Beranda / Urban / Rahasia Kekayaan Sang Barista / Kesalahan Sang Customer Service.

Share

Kesalahan Sang Customer Service.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-10 16:31:23

Suara langkah sepatu terdengar menggema di area banking hall lantai dua.

Seorang gadis tampak berjalan tergesa-gesa. Sesekali ia berhenti, membuka cermin kecil, dan memeriksa penampilannya.

Lidia, sang customer service, tersenyum lebar saat melihat riasan tebal yang masih menempel sempurna di wajahnya.

“Kosmetika produk Korea-Jepang ini sangat bagus. Menempel dan membuat kulitku seakan-akan kulit bayi tanpa bekas luka atau jerawat sedikit pun. Aku siap mendengar berita bahagia dari Ibu Grace Song,” gumam Lidia. Ia menutup cermin bundar kecil itu lalu menyembunyikannya di sakunya.

“Perfect!”

Baru-baru ini, seorang supervisor di Front Office yang membawahi customer service mengajukan permohonan pengunduran diri. Sudah dua minggu posisi itu kosong. Dengar-dengar, Lidia adalah kandidat yang paling diunggulkan, mengingat ia telah bekerja sebagai customer service di kantor cabang Bank Central Halilintar itu selama lebih dari dua tahun.

Dan dari semua kandidat yang diunggulkan, hanya Lidia yang memiliki gelar S2 dalam bidang Ekonomi dan Bisnis.

Mengingat status pendidikannya yang tinggi, tentu saja Lidia memandang rendah dua kandidat lain—Intan dan Tamara. “Mereka bahkan bukan tamatan S1. Hanya Diploma Tiga semata, jadi jelas-jelas akulah yang akan diangkat menjadi supervisor, karena secara kualitas aku di atas dua gadis kampung itu,” pikirnya dengan cibir.

Lidia melangkah panjang-panjang, seolah-olah ia sedang berjalan di panggung runway seperti supermodel. Dalam hatinya, ia sangat bersuka cita, menyangka kalau panggilan menghadap atasan—Grace Song—adalah momentum berharga. Dia akan menerima Surat Keputusan sebagai Supervisor di Front Office.

Tuk-tak-tuk-tak.

Bunyi sepatu hak tingginya bergema, memaksa pegawai lainnya di lantai dua diam-diam memanjangkan leher, mencari tahu siapa yang datang dengan langkah sedemikian keras. Suara itu terdengar seperti sepatu yang solnya sudah aus, menyisakan paku yang membentur lantai bertegel. Ketika mereka menyadari itu adalah Lidia, mulut mereka mengerucut, pertanda tidak senang melihatnya.

Memang, sepatu high heels setinggi dua belas sentimeter yang Lidia kenakan itu terlalu berlebihan untuk seorang customer service. Namun, dengan tubuh ramping dan tinggi semampainya, Lidia tampak tiada cacat cela saat melenggang dengan sepatu hak tinggi, seperti biduan yang akan mengikuti konser dangdut.

Tok -tok – tok

Pintu diketuk, dan sekali lagi Lidia menatap bayangannya yang tercermin di pintu kantor Branch Manager. Dia tertegun melihat sosoknya yang lebih mirip seorang gadis model daripada seorang customer di sebuah bank, lalu mengeluh pelan.

“Ah... mengapa aku harus begitu cantik?” batin Lidia gemes pada dirinya sendiri.

Namun suara dari dalam kamar kerja Branch Manager terdengar keras.

“Silakan masuk.”

Dengan penuh percaya diri, Lidia langsung masuk, membungkuk sebagai sikap sopan santun. Lalu dia tersenyum semanis yang ia bisa setelah berlatih berulang kali di cermin di wc umum. Merasa masih kurang manis, Lidia berusaha mengecilkan bibirnya agar terkesan imut dan rendah hati di hadapan Grace Song—sang Branch Manager.

