Amanda mengatur napas, berusaha menguasai dirinya. "Semua sudah terlambat. Aku harap kamu tidak membahas masa lalu kita lagi." Amanda bangun dari duduknya. "Aku ingin pergi ke kamar mandi dulu." "Aku rela melakukan apa saja asal kamu mau kembali padaku," balas Pandu, tapi tidak ditanggapi oleh Amanda. Wanita itu terus melangkah keluar dari ruang perawatan mantan suaminya. Amanda mempercepat langkahnya menuju ke kamar mandi. Tidak, Amanda tidak benar-benar ingin pergi ke sana. Dia hanya mencari alasan agar tidak terlalu lama bersama dengan Pandu. Wanita itu berhenti pada sebuah lorong sepi. Hanya ada beberapa orang yang lalu-lalang kemudian pergi. Amanda menyandarkan sebelah bahunya ke dinding rumah sakit yang dingin. Amanda meletakkan satu telapak tangan di dadanya, mengatur napas perlahan-lahan hingga debaran jantungnya kembali normal. Dia berdiri cukup lama di lorong itu. Amanda menyibak rambutnya ke belakang punggung. Sekali lagi, Amanda mengatur napasnya sampai dia benar-ben
"Bos Pandu sedang meeting bersama Tuan Philips," kata Tama berusaha untuk meyakinkan Nyonya Vena. "Kenapa kamu tidak ikut dengan Pandu?" Nyonya Vena memicingkan matanya, ia tidak percaya dengan ucapan asisten anaknya itu. "Bukankah kamu selalu ikut ke mana pun dia pergi?""Tuan Philips mendadak mengubah jadwal meeting karena dia akan kembali ke negaranya sekarang juga. Itu sebabnya dia memilih tempat meeting yang dekat dengan tempat tinggalnya." Tama menjawab dengan yakin, padahal ia juga tidak tahu alasan yang sebenarnya. "Kalau Anda tidak percaya, silakan cek melalui asistennya, saya akan memberikan nomor kontaknya jika Nyonya mau.""Tidak perlu!" Nyonya Vena langsung bergegas pergi meninggalkan Tama dan sekretaris sang CEO."Ya ampun, Bos. Untung Anda datang." Tiara berjongkok. "Maaf, Bos, kaki saya sangat lemas. Sejak tadi ia merasa sangat tegang, baru sekarang bisa bernapas lega setelah Nyonya Vena pergi."Tiara, kosongkan semua jadwal Bos Pandu hari ini. Jika ada yang penting
Tama mendengar obrolan itu singkat, kemudian memutuskan masuk ke dalam ruang perawatan bosnya setelah mengetuk pintu terlebih dulu.Raut wajah Pandu berubah dalam hitungan detik saja. Dia tidak suka jika ada orang yang mengganggu kebersamaannya dengan Amanda. Termasuk Tama, asisten setianya. "Bos." Tama memberi anggukkan hormat kepada bosnya. Melihat Tama sudah tiba, baru setelah itu Amanda bisa menghela napas lega. Tama datang di waktu yang tepat. Kesempatan itu pun dimanfaatkan oleh Amanda. "Karena sudah ada yang menjaga kamu, aku pamit pulang," ujar Amanda tanpa basa-basi lagi. Ia langsung berdiri dan melangkah pergi sebelum Pandu mencegahnya."Amanda ...." Pandu hendak meraih tangan mantan istrinya, tapi tak sampai. Wanita itu sudah jauh dari ranjang yang ditidurinya.Amanda menoleh pada Pandu. Wanita itu bergumam, "Sekali lagi, terima kasih karena sudah menolongku. Semoga kamu cepat sembuh." Amanda sama sekali tidak memberi Pandu kesempatan untuk berbicara. Ia mempercepat lan
"Dari mana kamu bisa tahu aku ada di sini?" Pandu memicingkan matanya. "Aku tidak memberitahu siapa pun tentang keadaanku.""Tadi Nyonya Amanda menelpon saya karena dia khawatir terjadi apa-apa dengan Anda," jawab Tama, "dan setelah itu Tuan Philips juga menghubungi saya."Tama tidak sepenuhnya berbohong, karena memang ia tahu tentang keadaan bosnya dari Amanda, mantan istri bosnya."Ya Tuhan ... Tuan Philips pasti menungguku." Pandu baru ingat kalau tujuannya datang ke daerah ini untuk bertemu dengan rekan bisnisnya yang baru, tapi dia lupa setelah bertemu dengan Amanda."Sekarang Tuan Philips sudah pulang ke negaranya. Jadi, meeting akan ditunda beberapa hari sampai urusannya selesai. Saya juga sudah menginformasikan kalau Anda mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju tempat meeting." "Aku harus berterima kasih kepada Tuan Philips, karena dia ingin meeting di daerah sini, saya jadi bertemu dengan Amanda." Pandu tersenyum lebar. "Sepertinya Tuhan merestui aku kembali kepada Aman
