Share

Bab 6

Author: Winda Siscaa
last update Huling Na-update: 2025-01-15 07:12:24

Ketika Elara Rose sadar, ia menemukan dirinya tidur di sofa besar di kamar Yuan. Lampu ruangan menyala redup, menciptakan suasana yang tenang, tapi terasa aneh. Yuan ada di dekatnya masih duduk di kursi roda dan menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.

“Tuan Muda Yuan, apa yang sedang terjadi?” Elara bertanya, bingung dengan situasinya.

“Kau tidak ingat?” Yuan membalas dengan nada datar. “Seseorang mencoba menyeretmu keluar tadi. Aku kebetulan melihatnya dari kamera pengawas.”

Elara menelan ludah, mencoba mencerna kata-kata Yuan. “Lalu, bagaimana saya bisa di sini?”

“Aku membawamu ke sini. Tidak ada tempat yang lebih aman di rumah ini selain kamarku,” katanya tanpa ragu. “Kau akan menginap di sini malam ini.”

“Apa? Menginap di sini?” Elara hampir tersedak. Wajahnya memerah karena rasa canggung.

“Tenang saja. Aku bukan pria mesum,” Yuan menambahkan sambil tersenyum tipis. “Lagipula, aku lebih suka membuat hidupmu sulit daripada merusak reputasimu.”

Elara menghela napas panjang. “Baiklah, tapi ini tetap terdengar aneh. Saya akan tidur di sofa saja.”

Yuan mengangkat bahu. “Terserah kau, tapi jangan mengeluh kalau punggungmu sakit besok pagi.”

“Tapi… kira-kira siapa yang berniat menculik gadis miskin seperti saya?” Elara Rose menatap Yuan tajam, tetapi lelaki itu mengalihkan pandangannya.

***

Malam itu, suasana berubah lebih tenang. Yuan tampak lebih santai dari biasanya. Ia tidak lagi mengeluarkan perintah-perintah aneh atau bersikap menyebalkan. Malah, ia mulai membuka pembicaraan tentang hal-hal yang sama sekali tidak pernah Elara duga.

“Kau selalu tampak ceria,” kata Yuan sambil memandang Elara yang sedang merapikan selimut di sofa. “Apa kau tidak pernah merasa lelah?”

Elara tertawa kecil. “Tentu saja saya lelah, Tuan. Tapi saya selalu mencoba melihat sisi baik dari segala hal. Hidup ini sudah cukup sulit. Kalau saya menambahkan rasa kesal ke dalamnya, itu hanya akan membuat semuanya semakin berat.”

Yuan mengangguk pelan, seolah merenungkan kata-kata Elara.

“Aku iri padamu,” gumamnya tiba-tiba.

Elara menatapnya, pupil matanya membesar. “Iri? Kepada saya? Mengapa begitu—bukankah Tuan punya segalanya?”

“Kenapa tidak?” Yuan bersandar di kursi rodanya. “Kau punya semangat yang aku tidak miliki. Kau bisa menghadapi hari-hari sulit tanpa kehilangan senyumanmu. Sementara aku hanya bisa duduk di sini, dengan perasaan marah dan frustrasi.”

Elara tersenyum tipis. “Tuan, setiap orang punya cara masing-masing untuk menghadapi kesulitan. Anda hanya belum menemukan cara Anda sendiri.”

“Dan kau pikir terapi fisik itu jawabannya?” Yuan bertanya, kembali dengan nada skeptis.

“Mungkin,” jawab Elara, “tapi itu hanya akan berhasil kalau Anda benar-benar mencobanya dengan penuh semangat.”

Mereka terus berbicara sepanjang malam. Yuan yang biasanya dingin dan sarkastik mulai menunjukkan sisi dirinya yang berbeda. Ia berbicara tentang masa kecilnya, mimpinya sebelum kecelakaan, dan bagaimana ia merasa kehilangan dirinya sendiri sejak saat itu. Elara mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan komentar-komentar kecil yang membuat Yuan merasa dihargai.

Namun, ada satu momen yang membuat Yuan semakin penasaran dengan gadis itu.

“Kalau kau punya kesempatan, apa yang ingin kau lakukan dalam hidup ini?” Yuan bertanya.

Elara terdiam sejenak sebelum menjawab. “Saya ingin keliling dunia.”