Buru-buru Lidia mendekat dan bersuara dengan lembut, namun suaranya terdengar seperti cicitan tikus.

“Ibu Grace, Anda memanggil Lidia? Ngomong-ngomong... apakah ini sehubungan dengan SK pengangkatan saya sebagai...”

Lidia baru saja akan menyebutkan pengangkatannya sebagai supervisor, namun tiba-tiba dia merasa ada kehadiran lain di ruangan Branch Manager selain dirinya. Dengan hati-hati, ia memutar kepalanya dan sorot matanya bertemu dengan pria yang baru dikenalnya belakangan ini.

Pria itu menundukkan kepala setelah tatapannya bertabrakan dengan mata Lidia.

“Kamu! Hei... apa maumu datang ke ruang pimpinan? Apakah kamu ingin melaporkan aku, padahal aku sudah melayanimu dengan pelayanan prima di meja customer service tadi? Kamu benar-benar jahat!”

Dada Lidia berdegup kencang, dia merasa ketakutan.

Laki-laki itu adalah Xander Sanjaya, yang baru saja ia perlakukan tidak adil di lantai satu. Lidia sangat khawatir jika Xander ini melaporkan bahwa dia bersikap kasar padanya, dan melanggar aturan dan SOP di banking hall.

“Ibu Lidia, sebaiknya Anda jangan percaya pada pria ini! Dia seorang penjudi online. Bahkan buku tabungannya sudah terblokir oleh pihak berwajib, sehingga tidak dapat melakukan transaksi apapun. Ayo panggil Satpam dan giring dia ke polisi!”

Lidia menjerit histeris, memukul Xander seolah dia seorang petarung ulung. Bahkan, dia tak segan menjambak rambut Xander dan berteriak keras.

“Tangkap penjudi online ini!”

“Satpam, di mana satpam!”

Lidia berubah menjadi setan, bergerak begitu cepat sehingga pewarna matanya terlihat gemuruh karena keringat yang mengalir, melakukan gerakan bela diri yang terinspirasi dari pelatihan Line Dance.

Namun… pipi Lidia tiba-tiba terasa panas.

PLAK!

Sebuah tamparan keras menghantam pipinya, membuatnya terkejut.

Ketika Lidia belum melepaskan cengkeraman rambut Xander, tangan Grace Song tanpa ampun langsung menjambak rambut Lidia, membuatnya berteriak kesakitan.

“Tolong, lepaskan aku, Ibu Grace. Mengapa Anda malah menyakitiku?” Lidia merintih seperti harimau terluka.

Saat dua Satpam Bank masuk dengan dingin, Grace Song memerintah.

“Ikat pelaku ini. Bawa dia ke gudang. Dia telah mempermalukan perusahaan dengan melukai Nasabah Super VVIP!”

Lidia, sang Customer Service, terdiam seketika, tidak lagi berteriak. Di dalam hatinya, ketakutan tiba-tiba melanda. “Xander, si miskin itu, mengapa dia disebut Nasabah Super VVIP? Apakah aku sudah membuat keputusan yang salah?”

Yang dimaskud dengan gudang, itu adalah tempat bagian umum yang oenuh dengan tumpukan barang. Barang promosi peruahaan, segala macam kertas, dan slip penarikan maupun penyetoran ada disana.

Gudang di Bank Central Halilintar tidak berpendingin udara. Hanya ada kipas angin seadanya, sehingga udara sangat panas dan pengap didalamnya.

Lidia tertatih-tatih mengangkat satu demi satu barang permintaan dari bagian dalam di bank. Dandanannya luntur seketika. Bahkan, ia tidakperlu repot-repot mengenakan sepatu berhak tinggi disana. Tak akan ada yang bakal mengagumi dirinya yang melenggang seolah-olah gadis model disana. Sesekali hanya tikus menjijikkan yang menemani Lidia pada masa jam kerja.

