"Pandu dan Amanda kembali berhubungan?" Nyonya Vena ragu dengan apa yang dikatakan oleh Sonya. Jika memang Pandu diam-diam berhubungan lagi dengan mantan istrinya, pasti dia sudah membatalkan pertunangan dengan Sonya."Tante, aku melihat mereka dengan mata kepalaku sendiri, jadi Tante harus percaya padaku. Mereka sepertinya kembali menjalin hubungan di belakang kita, Tante," imbuh Sonya tampak cemas.Hal ini membuat Vena menegang, dia meraih gelas minumnya dan menyesapnya sedikit. "Apa kamu yakin, Sonya?""Ya, Tante. Aku bahkan mempunyai bukti." Tepat setelah itu, Sonya mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan beberapa foto Amanda dan Pandu yang terlihat sedang berpegangan tangan.Napas Vena tampak memburu, dan tanpa sadar dia menghabiskan minumannya dengan sekali teguk.Sonya memanfaatkan kemarahan Nyonya Vena. Ia mendesak agar wanita itu cepat bertindak. "Tante tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Mereka sudah lama berpisah, dan seharusnya ta
"Sonya?" Kening Pandu berkerut. Dari mana wanita itu tahu tentang apa yang dialaminya? Apa dia juga tahu kalau dia bertemu dengan Amanda?"Iya, dia ke kantormu dan sekretarismu mengatakan kalau kamu mengalami kecelakaan," jawab Nyonya Vena, "walaupun Sonya mengatakan kalau kamu tidak apa-apa, tapi Ibu ingin bertemu denganmu dan melihat langsung keadaanmu." 'Sonya juga tahu kalau aku hanya mengalami luka ringan? Dari mana dia tahu? Tama saja tidak tahu keadaanku sebelum bertemu.' Pandu bertanya-tanya dalam hatinya."Ibu pulang saja, aku akan menginap di rumah Tama." Pandu menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban dari ibunya.Pandu yakin kalau ibunya ingin bertemu bukan hanya ingin tahu keadaannya saja, tapi juga ada yang akan dibicarakannya tentang Sonya. Ia sudah hafal betul, jika ibunya bertemu dengan Sonya, pasti wanita licik itu mempengaruhi ibunya lagi.Pandu memberikan ponselnya kepada Tama sambil bertanya. "Apa Tiara tahu kalau aku kecelakaan?""Ya, dia tahu, tapi saya sudah m
Selesai meeting, Pandu kembali bekerja di ruangannya. Ia sangat bersemangat untuk menjatuhkan Sonya. Saat ia hendak menghubungi Tama, pintu ruangannya terbuka tiba-tiba."Bu ...." Pandu hendak berdiri dan menghampiri sang ibu, tapi ia teringat ucapan Tama. Kalau dia tidak sembuh, siapa yang akan menjaga Amanda? "Ibu datang ke sini untuk meminta kamu segera menikahi Sonya." Nyonya Vena duduk di sofa yang di ruangan itu."Ibu tiba-tiba datang ke kantor, mengganggu pekerjaanku dan sekarang mendesakku untuk segera menikah dengan Sonya. Apa Ibu lupa pembicaraan kita yang terakhir?" Tatapan Pandu terlihat tajam seolah sedang mengintimidasi sang ibu."Pandu, menikahlah dengan Sonya!" Bukannya menjawab Pandu, Vena malah mengucapkan kata-kata yang sama seperti saat dia pertama kali datang ke ruangan ini.Wanita paruh baya itu tidak takut dengan Pandu, dan malah bersemangat untuk terus mendesak putranya.Sayangnya, Pandu pun sama. Dia lagi-lagi berani untuk menentang ibunya. Bahkan tidak segan