"Pandu dan Amanda kembali berhubungan?" Nyonya Vena ragu dengan apa yang dikatakan oleh Sonya. Jika memang Pandu diam-diam berhubungan lagi dengan mantan istrinya, pasti dia sudah membatalkan pertunangan dengan Sonya."Tante, aku melihat mereka dengan mata kepalaku sendiri, jadi Tante harus percaya padaku. Mereka sepertinya kembali menjalin hubungan di belakang kita, Tante," imbuh Sonya tampak cemas.Hal ini membuat Vena menegang, dia meraih gelas minumnya dan menyesapnya sedikit. "Apa kamu yakin, Sonya?""Ya, Tante. Aku bahkan mempunyai bukti." Tepat setelah itu, Sonya mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan beberapa foto Amanda dan Pandu yang terlihat sedang berpegangan tangan.Napas Vena tampak memburu, dan tanpa sadar dia menghabiskan minumannya dengan sekali teguk.Sonya memanfaatkan kemarahan Nyonya Vena. Ia mendesak agar wanita itu cepat bertindak. "Tante tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Mereka sudah lama berpisah, dan seharusnya ta
"Sonya?" Kening Pandu berkerut. Dari mana wanita itu tahu tentang apa yang dialaminya? Apa dia juga tahu kalau dia bertemu dengan Amanda?"Iya, dia ke kantormu dan sekretarismu mengatakan kalau kamu mengalami kecelakaan," jawab Nyonya Vena, "walaupun Sonya mengatakan kalau kamu tidak apa-apa, tapi Ibu ingin bertemu denganmu dan melihat langsung keadaanmu." 'Sonya juga tahu kalau aku hanya mengalami luka ringan? Dari mana dia tahu? Tama saja tidak tahu keadaanku sebelum bertemu.' Pandu bertanya-tanya dalam hatinya."Ibu pulang saja, aku akan menginap di rumah Tama." Pandu menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban dari ibunya.Pandu yakin kalau ibunya ingin bertemu bukan hanya ingin tahu keadaannya saja, tapi juga ada yang akan dibicarakannya tentang Sonya. Ia sudah hafal betul, jika ibunya bertemu dengan Sonya, pasti wanita licik itu mempengaruhi ibunya lagi.Pandu memberikan ponselnya kepada Tama sambil bertanya. "Apa Tiara tahu kalau aku kecelakaan?""Ya, dia tahu, tapi saya sudah m
Selesai meeting, Pandu kembali bekerja di ruangannya. Ia sangat bersemangat untuk menjatuhkan Sonya. Saat ia hendak menghubungi Tama, pintu ruangannya terbuka tiba-tiba."Bu ...." Pandu hendak berdiri dan menghampiri sang ibu, tapi ia teringat ucapan Tama. Kalau dia tidak sembuh, siapa yang akan menjaga Amanda? "Ibu datang ke sini untuk meminta kamu segera menikahi Sonya." Nyonya Vena duduk di sofa yang di ruangan itu."Ibu tiba-tiba datang ke kantor, mengganggu pekerjaanku dan sekarang mendesakku untuk segera menikah dengan Sonya. Apa Ibu lupa pembicaraan kita yang terakhir?" Tatapan Pandu terlihat tajam seolah sedang mengintimidasi sang ibu."Pandu, menikahlah dengan Sonya!" Bukannya menjawab Pandu, Vena malah mengucapkan kata-kata yang sama seperti saat dia pertama kali datang ke ruangan ini.Wanita paruh baya itu tidak takut dengan Pandu, dan malah bersemangat untuk terus mendesak putranya.Sayangnya, Pandu pun sama. Dia lagi-lagi berani untuk menentang ibunya. Bahkan tidak segan
"Paman, apa ini semua untukku?" tanya Alana sambil memilih-milih bingkisan hadiah yang begitu banyak. Namun Pandu hanya diam saja. Alana menggoyang-goyangkan lengan Pandu. "Paman, kenapa diam saja? Ayo, temani aku bermain!" seru Alana, mengulurkan kedua tangannya ke depan. Lamunan Pandu sontak buyar karena suara Alana. Lalu Pandu menuruti kemauan Alana. "Semua ini untukmu, Alana." "Aku boleh membuka hadiahnya?" Alana mengambil satu set boneka Barbie yang diletakkan di antara mainan lainnya. Sedari tadi Alana tidak sabar ingin membukanya. "Tentu, Alana. Karena hadiah itu memang untuk kamu." Pandu mengusap kepala anak perempuan itu. Pandu dan Alana duduk di atas karpet—masih berada di ruang bermain, pasangan anak dan Ayah itu dengan kompak membuka hadiah yang sudah disediakan Pandu. Alana terlihat sangat antuasias ketika Pandu mengeluarkan satu set boneka dari kardusnya. "Bagaimana, Alana? Kamu suka dengan bonekanya?" tanya Pandu. Satu tangan lelaki itu mengusap rambut Alana y