Share

Episode 07

Penulis: Faya Hayana06
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Eh, Zella. Besok-besok aku ke rumah kamu lagi, ya!" Aku mengangguk.

"Dengan senang hati." Jawabku, memeluknya. Dia balas memelukku erat.

"Besok saat hari libur, aku suruh Bunda datang ke sini, bawakan makanan kesukaanmu." Aku tertawa, lalu mengangguk.

"Dan kita juga harus melanjutkan cerita tadi, nanti aku tanyakan lanjutan ceritanya ke Bunda. Soalnya aku juga penasaran, kenapa Miss Della bisa dekat dengan orang tua kita." Bisik Ghina. Aku mengangguk, tanda setuju.

"Tapi kita harus menunggu empat hari lagi, baru hari Sabtu." Dia mengeluh.

"Tidak apa, Ghin." Aku menepuk bahunya pelan, tersenyum.

Aku mendengar suara klakson mobil.

"Eh, sopirnya udah datang tuh, aku pulang dulu ya. Bye!" Ghina melambaikan tangan ke arahku.

"Hati-hati di jalan, Ghina!" Aku balas melambaikan tangan.

Setelah kepulangan Ghina, aku masih menunggu di luar, memikirkan banyak hal.

"Non Zella, kenapa tidak masuk?" Tanya Kak Reva, salah satu pelayan di rumahku.

"Eh, nanti saya masuk." Jawabku sedikit kaget. Satu, karena pelayanku datang tiba-tiba. Dua, karena aku terlalu lama melamun.

"Baik, Non." Balasnya, melangkah kembali masuk ke dalam. Setelah beberapa menit, aku mulai bosan. Dan matahari mulai turun, aku pun kembali masuk ke dalam rumah. Tapi satu hal yang ganjil, di mana Bi Inah? Kenapa bisa tiba-tiba hilang?

"Zella, kenapa makanannya tidak disentuh?" Tanya Mama, membuyarkan lamunanku.

Setelah Papa kembali dari perusahaan, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, waktu kami makan malam.

"Mungkin Zella mikirin seseorang, benar begitu kan, Zella?" Tanya Papa menggodaku. Aku tertawa kecil melihat alis mata Papa yang naik turun. Aku menggeleng, "tidak kok, Pa." Jawabku mulai menyendok makanan ke mulutku.

"Terus, kenapa kamu melamun?" Tanya Papa masih menatapku, dengan tatapan jenakanya.

"Tidak ada." Jawabku masih menyuap makanan ke mulutku.

"Sudah-sudah, kita cari topik yang lain saja." Lerai Mama.

"Hmm, bagus juga tuh, Ma. Papa setuju." Papa mengacungkan jempol ke Mama.

"Tadi Papa di perusahaan, Papa bertemu dengan para pemilik perusahaan terkenal. Mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita, Ma." Papa sudah mengganti topik pembicaraan dengan topik perusahaan.

"Benarkah itu, Pa?" Tanya Mama antusias. Aku yang tadinya tidak semangat, karena mendengar cerita Papa barusan, membuatku tertarik.

"Benar." Jawab Papa santai.

"Papa tidak  sedang bergurau, kan?" Tanyaku menyelidik.

"Tentu saja tidak dong, masa Papa bohong." Ucap Papa, dengan bergaya menyebalkan.

Aku hanya mendengus kesal. Mama tertawa melihat ekspresiku yang kesal.

Aku hanya melanjutkan makan, tidak berkomentar lagi.

Setelah selesai makan, aku langsung beranjak ke kamarku di lantai dua.

Sebelum aku genap menaiki tangga, samar-samar aku mendengar percakapan Mama dan Papa.

"Pa, tadi Della datang ke rumah." Ucap Mama yang sedikit berbisik, walau aku masih mendengarnya.

"Oh ya, ngapain?" Tanya Papa juga berbisik. Aku tidak mendengarnya lagi, karena aku sudah sampai di depan kamarku.

Della? Maksudnya Miss Della?

Apa Mama dan Papa sudah kenal Miss Della sejak lama?

Dan di mana Bi Inah?

Apa yang Mama dan Papa rahasiakan?

Sejak kapan Mama dan Papa mengenal Miss Della?

Apa yang dibicarakan Mama dan Miss Della tadi?

