Kondisi ayah tak kunjung membaik. Odelyn hanya terdiam sambil memandangi ayah. Ini adalah jam besuk yang diizinkan. Selagi jam besuk itu belum habis maka Odelyn akan tetap disini. "Ayah, maafkan aku ya. Ini semua gara-gara aku." Odelyn menangis terisak-isak dengan suara yang ditahan. Odelyn yakin entah apa yang menyebabkan bibi Natri sampai menggila adalah terkait dengan warisan. Hanya saja Odelyn tidak tahu kalimat menyakitkan apa yang dikatakan oleh kakek dan nenek sehingga bibi Natri nekat berbuat itu. Bahkan bibi Natri seolah ingin melenyapkan semuanya hingga akhir karena dia juga memilih untuk bunuh diri. Ini benar-benar tragis."Aku tahu aku sangat berdosa tapi aku bersyukur ayah dipenjara waktu kejadian ini. Aku gak akan sanggup kalau kehilangan ayah selamanya apalagi dalam tragedi yang sangat mengerikan seperti itu. Setidaknya dengan ayah dipenjara maka ayah bisa selamat. Karena itu ayah, aku mohon supaya ayah cepat sadar sehingga rasa lega ku ini gak sia-sia." Odelyn pernah
Odelyn harap-harap cemas menunggu hasil interogasi polisi kepada paman. Kira-kira apa yang menyebabkan bibi Natri sampai tega melakukan perbuatan seperti itu? Apa mungkin perkara warisan tadi memang membesar tanpa diketahui oleh Odelyn?"Odelyn, kalaupun nanti sudah diketahui apa motif paman sampai melakukan ini, kita gak akan tahu semudah itu. Bisa jadi kita bahkan akan tahu dari media. Tentunya berita ini kan sudah masuk media." Michael merunduk sedih. Odelyn yang sudah sangat bersemangat untuk makan langsung mengabaikan makanannya karena kabar ini. Michael sedikit merasa menyesal karena dirinya harus memperlihatkan ekspresi seperti itu tadi. Harusnya Michael tidak membuat ekspresi apapun yang membuat Odelyn bertanya-tanya. Harusnya Michael memberitahu Odelyn semua ini setelah Odelyn selesai makan. Tapi mau bagaimana lagi. Nasi kan sudah menjadi bubur. Sudah sulit untuk memperbaiki ini semua."Aku tahu kok soal itu. Hanya saja aku masih menyimpan harapan bahwa aku bisa dengan segera
Odelyn kembali mengurung dirinya. Sudah dua hari Odelyn terus mengurung dirinya di dalam kamar. Yang Odelyn inginkan hanyalah tidur dan melihat bahwa ini semua hanyalah mimpi. Yang terjadi sebenarnya pasti tidak seperti ini. Pasti ada hal-hal lain yang lebih masuk akal daripada peristiwa yang menimpa keluarganya. Odelyn merasa cobaan hidupnya tak kunjung berhenti. Disaat Odelyn ingin merangkak, tiba-tiba ada tangan besar yang menghentikan gerakannya itu. Semuanya jadi terasa di luar kendali. Odelyn sungguh muak dengan semua itu. Sebenarnya sejak kapan hidupnya jadi terasa seperti drama? Dulu Odelyn merasa hidupnya biasa-biasa saja. Hidup dengan ayah yang perannya hanya sebagai pencari nafkah dan ibu yang perannya benar-benar layaknya ibu seutuhnya. Dulu Odelyn hanya punya satu dua teman dekat yang sekarang entah kemana semua temannya itu. Ah, sekarang salah satu teman Odelyn sudah mengkhianati dirinya. Sekarang hidup Odelyn terasa seperti roller coaster yang memuakkan. Odelyn ingin pe
"Apa kamu yakin tetap akan melakukan itu?" Michael sudah bertanya puluhan kali mengenai hal ini kepada Odelyn. Michael bahkan tidak peduli aktivitas apa yang dilakukan oleh Odelyn ketika dia menanyakan hal ini. Pokoknya setiap saat Michael berusaha keras untuk menggagalkan keinginan Michael. Bagi Michael ini benar-benar tidak masuk akal."Kamu sudah nanya ini berapa kali sih? Jawabannya tetap sama, Michael. Aku tetap akan melakukan ini. Memangnya kamu ini gak ada pekerjaan lain ya selain nanya ini itu ke aku?" Odelyn menatap jengah ke arah Michael. Jujur saja Odelyn merasa terganggu dengan tingkah Michael yang seperti ini. "Tapi buat apa? Kalau kamu merasa bahwa semua peristiwa buruk yang menimpa kita adalah karena kita belum meminta maaf kepada orang tuanya Edelyn harusnya hal yang sama berlaku buat mereka kan. Kita semua belum memaafkan orang tua Edelyn yang telah berbuat huru hara ini itu karena dendam. Jadi bukankah seharusnya mereka juga mengalami rangkaian peristiwa buruk? Tapi