Kecantikannyamenjadi pudar dan ia tidaklagi menjadi pusat perhatian seperti ketika bertugas sebagai customer service.

+++

Di dalam ruangan berpendingin udara yang sejuk, Grace Song dengan hati-hati bertanya pada Xander.

“Maafkan kekasaran karyawan kami, Lidia. Dia sudah diamankan, dan tidak akan pernah lagi muncul di bagian depan bank kami.”

Melihat Xander masih terdiam, Grace Song semakin cemas.

Sebagai seorang nasabah yang memiliki saldo di rekening sebesar satu kuadriliun, pemuda sederhana ini bahkan bisa membeli sepuluh bank besar di negara Konoya ini. Apalah artinya sebuah bank seperti Bank Central Halilintar? Jika ia mau, dia dapat menyingkirkan semua orang yang sudah menyinggungnya hanya dengan sekali kedipan mata.

Tangan Grace Song gemetar. Namun beruntung, pemuda itu bersuara pelan, tak terdengar marah.

“Apakah bisa Anda memanggil taksi online? Aku harus kembali ke Kafe Gorilla’s dan melapor pada atasanku,” jawab Xander pelan.

Mata Grace Song terbelalak. “Sebuah permintaan yang sederhana, yang keluar dari pemilik Black Card Bank Central Halilintar. Mengapa bukan aku sendiri yang mengantarnya? Bukankah ini kesempatan meminta maaf, sekaligus berbuat baik pada Tuan Xander ini?”

Tak lama kemudian, Xander sudah duduk di dalam sebuah mobil BMW Seri 5 yang mahal. Dia diantar langsung oleh Ibu Grace Song ke Kafe Gorilla’s tempat dia bekerja. Dalam hatinya, Xander bertanya-tanya, apa yang akan Dimas, sang manajer kafe, katakan saat ia melihat Xander turun dari sebuah mobil seharga hampir 2 miliar itu?

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Jimmy Chuu
haha sampe disini sis?
goodnovel comment avatar
Rai Seika
xixixixi xixixi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Gorilla’s Kafe.

    Duduk di dalam mobil BMW Seri 5 yang masih berbau baru, Xander meresapi aroma jok kulit yang berpadu sempurna dengan dinginnya hembusan udara dari pendingin.Selama hampir satu jam perjalanan menuju Gorilla’s Kafe, tempat dia bekerja, dia tetap diam, membisu. Xander duduk kaku, seolah-olah setiap gerakannya bisa mencemari kemewahan jok mobil yang mengkilap ini.Di sebelahnya, Grace Song juga tak bersuara.Bukannya tak ingin menyapa, tapi Grace yakin diamnya Xander karena masih merasa marah akibat perbuatan tercela Lidia, yang merendahkan dirinya dengan menyebutnya hanya seorang penjudi online rendahan.Keheningan itu akhirnya pecah ketika mobil BMW Seri 5 yang dikendarai sopir pribadi Grace berhenti dengan halus.Xander menghela napas lega, bergegas berkata, “Ibu Grace, terima kasih atas kebaikan Anda, mengantarkan saya ke Gorilla’s Kafe.”Xander menunduk hormat, kemudian berjalan cepat menuju tempat kerjanya yang terlihat cukup ramai dari luar. Dia berusaha menyelinap, menyembunyikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Ide Gila Xander.

    Jam menunjukkan pukul 20.00, dan Kafe Gorilla’s harus segera ditutup. Lampu-lampu neon di luar mulai meredup, meninggalkan suasana remang-remang yang sepi. Hanya bau kopi yang tersisa di udara, bercampur dengan aroma kayu dan kue yang sudah lama dipanggang.Ketika Xander baru saja selesai membersihkan meja barista, bersiap-siap untuk pulang, Dimas, manajer kafe, memanggilnya dengan suara yang berat dan serius.“Kita perlu bicara empat mata. Seharian sibuk dirimu melayani pelanggan, aku tak bisa mengganggumu sebelumnya,” kata Dimas, sambil menurunkan kursi dari meja dan meminta Xander juga mengambil salah satu kursi yang terbalik di atas meja. Suara gesekan kursi di lantai kayu menambah kesan berat dan serius.“Xander…” kata Dimas dengan nada yang misterius, wajahnya setengah tertutup oleh bayangan.Xander meremas tangannya, membayangkan kalau dia akan dipecat dari jabatannya sebagai barista di kafe itu. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mulai muncul di dahinya. Dia sungguh