Pertanyaan itu memenuhi kepalaku, dan membuatku stres.

Dan kenapa pula, Mama dan Papa bicara sambil berbisik-bisik?

Aku mengacak rambut panjangku, gusar.

"Hah, sudahlah, jangan terlalu dipikirkan." Aku bicara sendiri, frustasi.

"Lebih baik aku tidur." Aku berjalan menuju tempat tidurku.

Aku merebahkan diriku ke atas tempat tidurku, aku terus memikirkan apa yang Sedang dibicarakan Mama dan Papa tentang Miss Della. Hingga mataku terasa berat, dan terlelap.

                              ***

"Eh, aku ada di mana?" Aku menatap sekeliling. Aku berjalan melihat-lihat isi ruangan itu.

"Ini rumah?"

"Tapi tidak ada rumah seperti ini di kotaku." Aku terus berpikir.

Rumah itu sangat keren, walaupun aku tidak tahu benda cembung itu apa.

"Apa aku masih bermimpi?"

"Kenapa mimpiku seperti ini?"

Mimpi kali ini sangat janggal.

Aku terus berjalan tanpa tujuan.

Saat aku sedang melangkah, langkah kakiku terhenti. Di depanku ada benda aneh berbentuk mangkuk yang mengambang di atas lantai. Di sana terletak benda transparan seperti hologram. Bedanya, di dalam hologram ini hanya ada foto keluarga. Aku menatap foto itu lamat-lamat. Wajah anak perempuan yang ada di dalam foto itu, sangat mirip dengan orang yang kukenal.

Saat aku sedang asyik menatap foto itu, terdengar langkah kaki seseorang. Sepertinya itu pemilik tempat ini.

"Ayah!" Aku mendengar suara anak kecil, dari suaranya terdengar seperti suara laki-laki.

"Ayo, ayah! Ayah sudah janji denganku, ingin bermain di taman!" Anak itu merengek-rengek.

"Derra, Ayahmu baru pulang kerja. Nanti sore baru Ayah akan mengajakmu bermain." Bujuk seorang wanita, sepertinya itu Ibunya.

"Tapi, Bu." Anak itu masih tidak terima.

"Derra, bagaimana kalau kamu bermain dengan Kakak saja?" Tanya anak perempuan cantik, memberi usul. Sepertinya anak itu yang aku lihat tadi.

"Tapi Kakak kan ada les hari ini." Jawab Adiknya.

"Tidak apa, masih ada satu jam lagi Kakak masuk lesnya." Aku mendengarkan percakapan mereka.

"Oke, ayo kita ke kamar kakak!" Aku terdiam. Jangan-jangan mereka mau ke sini?!

"Eh?" Ibunya terdiam menatap bingung. Wajahku pucat.

Apa jangan-jangan mereka melihatku?

Bukankah aku tidak berada di dunia nyata? Bukankah aku sedang bermimpi?

Aku tetap diam, tidak bergerak.

"Eh, Dell. Kamu mengatur ulang kamar kamu lagi, ya?" Aku menghembuskan nafas lega. Ternyata mereka tidak bisa melihatku. Sepertinya mimpiku masuk ke dalam masa lalu seseorang. Tapi, apakah mimpiku ini benar-benar pernah terjadi?

Entahlah.

Bab terkait

  • Rahasia Mars   Episode 08

    Tiba-tiba masa itu berubah..."Anak-anak! Cepat sembunyi!" Seru wanita itu panik."Nyonya Syaffara, bawa putrimu pergi dari sini!" Suruh seorang pria, tubuhnya tidak tinggi dan tidak pula pendek. Tubuhnya pas-pasan.Wanita itu mengangguk, menarik tangan kedua anaknya."Dasar kalian para pengkhianat!" Teriak seorang pria, aku berseru kaget. Yang membuatku kaget adalah, pria yang barusan berteriak tadi itu adalah Ayah mereka yang ada di tempat sebelumnya."Cukup, Barr!" Seru wanita yang lain."Diam kalian!" Dia menyerang siapa saja yang ada di hadapannya, dengan brutal."Kalian semua mengkhianatiku!" Teriaknya, terus menyerang tanpa ampun."Kami tidak pernah mengkhianatimu, Barr." Ucap pria yang lain, menggeleng."Ayah! Bunda!" Teriak seorang remaja perempuan."Syerra!" Balas wanita tadi panik."Anakmu ini akan menjadi korban dari pengkhianatan kalian!" Seru Ayah anak yang tadi kutemui di tempat sebelumnya. Aku bergidik ngeri saat pria itu memenggal kepala gadis itu."Tidaaaak!" Teriak