“Keliling dunia?” Yuan mengulangi dengan nada terkejut. “Itu ambisi yang besar.”

“Memang,” Elara mengakui sambil tersenyum. “Tapi saya selalu bermimpi melihat tempat-tempat yang hanya bisa saya baca di buku atau lihat di film dan internet. Saya ingin tahu seperti apa rasanya berjalan di jalanan Paris, melihat aurora di Norwegia, atau berlayar di Kepulauan Karibia.”

Yuan menatap Elara dengan penuh perhatian. Ia menyadari bahwa di balik senyum cerianya, gadis ini menyimpan mimpi-mimpi besar yang mungkin tidak diketahui siapa pun.

“Kau tampaknya lebih dari sekadar perawat biasa,” Yuan berkata pelan.

Elara tersenyum kaku. “Saya hanya seseorang yang mencoba menjalani hidup dengan cara terbaik yang saya bisa, Tuan.”

Yuan tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi pikirannya mulai dipenuhi rasa penasaran. Siapa sebenarnya Elara Rose? Apa yang membuatnya begitu berbeda dari orang lain di sekitarnya?

Ketika malam semakin larut, Yuan melihat Elara tertidur di sofa. Ia memandangnya sejenak, mencoba memahami gadis ini lebih dalam. Ada sesuatu tentang Elara yang membuatnya merasa nyaman, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Tanpa sadar, Yuan meraih selimut dan menutupi tubuh Elara dengan lembut. Ia kemudian memutar roda kursinya kembali ke tempat tidur, tetapi pikirannya masih dipenuhi bayangan gadis itu.

Keesokan harinya, Yuan bangun lebih pagi dari biasanya. Langit masih tampak gelap. Bahkan, belum ada staf yang datang untuk memulai pekerjaan. Melalui telepon, ia meminta seorang asistennya untuk menyelidiki latar belakang Elara. Rasa penasarannya semakin kuat setelah malam itu.

Selang satu jam, pria muda dengan pakaian rapi akhirnya datang menemuinya di ruang kerjanya, Yuan membaca dengan seksama laporan yang lelaki itu berikan. Elara adalah seorang gadis desa yang bekerja di yayasan perekrut tenaga kerja. Utusan itu juga memberikan alamat tempat tinggal Elara Rose di sini. Namun, tidak ada informasi lebih lanjut tentang siapa keluarga ataupun asal usulnya.

Yuan merasa semakin tertarik. “Tidak ada yang aneh, tapi aku merasa dia menyembunyikan sesuatu?”

“Seperti apa itu, Tuan?” tanya lelaki kepercayaannya yang baru saja meletakkan paper bag berwarna hitam di atas meja kerja Yuan.

“Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi, dia berbeda.” Yuan menatap lelaki yang masih berdiri di hadapannya di ruang kerjanya. “Kalau begitu—kau boleh pergi.”

Yuan kembali ke kamarnya, di sana masih terbaring seorang Elara Rose di atas sofa. Yuan menikmati setiap detail wajah gadis itu. Sampai akhirnya, Elara terbangun.

“Tuuuan Yuan… anda sudah bangun?” Ia menggosok-gosok matanya, suaranya parau.

“Sebelum, kembali bekerja, kau bersihkan dulu dirimu di kamar mandiku. Aku juga sudah menyiapkan pakaian ganti untukmu.” Ia menyodorkan sebuah paper bag.

Elara menatap aneh ke arah Yuan. Akan tetapi, Yuan segera memberi penjelasan, tidak ingin Elara mencurigainya macam-macam.

“Tadi, aku meminta salah satu orang kepercayaanku untuk membelinya.”

Elara melirik jarum jam dinding dengan ukuran sangat besar yang terpampang di salah satu dinding ruangan. “Masih jam 6 pagi, apakah sudah ada toko pakaian yang buka?”

“Aku bisa melakukan apa saja, tapi kau tidak perlu tahu itu. Lekas mandi dan bersiaplah, sekarang! Lalu keluar lewat gerbang belakang dan masuk kembali dari gerbang depan agar tidak ada yang curiga bahwa kau menginap di sini tadi malam.” Yuan kembali bersikap dingin.

Hari itu, Yuan memutuskan untuk menguji Elara dengan pertanyaan-pertanyaan yang tampaknya biasa, tetapi sebenarnya dirancang untuk menggali informasi lebih dalam.