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-18
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Hotel Filantrofi.

    Siapa sangka urusan dengan Grace Song bisa begitu mudah?Penawaran yang dilontarkan Xander hanyalah spekulasi belaka, namun Grace Song tanpa ragu-ragu langsung menjawab."Aku bersedia bekerja untuk Anda, Tuan Xander. Besok setelah mengajukan surat pengunduran diri, aku akan mengunjungi Anda.""Ngomong-ngomong, di mana Anda tinggal? Biarkan aku mengantar Anda mala mini ..."BAM!Kata-kata Grace Song membuat Xander tersadar seketika. "Tak mungkin aku kembali ke rumah itu!"Setelah insiden memergoki Lucy Setiawan, istrinya, berselingkuh, Xander memutuskan untuk meninggalkan rumah mertuanya, tempat mereka hidup menumpang selama ini. Kenangan pahit itu masih jelas di benaknya, menggoreskan banyak luka yang belum sembuh.Melihat jejak keraguan di wajah Xander, Grace Song segera mengambil inisiatif."Baiklah... aku akan mengantar Anda menginap di Hotel Filantrofi, sebuah hotel bintang enam di jantung kota."+++Tak lama kemudian, mobil BMW G20 itu meluncur melewati jalan-jalan kota yang sibu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-19
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Quest Harian.

    Terbiasa tidur dalam gelap, nyala sirkuit di layar sistem yang mirip monitor komputer itu membuat Xander terjaga. Cahaya biru yang terpancar menerangi ruangan yang sempit, memberikan kesan dingin dan asing."Apa yang terjadi?" kata Xander dengan mata mengantuk. Ia menguap lebar, mengucek matanya yang berat, dan mencoba membiasakan diri dengan cahaya yang tiba-tiba menyilaukan.“Sebuah layar komputer? Permainan apa lagi ini?” gumamnya dengan nada bingung.Namun Xander tidak sempat menggerutu lebih lama. Sebuah suara yang akrab di telinganya, suara yang pada malam misterius memberinya uang sebanyak satu kuadriliun, terdengar keluar dari siluet layar komputer.[Mungkin kamu lupa. Tapi izinkan aku untuk mengingatkanmu sekali lagi. Sistem Kekayaan ini bukan cuma-cuma. Kamu harus menyelesaikan quest harian. Paling lambat keesokan hari sebelum pukul 7 pagi!]Xander terkejut, suara itu menusuk telinganya, membawa kembali ingatan malam itu yang penuh teka-teki."Apa maksudmu? Sesungguhnya aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Seorang Auditor.

    Sebelum pergi bekerja sebagai Barista di Kafe Gorilla’s, Xander menyempatkan diri untuk memeriksa sistem yang baru ia miliki, di dalam kamarnya.(Dalam hal ini, Xander masih tak percaya kalau dia kaya raya.)Dia duduk di kursi kamar suite Hotel Filantrofi, lalu memerintah dengan suara tenang, namun tegas.“Sistem, nyala!”Mendadak, sirkuit berwarna biru menyala, dan layar terpampang di depan mata. Cahaya biru itu memancarkan kesan futuristik yang membuat ruangan terasa seperti pusat komando rahasia.Sambil menyipitkan mata, ia meneliti satu demi satu informasi yang muncul di layar.“Misi?” batin Xander, merasa penasaran.Dia melihat papan tulisan misi dengan keterangan: "Wajib diambil dua kali dalam sebulan, atau penalti adalah kematian!"Tepat di samping pengumuman misi, ada roda keberuntungan yang berputar pelan.Namun karena Roda keberuntungan itu belum ia klik untuk mendapatkan misi, otomatis tidak terdapat petunjuk di sana, selain gambar roda yang bercahaya, terlihat menggoda dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-21
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Permainan Licik Sang Auditor.