  • Rahasia Mars   Episode 09

    Tempatnya kembali berganti..."Kak, aku lapar." Keluh Adiknya."Sabar ya, Derra." Kakaknya mencoba menyemangati Adiknya."Uhuk! Uhuk!" Kakaknya menoleh ke belakang, menatap Adiknya."Derrra, kamu sakit?" Tanya Kakaknya khawatir."Tidak." Adiknya menggeleng. Kakaknya Menurunkan Adiknya, dari gendongannya, lalu memeriksa kening Adiknya."Tidak apanya?!" Kakaknya mengomel."Ayo, kita cari obat!" Seru Kakaknya, kembali menggendong Adiknya."Tapi kita tidak punya uang, Kak." Langkah kaki Kakaknya terhenti.Adiknya benar, dia tidak memiliki uang sedikit pun.Sudah lima hari mereka berjalan mencari Tabib terdekat. "Kak, sudah lima hari Kakak berjalan mencari Tabib. Sudahlah, jangan terlalu Kakak paksakan untuk berjalan.""Aku tidak apa-apa. Kakak lebih baik istirahat." Adiknya tersenyum, menyentuh bahu Kakaknya, pelan.Walau, sebenarnya, tubuh adiknya semakin panas."Tapi, kamu harus bertahan!" Air mata Kakaknya mengalir, menoleh, menatap Adiknya.Adiknya mengangguk, tersenyum."Kalaupun ak

  • Rahasia Mars   Episode 10

    "Pagi, Ma, Pa." Sapaku kepada Mama dan Papa."Pagi, sayang." Balas Mama, tersenyum lembut."Gimana tidurnya, nyenyak?" Tanya Papa, ikut tersenyum. Aku hanya mengangguk, balas tersenyum.Aku langsung menarik kursi dan duduk bersama Mama dan Papaku."Non Zella mau makan apa?" Tanya Bi Inah."Nasi goreng spesial pakai sosis, Bi." Jawabku."Baiklah, saya buatkan dulu ya, Non." Aku mengangguk.Sambil menunggu nasi gorengku, aku mencoba membuka topik pembicaraan."Ma, Pa." Panggilku. Mama dan Papa langsung menoleh ke arahku."Iya, kenapa sayang?" Tanya Papa."Mama dan Papa kenal Miss Della?" Pertanyaan itu terus memenuhi pikiranku semalaman, membuatku harus bertanya pagi ini. Mama dan Papa terdiam. Bi Inah yang sedang membuat nasi goreng, sedikit terkejut mendengar pertanyaanku."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya Mama menatapku.Aku menggeleng. "Tidak ada, hanya ingin tahu saja." Jawabku."Hmm, gimana ya ngejelasinnya." Mama terlihat berpikir keras."Hmm, gini..." Ucapan Mama terputu

  • Rahasia Mars   Episode 11

    Aku mencari bilik pakaian yang tertulis namaku."Huh, Mister James itu sungguh sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina, kesal. Aku tertawa mendengarnya.Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan menjodoh-jodohkan mereka berdua."Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam biliknya, aku juga ikut masuk ke dalam bilikku."Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi. Baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing.Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia.Oke, kelompok selanjutnya..."Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan m

  • Rahasia Mars   Episode 01

    Aku terus berjalan melewati kelas-kelas. Celingak-celinguk mencari kelasku, kelas X A."Permisi, apa saya boleh tanya? Kelas X A ada di mana, ya?" Tanyaku tanpa basa-basi, ke anak laki-laki berambut cokelat.Orang yang kutanya, hanya melirikku sekilas. Huh, cuek amat sih?! Batinku."Eh, Zella?" Sapa seseorang kepadaku.Suara ini, sepertinya aku kenal deh. Pikirku. "Udah lama ya, kita tidak bertemu. Ternyata kamu sekolah di sini?" Tanyanya lagi. Aku langsung menoleh ke belakang, dan melihat perempuan berambut hitam sebahu."Ghina!?!" Tanyaku tidak percaya.Namaku Anzella Griselda Putri. Umurku enam belas tahun. Mamaku seorang ilmuwan dan Papaku seorang pengusaha, aku mempunyai rahasia kecil, yaitu aku mempunyai kekuatan penyembuhan, mengendalikan tanah dan bisa memanipulasi seseorang dan barang elektronik, aku juga bisa membuka portal.Dan yang menyapaku tadi adalah sahabat kecilku, namanya Tressa Yaghina. Dia seumuran denganku, kami selalu bersama, bersekolah yang sama. Tapi, saat hen