"Paman, apa ini semua untukku?" tanya Alana sambil memilih-milih bingkisan hadiah yang begitu banyak. Namun Pandu hanya diam saja. Alana menggoyang-goyangkan lengan Pandu. "Paman, kenapa diam saja? Ayo, temani aku bermain!" seru Alana, mengulurkan kedua tangannya ke depan. Lamunan Pandu sontak buyar karena suara Alana. Lalu Pandu menuruti kemauan Alana. "Semua ini untukmu, Alana." "Aku boleh membuka hadiahnya?" Alana mengambil satu set boneka Barbie yang diletakkan di antara mainan lainnya. Sedari tadi Alana tidak sabar ingin membukanya. "Tentu, Alana. Karena hadiah itu memang untuk kamu." Pandu mengusap kepala anak perempuan itu. Pandu dan Alana duduk di atas karpet—masih berada di ruang bermain, pasangan anak dan Ayah itu dengan kompak membuka hadiah yang sudah disediakan Pandu. Alana terlihat sangat antuasias ketika Pandu mengeluarkan satu set boneka dari kardusnya. "Bagaimana, Alana? Kamu suka dengan bonekanya?" tanya Pandu. Satu tangan lelaki itu mengusap rambut Alana y
"Apa Paman baik boleh tahu?" tanya Alana dengan sangat pelan.Pandu menggelengkan kepalanya. "Ini rahasia kita berdua." Pandu menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Alana. "Janji!""Baik, Paman," ucapnya, lalu Alana menarik tangannya saat melihat Tama datang.Tama menghampiri Pandu dan Alana di depan teras. "Kita pulang sekarang, Lana?""Iya, Paman."Tama menggerakkan kepalanya memberi anggukan hormat kepada Pandu. "Saya mengantar Alana dulu, Bos." "Iya, hati-hati!" Pandu melambaikan tangannya pada Alana. "Sampai jumpa lagi anak manis."Alana juga melambaikan tangannya sambil tersenyum sebelum masuk ke dalam mobil.Dalam perjalanan, Alana terlihat gelisah. Sesekali ia menatap Tama yang sedang fokus mengemudi. Ia teringat dengan janjinya kepada Pandu. Selama ini tidak pernah ada yang disembunyikan dari laki-laki yang sangat ia sayangi itu.Tama melihat kegelisahan gadis kecil itu. Lalu, menghentikan mobilnya di bahu jalan. "Ada apa, Lana? Apa kamu baik-baik saja?"Alana m
Tama menghampiri sahabat yang menjadi pengawal Amanda dan anak-anaknya. "Baron, sadarlah!"Tama merasa lega setelah tahu Baron masih bernapas. Ia segera mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya dan menekan kening Baron untuk menghentikan pendarahan.Dengan tangan kirinya, ia mengambil ponsel dari saku celana dan segera menelpon seseorang sambil menatap Baron yang sedang tergeletak dengan bersimbah darah.Tama berbicara panjang lebar. Ia menceritakan kejadian yang baru ia alami, hingga Baron mengalami kecelakaan kepada orang dari balik telepon. "Saya ingin kamu menyelidikinya dan laporkan segera!" perintah Tama sebelum mengakhiri panggilan teleponnya.Tama tidak berani mengubah posisi Baron. Ia khawatir ada luka serius pada tubuh sahabatnya itu.Tidak lama kemudian, polisi dan petugas medis tiba di tempat kecelakaan. Mereka memulai penyelidikan dan memberikan pertolongan kepada Baron. "Paman baik, apa Paman Baron akan baik-baik saja?" tanya Alan sambil memegangi tangan Tama.Tama be
Bella. Istri Baron yang sedang hamil, datang ke rumah sakit untuk menjenguk suaminya.'Siapa Tante ini?' gumam Alan dalam hatinya sambil terus menatap Bella.Tama mengangkat kepalanya, lalu menghampiri wanita hamil itu. "Bella, kamu sudah datang. Baron pasti senang melihatmu di sini."Bella tersenyum pada Tama, merasa sedikit lega bahwa dia tidak sendirian. Ada sahabat sang suami yang selalu baik padanya. "Bagaimana kondisi Baron?"Tama menghela napas sejenak sebelum menjawab. "Dia masih dalam keadaan kritis. Dokter mengatakan kalau dia akan butuh waktu untuk pulih. Kami semua sangat khawatir, tetapi kita harus tetap berharap yang terbaik."Bella mengangguk dengan sedih. Dia kemudian melihat seorang perempuan muda yang tidak dikenal duduk di sudut ruangan. Perempuan itu, yang Bella duga sebagai Amanda, tampak tegang dan khawatir.Amanda tersenyum kepada Bella, lalu bangun dari duduknya."Tama, apa dia ...." Bella tersenyum pada Amanda, lalu beralih menatap Tama. Baron selalu bercerita