    Ketika briefing bersama Robbie Pangestu, orang kantor pusat bagian auditor selesai, suasana tegang mulai mereda.Setelah semua orang bersiap kembali ke posisi pekerjaan mereka untuk mempersiapkan Kafe Gorilla's menerima pelanggan, tiba-tiba suara dingin memecah keheningan, menghentikan langkah Xander."Xander Sanajaya!" suara Robbie Pangestu terdengar bergema di ruang meeting, ibarat perintah dari seorang Kaisar Ming yang agung. Semua mata tertuju padanya, memperhatikan drama yang tak terduga ini."Aku belum selesai berbicara dengan Anda. Mengapa buru-buru hendak ke front office?" lanjut Robbie dengan nada penuh otoritas.Wajah Robbie Pangestu menunjukkan ketersinggungan yang mendalam. 'Bukankah Xander ini datang terlambat? Seharusnya ia meminta maaf dengan penyesalan di depanku sebagai Pegawai Kantor Psat? Bukan langsung ngeloyor pergi seolah-olah tak punya kesalahan!' pikir Robbie Pangestu dalam hati.Tadinya dia akan memberi sedikit kelonggaran pada Xander.Namun, melihat sikap pem

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-22
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Kesewenang-wenangan di Gorilla’s Kafe.

    Mendekati pukul 12.00, suasana di Gorilla’s Kafe semakin padat seiring dengan jam istirahat makan siang yang sudah mulai. Suara gemuruh pelanggan berbicara, bercampur dengan aroma kopi yang kuat memenuhi udara, menciptakan suasana hangat dan nyaman di dalam kafe tersebut.Xander sedang sibuk membuat dua gelas Americano pesanan pelanggan, ketika tiba-tiba seorang office boy menegurnya."Pak Xander... Anda diminta menghadap Pak Robbi Pangestu di ruangan meeting. Ada sesuatu yang akan dia sampaikan. Penting katanya," ujarnya dengan nada serius.Xander mengerutkan kening, merasa terganggu."Katakan padanya, aku akan ke sana setelah menyelesaikan pesanan dua pelanggan ini," jawabnya tegas namun tetap tenang.Setelah menyelesaikan pesanan dengan cekatan, Xander menuju ruang pertemuan. Di sana, ia melihat Robbi Pangestu duduk dengan laptop dan setumpuk map serta kertas di hadapannya."Tok – tok – tok," suara ketukan pintu menggema di ruangan.Robbi tidak mendongak, juga tidak memalingkan waj

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-23
  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Kemurkaan Grace Song.

    “Semua bermula dari Xander Sanjaya, pria miskin itu!” Robbie menunjuk sambil berdiri.Saat itu setelah mendengar keributan di rruang meeting, semua karyawan berkerumun disana.Robbie menyeret Xander lebih dekat dengan Grace Song. Suasana ruangan kantor yang dingin semakin terasa tegang dengan kehadiran Xander didepan Ibu Grace Song. Semua bertanya-tanya, siapa yang akan menjadi pesakitan di hadapan Ibu Grace nanti?Saat ini, Xander hanya diam saja, ia kehabisan akal. Tak sanggup menjelaskan siapa dirinya sesungguhnya sekarang. “Lagipula, siapa yang akan percaya dengan ceritalu?” pikir Xander outus asa.Dia menyerahkan semua pada Grace Song yang akan menyelesaikan masalah kecil ini. Suara detak jam dinding terdengar jelas di telinganya, menambah tekanan pada setiap detik yang berlalu di ruangan meeting.Saat itu, Robbie Pangestu masih berusaha mendapat simpati Grace Song.“Ibu Grace Song... tolonglah. Anda harus percaya denganku. Xander inilah yang memulai semua keributan kecil ini!” D

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-24

Bab terbaru

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Hani Sang Petugas Keamanan Parkir.

