“Jasad terbakar itu bukan saya. Kamu itu orang baik yang salah ambil jalan. Mumpung masih punya waktu, kembalilah!”Pak Brahim menyeka bekas air mata Saimah dengan ujung jari. Kemudian, pria ini tersenyum. “Ayo, buruan tuntaskan tugas kamu! Saya tunggu di sini. Oh, ya. Ini air yang harus kamu bawa.”Saimah pun cekatan menerima sebotol air berwarna keabu-abuan. Kemudian, ia dengan setengah berlari menuju area pemakaman. Langkah kakinya lalu menuju sebuah bangunan kecil yang berada di bagian belakang makam. Wanita tersebut untuk beberapa saat mengamati seorang pria yang sedang duduk bersila dengan mata terpejam.Saimah mendatangi Sarto dengan langkah kaki berjingkat. Kini wanita berkuncir kuda tersebut telah tepat di belakang Sarto. Tampaknya Sarto sedang fokus bersemedi. Saimah berjingkat ke samping dan melihat kedua mata pria mantan partner ritualnya terpejam.Pria yang sedang bersila tersebut nyaris tak terdengar embusan napasnya. Saimah segera mempersiapkan ritual seperti arahan Pak
“Lokasi tujuan sesuai peta, Bu?” tanya sopir taksi yang mengagetkan Saimah yang sedang melamun. “Eh, iya, Pak. Benar,” jawabnya singkat. Betapa kaget hati Saimah saat dirinya melihat sosok sopir taksi dari pantulan kaca spion. Pria berbeda dengan ekspresi wajah yang sangat familiar untuknya. Kok bisa? Tanya Saimah tanpa berani terlontar langsung kepada yang bersangkutan.“Tenang, Mbak. Saya sudah jinak,” ucap si pengemudi. Hal barusan, tentu saja membuat Saimah kaget.“Maksudnya?” tanya Saimah yang tak menyangka bahwa si pengemudi tahu jalan pikiran dia.“Saya sudah tahu dalam pikiran Mbak Saimah. Sebaiknya, saya terus terang saja.”“Kalo boleh tau, kita pernah bertemu sebelumnya?”tanya Saimah hanya ingin memastikan perkiraannya. Dia punya dua sosok yang pantas dicurigai sebagai perasuk tubuh sopir.Pria di belakang kemudi langsung menatap ke kaca spion. “Mbak Saimah beneran gak mengenali saya?”Wanita yang disebut pun seketika menggelengkan kepala. Dia sengaja tak ingin melontarka
“Lebih baik kamu masuk sendiri, Dek,” balas Parman lirih. Setelah mereka menyapa seorang perawat yang baru keluar dari bilik. Pria ini berharap Kesi akan lebih terbuka jika ngobrol dengan sesama wanita. Oleh karena sebelum Kesi mengetuk pintu kamar Parman untuk minta tolong, terdengar suara ribut dari kamar sebelah. Ada suara wanita selain Kesi dan getaran yang hebat hingga bergema ke kamar Parman. Saimah seketika paham dengan melihat ekspresi wajah suaminya. Ada hal luar biasa yang terjadi terhadap pasangan calon pengantin tersebut. “Iya, deh. Tapi, Mas tunggu di sini. Gak usah ke mana-mana!” pesan Saimah yang masih merasa ada ‘sesuatu’ yang mengikutinya sedari dari halaman tempat parkir. Parman adalah pria lugu dan perhatian kepada istri. Ia pun segera tersenyum ke arah Saimah sambil merangkul bahunya. “Tumben istriku jadi manja seperti ini. Ada apa?” “Gak apa-apa. Emang gak boleh, manja sama suami sendiri?” tanya Saimah bernada menggoda. Tanggapan Saimah segera mendapat kecupa
"Kata Kesi, Mas Badrun itu udah beda. Dia khawatir, yang sekarang ini adalah penjelmaan suruhan penguasa Gunung Kemukus. Mas bisa gak membuktikan itu?” “Oh, itu. Bisa, dong. Didoakan saja. Nanti juga bisa ketahuan. Kamu dan Mas Kesi selalu salat. Pake bacaan pendek saja.” Saimah seketika gelagapan mendengar saran dari suaminya. Secara selama ini, dirinya hanya berpura-pura salat. Semua bacaan salat telah dilupakannya, sejak jadi pendamping ritual di Gunung Kemukus. Hati Saimah bergetar. Tanpa disangka-sangka, wanita ini bercucuran air mata. “Ada apa, Dek?” tanya Parman sambil mengusap air mata di kedua pipi istrinya. “Aku terharu dengan ucapan Mas. Maafin aku, ya. Banyak dosa denganmu, Mas,” jawab Saimah dari lubuk hati paling dalam. Dia menyadari bahwa suaminya adalah sebaik-baiknya suami. Wanita berparas ayu khas Jawa ini tak mau Parman mengetahui profesinya sebagai pendamping ritual. Saimah tak mau diceraikan oleh Parman. “Dek, malah melamun. Tuh dipanggil Mbak Kesi,” ucap Par