  • Rahasia Mars   Episode 02

    "Eh, itu dia Zella dan Ghina. Hei!" Panggil Nia."Eh, Nia, ngapain?" Tanyaku, saat berpapasan dengannya."Aku mau ke kantin." Jawabnya. Aku menatap bingung ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya."Itu siapa?" Bisikku."Oh iya, aku lupa!" Dia menepuk jidatnya pelan."Kenalin, ini yang namanya Lian." Jawabnya memperkenalkan orang yang di sampingnya."Hai!" Sapa Ghina antusias."Hai!" Balasnya malu."Waah, ternyata laki-laki ada juga yang pemalu, ya?" Lian hanya menunduk malu.Aku menyenggol lengan Ghina. Tidak sopan bicara seperti itu. Ghina hanya nyengir, tanpa merasa bersalah."Eh, lebih baik kita ngobrolnya di kantin aja." Usul Nia."Ide yang bagus!" Ghina mengacungkan jempol. Aku dan Lian mengangguk setuju."Ayo!" Saru Ghina memimpin. Kami berjalan beriringan menuju kantin."Kamu mau pesan apa?" Tanya Nia kepadaku, saat kami sudah mendapatkan tempat duduk masing-masing."Aku mau mie ayam." Jawabku."Kalau kamu, Ghina?" Tanya Nia lagi."Aku batagor." Jawab Ghina."Kalau kamu?"

  • Rahasia Mars   Episode 03

    Kring!!! Kring!!! Kring!!!"Eh Zell, udah istirahat tuh.""Kamu ikut, tidak?" Tanya Ghina kepadaku. "Kamu duluan aja, aku tidak lapar." Jawabku singkat. "Kamu kenapa?" Tanya Ghina, menatapku. "Tidak kenapa-napa, kok." Jawabku pendek. "Ya, sudahlah. kalau begitu aku juga tidak ke kantin lah." Kata Ghina, seraya duduk kembali."Eh, kamu tahu tidak?" Ghina memulai percakapan, mengusir rasa bosan."Tidak, kan belum kamu kasih tahu." Potongku sekenanya. "Iih, makanya dengerin dulu." Kata Ghina gregetan melihat tingkahku. "Oke, apa? Apa?" Tanyaku pura-pura serius."Anak laki-laki yang kamu tanyai waktu itu, nyebelin banget ya." Katanya, memulai topik. "Maksudnya?" Tanyaku lebih serius. "Tadi, waktu pas aku datang, dia nabrak aku tanpa rasa bersalah." Aku yang mendengarkan hampir tertawa melihat ekspresinya, tapi urung karena kasihan."Sabar ya, Ghin." Kataku prihatin."Hahaha, makasih." Balasnya, tersenyum. "Kamu tidak ada berubah, ya." Ghina menatapku jahil. Aku hanya tersenyum sekilas me

  • Rahasia Mars   Episode 04

    "Yuk ke kantin, aku udah lapar nih." Ajak Ghina, karena katanya perutnya sudah meronta-ronta untuk dikasih makan.Aku terkekeh geli, mendengar ajakan Ghina. "Ya udah, yuk." Jawabku kasihan. "Yeay, makasih. Yuk cepat!" Katanya, senang"Oh ya, kamu mau makan apa?" Tanyanya, menatapku"Makan batagor, yuk." Padahal aku belum sempat menjawab, udah di tariknya aja ke tempat batagor.Haha, kalau seperti ini, lebih baik tidak usah nanya. Aku tertawa di dalam hati. "Ayo, cepat!" Ghina menarikku, paksa. Aku tertawa melihat tingkah laku sahabat aku satu ini"Bang, batagornya dua, yah." Pesan Ghina, kepada Abang yang jual batago"Pakai cabe rawit tidak, Neng?" Tanya Abang jual batagor tadi"Satu pakai, kamu mau pakai cabe tidak, Zell?" Ghina menatapku, bertanya. Aku mengangguk, "berarti keduanya pakai cabe, bang." Ucap Ghina kepada Abangjual batagor"Pakai minum, Neng?" Tanya Abang jual batagor, lagi"Pakai, es jeruk dua." Jawab Ghina, lagi"Oke, sebentar ya." Ucap Abang jual batagor, sebelum pe

