Share

Maaf

Aku terkikik melihat reaksi Dendy. Sumpah, aku kangen banget bercanda begini sama bocah yang sekarang tingginya sudah melampaui aku itu.

"Gue es teler aja deh, samain kayak Danar."

"Buset dah, lo disamain kayak es teler, Bang, sama Kak Wina."

Danar terkekeh. "Nggak apa-apa. Itu artinya gue nyegerin."

"Bener tuh. Meski namanya es teler, tapi nggak bikin teler dan malah nyegerin.

"Den! Jadi enggak, sih?!"

Dean menyusul muncul. Mukanya ditekuk, dan terlihat bete. "Nanyanya kelamaan."

Dendy nyengir. "Sori, Bang. Diajak debat dulu sama Kak Wina. Yuk, ah! Cabut! Lo di rumah aja, Kak. Sama ibu. Ibu tadi pesen es pisang ijo."

Aku membiarkan mereka bertiga pergi. Sempat kudengar mereka meributkan siapa yang akan menyupir. Dua lawan satu, Dendy kalah, dia akhirnya yang jadi supir.

Aku masih duduk santai di teras menikmati hari yang nggak begitu terlalu terik. Di tempat tinggal ibu ini masih banyak pohon rindang. Jadi, cuacanya lumayan adem.

"Ibu kira kamu ikut mereka."

Ibu datang nggak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status