“Apa kau memang ingin menjadi perawat?” Yuan bertanya saat Elara Rose menemaninya sarapan.

Elara tersenyum kecil. “Tidak juga. Tapi saya suka membantu orang, dan pekerjaan ini memberi saya kesempatan untuk melakukan itu.”

“Kalau begitu, apa cita-citamu sebenarnya? Kau masih sangat muda untuk meraih banyak hal dari sekarang.” Yuan melanjutkan, mencoba memancing lebih jauh.

Elara terdiam sejenak sebelum menjawab. “Mungkin… membuat sebuah perubahan besar dalam hidup saya. Saya belum tahu caranya, tapi itulah yang saya inginkan dan sedang saya usahakan.”

Jawaban itu membuat Yuan semakin yakin bahwa Elara adalah orang yang istimewa. Namun, sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, suara ketukan keras di pintu kamar menginterupsi mereka.

“Yuan! Apa kau di dalam?” Suara Martha, ibunya, terdengar dari balik pintu.

Yuan dan Elara saling berpandangan, wajah mereka berubah tegang. Yuan dengan cepat memberi isyarat kepada Elara untuk tetap diam.

“Ya, Bu. Aku sedang sarapan,” jawab Yuan dengan suara tenang.

Pintu kamar terbuka, dan Martha masuk dengan tatapan curiga. Matanya langsung tertuju pada Elara yang sedang berdiri di sisi meja.

“Apa yang dia lakukan di sini?” tanya Martha tajam.

Elara tampak gugup, tetapi sebelum ia sempat menjawab, Yuan memotong. “Dia membawakanku sarapan. Apa ada yang salah dengan itu?”

Martha menatap mereka berdua dengan pandangan yang sulit dibaca, lalu melirik jarum jam. “Kurasa—jam di kamarmu sudah rusak. Mengapa dia datang se-pagi ini?”

Setelah Martha keluar, Yuan menatap Elara. “Kau lihat? Semua orang di rumah ini memeprlakukanku seperti anak kecil, padahal mereka tahu aku bisa melakukan segala hal dengan mudah, meskipun sekarang…aku lumpuh.”

Elara tersenyum tipis, mencoba mencairkan suasana. “Mungkin mereka tidak bermaksud begitu, Tuan. Mereka hanya mengkhawatirkan anda.”

Yuan tidak menjawab, tetapi ada sesuatu dalam cara ia memandang Elara yang membuat gadis itu merasa bahwa sesuatu telah berubah.

Yuan mendekatkan wajahnya ke arah Elara Rose yang masih tertegun. Gadis itu memejamkan kedua matanya dan menahan napas. Di dalam hatinya ia berkata, “Apa yang akan Tuan Yuan lakukan, apakah dia mulai mencintaiku?”

Kaugnay na kabanata

  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 1

    "Elara, dengarkan Ayah! Anak Pak Lurah itu lelaki baik, masa depanmu akan terjamin kalau kau menikah dengannya," Suara berat dari ruang tamu memecah keheningan pagi itu.Elara Rose menggeleng tegas, matanya memancarkan tekad yang kuat."Ayah, aku sudah bilang. Aku ingin kuliah, aku ingin mengejar mimpiku menjadi tour guide internasional!" Suaranya bergetar, separuh karena emosi, separuh karena takut membuat suasana semakin memanas."Tour guide? Apa kau tidak waras, Elara? Hidup di kota itu keras, dan kau tahu keluarga kita tidak punya cukup uang untuk itu!" Suara lembut tapi sarat kekhawatiran menyela. "Anak Pak Lurah itu mau melamarmu. Kau tidak perlu susah payah lagi kalau menikah dengannya.""Ayah, Ibu, tolong mengerti. Aku tidak mau menikah hanya demi uang. Aku ingin punya hidupku sendiri, dan aku sudah menabung. Aku bisa membiayai kuliahku!" Elara bersikeras, meski hatinya agak ragu melihat wajah kecewa di depannya.Tangan besar menghantam meja kayu, membuat gelas teh bergetar. "

    Huling Na-update : 2024-12-14
  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 2