Bab terbaru

  • Rahasia Mars   Episode 11

    Aku mencari bilik pakaian yang tertulis namaku."Huh, Mister James itu sungguh sangat galak, memang cocok dengan Miss Della." Gerutu Ghina, kesal. Aku tertawa mendengarnya.Murid-murid di sini kalau sedang kesal dengan Mister James atau Miss Della, biasanya mengumpat dengan menjodoh-jodohkan mereka berdua."Sudahlah Ghin, ayo ganti pakaian kita." Dia menghela nafas panjang, dan masuk ke dalam biliknya, aku juga ikut masuk ke dalam bilikku."Oke, kita akan belajar di lapangan biasa, karena ruang olahraga kita sedang ada renovasi. Saya tidak akan basa-basi lagi. Baik, sekarang kita akan bermain voli, saya akan membagikan tiga kelompok, saya akan mengumumkan kelompok kalian masing-masing.Kelompok yang pertama, Zella, Vino, Ghina, Rayn, Angela, Vina, Sean, Lian, Nia, dan Reska. Empat orang akan menjadi pemain cadangan, yaitu Angela, Vina, Sean dan Nia.Oke, kelompok selanjutnya..."Aku terdiam. Memang menyenangkan sekelompok dengan Ghina, tapi aku tidak menyangka akan sekelompok dengan m

  • Rahasia Mars   Episode 10

    "Pagi, Ma, Pa." Sapaku kepada Mama dan Papa."Pagi, sayang." Balas Mama, tersenyum lembut."Gimana tidurnya, nyenyak?" Tanya Papa, ikut tersenyum. Aku hanya mengangguk, balas tersenyum.Aku langsung menarik kursi dan duduk bersama Mama dan Papaku."Non Zella mau makan apa?" Tanya Bi Inah."Nasi goreng spesial pakai sosis, Bi." Jawabku."Baiklah, saya buatkan dulu ya, Non." Aku mengangguk.Sambil menunggu nasi gorengku, aku mencoba membuka topik pembicaraan."Ma, Pa." Panggilku. Mama dan Papa langsung menoleh ke arahku."Iya, kenapa sayang?" Tanya Papa."Mama dan Papa kenal Miss Della?" Pertanyaan itu terus memenuhi pikiranku semalaman, membuatku harus bertanya pagi ini. Mama dan Papa terdiam. Bi Inah yang sedang membuat nasi goreng, sedikit terkejut mendengar pertanyaanku."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya Mama menatapku.Aku menggeleng. "Tidak ada, hanya ingin tahu saja." Jawabku."Hmm, gimana ya ngejelasinnya." Mama terlihat berpikir keras."Hmm, gini..." Ucapan Mama terputu

  • Rahasia Mars   Episode 09

    Tempatnya kembali berganti..."Kak, aku lapar." Keluh Adiknya."Sabar ya, Derra." Kakaknya mencoba menyemangati Adiknya."Uhuk! Uhuk!" Kakaknya menoleh ke belakang, menatap Adiknya."Derrra, kamu sakit?" Tanya Kakaknya khawatir."Tidak." Adiknya menggeleng. Kakaknya Menurunkan Adiknya, dari gendongannya, lalu memeriksa kening Adiknya."Tidak apanya?!" Kakaknya mengomel."Ayo, kita cari obat!" Seru Kakaknya, kembali menggendong Adiknya."Tapi kita tidak punya uang, Kak." Langkah kaki Kakaknya terhenti.Adiknya benar, dia tidak memiliki uang sedikit pun.Sudah lima hari mereka berjalan mencari Tabib terdekat. "Kak, sudah lima hari Kakak berjalan mencari Tabib. Sudahlah, jangan terlalu Kakak paksakan untuk berjalan.""Aku tidak apa-apa. Kakak lebih baik istirahat." Adiknya tersenyum, menyentuh bahu Kakaknya, pelan.Walau, sebenarnya, tubuh adiknya semakin panas."Tapi, kamu harus bertahan!" Air mata Kakaknya mengalir, menoleh, menatap Adiknya.Adiknya mengangguk, tersenyum."Kalaupun ak