Tama menatap Bella dengan tulus, memahami betapa dalamnya cinta dan kekhawatiran Bella terhadap Baron."Saya akan mencoba mengatur pertemuanmu dengan dokter yang menangani Baron," kata Tama sambil menggenggam tangan Bella. "Mungkin Dokter bisa memberikan sedikit pengecualian untukmu. Tetapi kita harus menghormati kebijakan rumah sakit yang ada dan mempertimbangkan kesehatan Baron yang terpenting."Bella mengangguk dengan cepat. "Terima kasih, Tama."Tama segera bangun dari duduknya ketika melihat seorang dokter keluar dari ruang ICU dan berjalan menuju lorong tempat ia menunggu. Tama segera melangkah mendekatinya, wajahnya penuh dengan harap dan ketegangan."Dokter, bisa saya bicara dengan Anda sebentar?" Tama berkata dengan sopan.Dokter itu menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Tama. "Tentu. Apa yang bisa saya bantu?" jawab dokter dengan ramah."Teman saya, Baron, ada di ruang ICU, dan istrinya ingin menemuinya. Bisakah Dokter memberi waktu sedikit untuk bertemu dengan suami
Nyonya Vena malah bersimpuh di hadapan Amanda. Ia berbicara dengan suara yang serak sambil menunduk. "Amanda, tolong maafkan aku. Aku menyesal telah berencana mengambil Alan dan Alana darimu. Aku menyadari betapa pentingnya hubunganmu dengan cucuku, yang tak pernah kurasakan sebelumnya."Amanda tercengang mendengar permintaan maaf dari Nyonya Vena. Ia tidak pernah menduga bahwa Nyonya Vena akan bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf dengan begitu tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa haru dan mulai melunak."Aku telah melihat betapa besar pengaruhmu dalam hidup cucuku. Aku menyadari kesalahanku dan berjanji untuk tidak memisahkanmu dari mereka. Kamu adalah seorang ibu yang hebat dan cucuku membutuhkanmu. Aku minta agar kamu mengampuniku."Amanda merasa terharu dan ingin memberikan kesempatan kedua kepada Nyonya Vena. Ia dapat melihat perubahan yang tulus dalam hati wanita itu. "Nyonya Vena," ucap Amanda dengan penuh pengertian, "aku sangat menghargai permintaan maafmu. Aku juga berhara
Di sebuah ruang keluarga yang terasa sunyi, Pandu duduk di sofa dengan wajah tegang dan pandangan tajam yang menatap ibunya. Di sampingnya juga ada Amanda."Kenapa kalian tidak membawa cucu-cucuku?" tanya Nyonya Vena berpura-pura baik."Bu, kami memutuskan untuk kembali menikah." Amanda langsung berbicara pada intinya. "Aku harap Ibu merestui kami."Nyonya Vena hanya diam, ia tidak bisa berkata-kata. Walaupun Amanda sudah melahirkan dua orang cucu untuknya, tapi ia tidak mau Amanda menjadi menantunya untuk yang kedua kali karena ia tidak mau mempunyai menantu miskin.Pandu tersenyum sinis melihat ibunya hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. "Sudah kuduga, Ibu baik kepada Amanda hanya ingin membuatnya sengsara.""Mas ...." Amanda menggenggam tangan Pandu supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya."Amanda, kita sudah dibodohi oleh wanita tua ini, apa kamu masih memercayainya?" Pandu memulai percakapan dengan nada tegas."Mas, aku yakin Ibu sudah berubah, apalagi saat ini