    Hari itu, pagi pagi benar Xander datang ke Kantor Diamond Air sesuai janjinya pada Grace Song.Ia memarkir mobil listriknya, BYD keluaran terbaru, di tempat parkir dengan tanda besar bertuliskan "Direktur Diamond Air." Xander tidak terlalu memusingkan hal ini; baginya, toh perusahaan ini adalah miliknya.Saat Xander baru saja melangkah sepuluh langkah meninggalkan mobilnya, tiba-tiba seseorang menegurnya dengan nada kasar.“Hei kamu! Apa kamu tidak bisa membaca? Jelas-jelas tertulis ‘Direktur Utama’ di situ. Apa kamu pikir kamu pemilik perusahaan ini, lebih tinggi dari direktur?”Xander menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan menatap petugas keamanan yang berjaga di area parkir.“Tapi aku melihat tempat itu kosong. Apa salahnya kalau aku parkir mobilku sebentar? Lagipula aku tidak akan lama berada di Gedung Diamond Air. Apakah Anda...” Xander baru saja hendak menjelaskan bahwa ia akan bertemu dengan direktur utama, ketika petugas keamanan bernama Hani itu menghardiknya.“Kamu membant

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Kesombongan Sophia.

    Gedung Diamond Air, yang terletak di pusat Kota Jatavia, berdiri megah di antara gedung-gedung pencakar langit lainnya.Transformasi Pelican Air menjadi Diamond Air adalah bukti nyata kekuatan uang. Gedung yang dulu kusam kini berkilau dengan kaca hitam mengilap, sementara lobby marmernya memancarkan kemewahan yang tak bisa diabaikan.Semua detailnya berseru: kekayaan.Di dalam, suasana kantor dipenuhi ketegangan yang hanya bisa diciptakan oleh dua hal: kedatangan bos besar yang penuh teka-teki dan rasa penasaran akan apa yang akan berubah di bawah kepemimpinannya.Para karyawan, yang dulunya nyaris kehilangan pekerjaan karena bangkrutnya Pelican Air, sekarang memiliki alasan baru untuk resah.“Sophia Wang,” suara berat Michael Chen, Direktur Pemasaran, memecah keheningan.“Apa kamu sudah mempersiapkan semua acara penyambutan? Aku ingin hari ini sempurna. Tuan Sanjaya harus terkesan.”Sophia Wang, sekretarisnya, mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. “Semuanya sudah beres, Tuan Che

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Rapat Setiawan Company.

    Dengan sumber daya yang banyak, tiada batasan ini maka dalam sekejap mata Pelican Air langsung diakuisisi oleh Bank Central Halilintar Group.Dunia bisnis di Negeri Konoya dibuat heboh dengan gebrakan pemilik Halilintar Group, yang mengambil langkah berani mengakuisisi perusahaan yang hampir pailit ini.Seisi Kota Jatavia membincangkan ini, termasuk di Keluarga Setiawan.Pada sebuah acara minum teh di sore hari, Nyonya Ouyang dikelilingi semua keluarga inti, yang memuji-muji dia.Ruangan itu dihiasi ornamen tradisional dengan sentuhan modern; meja besar di tengah ruangan dipenuhi set teh mewah dan penganan kecil yang tersaji rapi.Lucy kebetulan ada di sana. Dia sudah selesai dengan masa penahanannya di Kota Singapura. Ibunya, Rika, juga sudah bebas dengan pertimbangan berbuat baik selama masa tahanan dan usianya yang cukup sepuh.Rika, yang berpura-pura rapuh dan sakit-sakitan selama di penjara, kini duduk dengan postur lemah tetapi matanya tetap memancarkan kecerdasan licik.Oleh se

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Sebuah Ide.