    Elara Rose terkejut. Matanya melebar saat melihat pria muda di kursi roda. Ia mengira klien yang akan dirawatnya adalah seorang lansia, mungkin pria tua yang sudah uzur. Namun, kenyataan di hadapannya jelas-jelas berbeda. Pria muda itu tampak berusia akhir dua puluhan, dengan mata tajam yang mengintimidasi dan sikapnya begitu dingin."Nona Rose, mari saya perkenalkan," ujar Kepala ART dengan senyum formal. "Ini adalah tuan muda kita, Tuan Yuan Edbert Ramiro dan ini Nyonya di rumah ini, ibunya Tuan Muda Yuan."Elara Rose masih tertegun, ia tidak dapat mengalihkan pandangannya pada sosok pria muda yang duduk di kursi roda itu."Apa yang kau lihat?" tanya Yuan sinis, memecah keheningan.Elara tergagap, tak tahu harus berkata apa. "Ah, maaf, saya hanya... tidak menyangka...""Tidak menyangka apa? Bahwa ternyata aku bukan seorang kakek renta?" Pria itu mendengus pelan. "Bagus sekali. Aku sudah muak dengan perawat yang datang dengan ekspektasi mereka sendiri.""Yuan," ujar wanita anggun di

    Huling Na-update : 2024-12-14
  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 3

    "A-aapa yang Anda lakukan?!" serunya panik.Yuan mengangkat alis, ekspresi dinginnya berubah menjadi seringai kecil. "Apa menurutmu aku akan meminta hal aneh darimu? Aku hanya ingin berganti pakaian. Kau harus membantu kalau mau bertahan di sini."Wajah Elara memerah. "Tidak perlu melepas pakaian di depan saya seperti itu!"Yuan tertawa lirih, suara rendahnya terdengar mengejek. "Kau akan menjadi perawatku, bukan? Ini bagian dari pekerjaanmu. Jangan bilang kau sudah takut bahkan sebelum mulai."Elara Rose mengintip dari celah jarinya, memastikan Yuan hanya duduk dengan setengah kemejanya yang terbuka. Napasnya bergetar karena malu sekaligus jengkel. Pria ini jelas tahu bagaimana memanipulasi situasi untuk membuatnya tidak nyaman. Namun, ia menolak menyerah begitu saja."Baiklah," katanya akhirnya, menurunkan tangannya dari wajah. "Tapi saya hanya membantu apa yang diperlukan. Tidak lebih."Yuan menatapnya dengan sedikit menarik ujung bibirnya. Sepertinya, ia merasa puas karena bisa me

    Huling Na-update : 2024-12-14
  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 4

    "Aku ingin kau membantuku pergi ke lantai dua.” Yuan melipat tangannya, ekspresi wajahnya penuh tantangan.Elara mengerutkan kening. “Lantai dua? Tapi… untuk apa Tuan Muda ingin ke lantai dua? Bukankah kamar Tuan sudah dilengkapi dengan semua fasilitas?”“Tentu saja,” Yuan menjawab sambil mengangkat alis. “Tapi ada sesuatu yang aku butuhkan di sana. Lagipula, aku ingin memastikan kau cukup kompeten. Jadi, ayo.”Ia memutar kursi rodanya ke arah tangga, roda-roda besinya menimbulkan suara bergemuruh di lantai marmer. Elara menatap tangga panjang yang melengkung ke atas dengan hati berdebar.“Tapi… ada lift, kan?” tanya Elara ragu.“Tidak ada,” Yuan menjawab dengan nada datar, lalu menoleh dengan senyuman kecil. “Itulah tantangannya. Kau harus membawaku ke atas.”“APA?!” Elara membulatkan matanya. “Tuan bercanda, kan?”Yuan hanya mengangkat bahu dengan santai. “Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku. Kau bilang kau bisa melakukan apa saja, bukan?”Elara menghela napas, berusaha mereda

    Huling Na-update : 2024-12-14
  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 5

