuk." Jawabku sedikit kaget. Satu,

  • Rahasia Mars   Episode 06

    Setelah kepergian Miss Della, ada yang memencet bel, itu bisa kutebak kalau yang datang itu Ghina. Karena Ghina memang datang jam segini (jam lima)." Hai, Ghin." Sapaku, saat sudah di depan pagar rumahku."Hai, mana Mama kamu?" Tanya Ghina saat di halaman rumahku."Ada di dalam." Jawabku, Ghina hanya mengangguk."Eh, rumah kamu tidak ada yang berubah, ya.""Maksud kamu?" Tanyaku bingung, menatapnya tidak mengerti."Iya, tetap besar. Seperti istana Putri." Jawabnya, balas menatapku."Kamu berlebihan Ghin. Mana ada seperti istana." Ucapku kesal, antara malu dan merasa terlalu berlebihan untuk memuji rumahku."Hahaha, maaf-maaf. Aaku hanya bercanda," Ghina hanya tertawa melihat ekspresi wajah kesal ku. Dia mencolek pipiku, yang membuatku semakin kesal."Eh, Nona Ghina, apa kabar?" Sapa Bi Inah, saat kami sudah di dalam rumah. Yang di sapa hanya tersenyum, mengangguk."Mama mana, Bi?" Tanyaku, membiarkan Ghina sibuk sendiri."Di dapur." Jawab Bi Inah. Aku langsung menarik tangan Ghina me

  • Rahasia Mars   Episode 05

    "Hoaaam.." Aku menoleh ke arah Ghina. Tampaknya dia bosan dengan pelajaran matematika."Oke, anak-anak pelajaran kali ini kita cukupi sampai di sini!" Ucap Pak Anton sedikit berteriak, mengalahkan suara bel pulang.Ghina yang tadinya mengantuk, kembali cerah."Zell, yuk pulang." Aku menatap ke arah Ghina, dia dengan semangatnya membereskan buku-bukunya. Aku tertawa kecil, melihat tingkah lucunya.Kami berlari ke arah angkot yang hampir penuh oleh murid-murid seusia kami."Bentar, Pak!" Teriak Ghina, saat hampir sampai di depan pintu angkot."Ayo nak, masuk." Kami mengangguk, dan masuk ke dalam angkot. "Ahh, akhirnya," aku tertawa kecil melihat Ghina menghapus peluh di wajah."Zell, nanti aku ke rumahmu, yah?","Hmm, boleh tidak, yah?""Boleh lah, boleh lah." Ghina memegang lenganku memohon, manja."Iya, iya, sahabat kyuu." Kataku, meledeknya."Ih, apaan sih." Balasnya menyenggol lenganku, malu."Hahaha." Tawaku meledak.Saat itu, aku tidak sadar orang-orang yang ada di dalam angkot, p

  • Rahasia Mars   Episode 04

    "Yuk ke kantin, aku udah lapar nih." Ajak Ghina, karena katanya perutnya sudah meronta-ronta untuk dikasih makan.Aku terkekeh geli, mendengar ajakan Ghina. "Ya udah, yuk." Jawabku kasihan. "Yeay, makasih. Yuk cepat!" Katanya, senang"Oh ya, kamu mau makan apa?" Tanyanya, menatapku"Makan batagor, yuk." Padahal aku belum sempat menjawab, udah di tariknya aja ke tempat batagor.Haha, kalau seperti ini, lebih baik tidak usah nanya. Aku tertawa di dalam hati. "Ayo, cepat!" Ghina menarikku, paksa. Aku tertawa melihat tingkah laku sahabat aku satu ini"Bang, batagornya dua, yah." Pesan Ghina, kepada Abang yang jual batago"Pakai cabe rawit tidak, Neng?" Tanya Abang jual batagor tadi"Satu pakai, kamu mau pakai cabe tidak, Zell?" Ghina menatapku, bertanya. Aku mengangguk, "berarti keduanya pakai cabe, bang." Ucap Ghina kepada Abangjual batagor"Pakai minum, Neng?" Tanya Abang jual batagor, lagi"Pakai, es jeruk dua." Jawab Ghina, lagi"Oke, sebentar ya." Ucap Abang jual batagor, sebelum pe

  • Rahasia Mars   Episode 03

    Kring!!! Kring!!! Kring!!!"Eh Zell, udah istirahat tuh.""Kamu ikut, tidak?" Tanya Ghina kepadaku. "Kamu duluan aja, aku tidak lapar." Jawabku singkat. "Kamu kenapa?" Tanya Ghina, menatapku. "Tidak kenapa-napa, kok." Jawabku pendek. "Ya, sudahlah. kalau begitu aku juga tidak ke kantin lah." Kata Ghina, seraya duduk kembali."Eh, kamu tahu tidak?" Ghina memulai percakapan, mengusir rasa bosan."Tidak, kan belum kamu kasih tahu." Potongku sekenanya. "Iih, makanya dengerin dulu." Kata Ghina gregetan melihat tingkahku. "Oke, apa? Apa?" Tanyaku pura-pura serius."Anak laki-laki yang kamu tanyai waktu itu, nyebelin banget ya." Katanya, memulai topik. "Maksudnya?" Tanyaku lebih serius. "Tadi, waktu pas aku datang, dia nabrak aku tanpa rasa bersalah." Aku yang mendengarkan hampir tertawa melihat ekspresinya, tapi urung karena kasihan."Sabar ya, Ghin." Kataku prihatin."Hahaha, makasih." Balasnya, tersenyum. "Kamu tidak ada berubah, ya." Ghina menatapku jahil. Aku hanya tersenyum sekilas me

DMCA.com Protection Status