Benar juga. Odelyn baru sadar akan hal itu. Kemana papa Michael? Lebih tepatnya dimana keberadaan papa mertuanya itu? Michael selalu mengatakan alasan yang sama. Dia bilang papanya bekerja di luar negeri dan sangat sibuk sehingga bahkan tidak bisa menghadiri pernikahan anaknya sendiri. Odelyn jadi teringat wajah ibu yang katanya menjemput papa di bandara. Bukankah seharusnya jika ingin menjemput orang terkasih maka wajah yang ditampilkan adalah wajah yang gembira. Yang tadi itu kenapa demikian? Kenapa wajah ibu malah terlihat seperti orang yang baru saja mendapatkan kabar buruk? "Odelyn, kamu lagi mikirin apa?" Michael menegur Odelyn yang hanya memegang ponselnya sambil melamun."Gak mikirin apa-apa. Kalau papa hari ini pulang berarti besok kita harus ke rumah ibu nggak sih? Aku juga pengen silaturahmi ke papa. Aku kan belum pernah ketemu papa." Odelyn ingin sekali melihat wajah ayah mertuanya itu. Dari awal berkenalan dengan Michael sampai hari ini pun Odelyn belum pernah melihat wa
Odelyn yakin pernah melihat wajah pria ini di berkas yang diberikan oleh Laura. Sayangnya Odelyn belum membaca dengan baik tentang siapakah pria ini dan apa perannya dalam kematian Edelyn."Halo, papa. Aku bisa panggil papa kan karena Michael dan ibu juga manggil papa?" Odelyn bersikap santai dan ceria. Benar, saat ini dirinya tidak boleh terlihat takut ataupun memandangi pria ini dengan pandangan menyelidik. Jangan sampai orang-orang ini tahu kalau Odelyn sedang menyelidiki Michael.Pria itu tersenyum misterius dan kemudian menoleh ke arah ibu serta Michael. "Loh, sejak kapan saya dipanggil papa?" Mendengar ucapan itu tentu saja dengan reflek Odelyn menoleh ke arah ibu dan Michael. Odelyn yakin sekali dia melihat raut wajah ibu dan Michael yang kaku dalam sesaat sebelum pada akhirnya Michael menjawab. "Pa, jangan bercanda yang aneh-aneh dong. Itu menantu kesayangan papa udah ketakutan." Wajah Michael terlihat santai seolah sudah biasa menghadapi candaan papanya yang cukup unik."Wad
Bangsat! Mimpi apa sih tadi itu?! Bisa-bisanya Odelyn memimpikan hal semacam itu disaat seperti ini."Ya ampun. Aku lagi hamil jadi gak boleh mengumpat walaupun dalam hati." Odelyn bergumam lirih dengan rasa bersalah yang amat kental. "Maafin mama ya." Odelyn mengusap perutnya karena merasa bersalah pada anaknya. Anak ini tidak salah apa-apa. Ini semua salah Odelyn dan Michael yang tidak bisa jadi orang tua yang baik. Astaga, bagaimana mungkin akan ada bayi di kondisi rumah yang tidak stabil semacam ini? Odelyn tidak bisa membayangkan situasi seperti itu."Odelyn, kamu udah bangun belum? Mama boleh masuk ke dalam kamar nggak?""Boleh, ma." Odelyn tidak boleh kelihatan kalut ataupun kesal. Orang habis tidur itu kan suasana hatinya harus bagus karena waktu istirahatnya sudah sangat cukup. "Kamu tuh kenapa wajahnya? kok kelihatan kalut gitu? Habis mimpi buruk?" Mama langsung buru-buru menghampiri Odelyn di kasur untuk melihat wajah Odelyn yang memang terlihat kurang baik."Iya, habis m
"Masalahnya apa sampai Odelyn minta cerai?" Michael masih terduduk lesu dengan penampilan yang super berantakan. Saat ini dia sedang berada di dalam satu ruangan bersama ibunya."Aku juga gak tahu, bu. Itu yang bikin aku tambah frustasi karena aku gak tahu apa yang bikin Odelyn minta cerai. Ini kali kedua dia minta cerai dan aku tahu kalau yang kali ini Odelyn benar-benar serius." Seandainya saja Michael tidak memikirkan rasa malunya tentu saja dia sudah menangis saat ini. Pernikahan ini adalah dunianya, tempatnya pulang ketika merasa lelah dengan urusan di luaran sana, tempatnya memadu kebahagiaan bersama istrinya. Pernikahan ini dengan kebahagiaan dan kesedihan yang ada di dalamnya merupakan kehidupan Michael."Nak, ibu gak tahu apa masalah kalian. Tapi ibu rasa akan sangat buruk kalau kamu bahkan gak tahu apa yang menyebabkan Odelyn gak mau mempertahankan pernikahan ini lagi." Ibu berkata dengan nada yang penuh perhatian dan welas asih. Harusnya hari ini dia sudah berada di Makass