    Pagi itu, Elara mengetuk pintu kamar Yuan dengan wajah penuh tekad. Setelah kejadian kemarin, ia merasa harus melakukan sesuatu. Bukan untuk membalas Yuan, tetapi untuk membantunya. Di balik sikap dinginnya, Yuan terlihat seperti seseorang yang membutuhkan semangat dan motivasi. Walaupun, pertanyaan mengenai foto itu belum menemukan jawaban, tapi ia memutuskan untuk melupakan rasa penasarannya.“Tuan Muda,” panggil Elara sambil membuka pintu sedikit. “Saya ingin bicara sebentar.”“Apa lagi sekarang?” Yuan menjawab dari tempat tidur, suaranya serak karena baru bangun.Elara masuk, membawa nampan berisi sarapan. “Sarapan dulu, lalu kita bicara. Ini penting.”Yuan mendengus. “Apa yang bisa lebih penting daripada tidurku?”“Terapi fisik,” jawab Elara tegas, membuat Yuan langsung menegakkan punggungnya. Wajahnya berubah tajam.“Terapi fisik?” Yuan mengulang dengan nada mencemooh. “Aku sudah bilang, itu buang-buang waktu.”“Tuan Muda, Anda harus mencobanya. Saya membaca tentang metode baru

    Huling Na-update : 2024-12-14

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 6

    Ketika Elara Rose sadar, ia menemukan dirinya tidur di sofa besar di kamar Yuan. Lampu ruangan menyala redup, menciptakan suasana yang tenang, tapi terasa aneh. Yuan ada di dekatnya masih duduk di kursi roda dan menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.“Tuan Muda Yuan, apa yang sedang terjadi?” Elara bertanya, bingung dengan situasinya.“Kau tidak ingat?” Yuan membalas dengan nada datar. “Seseorang mencoba menyeretmu keluar tadi. Aku kebetulan melihatnya dari kamera pengawas.”Elara menelan ludah, mencoba mencerna kata-kata Yuan. “Lalu, bagaimana saya bisa di sini?”“Aku membawamu ke sini. Tidak ada tempat yang lebih aman di rumah ini selain kamarku,” katanya tanpa ragu. “Kau akan menginap di sini malam ini.”“Apa? Menginap di sini?” Elara hampir tersedak. Wajahnya memerah karena rasa canggung.“Tenang saja. Aku bukan pria mesum,” Yuan menambahkan sambil tersenyum tipis. “Lagipula, aku lebih suka membuat hidupmu sulit daripada merusak reputasimu.”Elara menghela napas panjang. “Baiklah

  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 5

    Pagi itu, Elara mengetuk pintu kamar Yuan dengan wajah penuh tekad. Setelah kejadian kemarin, ia merasa harus melakukan sesuatu. Bukan untuk membalas Yuan, tetapi untuk membantunya. Di balik sikap dinginnya, Yuan terlihat seperti seseorang yang membutuhkan semangat dan motivasi. Walaupun, pertanyaan mengenai foto itu belum menemukan jawaban, tapi ia memutuskan untuk melupakan rasa penasarannya.“Tuan Muda,” panggil Elara sambil membuka pintu sedikit. “Saya ingin bicara sebentar.”“Apa lagi sekarang?” Yuan menjawab dari tempat tidur, suaranya serak karena baru bangun.Elara masuk, membawa nampan berisi sarapan. “Sarapan dulu, lalu kita bicara. Ini penting.”Yuan mendengus. “Apa yang bisa lebih penting daripada tidurku?”“Terapi fisik,” jawab Elara tegas, membuat Yuan langsung menegakkan punggungnya. Wajahnya berubah tajam.“Terapi fisik?” Yuan mengulang dengan nada mencemooh. “Aku sudah bilang, itu buang-buang waktu.”“Tuan Muda, Anda harus mencobanya. Saya membaca tentang metode baru

  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 4

    "Aku ingin kau membantuku pergi ke lantai dua.” Yuan melipat tangannya, ekspresi wajahnya penuh tantangan.Elara mengerutkan kening. “Lantai dua? Tapi… untuk apa Tuan Muda ingin ke lantai dua? Bukankah kamar Tuan sudah dilengkapi dengan semua fasilitas?”“Tentu saja,” Yuan menjawab sambil mengangkat alis. “Tapi ada sesuatu yang aku butuhkan di sana. Lagipula, aku ingin memastikan kau cukup kompeten. Jadi, ayo.”Ia memutar kursi rodanya ke arah tangga, roda-roda besinya menimbulkan suara bergemuruh di lantai marmer. Elara menatap tangga panjang yang melengkung ke atas dengan hati berdebar.“Tapi… ada lift, kan?” tanya Elara ragu.“Tidak ada,” Yuan menjawab dengan nada datar, lalu menoleh dengan senyuman kecil. “Itulah tantangannya. Kau harus membawaku ke atas.”“APA?!” Elara membulatkan matanya. “Tuan bercanda, kan?”Yuan hanya mengangkat bahu dengan santai. “Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku. Kau bilang kau bisa melakukan apa saja, bukan?”Elara menghela napas, berusaha mereda

