Dengan judes, Lucy Setiawan membentak gadis itu saat memberikan penjelasan pada Kevin Ng. "Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu tersenyum pada kekasihku ini? Apakah kamu wanita penggoda? Perlu aku tegaskan di sini, pacarku Kevin ini tidak suka dengan gadis miskin seperti kamu! Seleranya adalah gadis-gadis kelas atas keturunan orang kaya dari generasi kedua!"Lucy Setiawan melambaikan jaket bulunya dengan angkuh, sehingga menampar wajah gadis kasir itu."Aduh!" teriak gadis itu kesakitan. Bulu-bulu hewan palsu dari jaket musim dingin yang dikenakan Lucy Setiawan terasa seperti cambuk kecil ketika menampar wajahnya. Mata gadis kasir itu berair, menahan sakit dan juga rasa malu yang mendalam.Namun, tanpa memiliki belas kasihan sedikit pun, masih dengan nada jahat dan judes, Lucy Setiawan menambahkan, "Ayo, transaksi sekarang. Guna apa kamu menunda-nunda waktu? Apakah kamu masih ingin melihat pacarku, Kevin? Kukatakan padamu, hai gadis kasir, sebaiknya bekerja dengan benar. Jangan berting
“Kevin Sanjaya... menantu matrilokal yang menumpang hidup di Keluarga Setiawan!” Suara Kevin Ng bergema setengah berteriak di ruangan itu, seolah-olah dia ingin mengumumkan kepada semua orang bahwa Xander hanyalah seorang menantu matrilokal yang tidak memiliki hak istimewa di keluarga tersebut.“Xander Sanjaya!” teriak Lucy Setiawan, suaranya tidak kalah nyaring. Ia merasa penting saat menyadari sosok yang membeli lukisan seharga tiga ratus juta itu adalah Xander, suaminya yang telah ia selingkuhi. Rasa terkejut dan kemarahan bercampur dalam nada suaranya.“Apakah kamu membuntuti aku? Ataukah kamu masih menginginkanku?” Lucy melanjutkan dengan nada menuduh, ekspresi arogan terpatri di wajahnya.“Dengar baik-baik, Xander... meskipun kamu berusaha menunjukkan kekayaan di hadapanku, aku tahu siapa kamu sebenarnya.” Aku yakin lukisan yang kamu beli ini bukan milikmu!” Ucapannya penuh sindiran dan kesombongan, seolah-olah ia ingin menghancurkan harga diri Xander.Sebenarnya, Xander sudah l
Sementara itu, Lucy berdiri di sudut ruangan, matanya terpaku pada adegan di depan matanya.Dia menyaksikan Grace Song yang berbicara dengan penuh perhatian kepada Xander. Terpancar rasa terkejut di wajahnya saat ia menyadari bahwa Xander sudah memiliki pengganti dalam waktu yang sangat singkat.Meski wanita itu tampak sedikit lebih tua, keanggunannya sangat mencolok dan tidak bisa diabaikan.Rasa cemburu mendalam seketika membakar hati Lucy. Ia merasa bahwa Xander adalah hak miliknya dan seharusnya dialah yang memiliki kekuasaan untuk memperlakukan Xander dengan keleluasaan, bukan wanita elegan tersebut.“Bagus sekali, Xander. Anda benar-benar orang yang bermuka dua. Mengatakan bahwa saya berselingkuh dengan orang lain, padahal kita masih sah sebagai suami istri!” ujar Lucy dengan nada penuh sindiran, suara marahnya membelah keheningan ruangan.Lucy melangkah dengan penuh kemarahan menuju Xander dan Grace Song yang tampak sedang terlibat percakapan akrab. Wajah mereka tampak sangat d
Namun, saat Kevin Ng mencoba menarik perhatian dengan segala sikap manis dan penuh kepura-puraan, Grace Song hanya menanggapinya dengan dingin.Tatapan Grace Song yang tajam, penuh ketenangan, seakan menegaskan jarak yang tak terlihat namun begitu nyata di antara mereka. Tanpa sepatah kata pun, dia berpaling, seolah-olah Kevin tak lebih dari bayang-bayang tak berarti di ruangan megah tersebut."Mari kita pergi," ujar Grace Song, suaranya mengandung kekuatan dan ketegasan. Dia memandang dengan sopan pada Xander, semakin membuat Kevin Ng kebingungan dengan status hubungan antara Grace Song dan Xander.Grace berjalan anggun bersama Xander meninggalkan aula Peza Gallery, meninggalkan keheningan yang tak nyaman di belakang mereka. Semua orang di aula Pezza galleri menatap kepergian dua orang itu dengan taapan penuh tanda tanya.Para penonton yang mengawasi, mulai berpendapat..."Apa sebenarnya hubungan antara Xander dengan Grace Song? Semakin membingungkan saja. Xander mengaku sebagai suam