  • Rahasia Mars   Episode 08

    Tiba-tiba masa itu berubah..."Anak-anak! Cepat sembunyi!" Seru wanita itu panik."Nyonya Syaffara, bawa putrimu pergi dari sini!" Suruh seorang pria, tubuhnya tidak tinggi dan tidak pula pendek. Tubuhnya pas-pasan.Wanita itu mengangguk, menarik tangan kedua anaknya."Dasar kalian para pengkhianat!" Teriak seorang pria, aku berseru kaget. Yang membuatku kaget adalah, pria yang barusan berteriak tadi itu adalah Ayah mereka yang ada di tempat sebelumnya."Cukup, Barr!" Seru wanita yang lain."Diam kalian!" Dia menyerang siapa saja yang ada di hadapannya, dengan brutal."Kalian semua mengkhianatiku!" Teriaknya, terus menyerang tanpa ampun."Kami tidak pernah mengkhianatimu, Barr." Ucap pria yang lain, menggeleng."Ayah! Bunda!" Teriak seorang remaja perempuan."Syerra!" Balas wanita tadi panik."Anakmu ini akan menjadi korban dari pengkhianatan kalian!" Seru Ayah anak yang tadi kutemui di tempat sebelumnya. Aku bergidik ngeri saat pria itu memenggal kepala gadis itu."Tidaaaak!" Teriak

  • Rahasia Mars   Episode 07

    "Eh, Zella. Besok-besok aku ke rumah kamu lagi, ya!" Aku mengangguk."Dengan senang hati." Jawabku, memeluknya. Dia balas memelukku erat."Besok saat hari libur, aku suruh Bunda datang ke sini, bawakan makanan kesukaanmu." Aku tertawa, lalu mengangguk."Dan kita juga harus melanjutkan cerita tadi, nanti aku tanyakan lanjutan ceritanya ke Bunda. Soalnya aku juga penasaran, kenapa Miss Della bisa dekat dengan orang tua kita." Bisik Ghina. Aku mengangguk, tanda setuju."Tapi kita harus menunggu empat hari lagi, baru hari Sabtu." Dia mengeluh."Tidak apa, Ghin." Aku menepuk bahunya pelan, tersenyum.Aku mendengar suara klakson mobil."Eh, sopirnya udah datang tuh, aku pulang dulu ya. Bye!" Ghina melambaikan tangan ke arahku."Hati-hati di jalan, Ghina!" Aku balas melambaikan tangan.Setelah kepulangan Ghina, aku masih menunggu di luar, memikirkan banyak hal."Non Zella, kenapa tidak masuk?" Tanya Kak Reva, salah satu pelayan di rumahku."Eh, nanti saya masuk." Jawabku sedikit kaget. Satu,

  • Rahasia Mars   Episode 06

    Setelah kepergian Miss Della, ada yang memencet bel, itu bisa kutebak kalau yang datang itu Ghina. Karena Ghina memang datang jam segini (jam lima)." Hai, Ghin." Sapaku, saat sudah di depan pagar rumahku."Hai, mana Mama kamu?" Tanya Ghina saat di halaman rumahku."Ada di dalam." Jawabku, Ghina hanya mengangguk."Eh, rumah kamu tidak ada yang berubah, ya.""Maksud kamu?" Tanyaku bingung, menatapnya tidak mengerti."Iya, tetap besar. Seperti istana Putri." Jawabnya, balas menatapku."Kamu berlebihan Ghin. Mana ada seperti istana." Ucapku kesal, antara malu dan merasa terlalu berlebihan untuk memuji rumahku."Hahaha, maaf-maaf. Aaku hanya bercanda," Ghina hanya tertawa melihat ekspresi wajah kesal ku. Dia mencolek pipiku, yang membuatku semakin kesal."Eh, Nona Ghina, apa kabar?" Sapa Bi Inah, saat kami sudah di dalam rumah. Yang di sapa hanya tersenyum, mengangguk."Mama mana, Bi?" Tanyaku, membiarkan Ghina sibuk sendiri."Di dapur." Jawab Bi Inah. Aku langsung menarik tangan Ghina me