"Michael kemana ya, bu?" Saat ini Odelyn dan ibu sedang makan malam. Maura sudah tidur karena merasa lelah akibat seharian bermain."Nah, justru itu yang mau ibu tanyakan ke kamu, Odelyn." Wajah ibu terlihat bingung ketika mengatakan hal itu kepada Odelyn."Kenapa bu memangnya?" Tentu saja Odelyn merasa penasaran. "Tadi kan Michael bilang mau nyusul kamu ke rumah sakit. Jadi ibu mikirnya ya kalian akan pulang bareng dong nanti. Tapi ternyata kalian gak pulang bareng kan. Cuma tadi itu ibu mikir oh mungkin saja Michael mampir kemana dulu gitu kan. Loh kok sekarang kamu malah nanya Michael kemana. Memangnya kalian gak ketemu di rumah sakit? Apa Michael salah kamar atau gimana ya? Tapi harusnya kan untuk urusan kamar rawat inap dia bisa nanya ke kamu kan." Ibu terlihat kebingungan. Harusnya kalau tahu seperti ini ya dari tadi saja kan ibu menanyakan soal Michael."Masalahnya ya bu, aku tuh bahkan gak ketemu Michael sama sekali lho. Gak ada tuh Michael ke rumah sakit. Atau mungkin di jal
Ini sudah tengah malam dan menurut Odelyn sedikit menyebalkan ketika pamannya datang seperti orang yang tidak kenal waktu seperti ini. Bagaimana bisa pamannya tidak berpikir dulu sebelum datang kesini? Tapi ya sudahlah. Odelyn tidak ingin memperpanjang hal yang tidak penting."Paman sudah lebih baik?" Kondisi paman kalau menurut Odelyn masih terlihat memprihatinkan tapi sudah lebih baik daripada sebelumnya."Sudah, Odelyn. Paman gak akan bisa datang kesini kalau kondisi paman belum membaik. Kalau boleh, paman ingin bicara hal yang penting dengan kamu berdua saja." Paman menatap Michael yang berada di sebelah Odelyn. Michael yang mendengar kalimat itu langsung memberikan penolakan dengan keras. "Maaf, paman. Saya disini sebagai suaminya Odelyn gak bisa menyetujui hal itu. Saya gak mau terjadi hal yang gak diinginkan. Kondisi Odelyn sendiri belum cukup baik dan ayah mertua saya juga masih di rumah sakit. Saya gak mau ada anggota keluarga saya yang terkena dampak negatif karena hal ini.
"Ibu pasti nanti akan bertanya kan soal kedatangan paman kesini. Kita beneran akan ngasih tahu info kayak gitu ke ibu? Bukannya itu hanya akan membebani ibu ya?" Odelyn menoleh ke arah Michael. Saat ini dirinya dan Michael sedang bersiap-siap untuk mengajak Maura bermain keluar. Odelyn sudah dikabari kalau kondisi ayah makin hari makin membaik sehingga kini Odelyn bisa sedikit bergeser ke Maura dulu. Belakangan ini Maura sudah cukup terabaikan sehingga Odelyn ingin menebus hal tersebut. Untung saja kini Maura benar-benar bersikap lebih bersahabat dibandingkan sebelumnya. Padahal kan interaksi antara Odelyn dan Maura mulai merenggang lagi dan kini baru akan dimulai diperbaiki."Ibu sudah berangkat keluar kota dari dini hari tadi, Odelyn. Kamu mungkin gak tahu karena memang kita kan disibukkan sama tidur kita. Pembicaraan dengan paman tadi malam itu benar-benar menguras tenaga sampai rasanya aku benar-benar lemas deh." Ucapan Michael sejalan dengan raut wajahnya yang kini benar-benar t
Odelyn ketakutan. Ketukan pintu yang membabi buta itu jelas bukan pertanda yang baik. Michael yang juga mendengar gedoran pintu itu langsung menghampiri Odelyn, Maura, dan pengasuh di ruang keluarga."Jangan ada yang keluar. Lebih baik sekarang kita panggil keamanan perumahan." Michael tahu bahwa orang yang datang bertamu ke rumahnya dengan adab yang seperti itu pastilah bukan orang yang ingin bertamu baik-baik. Orang yang ingin bertamu baik-baik tentunya tidak akan bertindak sejauh dan sekasar itu. "Pintunya sudah dikunci kan mbak?" Odelyn bertanya pada pengasuh karena pengasuh lah yang terakhir masuk ke dalam rumah."Sudah, bu." Pengasuh juga terlihat ketakutan saat gedoran pintu itu tak kunjung berhenti. Maura tampaknya merasakan hal yang sama karena dia terus menempelkan tubuhnya dengan erat pada Odelyn."Gakpapa, sayang. Gak perlu takut ya." Odelyn berusaha menenangkan Maura yang ketakutan. Sebenarnya Odelyn pun tidak kalah takutnya. Hanya saja kalau misalkan Odelyn juga ketakut