“Dek, mereka masih bingung. Pesanin wedang jahe aja!” pinta Parman kepada sang istri.Sementara yang lain sudah memesan minum sendiri-sendiri.“Oh, ya. Aku antarkan minuman suplemen dulu ke Pak Sopir. Kasian,” ucap Kesi sambil berlalu membawa sebotol minuman penambah stamina ke arah mobil carteran.Bu Sobir dengan sorot mata bingung berkata ke arah suaminya. “Apa yang terjadi dengan kita, Pak?”“Enggak tau. Bapak taunya kita bangun, udah di dalam mobil.” Pasangan suami istri ini lalu sibuk memindai sekeliling. Mereka merasakan ada sesuatu yang mengikuti. Namun, saat dicari keberadaannya, tak ada.Saimah membawa wedang jahe ke tempat pasutri tersebut. Keduanya menatap dengan tatapan bingung.“Diminum dulu wedang jahenya, Pak, Bu. Nanti saya cerita,” ucap Saimah sembari duduk di dekat sang suami yang berseberangan dengan pasutri tersebut.Pak Sobir segera meminum wedang diikuti sang istri. Sedangkan Parman memegang tangan Saimah lalu berbisik lirih, ”Ajaib, bisa langsung sembuh. Mas semp
“Kita cepetan pulang. Kamu naik mobil carteran bersama Pak Sobir dan istri. Sampe ke rumah sopir taksi. Setelah itu, kalian pulang naik taksi.”“Emang kalo dia langsung pulang sendiri?”“Gak bisa! Pengen salah satu dari kalian gantiin jadi tumbal?”“Enggak, Im. Baik! Kita siap-siap pulang.”Akhirnya, Kesi menghampiri mobil dan memberitahu kedua pria yang ada di sana untuk bersiap pulang. Tak lupa Kesi mengajak Pak Sobir menjauh sebentar lalu memberitahu tentang risiko ritual yang harus ditanggung bersama.“Sopir taksi jadi korban?” tanya Pak Sobir yang langsung kaget dengan ucapan Kesi.“Aku yang kasih minuman ke dia. Padahal aku yang beli sesajen. Aku baru tau setelah Imah ngomong. Harus kita jalani, udah terlanjur," urai Kesi yang membuat bulu kuduk Pak Sobir bergidik seketika.“Istriku perlu dikasih tau?”“Gak usah! Bisa berabe.”“Baiklah, Sayang!”“Gak usah genit, Pak. Mau kena tulah lagi?”“Galak amat!”Kesi tersenyum lalu menghampiri mobil untuk bertanya kepada sang sopir, apakah
“Maunya aku pesan taksi teman,” ucap sang sopir carteran.“Gak papa. Nih kuliat barusan ada posisi taksi online dekat sini. Terima kasih atas tawarannya," ucap Kesi dengan tatapan mata sendu. Ia merasa kasihan pada pria tersebut, tetapi tak bisa apa.Tak lama kemudian sebuah mobil berjalan pelan mendekat ke arah mereka. Rupanya mobil taksi pesanan Kesi. Mereka segera berpamitan kepada tuan rumah. Lega sudah hati Kesi, jika sesuatu hal terjadi dengan sopir carteran tak ada yang bisa ditanya soal kehadiran mereka.Sang tamu telah berangkat dengan taksi dan kini tinggal sopir carteran menatap kepergian mereka. Pria ini tak menyadari gerak-geriknya telah diawasi sepasang mata merah dari sosok melata sebesar tubuh dia. Setelah taksi tak terlihat lagi, pria berkumis tipis ini menutup gerbang lalu melangkah masuk rumah.Pria ini mengunci pintu dan tanpa tahu dari mana asalnya, tiba-tiba angin kencang berbau bangkai berembus memporak-porandakan seisi rumah. Sosok ular besar menatap tajam ke ar
“Pasti semalam WA-an, ya?” tanya Saimah penasaran.“Iya, loh! Kok bisa samaan? Kalo ini, emang kesukaan suamiku,” ucap Bu Sobir sambil meneliti isi tas kresek belanjaan Kesi.“Kita sehati, Bu. Hari ini, lagi pengen bikin sayur bayam, ayam goreng crispi dan dadar jagung,” jawab Kesi segera.“Beda pengolahan kita, Kes. Ini mau masak sayur bening bayam tambah jagung manis dan sayap ayam masak kecap,”Mereka membayar belanjaan lalu Yu Tun beranjak menuju pelanggan lain. Bu Sobir pamit akan segera masak, sedangkan Saimah dan Kesi melangkah masuk ke teras Saimah. Setelah dirasa Bu Sobir sudah masuk rumah, Saimah segera bersuara.“Kamu gila, Kes! Ngapain masakin Pak Sobir?”“Dia yang pengen.”“Gak ada kapoknya, kamu. Begitu selesai ritual kemarin, Pak Sobir cuma milik Ratu.”“Serius, Im?”“Iyalah. Gak usah aneh-aneh. Taruhan nyawa, tau.”“Iya, ya. Im, semalam ada nenek-nenek lewat depan rumah. Bilang, aku pintar cari mangsa. Siapa, ya?”“Nah, itu buktinya. Dia suruhan Ratu. Jangan sembrono.”