    Setelah sekian lama, proyek Dolphin Bakery berjalan dengan lancar. Anak-anak panti asuhan kini hidup nyaman dan tentram.Namun, di balik senyum puas itu, Xander mulai memikirkan sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang sudah lama ia impikan, jauh di dalam hatinya.“Perusahaan penerbangan. Aku ingin mendirikan perusahaan penerbangan,” kata Xander suatu malam, suaranya penuh tekad, meluncur lembut ke udara.Dia duduk santai di teras apartemennya yang megah, menikmati angin malam, ditemani Grace Song yang setia di sisinya sebagai tangan kanan.“Perusahaan penerbangan, Tuan Xander?” Grace Song mengangkat alis, terdengar skeptis. “Bukankah pasar sudah cukup jenuh dengan perusahaan semacam itu? Dan… bukankah ini berarti Anda akan bertentangan dengan Nona Clara?”Grace menggulirkan informasi yang ia tahu tentang hubungan rumit antara Xander dan Clara. Kedua orang itu jelas saling tertarik, tapi belum ada yang berani mengungkapkan perasaan.Grace tersenyum sambil melirik barista pribadi yang sed

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Dolphin Bakery.

    Beberapa bulan setelahnya, di kawasan supermall yang terletak di wilayah timur Jatavia, sebuah toko kue baru saja dibuka.Toko itu berdiri kokoh di antara butik-butik mewah dan gerai-gerai kelas atas yang mengelilinginya, seolah menjadi simbol kedatangan sesuatu yang tak terbendung—sebuah lambang status dan kemewahan baru di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur.Nama toko itu adalah Dolphin Bakery, dan hari itu, sang pemilik merayakan peresmian dengan acara yang sederhana, namun memiliki makna yang dalam dan penuh sentuhan pribadi.Walaupun undangannya terbatas, suasana yang tercipta terasa sangat akrab dan hangat.Seolah, segenap kebahagiaan yang ada mengalir begitu bebas di ruang yang penuh dengan tawa dan suara riang, menciptakan atmosfer yang tidak bisa dihalangi oleh apapun.“Selamat atas dibukanya Dolphin Bakery!” Xander berkata sambil mengulurkan tangan, senyumnya lebar ketika ia menjabat tangan Ibu Mary yang sudah sangat tua.Wajah wanita itu tampak berkaca-kaca, mata

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Sandy Yang Apes.

    Setelah semua pihak terdiam oleh ancaman tegas Tuan William Tjiang, suasana di ruangan itu menjadi sunyi.Darmawan Tjiang dan Felicia anaknya bersiap meninggalkan kantor, langkah mereka terdengar berat di lantai marmer. Namun, suara Xander memecah kesunyian itu.“Tunggu. Jangan pergi dulu,” ucapnya sambil berdiri tegap, sorot matanya tajam namun tetap tenang.Felicia berhenti, berbalik dengan wajah masam. “Ada apa lagi?” tanyanya dengan nada ketus. “Bukankah tujuanmu sudah tercapai? Panti asuhan itu selamat. Apa lagi yang kamu inginkan?”Wajahnya mencerminkan kejengkelan.Sementara Darmawan Tjiang berdiri dengan sikap hati-hati.Matanya sesekali melirik Xander, seolah mencoba menilai langkah apa yang mungkin dilakukan pria itu. Ia tahu, tindakan sembrono hanya akan memperburuk situasi.“Kalian perlu melihat ini,” kata Xander. Tanpa ragu, ia melemparkan setumpuk file tebal ke meja. Bunyi keras itu menarik perhatian semua orang di ruangan.“Aku pikir kalian mendukung orang yang salah,”

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Sebuah Kejutan Untuk Sandy.