Pandu berdiri di hadapan Amanda. Tatapan penuh harap mengarah pada Amanda yang duduk di hadapannya. Suasana sunyi seketika menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar di telinga mereka bertiga."Sudah cukup lama kita hidup terpisah, Amanda," ucap Pandu dengan suara bergetar, mencoba menekan perasaan gugupnya. "Kita telah melewati banyak hal bersama, dan jujur, aku tak bisa hidup tanpamu."Walau merasa gugup, tapi Pandu memberanikan diri untuk kembali melamar mantan istrinya di hadapan asisten dan sekretarisnya."Sekian lama kita berpisah, tapi cintaku padamu tidak pernah berubah. Walaupun dulu aku sempat sakit hati padamu karena kesalahpahaman, tapi cinta di hatiku tidak pernah pudar."Amanda menatap Pandu dengan wajah yang penuh keraguan, pikiran dan hatinya berkecamuk. Mengingat alasan di balik keputusan mereka berpisah membuat hati Amanda tersayat seperti belati. Dia tahu, kesalahan dan kesalahpahaman telah merusak cinta yang pernah mereka miliki."Tapi, Ma
Tama sampai di rumahnya setelah Mahawira pulang. Ia berpapasan dengan Pandu yang akan pulang ke rumahnya."Bos, kapan kalian sampai?" tanya Tama."Kamu dari mana?" Bukannya menjawab, tapi Pandu malah balik bertanya kepada asistennya itu."Saya ...." Tama menghentikan ucapannya saat ponsel dalam sakunya berdering tanpa henti. Tama merogohnya dan melihat layar ponselnya. "Pak Jo. Sepertinya ada informasi penting," ucap Tama pada Pandu.Tama menjawab panggilan dari kepala pelayan di rumah sang bos."Tuan, ada informasi penting tentang Nyonya besar," ucap Pak Jo dari balik telepon."Kami akan ke sana sekarang. Kita bicarakan di rumah saja.""Apa Anda sudah kembali, Tuan?""Saya dan Bos sudah pulang," jawab Tama, "kami akan segera ke sana."Tama menutup teleponnya segera. "Bos, saya ganti pakaian dulu. Kita akan ke rumah Anda sekarang.""Baju kamu basah, memangnya kamu dari mana?" Pandu keheranan melihat baju asistennya basah."Tadi di sana hujan, saya kehujanan saat kembali ke mobil," jaw
"Terima kasih, Sayang." Tama mencium tangan Tiara berkali-kali."Sayang?" Tiara terkejut. "Kita belum menikah.""Kita bisa mulai membiasakan diri dari sekarang." Tama menatap Tiara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka pilihan terakhir jatuh pada sekretaris sang bos. "Saya berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."Tiara tersenyum sambil bergumam dalam hati. 'Semoga keputusan saya tidak salah.'Sementara di rumah Tama, Amanda dan anak-anaknya baru saja sampai di rumah setelah pulang dari luar negeri."Bu, kenapa Ayah baik tidak pulang bersama kita?" tanya Alana sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Ayah baik. Jadi, dia harus kembali lebih awal dari kita." Pandu mencoba memberi pengertian kepada anaknya. Padahal ia sendiri tidak tahu urusan penting apa yang membuat Tama begitu terburu-buru untuk segera kembali."Ayah baik itu banyak pekerjaan, lagi pula sekarang kita selalu ditemani Ayah Pandu. Jadi tidak kesepian lagi walaupun
"Saya ambilkan air minum dulu, pasti Bos haus." Tiara semakin gugup. "Silakan masuk!"Tiara membuka pintunya lebar-lebar dan bergegas ke ruang tamu. Tama mengikuti Tiara masuk ke dalam rumahnya.“Silakan duduk, Bos! Saya ambilkan minum dulu.”Tiara segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum. Sesampainya di dapur, Tiara terkulai lemas dan duduk di lantai.“Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Tiara memegangi dadanya sambil duduk berselonjor di lantai.Beberapa menit kemudian, ia bangun dan berdiri setelah lebih tenang. Kemudian, Tiara membawa segelas air putih untuk Tama.“Silakan di minum, Bos!”‘Dia berada di dapur selama sepuluh menit, tapi hanya membawakan air putih untuk saya. Aya yang dia lakukan di dapur selama itu?’ batin Tama.Tama mengambil gelas minum yang disediakan oleh Tiara. Ia meminum sampai habis air itu karena ia juga sedang gugup.“Airnya mau lagi, Bos?” tanya Tiara saat Tama menaruh gelas kosong di meja.“Boleh, tapi akan lebih bagus lagi kalau ada perasa