“Dia pasti update status di WA. Berantai ke mana-mana dan ketahuan sodara sopir.”“Oh, iya, ya.Dia emang paling jago soal gosip. Terus ... gimana, Im?”“Kamu bilang aja gak tau apa-apa.”“Bu Sobir bilang wanita itu mau tau soal Gunung Kemukus. Gimana dong! Bikin puyeng deh.”“Itu berarti si montok udah cerita banyak ke wanita itu. Itu mulut tak ada rem. Udah dibantu, dibilang rahasia. Ember!”“Im! Aku ngeri.”“Kita makan dulu, habis itu samperin si montok,” ucap Saimah sembari menuju dispenser tuang air dingin dalam gelas lalu membawa ke meja makan.Kesi yang masih senewen dengan ulah Bu Sobir mengetuk-ngetuk layar ponsel sembari cemberut.“Ayo, buruan makan! Mau cepet selesai, gak?”Wanita hitam manis ini tersenyum segera menuju kulkas lalu mengambil jus kemasan. Kemudian, ia mendekat ke meja makan dan menuangkan jus ke dalam dua gelas kosong.Keduanya menikmati makan siang dengan terburu-buru karena kepikiran cerita Bu Sobir sudah meluber ke mana-mana. Setelah membersihkan perabot,
“Adek Mbak itu musibah, bukan tumbal. Berani bikin gosip soal Gunung Kemukus berarti sengaja bikin kuncen marah. Tunggu aja, tulahnya,” ucap Saimah yang hendak berlalu, tetapi dicegah oleh lengan seseorang.“Im, sabar! Biar aku omongin istriku. Maaf.”Rupanya Pak Sobir yang telah pulang dari kerja merasa malu dengan kegaduhan yang dibuat istrinya.“Dasar tak tau diri! Bukannya makasih, malah bikin gosip. Kayaknya lebih suka Bapak sakit. Ayo, Kes! Kita keluar jalan-jalan. Lain kali gak usah nolongin lagi!" ucap Saimah penuh emosi.Saimah segera memesan taksi online dan hal ini semakin membuat Bu Sobir meradang. Kesi kedalam mengambil tas lalu gegas menghampiri sang sahabat.“Kalian mau ke mana? Urusan belum selesai,” ucap Bu Sobir sembari mencoba menghalangi langkah Kesi dan Saimah yang akan menjauh.“Bu, pulaaang!”teriak Pak Sobir sembari mendelik dari atas motor.Kesi menghampiri saudara sopir taksi lalu menggenggam tangannya.“Ayo, Mbak! Kami antar pulang. Kita bahas dalam mobil aja.
Mobil akhirnya telah sampai di tempat tujuan. Sebuah kafe di tengah kota menghadap ke alun-alun. Sore ini sudah terlihat ramai oleh pengunjung.Saimah dan Kesi segera turun dan sebelum meninggalkan mobil, Kesi sempat menoleh ke arah sang sopir.“Im ...! Sopir itu ... kok wajahnya gosong?”Saimah segera menoleh ke arah pria pengemudi, tetapi mobil tersebut sudah tak ada. Kendaraan roda empat tersebut menghilang bagai ditelan bumi. Bagian belakang mobil tersebut tak tampak di sekitar tempat tersebut, padahal baru lima menit berlalu.“Cepet bener perginya.”kata Kesi yang ikut heran mengetahui hal tersebut.“Udah bisa dipastikan. Mobil siluman,” balas Saimah sembari mengecek aplikasi yang baru saja dipakainya. Wanita ini seketika paham yang dengan mobil yang mengantarkan mereka barusan.Beberapa detik kemudian, meski Saimah sudah menduga akan hal ini, tetapi tetap saja wanita ini tampak melongo saat menatap layar ponsel. Tiba-tiba tertera nama driver dari aplikasi taksi online. Beberapa sa
Kesi memotong bagian tengah banana split lalu mengaduk ice cream yang menyelimuti luarnya. Kini, tampak olehnya, di bagian yang terpotong ada sesuatu yang bergerak-gerak.Makhluk kecil berbentuk lonjong yang biasa hidup di bangkai. Tak cuma satu, tapi ada banyak. Mereka keluar dari sela-sela pisang dan bergelimpangan di antara gumpalan ice cream.“Im, apa ini? Menjijikan!”Kesi yang merasa mual, segera menyingkirkan piring lalu berlari mencari toilet. Saimah dengan sigap memanggil salah satu pelayan meminta total tagihan pesanan mereka dan tak mau kopi terkirim ke mejanya. Ia menyuruh pelayan untuk mengambil kedua kudapan.“Maaf, Bu, jika ada yang kurang berkenan. Tolong kasih tahu saya agar bisa jadi masukan untuk perbaikan pelayanan,” ucap pelayan ini sembari mengambil kedua piring.“Gak papa, Mbak. Kami harus segera pergi aja.”“Terima kasih atas penjelasannya. Mohon ditunggu bill-nya.”Saimah tersenyum manis dan pelayan tersebut berlalu dari hadapan mereka. Kesi yang datang dari to