Xander berbaring santai di atas ranjang empuk di kamarnya yang luas dan sejuk, udara dingin dari pendingin ruangan mengalir lembut di sekelilingnya.Apartemen mewahnya ini adalah sebuah oase modern di tengah hiruk-pikuk kota, dikelilingi oleh dinding kaca yang menawarkan pemandangan cakrawala kota yang gemerlap. Namun, meskipun berada di tempat yang begitu nyaman, Xander belum sempat mandi.Pikiran tentang aktivitas lain sudah memenuhi kepalanya, terutama tentang rencana untuk berenang di kolam renang pribadinya yang dilengkapi dengan teknologi canggih, termasuk kamera Obscura yang mampu mengubah pemandangan di berbagai sudut, terlihat nyata seolah-olah ia hadir sendiri di tempat dibelahan bumi lain."Bagaimana kalau aku berenang, dan membayangkan sedang berada di tengah dinginnya udara Finlandia? Sekalian melihat apakah suhu di ruangan ini bisa mengalahkan suhu di luar yang sangat panas?" pikirnya sambil tersenyum kecil.Ia merasakan sensasi aneh yang tiba-tiba membangkitkan adrenali
Sejenak, Xander dilanda kebimbangan yang mendalam, membuatnya terdiam dalam kolam renang indoor yang tenang. Keheningan terasa mencekam, hanya terdengar percikan air yang lembut, seolah-olah mencerminkan kekacauan yang bergejolak dalam pikirannya.[Kamu tidak berani, bukan?]Suara sistem yang dingin dan menghakimi itu memecah keheningan, menggema di dalam pikirannya.[Aku jadi ragu apakah kamu cocok untuk sistem kekayaan ini. Pemakai sistem sebelumnya, puluhan tahun yang lalu, bukanlah sosok yang penakut seperti kamu!]Sistem itu berhenti sejenak, seolah membiarkan kata-katanya meresap, sebelum melanjutkan dengan nada yang lebih menekan.[Lagipula... bukankah pertemuan kita yang tak terduga itu lebih banyak dipicu oleh dirimu yang hampir mati terkena setrum? Semua gara-gara Lucy Setiawan itu berkhianat! Mengapa kamu merasa berat untuk menceraikan dia?]Kata-kata sistem tersebut seperti cairan cabai yang menyiram wajah Xander, membuatnya tersadar dengan tajam. Rasa sakit dari ingatan i
Dengan perasaan berat hati, Lucy Setiawan menyerahkan sejumlah uang tunai sebesar sepuluh juta rupiah kepada ibunya, Rika. Ada rasa enggan yang tertahan di dalam dada Lucy, namun dia tahu bahwa ini bukan kali pertama dia harus mengalah demi ibunya.Rika Setiawan, yang wajahnya sebelumnya tampak tegang, tiba-tiba saja terdiam setelah memegang tumpukan uang kertas yang masih harum dengan aroma khas uang baru.Airmatanya, yang seolah siap menetes karena sakit hati diperlakukan tidak adil oleh anak sendiri, mendadak berhenti.Matanya yang tadinya redup penuh airmata kepalsuan, kini berkilat-kilat penuh keserakahan.Ia membawa uang itu ke hidungnya, menghirup aromanya dalam-dalam seolah itu adalah oksigen yang sangat dibutuhkannya.“Terima kasih, anakku. Kamu memang anak yang patuh kepada ibumu!” Rika tersenyum tipis, tapi senyum itu tidak membawa kehangatan yang seharusnya. Hanya bertahan sekejap, karena segera setelah itu, ekspresi dingin kembali menguasai wajahnya.Rika berdiri dengan a
Baru-baru ini, seluruh kalangan pengusaha kelas atas di Kota Jatavia diguncang oleh kehadiran seorang perempuan yang tiba-tiba membuat gebrakan besar.Sosok yang semula tidak terlalu dikenal di kalangan elite ini mendadak menjadi pusat perhatian, bukan hanya karena kekayaannya yang tak terhitung, tetapi juga karena langkah-langkah bisnisnya yang agresif dan berani.Dengan kekayaan yang seolah tak mengenal batas, perempuan tersebut dengan mudahnya membeli mayoritas saham Gorilas Kafe, sebuah brand kopi nasional yang telah lama menjadi favorit bagi mereka yang mencari kenikmatan tanpa perlu merogoh kocek dalam-dalam.Gorilas Kafe adalah simbol perlawanan terhadap serbuan brand-brand internasional seperti Starluks, yang berusaha mendominasi pasar dengan harga tinggi dan gaya hidup mewah. Namun, Gorilas Kafe tetap bertahan sebagai pilihan utama bagi mereka yang menghargai kualitas tanpa embel-embel status sosial.Belum cukup dengan membuat kegemparan di dalam negeri, perempuan ini kembali