Tiara duduk di ruang tamu, tangan kanannya memegang ponsel dan tangan kirinya memegangi dada. Tiara merasa gugup dan hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Atasannya itu adalah laki-laki yang dingin terhadap wanita. Tidak mungkin seorang Tama bercanda dengannya seperti itu, tapi Tiara masih bingung. Apa dia salah dengar atau bagaimana? "Tiara ... kamu mendengar ucapan saya?" Tama memastikan kalau sambungan teleponnya masih terhubung. "I-iya, Bos." "Tiara, saya telah memikirkan ini dengan sangat serius. Saya telah mengenal dirimu cukup lama, dan saya yakin bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk dijadikan seorang istri." Tiara merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar kata-kata Tama. Dia tidak bisa berpikir apa yang akan ia katakan pada atasannya itu. 'Ternyata saya tidak salah dengar,' ucap Tiara dalam hati. "Tiara, saya butuh pendapatmu." Tama butuh jawaban dari Tiara. Ia tidak mungkin berbicara terus tentang rencananya, sementara Tiara hanya
Setelah Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara pulang, Amanda membawa anak-anak masuk ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Tama dan Pandu masih berada di ruang tamu.Pandu duduk berhadapan dengan Tama. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran ketika ia melihat ibunya tiba-tiba bersikap sangat baik kepada mantan menantunya, Amanda."Tama," panggil Pandu, lalu mengembuskan napas dengan kasar. "Aku masih tidak yakin dengan ibuku," ucapnya pelan.Asisten pribadinya, Tama mengerutkan kening. "Maksudnya apa, Bos?""Tama, kamu harus melakukan penyelidikan tentang ibuku," kata Pandu dengan suara serius. "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikapnya kepada Amanda."Tama menatap Pandu dengan rasa keterkejutan. "Tapi, Bos, apakah boleh saya tahu alasan di balik permintaan ini? Apa Bos tahu kalau Nyonya Vena mempunyai rencana jahat terhadap si Kembar?"Pandu menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku yakin dia tidak akan menyakiti Alan atau Alana, tapi aku yakin dia merencanakan sesuatu yang ja
"Amanda, apa anak-anak sudah bertemu dengan neneknya?" Tama mengalihkan pembicaraan. Ia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak mempunyai teman wanita."Belum," jawab Amanda, "kami akan bertemu hari ini di sini. Mungkin sebentar lagi ...." Ucapan Amanda terhenti saat mendengar bunyi bel di apartemen Tama. "Itu mungkin mereka.""Saya buka pintu dulu." Tama bergegas membuka pintu, dan benar saja, Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara yang datang. "Silakan masuk, Tuan, Nyonya."Tama mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada orang tua bosnya."Tama, tolong bantu aku supaya kedua cucuku tidak membenciku," ucap Nyonya Vena pelan. Ia khawatir Alan dan Alana marah padanya karena pernah mencoba untuk mencelakai kedua cucunya.Amanda sudah mengizinkan mantan ibu mertuanya untuk menemui Alan dan Alana, tapi wanita itu baru siap bertemu hari ini. Itu juga harus ada pendampingan dari Tama karena ia yakin, suami dan anaknya tidak akan membela dirinya."Anda tenang saja, Nyony