  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 3

    "A-aapa yang Anda lakukan?!" serunya panik.Yuan mengangkat alis, ekspresi dinginnya berubah menjadi seringai kecil. "Apa menurutmu aku akan meminta hal aneh darimu? Aku hanya ingin berganti pakaian. Kau harus membantu kalau mau bertahan di sini."Wajah Elara memerah. "Tidak perlu melepas pakaian di depan saya seperti itu!"Yuan tertawa lirih, suara rendahnya terdengar mengejek. "Kau akan menjadi perawatku, bukan? Ini bagian dari pekerjaanmu. Jangan bilang kau sudah takut bahkan sebelum mulai."Elara Rose mengintip dari celah jarinya, memastikan Yuan hanya duduk dengan setengah kemejanya yang terbuka. Napasnya bergetar karena malu sekaligus jengkel. Pria ini jelas tahu bagaimana memanipulasi situasi untuk membuatnya tidak nyaman. Namun, ia menolak menyerah begitu saja."Baiklah," katanya akhirnya, menurunkan tangannya dari wajah. "Tapi saya hanya membantu apa yang diperlukan. Tidak lebih."Yuan menatapnya dengan sedikit menarik ujung bibirnya. Sepertinya, ia merasa puas karena bisa me

  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 2

    Elara Rose terkejut. Matanya melebar saat melihat pria muda di kursi roda. Ia mengira klien yang akan dirawatnya adalah seorang lansia, mungkin pria tua yang sudah uzur. Namun, kenyataan di hadapannya jelas-jelas berbeda. Pria muda itu tampak berusia akhir dua puluhan, dengan mata tajam yang mengintimidasi dan sikapnya begitu dingin."Nona Rose, mari saya perkenalkan," ujar Kepala ART dengan senyum formal. "Ini adalah tuan muda kita, Tuan Yuan Edbert Ramiro dan ini Nyonya di rumah ini, ibunya Tuan Muda Yuan."Elara Rose masih tertegun, ia tidak dapat mengalihkan pandangannya pada sosok pria muda yang duduk di kursi roda itu."Apa yang kau lihat?" tanya Yuan sinis, memecah keheningan.Elara tergagap, tak tahu harus berkata apa. "Ah, maaf, saya hanya... tidak menyangka...""Tidak menyangka apa? Bahwa ternyata aku bukan seorang kakek renta?" Pria itu mendengus pelan. "Bagus sekali. Aku sudah muak dengan perawat yang datang dengan ekspektasi mereka sendiri.""Yuan," ujar wanita anggun di

  • Rahasia Cinta : CEO Lumpuh Dan Si Gadis Desa   Bab 1

    "Elara, dengarkan Ayah! Anak Pak Lurah itu lelaki baik, masa depanmu akan terjamin kalau kau menikah dengannya," Suara berat dari ruang tamu memecah keheningan pagi itu.Elara Rose menggeleng tegas, matanya memancarkan tekad yang kuat."Ayah, aku sudah bilang. Aku ingin kuliah, aku ingin mengejar mimpiku menjadi tour guide internasional!" Suaranya bergetar, separuh karena emosi, separuh karena takut membuat suasana semakin memanas."Tour guide? Apa kau tidak waras, Elara? Hidup di kota itu keras, dan kau tahu keluarga kita tidak punya cukup uang untuk itu!" Suara lembut tapi sarat kekhawatiran menyela. "Anak Pak Lurah itu mau melamarmu. Kau tidak perlu susah payah lagi kalau menikah dengannya.""Ayah, Ibu, tolong mengerti. Aku tidak mau menikah hanya demi uang. Aku ingin punya hidupku sendiri, dan aku sudah menabung. Aku bisa membiayai kuliahku!" Elara bersikeras, meski hatinya agak ragu melihat wajah kecewa di depannya.Tangan besar menghantam meja kayu, membuat gelas teh bergetar. "

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status