  • Rahasia Mars   Episode 05

    "Hoaaam.." Aku menoleh ke arah Ghina. Tampaknya dia bosan dengan pelajaran matematika."Oke, anak-anak pelajaran kali ini kita cukupi sampai di sini!" Ucap Pak Anton sedikit berteriak, mengalahkan suara bel pulang.Ghina yang tadinya mengantuk, kembali cerah."Zell, yuk pulang." Aku menatap ke arah Ghina, dia dengan semangatnya membereskan buku-bukunya. Aku tertawa kecil, melihat tingkah lucunya.Kami berlari ke arah angkot yang hampir penuh oleh murid-murid seusia kami."Bentar, Pak!" Teriak Ghina, saat hampir sampai di depan pintu angkot."Ayo nak, masuk." Kami mengangguk, dan masuk ke dalam angkot. "Ahh, akhirnya," aku tertawa kecil melihat Ghina menghapus peluh di wajah."Zell, nanti aku ke rumahmu, yah?","Hmm, boleh tidak, yah?""Boleh lah, boleh lah." Ghina memegang lenganku memohon, manja."Iya, iya, sahabat kyuu." Kataku, meledeknya."Ih, apaan sih." Balasnya menyenggol lenganku, malu."Hahaha." Tawaku meledak.Saat itu, aku tidak sadar orang-orang yang ada di dalam angkot, p

  • Rahasia Mars   Episode 04

    "Yuk ke kantin, aku udah lapar nih." Ajak Ghina, karena katanya perutnya sudah meronta-ronta untuk dikasih makan.Aku terkekeh geli, mendengar ajakan Ghina. "Ya udah, yuk." Jawabku kasihan. "Yeay, makasih. Yuk cepat!" Katanya, senang"Oh ya, kamu mau makan apa?" Tanyanya, menatapku"Makan batagor, yuk." Padahal aku belum sempat menjawab, udah di tariknya aja ke tempat batagor.Haha, kalau seperti ini, lebih baik tidak usah nanya. Aku tertawa di dalam hati. "Ayo, cepat!" Ghina menarikku, paksa. Aku tertawa melihat tingkah laku sahabat aku satu ini"Bang, batagornya dua, yah." Pesan Ghina, kepada Abang yang jual batago"Pakai cabe rawit tidak, Neng?" Tanya Abang jual batagor tadi"Satu pakai, kamu mau pakai cabe tidak, Zell?" Ghina menatapku, bertanya. Aku mengangguk, "berarti keduanya pakai cabe, bang." Ucap Ghina kepada Abangjual batagor"Pakai minum, Neng?" Tanya Abang jual batagor, lagi"Pakai, es jeruk dua." Jawab Ghina, lagi"Oke, sebentar ya." Ucap Abang jual batagor, sebelum pe

  • Rahasia Mars   Episode 03

    Kring!!! Kring!!! Kring!!!"Eh Zell, udah istirahat tuh.""Kamu ikut, tidak?" Tanya Ghina kepadaku. "Kamu duluan aja, aku tidak lapar." Jawabku singkat. "Kamu kenapa?" Tanya Ghina, menatapku. "Tidak kenapa-napa, kok." Jawabku pendek. "Ya, sudahlah. kalau begitu aku juga tidak ke kantin lah." Kata Ghina, seraya duduk kembali."Eh, kamu tahu tidak?" Ghina memulai percakapan, mengusir rasa bosan."Tidak, kan belum kamu kasih tahu." Potongku sekenanya. "Iih, makanya dengerin dulu." Kata Ghina gregetan melihat tingkahku. "Oke, apa? Apa?" Tanyaku pura-pura serius."Anak laki-laki yang kamu tanyai waktu itu, nyebelin banget ya." Katanya, memulai topik. "Maksudnya?" Tanyaku lebih serius. "Tadi, waktu pas aku datang, dia nabrak aku tanpa rasa bersalah." Aku yang mendengarkan hampir tertawa melihat ekspresinya, tapi urung karena kasihan."Sabar ya, Ghin." Kataku prihatin."Hahaha, makasih." Balasnya, tersenyum. "Kamu tidak ada berubah, ya." Ghina menatapku jahil. Aku hanya tersenyum sekilas me

DMCA.com Protection Status