Odelyn tidak mengira bahwa Michael akan berlutut di hadapannya seperti ini. Sejenak Odelyn merasa dia adalah orang yang istimewa. Tapi perasaan itu langsung hilang secepat kilat ketika mengingat ucapan Michael tadi. Orang ini rupanya orang yang manipulatif. Ya iyalah, pembunuh kan memang orang yang manipulatif biasanya."Michael, aku mohon kamu berhenti. Aku gak akan ikut-ikutan berlutut supaya posisi kita sama, aku lagi hamil jadi gak mungkin berlutut kayak kamu begitu." Apakah Michael berpikir bahwa Odelyn akan ikut-ikutan berlutut dan ini semua akan selesai begitu saja? Hah, tentu saja tidak. Odelyn akan tetap berdiri karena saat ini yang tersisa pada dirinya hanyalah harga diri semata.Ibu yang melihat semua itu justru keluar dari ruangan itu seolah ingin anak dan menantunya menyelesaikan sendiri masalah ini. Sebelum keluar ibu hanya berpesan. "Jangan sampai ada kekerasan fisik ya, kalau bisa ucapan kalian pun juga dijaga. Ingat, masih ada anak kalian." Setelah berpesan seperti it
"Karena itu gue bahkan gak tahu salahnya dimana. Dimana salahnya?""Bro, stop. Sinting ya lo datang kesini malah buat berbuat hal kayak gini?! Lo bilang mau memperbaiki hubungan pernikahan lo. Tapi kalau kayak gini apanya yang bisa diperbaiki hah?!" Samuel, sahabat Michael selama kuliah kini sedang terduduk frustasi di sofa apartemen miliknya. Sore tadi Michael datang kesini dengan wajah yang amat terlihat frustasi dan untuk melampiaskan rasa frustasinya itu seperti biasa, Michael mengonsumsi obat-obatan terlarang yang berbentuk lintingan rokok."Kalau lo bisa kenapa gue gak bisa? Hah?! Kenapa cuma gue yang gak bisa?! Kenapa cuma gue yang gak ngerti apa-apa soal masalah pernikahan gue sendiri?!" Michael dengan nada yang melantur mulai berbicara dengan kasar. Sekilas orang akan melihat Michael sebagai orang yang mabuk karena minuman beralkohol. Hanya saja kalau mendekati Michael, maka orang-orang akan tahu kalau Michael bukan mabuk karena alkohol tapi sedang terbawa efek samping dari o
"Aku siap, bu." Tidak. Harusnya Odelyn tidak menjawab siap. Dulu saat dia mengatakan bahwa dia ingin menikah dengan Michael, yang terjadi justru adalah petaka. Siapa yang akan menjamin kalau setelah ini tidak ada petaka setelah Odelyn mengatakan siap? Tapi sama seperti dulu, kali ini pun hati kecil Odelyn mengatakan bahwa sebaiknya dia mengatakan siap. Mungkin memang hati kecilnya yang keliru tapi Odelyn tetap mengambil keputusan yang sama yaitu menurutinya."Saat Michael bilang Odelyn membicarakan mengenai detektif swasta dengan Mika, ibu tahu Odelyn mengetahui sesuatu. Mungkin Odelyn memang tidak tahu dengan jelas sehingga kamu memilih untuk menggunakan jasa detektif swasta dan akhirnya menjadi seperti ini. Ibu gak tahu apa saja yang Odelyn sudah ketahui dari detektif swasta tapi tolong izinkan ibu untuk mengatakan dari versi ibu sendiri. Dari versi ibu dari anak yang mengalami peristiwa kelam itu." Ibu menjeda ucapannya.Odelyn yang mendengar ucapan ibu sebenarnya ingin menyanggah
"Hei, kamu mabuk?" Odelyn tidak mengira akan menemukan Michael dalam keadaan seperti ini. Apa yang terjadi dengan suaminya?"Michael?" Tidak. Michael bukan mabuk karena minuman beralkohol. Tidak ada bau seperti itu dari tubuh Michael. Lalu kenapa dengan Michael sebenarnya? "Michael, kamu pakai apa hah?" Odelyn sudah punya prasangka tentang apa yang menyebabkan Michael menjadi seperti ini. Tapi Odelyn tidak mau membenarkan hal tersebut. Michael tidak mungkin kan seperti itu?"Odelyn, sayang. Sayangnya aku." Michael dalam kondisi yang tidak sadar langsung memeluk Odelyn dengan erat.Odelyn yang berada di dalam pelukan Michael bukannya merasa nyaman tapi merasa takut. Michael rupanya benar-benar menggunakan barang terlarang seperti itu."Lepas, lepasin Michael!" Odelyn dengan susah payah melepas pelukan Michael. Namun tanpa dia duga saking eratnya pelukan itu, yang terjadi adalah Odelyn yang jatuh terduduk ke lantai."Aduh." Odelyn langsung buru-buru memegangi perutnya. Tidak, perutnya