    Sandy Setiawan duduk menunggu keputusan rapat singkat di ruang pertemuan Tuan Tua, dengan dada berdebar.Ia bahkan tidak merasa sakit hati saat William Tjiang mengusirnya dari kantor pribadi Tuan Tua beberapa waktu lalu.Ia sudah terbiasa dengan sikap orang-orang yang merasa diri penting.Sandy tahu, keputusan yang diambil di dalam ruangan itu akan sangat menentukan masa depan bisnis Setiawan Corporation. Namun bagi Sandy, yang lebih penting adalah keuntungan untuk dirinya sendiri.Ia merenung, pikirannya melayang ke tanah panti asuhan yang hampir 2000 meter persegi itu. "Bayangkan berapa banyak yang bisa aku dapatkan jika panti asuhan bobrok itu tergusur...," pikirnya, semakin membayangkan potensi keuntungan yang menggiurkan.Selama ini, Sandy sudah mengeruk untung sampai tujuh puluh persen dalam setiap transaksi pembebasan tanah dan bangunan di lokasi supermall Tjiang Global.Setiap mark-up harga ia habiskan untuk berfoya-foya. Itu adalah cara dia menjalani hidup—dengan segala kesen

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Akhir Penuh Bahagia.

    “Darmawan Tjiang! Siapa yang menyuruhmu masuk ke dalam kantor pribadiku?” Bentakan Yuan William menggema dengan suara rendah yang mengerikan, membekukan seluruh suasana.Darmawan Tjiang terdiam, tubuhnya kaku. Baru kali ini ia melihat ayahnya semarah ini.Yang ia tahu, semakin marah ayahnya, semakin dingin sikapnya. Dan itu selalu berarti satu hal—tindakan yang akan merugikan siapa saja yang berdiri di hadapannya.Melihat ketakutan di mata Darmawan, Tuan William merasa kemenangan seketika.Dengan gerakan angkuh, ia berbalik menuju Felicia, cucunya, yang ikut-ikutan menunduk, ketakutan.“Tidak biasanya kakek semarah ini…” batin Felicia, meremas tangannya. Keringat dingin menetes, meresap ke dalam pori-pori kulitnya. Suara dan ekspresi kakeknya terasa asing, dingin, tanpa sekecil pun kehangatan.Sekarang giliran Tuan William melemparkan tatapan tajam kepada Sandy Setiawan. Suaranya makin dingin, penuh ancaman.“Dan kamu, Sandy Setiawan! Kamu hanya seorang kontraktor sub-kontrak di perus

  • Rahasia Kekayaan Sang Barista   Presentasi Yang Memukau.

    Di dalam ruang Tuan William, suasana penuh wibawa menyelimuti. Ukiran kayu klasik pada dinding dan lampu gantung kristal memancarkan kesan mewah.Sementara aroma Teh Pu-er yang khas memenuhi ruangan, melambangkan kelas atas yang tidak bisa disangkal.Tuan William menyambut mereka dengan ramah, membuat Ibu Mary sedikit lebih nyaman meski canggung.Xander duduk tenang di sudut, senyum kecil menghiasi wajahnya, seolah sudah memprediksi bagaimana Tuan William akan terpesona oleh roti yang dibawa Ibu Mary.“Tuan penolong Xander, aku tidak menyangka ada seseorang yang memiliki keterampilan pembuatan roti kelas internasional seperti ini...” ujar Tuan William, tatapannya tertuju pada roti di hadapannya.Ia memeriksa tekstur roti itu dengan jari, seolah menilai sebuah karya seni.“Aku pernah makan roti dengan kualitas serupa di Shanghai,” tambahnya dengan nada tulus, seakan kenangan tentang perjalanan itu kembali hidup.Ia kemudian menoleh pada Ibu Mary, pandangannya penuh rasa kagum. “Tak kus

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status