Saimah pun tak bisa menahan kesedihan. Dari kedua pelupuk mata menetes buliran bening. “Kita berusaha maksimal. Tetap semangat, ya!” Parman dengan ekspresi tegas memberi semangat pasangan yang berada dalam mobil. “Ya, kalian harus tambah semangat! Mari jalani hidup yang lebih baik lagi,” ucap Saimah sambil mengusap air mata dengan tisu. “Saya sudah pasrah, kalo memang harus jadi tumbal. Yang penting, Dek Kesi berhenti berhubungan dengan Gunung Kemukus,” ucap Badrun yang seketika membuat Kesi histeris. “Mas harus bisa sembuh. A-ku gak ma-u sendiri.” Wanita berkulit hitam manis tersebut mendekap erat tubuh Badrun. Pasangan ini pun menangis bersamaan. Saimah dan Parman ikut terharu. “Bismillah. Kita berusaha maksimal dan pasrah dengan Allah. Semoga segera diberi kesembuhan,” kata Parman untuk menenangkan pasangan tersebut. “Ya, jangan putus asa. Ada kami yang akan menemani perjuangan kalian!” Saimah tak mau kalah memberi dukungan semangat. “Ingat! Kalian akan nikah. Ini adalah uji
Di saat bersamaan, Saimah yang penasaran mencoba menginterogasi keterangan dari Kesi. Wanita berkucir kuda ini paham dengan kelambatan cara berpikir Kesi, yang memang telah jadi trade mark. Namun, dirinya tak yakin Kesi bisa sepolos itu menghadapi keanehan yang terjadi. Secara, dia telah berhubungan dengan hal-hal mistis beberapa bulan.“Kesi, kamu dalam keadaan sadar, kan?”“Emangnya kenapa, Im?”“Kamu tadi sempat minum obat anti mabuk?”“Enggak, Im. Kenapa?” tanya Kesi yang semakin keheranan. Wanita berkulit hitam manis ini lalu mengamati sekujur tubuhnya. Ia merasa tak ada yang aneh sehingga bisa membuat sahabatnya tersebut menanyakan hal barusan. Saimah melihat ke arah mobil dan tak ada suara rintihan Badrun. Kemudian, ia kembali menatap Kesi yang sedang asyik mengetik di ponsel. “Kes, kamu sudah kenal sebelumnya dengan Pak Sopir?” tanya Saimah dengan hati jengkel karena sahabatnya ini seperti tak ada beban lagi. Padahal sedari di rumah sakit telah membuat panik dirinya dan Pa
Begitu melihat kedatangan Parman, si siluman berubah wujud menjadi wanita cantik. Bertubuh tinggi ramping dan berkulit kuning langsat. Berdada besar membusuk indah berlapis kemban warna hijau keemasan. Bagian bawah berbalut kain batik motif sidomukti. Rambut hitam lebat tergerai hingga pinggul menyebarkan aroma melati. Wanita cantik perwujudan dari penguasa Gunung Kemukus tersenyum manis dengan bibir merah merona alami. Parman yang terkejut dengan kemunculan wanita cantik bertubuh seksi tersebut seketika menghentikan laju motor. Dada pria ini berdebar-debar. Kedua mata terkesiap tertuju pada wanita cantik dengan senyum menggoda. “Mas, ayo, kita pergi dari sini.” Suara wanita cantik tersebut mirip dengan Saimah di telinga Parman. Pria tegap ini terkesima melihat penampilan menawan wanita berjarak sekitar lima meter di depan. Ia terlena dengar suara istrinya. Si wanita telah meraih tangan Parman hingga menariknya menjauh dari mobil. “Mas Parman, jangan ikut dia!” teriak Saimah yang
Sementara di luar ruangan berdiri dua orang pria di samping kanan dan kiri pintu. Mereka diminta oleh Kiai untuk menunggu Parman dan mengantarkannya ke aula, jika sudah keluar dari ruangan. Keadaan sunyi membuat kedua orang pria dalam keadaan syahdu.Hal berlawanan terjadi di luar maupun dalam aula. Semakin banyak orang yang mendatangi aula. Ada beberapa orang yang berniat mendekat ke arah ruangan berpenghuni Parman langsung dihadang oleh tim keamanan pondok pesantren. Terdengar gema takbir dan selawat dari orang-orang yang memenuhi area aula.Parman berjalan pelan-pelan menuju pintu. Tangannya gemetar memegang kenop pintu. Kedua matanya awas menatap luar dari kaca jendela. Dia merasa grogi dengan banyaknya orang yang memenuhi di hampir semua area. Dua pria yang sedang berjaga di depan pintu melihat gesture Parman yang ragu-ragu langsung membuka dari luar.“Mari kami antar, Mas.” Salah seorang menawarkan diri.Parman masih melihat ke sekeliling. Hatinya jadi bimbang untuk keluar dari